BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia menjadi semakin mudah untuk dilakukan. Informasi ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi seorang guru membutuhkan persyaratan-persyaratan spesifik di

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Adam Iqbal Makasuci, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

Studi Deskriptif Adversity Quotient Mahasiswa Berprestasi Rendah Fakultas Psikologi Unisba Angkatan 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan individu kompleks yang memiliki dinamika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aspek aspek kepribadian berdasarkan teori yang dikemukakan Klages

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mutu Pendidikan Nasional secara umum harus ditingkatkan, baik dari proses

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu tolak ukur bagi kehidupan suatu bangsa. Bangsa

Universitas Kristen Maranatha. Lampiran 1. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas. Kuesioner Self-efficacy

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN. dilalui setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, sudah seharusnya memberi dampak yang baik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan. formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang berbasis eksport melakukan PHK ataupun merumahkan

BAB II. Landasan Teori

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang disusun guna

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity

TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT ATLET DIY M. Yunus Sb, BM Wara K. dkk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB I PENDAHULUAN. universitas, institut atau akademi. Sejalan dengan yang tercantum pasal 13 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. menemukan pribadinya di dalam kedewasaan masing-masing individu secara maksimal,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas. sumber daya manusia. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai sektor bidang kehidupan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat memajukan bidang kehidupan, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui jenjang pendidikan. Arti pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Yang dimaksud jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. (www.depdiknas.go.id) Salah satu sarana untuk mengembangkan sumber daya manusia adalah melalui jenjang perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertanggung jawab untuk menciptakan sumber daya yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan keahlian agar lulusannya dapat mengembangkan kinerja apabila terjun ke dalam dunia kerja. Perguruan tinggi memiliki berbagai jenis jurusan studi. Jurusan studi bertujuan agar mahasiswa mempunyai kemampuan, keterampilan, dan keahlian yang mendalam pada satu bidang tertentu agar mahasiswa tersebut dapat menggunakan keahlian yang telah 1

2 diperolehnya selama kuliah di perguruan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan bagi dirinya. Perkembangan dunia industri yang sangat pesat dan persaingan industri yang semakin ketat telah menuntut sumber daya manusia yang ada untuk terus memperbanyak keahlian yang dimilikinya agar memiliki keunggulan dalam bersaing. Hal inilah yang membuat perguruan tinggi di Indonesia menawarkan program dual degree. Program dual degree merupakan pendidikan multidisplioner yaitu ilmu yang dipelajari merupakan kombinasi dari dua jurusan bidang studi. Salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang menawarkan program dual degree adalah Universitas X Bandung dimana program yang ditawarkan adalah kombinasi dari jurusan Teknik Sipil dan Sistem Informasi. Keunggulan dari program ini adalah lulusannya akan memperoleh dua gelar yaitu Sarjana Teknik (S.T) dan Sarjana Komputer (S.Kom). Selain itu seseorang yang kuliah di bidang Teknik Sipil perlu memiliki keahlian dan pemahaman di bidang Sistem Informasi, sehingga ia dapat mengelola proyek-proyek Sipil dengan lebih baik dengan mendayagunakan Teknologi Informasi. Hal ini akan menjadi nilai tambah bagi lulusan program dual degree sehingga dapat meningkatkan persaingan mereka di dunia industri dibanding dengan lulusan lainnya. Pada umumnya tujuan utama mahasiswa memilih program dual degree untuk memperoleh dua gelar sehingga peluang untuk mendapatkan lapangan kerja menjadi lebih luas baik di bidang Teknik Sipil maupun Sistem Informasi.

