HUBUNGAN DIET SERAT TINGGI DENGAN KADAR HBA1C PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

Kedokteran Universitas Lampung

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

ASUPAN ZAT-ZAT GIZI DAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DM-TIPE2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ASUPAN SERAT PENDERITA DM DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD Dr. Hi. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

GAMBARAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH DAN HbA1C PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-MEI 2014 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PASIEN DM DENGAN KEPATUHAN DALAM MENJALANI DIET KHUSUS DI RS STELLA MARIS MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

AZIMA AMINA BINTI AYOB

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh ENY SULISTYOWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIIT DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 1, April 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)


BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

GAMBARAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGASEM I PADA SEPTEMBER-OKTOBER 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

POLA KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN INDEKS GLIKEMIK DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

ABSTRAK GAMBARAN DEMOGRAFI DAN PENGETAHUAN MENGENAI PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA TENAGA EDUKATIF TETAP DI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI KARBOHIDRAT DAN KOLESTEROL TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES

Kata kunci: Diabetes melitus, obat hipoglikemik oral, PERKENI.

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

Transkripsi:

HUBUNGAN DIET SERAT TINGGI DENGAN KADAR HBA1C PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG Aroma Harum 1), TA Larasati 2), Reni Zuraida 3). Email : harumaroma@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 1), Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2)3) Abstrak Diabetes Melitus (DM) merupakan penya kit metabolisme kronik memerlukan pengontrolan rutin untuk mencegah terjadinya komplikasi tersebut. Kontrol pada DM dapat jangka pendek dengan melakukan pengontrolan GDS dan jangka panjang dengan pengontolan kadar HbA1c. Selain melakukan pengontolan rutin, pasien DM tipe 2 diharapkan dapat melaksanakan 4 pilar terapi diabetik, diantaranya Terapi Gizi Medik (TGM ). Pada terapi gizi medik, diet serat tinggi ( 50 gram per hari) merupakan faktor yang juga akan berpengaruh pada pengendalian GDS maupun kadar HbA1c. Penelitian ini bertujuan untuk melihat Hubungan Antara Diet Serat Tinggi Dengan Kadar Hba1c Pasien DM Tipe 2 Di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr.Hi.Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Desain penelitian adalah cross sectional dengan teknik accidental sampling, dengan 46 sampel. Diet serat tinggi diukur menggunakan food recall 1x24 jam, sedangkan kadar HbA1c diukur di Laboratorium dengan metode immuno-assay. Analisis data menggunakan Chi-square, jika tidak memenuhi syarat digunakan uji analisis Fisher untuk tabel 2x2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara diet serat tinggi dengan kadar HbA1c (p value 0.001, p<0.05). Kata Kunci : diabetes melitus tipe 2, diet serat tinggi, kadar HbA1c RELATIONSHIP BETWEEN THE HIGH DIETARY FIBER AND THE LEVEL OF HbA1c OF PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETIC IN Dr.H.ABDUL MOELOEK HOSPITAL LAMPUNG PROVINCE Aroma Harum 1), TA Larasati 2), Reni Zuraida 3) Email : harumaroma@yahoo.co.id 1) Student in Medical Faculty of Lampung University, 2) Lecture in Medical Faculty of Lampung University Abstract Diabetes Melitus (DM) is a metabolism diseasses wich could cause acute and cronic complication. Thus DM patient need regullar control to prevent the complication. Controls on the DM can be short-term with controlling GDS and long-term with HbA1c levels control. In addition to performing routine controll, DM type 2 patients are expected to implement the 4 pillars of diabetic therapy, including Medical Nutrition Therapy (TGM). Medical Nutrition therapy, high fiber diet ( > 50 grams per day) is the factor that will also impact on GDS as well as HbA1c levels control. This research aims to look at the relationship between a Diet High in fiber With Hba1c Levels of type 2 DM Patients In clinical pathology laboratory, Dr.Hi.Abdul Moeloek Lampung Provincial Hospital. Design research is a cross sectional with accidental sampling techniques, with 46 samples. High fiber Diet was measured using a 24-hour food recall, while HbA1c levels were measured in the laboratory of immuno-assay method. Data analysis using Chisquare, if not qualified to use the test for 2 x 2 tables analysis of Fisher. The results of this research show that there is a meaningful relationship between high fiber diets with HbA1c levels (p value of 0,001, p > 0.05). Keyword : Type 2 Diabetic, High Dietary Fiber, HbA1c Level 79 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013