3 Berdasarkan kurikulum yang terdapat pada program dual degree Universitas X Bandung, mahasiswa menempuh kuliah dengan sistem caturwulan, bukan sistem semester seperti pada perkuliahan umumnya. Pada umumnya dalam program satu jurusan untuk mendapatkan gelar ST mahasiswa harus menempuh 144 SKS beban studi dan demikian juga untuk mendapatkan gelar S.Kom mahasiswa juga harus menempuh 144 SKS beban studi, namun melalui program dual degree hanya akan menempuh total kredit perkuliahan sebanyak 199 Sistem Kredit Caturwulan (SKC) dalam jangka waktu 10 caturwulan. Hal ini membuat beberapa mata kuliah Teknik sipil dan Sistem Informasi yang seharusnya memiliki beban studi 4 SKS dipadatkan menjadi 2 SKS. Kondisi ini menuntut dosen untuk bisa menyelesaikan penyampaian materi dengan waktu yang lebih singkat. Karena itu dosen akan menerangkan materi dengan cepat sehingga mahasiswa dituntut untuk mampu memahami materi dengan cepat. Selain itu dampak dari pemadatan SKS akan dihayati berbeda-beda oleh mahasiswa tersebut. Ada mahasiswa yang menganggap pemadatan SKS sebagai hal yang tidak membebani dirinya dan tetap mendapatkan nilai yang baik setiap ujian dan ada juga mahasiswa yang merasa terbebani sehingga mereka mendapat nilai yang jelek. Tuntutan dari program dual degree untuk menyelesaikan jumlah SKC yang banyak dalam waktu yang singkat membuat mahasiswa program dual degree tidak dapat memenuhi tuntutan kurikulum tersebut yaitu lulus tepat pada waktunya. Dari seluruh mahasiswa program dual degree hanya satu mahasiswa dari angkatan pertama (2006) yang lulus tepat pada waktunya.

4 Pada program dual degree ini dalam satu tahun perkuliahannya terdapat tiga caturwulan. Berbeda dengan program satu jurusan yang terdiri dari dua semester, dalam setahun mereka menghadapi tiga kali Ujian Tengah Caturwulan (UTC) dan Ujian Akhir Caturwulan (UAC). Oleh karena itu mahasiswa program dual degree hanya memiliki waktu empat bulan untuk menyelesaikan beban studinya tiap caturwulan. Dalam tiap caturwulannya mereka hanya memiliki waktu satu setengah bulan untuk belajar sebelum menempuh Ujian Tengah Semester dan satu setengah bulan lagi untuk belajar sebelum menempuh Ujian Akhir Semester. Kegiatan perkuliahan pada program dual degree ini sangat padat dimana mahasiswa mengikuti perkuliahan hampir setiap hari dimulai dari pagi hari sampai sore hari. Dalam satu hari mahasiswa belajar beberapa mata kuliah baik mata kuliah Teknik Sipil maupun Sistem Informasi. Hampir setiap hari mereka diberikan tugas, baik tugas-tugas yang diberikan dari bidang Teknik Sipil maupun Sistem Informasi. Setelah kegiatan perkuliahan yang berlangsung sampai sore hari, pada malam harinya mereka biasanya mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen atau belajar jika besok harinya ada kuis atau ujian. Selain kegiatan perkuliahan mahasiswa juga mengikuti kegiatan praktikum sepeti mata kuliah praktikum Teknik Sipil yaitu praktikum mekanika tanah, mahasiswa diharuskan mengukur dengan teliti kedalaman tanah yang keras dengan uji pengeboran. Kegiatan praktikum ini menunjang mahasiswa untuk memiliki keahlian serta mempersiapkan mahasiswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesional.

5 Pada program dual degree ini tidak terdapat semester pendek (SP) seperti pada jurusan-jurusan lain sehingga apabila mahasiswa tidak lulus pada satu mata kuliah maka mahasiswa tersebut harus mengulang tahun depan. Hal tersebut membuat mahasiswa yang tidak lulus harus menghabiskan waktu menunggu satu tahun untuk mengambil kembali mata kuliah yang harus diulangnya. Sementara itu pada tahun berikutnya mahasiswa tersebut juga harus mengontrak beberapa mata kuliah baru lainnya dengan beban SKC yang cukup banyak. Dengan kondisi tersebut tidak jarang mahasiswa mengundur waktu mengambil kembali mata kuliah yang seharusnya diulangnya. Angkatan 2007 merupakan angkatan dimana mahasiswa banyak mendapatkan tugas-tugas baik tugas individual maupun tugas kelompok dan praktikum dan pada angkatan ini banyak pemadatan SKS dibandingkan dengan angkatan yang lain. Pada semester awal mahasiswa menjalani perkuliahan yang tidak terlalu padat dan materi yang dipelajari tidak terlalu sulit karena masih mempelajari dasar-dasar dari suatu materi dan mata pelajaran yang dikontrak masih merupakan paket seperti mata pelajaran umum sedangkan pada perkuliahan satu tahun terakhir mahasiswa merasa semakin sibuk dengan jadwal perkuliahan yang padat dan memperoleh tugas-tugas yang banyak dan rumit dan banyak kegiatan di laboratorium. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang dari 19 mahasiswa program dual degree angkatan 2007, kesulitan mereka dalam menjalani perkuliahan antara lain adalah jadwal waktu belajar yang cukup padat, tuntutan tugas-tugas yang cukup banyak, dan kesulitan memahami materi di kelas. Dan di setiap pergantian caturwulan mahasiswa hanya mendapat libur seminggu setelah UAS. Menurut

6 mahasiswa program dual degree masa liburan mereka yang singkat bila dibandingkan dengan mahasiswa satu jurusan yang pada umumnya memiliki masa liburan yang cukup panjang membuat mereka merasa jenuh dan malas mengikuti perkuliahan di caturwulan selanjutnya sehingga kurang berkonsentrasi ketika mendengarkan dosen mengajar di kelas. Dengan padatnya tuntutan kuliah tersebut mahasiswa program dual degree angkatan 2007 diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan situasi pada program dual degree. Pola tanggapan mahasiswa terhadap tuntutan perkuliahan dalam program dual degree akan mempengaruhi cara mereka dalam menjalani perkuliahannya. Pola tanggapan tersebut oleh Paul G. Stoltz (2007) di sebut dengan Adversity Quotient (AQ). Adversity Quotient merupakan suatu pola tanggapan yang ada dalam pikiran seseorang terhadap kesulitan, yang selanjutnya menentukan bagaimana tindakan individu untuk mengatasi kesulitan tersebut. Mahasiswa program dual degree yang mempunyai Adversity Quotient tinggi akan mampu mengendalikan setiap kesulitan, secara positif mampu mempengaruhi situasi tersebut dan cepat pulih dari penderitaan. Mahasiswa program dual degree dengan Adversity Quotient(AQ) sedang mempunyai pengendalian yang cukup baik. Saat kesulitan menumpuk, terkadang mereka menjadi kurang mampu mengendalikan kesulitan tersebut yang pada akhirnya kesulitan itu membuatnya menjadi kerepotan. Mereka juga memiliki rasa tanggung jawab yang cukup sehingga jika ia berada dalam keadaan sangat lelah atau tegang maka ia cenderung untuk menyalahkan orang lain. Mahasiswa program dual degree dengan Adversity Quotient rendah akan memiliki sedikit pengendalian terhadap kesulitan sehingga

7 apabila kesulitan semakin menumpuk, ia cenderung menyerah dan tidak berdaya. Ia juga cenderung untuk menyalahkan orang lain atas kesulitan yang timbul tanpa merasa perlu untuk memperbaiki situasi tersebut. Kesulitan yang ada cenderung mempengaruhi semua aspek kehidupannya, sehingga ia merasa kehidupannya dikelilingi oleh kesulitan. Ia terus memandang kesulitan sebagai situasi yang berlangsung lama dan menetap sehingga membuatnya menjadi putus asa dan menyerah. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang mahasiswa program dual degree angkatan 2007, maka didapatkan hasil bahwa sebanyak 20% mahasiswa program dual degree memiliki Adversity Quotient tinggi. Bila mereka dihadapkan pada kesulitan, mereka akan terus berusaha dan tidak menyerah untuk mengatasinya. Bila mahasiswa tersebut harus mengikuti sistem perkuliahan yang padat dan diberikan tugas yang banyak dan sulit, ia merasa bisa bertahan mengikuti perkuliahan dan mengatasi setiap kesulitannya (control/kendali), tidak akan menyalahkan siapapun termasuk dosen yang sudah memberikan tugas yang banyak dan sulit (ownership/tanggung jawab), dapat membagi waktu antara mengerjakan tugas dengan kegiatan di luar kuliah seperti kegiatan berorganisasi (reach/jangkauan kesulitan), dan merasakan kesulitannya sebagai sesuatu yang bersifat sementara dan cepat berlalu (endurance/daya tahan) sehingga mendorongnya untuk terus mengikuti perkuliahan, berusaha memahami materi yang diberikan dan berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya serta mengumpulkan tugas tepat waktu.