I. PENDAHULUAN Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita Diabetes Melitus ke-4 terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat (IDF, 2010). World Health Organization (WHO) 2009, memprediksi data Diabetes Melitus di seluruh dunia akan meningkat menjadi 333 juta dalam 25 tahun mendatang. Perkiraan untuk Indonesia berdasarkan prediksi oleh WHO dalam PERKENI (Perhimpunan Endokrinologi Indonesia) 2011 dikatakan bahwa penyandang Diabetes Melitus mengalami kenaikan dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Diabetes Mellitus Tipe 2 mempunyai dua faktor penyebab yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin karena sel beta pankreas mulai terganggu fungsinya (DEPKES RI, 2005). Pengendalian glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus dilihat dari dua hal yaitu GDS dan pemeriksaan Glycate Hemoglobin (HbA1c). Pemeriksaan kadar HbA1c yang dapat memberikan informasi tentang kontrol glikemik pasien selama 2-3 bulan sebelumnya (Jeffcoate SL, 2004). Setiap penurunan HbA1C 1% akan menurunkan insiden kematian yang berhubungan dengan Diabetes Melitus sebesar 21%. Kriteria diagnosa Diabetes Melitus berdasarkan HbA1C adalah 6,5%. Sedangkan goal terapi direkomendasikan kurang dari 7% (ADA, 2012). Tingkat HbA1C yang buruk, mencerminkan ketidakpatuhan pasien dalam menjalani terapi diabetik. Terapi diabetik berupa penyesuaian diet, latihan jasmani, dan obat-obatan (Suyono, 2009). Terapi diabetik berupa perencanaan makan (perencanaan diet) dalam buku pedoman PERKENI 2011 disebutkan beberapa komposisi makanan yang dianjurkan dengan pengaturan yang tepat untuk pasien Diabetes Melitus diantaranya karbohidrat, protein, lemak, serat dan pemanis alternatif. Hasil penelitian membuktikan rekomendasi diet serat ADA dan membandingkan dengan diet serat tinggi yakni mengkonsumsi serat lebih dari 50 gram per hari, didapatkan bahwa diet serat yang direkomendasikan oleh ADA menurunkan kadar glukosa darah pasien Diabetes Melitus sebesar 69 mg/dl sedangkan diet serat tinggi mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 80 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013

107 mg/dl (Chandalia et al, 2010). Serat akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita Diabetes Melitus tanpa risiko masukan kalori yang berlebih hal ini secara tidak langsung akan menurunkan kadar glukosa darah. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral yang baik bagi pasien Diabetes Melitus (DEPKES RI, 2005) Memperlihatkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut kadar HbA1c pasien DM tipe 2 di RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung berdasarkan diet serat tinggi. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat survey dengan pendekatan cross sectional yaitu desain penelitian dengan pengukuran variabel yang dilakukan satu waktu saja untuk mengetahui hubungan diet serat tinggi dengan kadar HbA1C pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung Provinsi Lampung dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi yaitu pasien DM tipe 2, melakukan pemeriksaan kadar HbA1c, dan bersedia untuk menjadi responden. Kriteria eksklusi yaitu pasien yang baru terdiagnosa DM dan pasien geriatri dengan gangguan ingatan yang parah. Uji analisis menggunakan uji chi-square dan jika tidak memenuhi syarat (α = 20%) maka dilakukan uji analisis Fisher. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2012 sampai dengan januari 2013 di RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan cara wawancara menggunakan food recall kepada pasien DM tipe 2. 81 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013

Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan lama menderita DM. Variabel Kategori Jumlah Persentase (%) Umur < 45 45-54 55-64 >65 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Lama Menderita DM < 5 5-10 >10 6 15 14 11 19 27 1 6 9 14 16 29 11 6 13.0 32.6 30.4 23.9 41.3 58.7 2.2 13.0 19.6 30.4 34.8 63.0 23.9 13.0 Pada tabel 1 menggambarkan sebagian besar responden berada pada kelompok umur 45-54 tahun dengan 15 orang (32.6%) dan kelompok umur yang memiliki frekuesi terkecil yaitu usia kurang dari 45 tahun sebanyak 6 orang (13.0). Tabel Jenis kelamin menunjukan 58.7% adalah perempuan yakni sebanyak 27 orang, sedangkan laki-laki berjumlah 19 orang (41.3%). Tingkat pendidikan menunjukan bahwa responden terbanyak berada pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi dengan persentase 34.8%, sedangkan persentase terkecil berada tingkat pendidikan Tidak Sekolah yakni sebanyak 1 orang (2.2%). Responden sebagian besar lama menderita pada kelompok kurang dari 5 tahun sebanyak 29 orang (63.0%), sedangkan kelompok 5-10 sebanyak 11 orang (23.9%)dan kelompok >10 tahun memiliki persentase 13.0% (6 orang). Tabel 2.Gambaran diet serat tinggi pasien DM tipe 2 yang memeriksakan HbA1C di Laboratorium RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Diet Serat Tinggi Frekuensi Presentase (%) Baik ( 50 gr/hari) 12 26.1 82 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013