8 Sebanyak 40% mahasiswa program dual degree angkatan 2007 memiliki Adversity Quotient sedang. Pada awalnya mereka bisa mengatasi kesulitan yang muncul, tetapi saat kesulitan semakin banyak dan menumpuk, mereka kurang bisa mengatasinya sehingga sering kali menjadi kerepotan. Mahasiswa program dual degree dengan Adversity Quotient sedang ini bila tugas yang diberikan sedikit, ia masih dapat menyelesaikannya, namun bila tugas yang diberikan cukup sulit dan jumlahnya banyak, mereka kurang bisa menyelesaikannya (control/kendali), mereka akan menyalahkan kurikulum yang padat dan dosen yang telah memberikan mereka tugas yang begitu sulit dan menumpuk (ownership/tanggung jawab), kegiatan mereka di luar kuliah seperti kegiatan berorganisasi menjadi terganggu karena mereka tidak bisa membagi waktu (reach/jangkauan kesulitan), dan menganggap bahwa kesulitan yang dialaminya akan berlangsung lama (endurance/daya tahan) sehingga mereka menjadi malas mengikuti kegiatan perkuliahan, mengerjakan tugas seadanya, namun masih berusaha mengumpulkan tugas tepat waktu. Sebanyak 40% mahasiswa program dual degree angkatan 2007 memiliki Adversity Quotient rendah. Dalam menghadapi kesulitan, mereka akan memiliki sedikit pengendalian terhadap kesulitan sehingga apabila kesulitan menumpuk mereka cenderung menyerah dan tidak berdaya. Bila mahasiswa tersebut harus mengikuti sistem perkuliahan yang padat dan diberikan tugas yang banyak dan sulit, maka dia akan kurang bisa mengatasinya (control/kendali), mereka akan sibuk menyalahkan hal-hal lain seperti kurikulum yang padat dan dosen pengajar yang memberikan tugas yang banyak (ownership/tanggung jawab), tidak bisa

9 membagi waktunya antara kuliah dan mengerjakan tugas dengan kegiatan lainnya (reach/jangkauan kesulitan), dan menganggap kesulitan yang dialaminya akan berlangsung lama (endurance/daya tahan) sehingga mereka suka bolos mengikuti perkuliahan, malas belajar dan kurang memperhatikan dosen di kelas sehingga kurang memahami materi perkuliahan, mengerjakan tugas asal-asalan, dan telat mengumpulkan tugas. Dari fenomena di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana Adversity Quotient pada mahasiswa program dual degree angkatan 2007 di Universitas X Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui seberapa tinggi derajat Adversity Quotient pada mahasiswa program dual degree angkatan 2007 Universitas X Bandung. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai derajat Adversity Quotient (AQ) pada mahasiswa program dual degree angkatan 2007 Universitas X. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui secara lebih spesifik gambaran mengenai derajat Adversity Quotient (AQ) dan faktor-faktor

10 yang mempengaruhinya pada mahasiswa program dual degree angkatan 2007 Universitas X. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah Kegunaan Ilmiah penelitian ini adalah 1. Memberi sumbangan informasi bagi ilmu Psikologi khususnya Psikologi Pendidikan mengenai Adversity Quotient. 2. Menjadi acuan dan bahan masukan serta pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin mengetahui dan meneliti lebih lanjut tentang Adversity Quotient. 1.4.2 Kegunaan Praktis Kegunaan Praktis dari penelitian ini adalah 1. Memberikan informasi kepada mahasiswa program dual degree angkatan 2007, agar memiliki pengetahuan mengenai derajat Adversity Quotient, sehingga menjadi bahan pengenalan diri dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam menjalani perkuliahan dan bagi mahasiswa yg memiliki derajat AQ yang rendah dapat meningkatkan AQ nya. 2. Memberikan informasi kepada unit yang menangani mahasiswa mengenai derajat Adversity Quotient pada mahasiswa program dual degree dalam menghadapi kesulitan studi sehingga dapat memberikan bantuan seperti konseling.

11 1.5 Kerangka Pemikiran Mahasiswa program dual degree di universitas X termasuk individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal. Periode dari masa dewasa awal berkisar antara usia 18-40 tahun. Mahasiswa dalam tahap ini sedang mempersiapkan perkuliahan ke kehidupan karir, mereka harus menghadapi dunia yang kompleks dan penuh tantangan dari berbagai macam peran dan tugas yang harus dijalankan. Mahasiswa harus mempersiapkan diri mereka dengan memperoleh pendidikan di perguruan tinggi sebelum menjalani peran baru di masyarakat agar tidak kesulitan dalam menjalan peran dan tugas tersebut. Menurut Piaget, tahap berpikir individu dewasa awal berada pada tahap akhir, yaitu formal operasional. Tahap ini ditandai dengan ciri-ciri berpikir logis, berpikir abstrak, dan konseptualisasi (Chaplin, 1977). Di masa ini, seseorang memiliki kemampuan untuk berpikir secara logis dan pragmatis dalam mencari solusi dari suatu masalah. Salah satunya adalah tekanan untuk sukses di perguruan tinggi. Dalam perkuliahan program dual degree ini mahasiswa akan menghadapi berbagai kesulitan dan hambatan, seperti memperoleh tugas yang banyak, jadwal kuliah yang padat, kesulitan memahami materi (kesulitan dalam membagi konsentrasi antara dua bidang ilmu yang berbeda), kesulitan mengatur waktu mengerjakan tugas. Dengan berbagai kesulitan tersebut mahasiswa program dual degree diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan situasi pada program dual degree. Pola tanggapan mahasiswa terhadap tuntutan perkuliahan dalam program dual degree akan mempengaruhi cara mereka dalam menjalani perkuliahannya. Pola tanggapan tersebut oleh Paul G. Stoltz (2007) di sebut dengan Adversity

12 Quotient (AQ). Adversity Quotient merupakan suatu pola tanggapan yang ada dalam pikiran mahasiswa program dual degree terhadap kesulitan studi yang dialaminya, yang selanjutnya menentukan bagaimana tindakan individu untuk mengatasi kesulitan studi tersebut. Menurut Stoltz (2007) Adversity Quotient terbentuk dari empat dimensi yaitu Control (kendali), Ownership (tanggung jawab), Reach (jangkauan kesulitan), dan Endurence (daya tahan). Dimensi C (Control) menjelaskan sejauh mana mahasiswa program dual degree merasa mampu mengendalikan peristiwa yang menimbulkan kesulitan dalam studinya. Mahasiswa program dual degree dengan kontrol yang tinggi atas peristiwa-peristiwa yang menimbulkan kesulitan dalam studinya, seperti jadwal perkuliahan yang padat. Mahasiswa dengan kontrol tinggi mampu mengatur waktu antara aktivitas kuliah dengan aktivitas lain di luar perkuliahan. Mahasiswa program dual degree yang mempunyai dimensi Control sedang merasa kesulitan-kesulitan dalam studi sebagai sesuatu yang sekurangkurangnya berada dalam kendalinya, tergantung pada besarnya kesulitan tersebut. Mereka pada awalnya bisa mengatasi kesulitan studi yang muncul sulit, tetapi bila dihadapkan pada kesulitan studi yang lebih berat dan bila kesulitan tersebut telah menumpuk, mereka akan sulit mempertahankan perasaan mampu memegang kendali. Mahasiswa program dual degree yang mempunyai dimensi Control yang rendah merasa bahwa kesulitan-kesulitan studi yang dihadapi berada diluar kendalinya dan hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk mencegah atau membatasi kerugian-kerugian karena kesulitan studi tersebut. Mahasiswa program dual degree yang memiliki Control rendah kurang mampu mengatur waktu antara