Buruk (<50 gr/hari) 34 73.9 Berdasarkan Tabel 2 diperoleh kelompok responden tertinggi memiliki gambaran diet serat tinggi dengan kategori burukyaitu sebanyak 73,9 % (34 orang) dan kelompok responden terendah memiliki gambaran diet serat tinggi dengan kategori baik yaitu 26,1% (12 orang) Tabel 3.Gambaran kadar HbA1C pasien DM tipe 2 di Laboratorium RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Kadar Hba1c Frekuensi Presentase (%) Baik ( 7%) 13 28.3 Buruk (>7%) 33 71.7 Berdasarkan Tabel 3 dari 46 pasien yang menjadi responden, lebih dari separuh pasien merupakan kelompok kadar HbA1C dalam kategori burukyaitu sebanyak 71.7 % (33 orang) dan di ikuti kelompok baik sebanyak 28,3 % (13 orang). Tabel 4.Hubungan Diet Serat Tinggi Dengan Kadar HbA1C Pasien DM Tipe 2 Kadar HbA1C Diet Serat Tinggi Baik Buruk Total n % n % n % Baik 11 23.9 1 2.2 12 26.1 Buruk 2 4.35 32 69.55 34 73.91 Tabel 4 memperlihatkan distribusi hubungan diet serat tinggi dengan kadar HbA1C pasien DM tipe 2. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa dari 46 responden, yang memiliki kadar Hba1c kategori baik adalah lebih banyak pada responden dengan diet serat tinggi kategori baik. Sementara itu responden yang memiliki kadar HbA1C kategori buruk adalah lebih banyak dengan diet serat tinggi yang buruk 83 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013

Tabel 4.Hasil Analisis Hubungan Diet Serat Tinggi Dengan Kadar HbA1C Pasien Dm Tipe 2 Di Laboratorium RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Variabel p-value α Keterangan Hubungan Diet Serat Tinggi Dengan Kadar HbA1C 0.001 0.05 p-value< α Pengolahan data menggunakan uji analisis Chi Square tidak memenuhi syarat untuk data ini (expected value > 20% yaitu sebesar 25%), sehingga digunakan uji alternatifnya yaitu uji analisis Fisher dengan angka kemaknaan atau α = 0,05 didapat p-value sebesar 0,001 (p-value). Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4 terdapat hubungan bermakna antara diet serat tinggi dengan kadar HbA1C Pasien DM tipe 2 di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hubungan bermakna antara diet serat tinggi dan kadar HbA1C pasien Diabetes Melitus tipe 2 di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan p=0,001 (p<0,05). Semakin banyak pasien mengkonsumsi serat dalam hal ini melakukan diet serat tinggi (> 50 gram per hari), maka kadar HbA1C juga akan semakin baik. Hal ini di dukung dengan penelitian Nadimin (2009) yang menyatakan bahwa jika pasien Diabetes Melitus Tipe 2 melakukan diet serat tinggi secara rutin dan terkontrol maka akan menurunkan kadar HbA1C sebesar 2,7% pada saat pemeriksaan selanjutnya (3-4 bulan kemudian). Masih dengan penelitian yang sama, diet serat tinggi secara langsung akan menurunkan kadar rata-rata Gula Darah Sewaktu sebanyak 82 mg/dl. Pada penelitian yang berbeda, yang dilakukan oleh Bintanah pada tahun 2012 menyatakan adanya hubungan antara Asupan serat dengan kadar gula darah dengan p=0,001 ( p<0,05). Bintanah menjabarkan dalam penelitiannya, apabila pasien Diabetes mematuhi aturan diet dengan baik dan dapat mengkonsumsi serat lebih banyak setiap harinya maka akan menurunkan kadar gula darah dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kadar HbA1C. Pada studi yang dilakukan Chandalia et al (2010), 13 penderita DM tipe 2 diminta mengikuti dua jenis diet, masing-masing selama enam minggu. Diet pertama adalah diet yang mengandung serat dalam jumlah moderat (Total 24 gram) sesuai anjuran ADA, sedangkan diet yang kedua 84 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013