13 aktivitas kuliah dengan aktivitas lainnya, yang menyebabkan mahasiswa program dual degree dikendalikan oleh rasa malas dan keinginan bermain daripada belajar dan mengerjakan tugas. Dimensi O (Ownership) menjelaskan sampai sejauh mana mahasiswa program dual degree bersedia mengakui akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan studinya tanpa menyalahkan orang lain. Mahasiswa program dual degree yang mempunyai dimensi Ownership yang tinggi bersedia mengakui akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan studi sehingga merasa perlu untuk memperbaiki setiap kesulitan dalam studinya tanpa mempermasalahkan siapa atau apa penyebabnya. Mahasiswa program dual degree dengan Ownership yang tinggi apabila memperoleh hasil ujian dengan nilai berapapun akan mengakui bahwa hasil tersebut merupakan usaha sendiri dan bertanggung jawab memperbaiki nilai tersebut agar menjadi lebih baik. Mahasiswa program dual degree dengan Ownership sedang pada awalnya bila menghadapi kesulitan studi misalnya nilai ujian yang kurang memuaskan, mereka akan bertanggung jawab memperbaikinya tanpa menyalahkan siapapun, namun bila kesulitannya bertambah dan semakin bertumpuk, misalnya nilai ujian dan nilai tugasnya kurang memuaskan, mereka akan cenderung menyalahkan orang lain tetapi mereka masih tetap berusaha untuk memperbaikinya. Mahasiswa program dual degree dengan Ownership rendah akan menolak pengakuan pengaruh kesulitan studi yang ada, dengan menghindarkan diri dari tanggung jawab untuk memperbaikinya, cenderung menyalahkan orang lain, dan situasi yang menyebabkan mahasiswa program dual degree mendapatkan hasil ujian yang tidak memuaskan.

14 Dimensi R (Reach) memjelaskan sejauh mana mahasiswa program dual degree mampu membatasi situasi yang menimbulkan kesulitan yang dapat mempengaruhi bagian-bagian dari kehidupan lain. Semakin efektif mahasiswa program dual degree menahan atau membatasi jangkauan kesulitan, maka tidak akan mempengaruhi bagian-bagian lain dari kehidupannya. Mahasiswa program dual degree yang dapat membagi waktu antara kuliah dengan kegiatan di luar kuliah memiliki reach yang tinggi. Mahasiswa yang mempunyai jadwal padat, tugas banyak, materi yang harus dihafal, namun masih dapat meluangkan waktunya dengan keluarga dan teman sekaligus masih dapat berprestasi di kuliahnya, memiliki Reach yang tinggi. Mahasiswa program dual degree yang memiliki Reach yang sedang bila menghadapi kesulitan yang mudah akan bisa membagi waktu antara kegiatan kuliah dan belajar dengan kegiatan di luar perkuliahan, namun bila kesulitan studinya semakin banyak dan menumpuk, mahasiswa tersebut akan kesulitan dalam membagi waktunya. Mahasiswa program dual degree yang memandang kesulitan sebagai sesuatu yang dapat memasuki bagian-bagian kehidupan lain, yang mendapat tugas banyak, jadwal padat, banyaknya materi yang harus dipelajari, relasi yang kurang baik dengan dosen, dapat menyebabkan mahasiswa program dual degree kurang dapat menjalankan kuliah dengan baik dan menyebabkan relasi dengan keluarga, teman, dan dosen menjadi berkurang, memiliki Reach yang rendah. Dimensi E (Endurance) menjelaskan seberapa lama kesulitan studi mahasiswa program dual degree akan berlangsung. Mahasiswa program dual degree yang mempunyai dimensi Endurance yang tinggi memandang kesulitan

15 dalam studi sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu seiring dengan usaha yang telah dilakukan untuk mencapai keberhasilan sehingga membuat mahasiswa program dual degree dapat bertahan menghadapi kesulitan yang ada. Mahasiswa program dual degree yang mempunyai dimensi Endurance yang sedang bila menghadapi kesulitan studi yang mudah akan memandang kesulitan itu sebagai sesuatu yang sifatnya sementara dan cepat berlalu sehingga dapat mengatasinya, namun bila kesulitannya semakin bertumpuk, mahasiswa tersebut akan memandang kesulitan studi sebagai pertistiwa yang berlangsung lama, sehingga akan menganggap sulit untuk mencapai keberhasilan. Mahasiswa program dual degree yang mempunyai dimensi Endurance yang rendah memandang kesulitan dalam studi dan penyebabnya sebagai peristiwa yang berlangsung lama, dan menganggap peristiwa positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara, sehingga menganggap bahwa kesulitan akan ditemui selama studi di program dual degree dan akan menganggap sulit untuk mencapai suatu keberhasilan. Adversity Quotient mahasiswa program dual degree di Universitas X dibentuk dari prestasi, orangtua, dosen dan teman sebaya. (Dweck & Seligman, dalam Paul G.Stoltz, 2007). Prestasi merupakan hal yang paling sering dinilai atau dievaluasi. Dosen akan terus menerus menilai dan mengevaluasi prestasi mahasiswa program dual degree. Tetapi prestasi tidak muncul begitu saja, melainkan harus diiringi melalui bakat dan kemauan. Mahasiswa yang sering mendapatkan nilai yang tinggi setiap ujian akan mampu mengatasi kesulitan

16 studinya sebaliknya jika mahasiswa yang sering mendapatkan nilai jelek setiap ujian kurang mampu mengatasi kesulitan studi. Orang tua merupakan figur pendidik pertama yang dikenal anak dalam lingkungannya. Anak belajar dari orang tua bagaimana cara menghadapi masalah sehari-hari. Orang tua yang melakukan apa saja bagi anaknya, secara tidak langsung akan mengajarkan ketidakmampuan mengatasi kesulitan. Namun, jika sejak dini anak sudah dibiasakan mengatasi kesulitan studi dengan terlebih dahulu berusaha sendiri maka kemungkinan mereka lebih mampu menghadapi kesulitan studi dan berbagai kesulitan lainnya. Orangtua yang memberikan dukungan pada anaknya dalam menjalani perkuliahan pada program dual degree ini membuat anaknya mampu mengatasi kesulitan studinya sementara orangtua yang kurang mendukung anaknya dalam menjalani perkuliahan dual degree ini membuat anaknya kurang mampu mengatasi kesulitan studi. Dosen sebagai figur pendidik di universitas juga turut mempengaruhi perkembangan kemampuan mahasiswa dalam mengatasi kesulitan, terutama kesulitan studi di universitas. Dosen yang mengatakan nilai buruk seorang mahasiswa program dual degree disebabkan oleh alasan penyebab permanen, seperti kecerdasan dan kepribadian mahasiswa program dual degree, akan membuat mahasiswa program dual degree menjadi kurang terdorong untuk berusaha dan mengatasi kesulitan studi. Namun bila penjelasan dosen, mengenai nilai buruk karena kurang motivasi belajar maka akan mendorong mahasiswa program dual degree merasa memiliki kemampuan untuk berusaha mengatasi kesulitan studi tersebut.