merupakan diet serat tinggi (lebih dari 50 gram per). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien Diabetes yang mengonsumsi total serat 50 g sehari, mempunyai kadar gula darah lebih rendah dan lebih stabil daripada pasien Diabetes yang mengonsumsi diet moderat serat. Mekanisme konsumsi makanan tinggi serat dapat memperbaiki pengendalian gula darah, belum jelas. Namun, hal tersebut diduga disebabkan oleh serat larut jenis gum dan pektin yang dapat memperlambat pengosongan lambung, dan bahkan memperlambat atau menurunkan penyerapan gula darah. Studi Chandalia dkk menunjukkan pula bahwa asupan (intake) serat larut yang tinggi mungkin dicapai dengan mengonsumsi makanan alami yang sarat serat. Diet tinggi serat dan sedikit efek sampingnya dapat diterima dengan baik oleh para penderita. Oleh karena itu untuk meningkatkan konsumsi seratnya, para pasien DM tipe 2 selanjutnya dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan alami sarat serat dibandingkan dengan preparat atau suplemen serat. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah : 1. Instrumen pengambilan data yaitu food recall. Food recall pada dasarnya merupakan instrumen dengan tingkat kesalahan cukup tinggi apabila tidak dilakukan pengulangan minimal 2 kali pengambilan data. Tidak dilakukannya pengulangan food recall dikarenakan pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang memeriksakan kadar HbA1C di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr.H. Abdul Moeloek hanya melakukan pemeriksaan satu kali selama rentang waktu penelitian ini dilakukan. 2. Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang memeriksakan kadar HbA1C sangatlah sedikit, sehingga sampel yang berhasil didapatkan selama penelitian berjalan adalah 46 orang. 3. Data yang di ambil menggunakan food recall 24 jam memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, sehingga pada saat penelitian dilakukan pendekatan dan kedetailan dari pasien/responden, hal ini akan lebih mudah apabila menggunakan food model dengan satuan ukurannya. Namun, pada saat penelitian hal tersebut kurang dipersiapkan. IV. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai hubungan dietserat tinggi dengan kadar Hba1c pasien Diabetes Melitus tipe 2 di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 85 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013

Terdapat hubungan bermakna antara diet serat tinggi dengan kadar Hba1c pasien Diabetes Melitus tipe 2 (p = 0,001). DAFTAR PUSTAKA ADA. 2012. Standards of medical care in diabetes 2012. Diunduh dari http://www.scribd.com/document_downloads/direct/46449251?extension=pdf&ft=1316385 416&lt=1316389026&uahk=L7tCiyZiewNPiZLzQs3UxfaCCE4 pada tanggal 19 September 2012. ADA. 2010. Standards of medical care in diabetes 2010. Diunduh dari http://www.scribd.com/document_downloads/direct/46449251?extension=pdf&ft=1316385416 &lt=1316389026&uahk=l7tciyziewnpizlzqs3uxfacce4 pada tanggal 19 September 2012 Bintanah, S. 2012. Asupan Serat Dengan Kadar GDS, Kadar Kolesterol Total Dan Status Gizi Pada Pasien DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Roemani Semarang. Semarang di unduh pada http://www.slideshare. Journals pada 24 januari 2013 Chandalia, M.,Garg, A., Lutjohann, D., Berghmann, K.., Brinkley, LJ., et al. 2010. Beneficial effects of High Dietary Fiber Intake in Patiens With Type 2 Diabetes Melitus. USA. Journal scribe di unduh pada tanggal 19 september 2012 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005 Diabetes Melitus Masalah Kesehatan Serius, Jakarta. IDF. 2010. Diabetes melitus prevalence in 7 region. Diunduh dari http://www.idf.org/sites/default/files/dm%202010_7%20regions.xls pada tanggal 30 september 2012. Jeffcoate, SL. 2004. Diabetes control and complications : the role of glycate hemoglobin, 25 years on, Diabetes medical journals ; 21 (7) : 657-665 Nadimin., Dara, S., Sadariah. 2009. Pengaruh Pemberian Diit DM Tinggi Serat Terhadap Penurunan Kada Gula Darah Pasien DM Tipe 2 Di RSUD Salewangang Kab.Maros. Makassar : Skripsi PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB PERKENI, Jakarta. 58 hlm. Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 1134 hlm 86 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013

WHO and International Diabetes Federation, 2009. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyperglycemia. Atlas Diabetes. Available from:http://www.who.int/diabetes/publications/definition%20and diagnosis%20of%20 diabetes new.pdf. pada tanggal 19 September 2012 87 Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013