17 Teman sebaya yang merupakan lingkungan dimana seorang mahasiswa program dual degree berinteraksi juga mempengaruhi kemampuan mereka mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada, termasuk kesulitan dalam studi. Seorang mahasiswa program dual degree akan belajar dari teman-teman melalui modelling (meniru perilaku orang lain) mengenai bagaimana kecenderungan teman-teman sebaya tersebut berespons terhadap kesulitan studi maupun kesulitan lainnya. Apabila mahasiswa program dual degree dikelilingi oleh teman-teman yang mampu mengatasi kesulitan studi maka mahasiswa tersebut akan meniru tingkah laku temannya dalam mengatasi kesulitan sebaliknya apabila mahasiswa tersebut dikelilingi oleh teman-teman yang kurang mampu mengatasi kesulitan studi maka mahasiswa tersebut kemungkinan kurang dapat mengatasi kesulitan studinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti prestasi, orangtua, dosen, dan teman sebaya bersama-sama dengan Control (Pengendalian), Ownership (Tanggung Jawab), Reach (Jangkaun Kesulitan), dan Endurance (Daya Tahan) akan saling mempengaruhi dan membentuk perilaku mahasiswa program dual degree dalam menghadapi kesulitan studinya sehingga dapat diketahui derajat AQ-nya. Menurut Paul G. Stoltz (2007) ada 3 kategori AQ yaitu AQ tinggi, sedang atau rendah. Mahasiswa program dual degree yang mempunyai Adversity Quotient tinggi akan mampu mengendalikan setiap kesulitan, secara positif mampu mempengaruhi situasi tersebut dan cepat pulih dari penderitaan. Mereka akan merasa perlu untuk memperbaiki setiap kesulitan yang ada tanpa mempermasalahkan dan menyalahkan siapa yang menyebabkan kesulitan

18 tersebut, dan kesulitan yang muncul pada satu aspek kehidupan tidak meluas pada aspek kehidupan yang lain. Mereka memandang kesulitan yang ada sebagai situasi yang sifatnya sementara sehingga kesulitan dapat cepat berlalu. Bila mahasiswa tersebut harus mengikuti sistem perkuliahan yang padat dan diberikan tugas yang banyak dan sulit, ia merasa bisa bertahan mengikuti perkuliahan dan mengatasi setiap kesulitannya (control/kendali), tidak akan menyalahkan siapapun termasuk dosen yang sudah memberikan tugas yang banyak dan sulit (ownership/tanggung jawab), dapat membagi waktu antara mengerjakan tugas dengan kegiatan di luar kuliah seperti kegiatan berorganisasi (reach/jangkauan kesulitan), dan merasakan kesulitannya sebagai sesuatu yang bersifat sementara dan cepat berlalu (endurance/daya tahan) sehingga mendorongnya untuk terus mengikuti perkuliahan, berusaha memahami materi yang diberikan dan berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya serta mengumpulkan tugas tepat waktu. Mahasiswa program dual degree dengan Adversity Quotient(AQ) sedang mempunyai pengendalian yang cukup baik. Saat kesulitan menumpuk, terkadang mereka menjadi kurang mampu mengendalikan kesulitan tersebut yang pada akhirnya kesulitan itu membuatnya menjadi kerepotan. Mereka juga memiliki rasa tanggung jawab yang cukup sehingga jika ia berada dalam keadaan sangat lelah atau tegang maka ia cenderung untuk menyalahkan orang lain. Pada AQ yang sedang ini jika mereka mengalami kesulitan pada satu aspek kehidupan lainnya akan membuatnya cenderung terbebani oleh kesulitan tersebut. Ia cukup mampu memandang kesulitan sehingga situasi yang sifatnya sementara dan cepat berlalu,

19 tetapi ketika kesulitan tersebut semakin menumpuk, membuatnya cenderung putus harapan dan cenderung melihat kesulitan tersebut akan berlangsung lama atau menetap. Bila diberikan tugas yang sedikit, ia masih dapat menyelesaikannya, namun bila tugas yang diberikan cukup sulit dan jumlahnya banyak, mereka kurang bisa menyelesaikannya (control/kendali), mereka akan menyalahkan kurikulum yang padat dan dosen yang telah memberikan mereka tugas yang begitu sulit dan menumpuk (ownership/tanggung jawab), kegiatan mereka di luar kuliah seperti kegiatan berorganisasi menjadi terganggu karena mereka tidak bisa membagi waktu (reach/jangkauan kesulitan), dan menganggap bahwa kesulitan yang dialaminya akan berlangsung lama (endurance/daya tahan) sehingga mereka menjadi malas mengikuti kegiatan perkuliahan, mengerjakan tugas seadanya, namun masih berusaha mengumpulkan tugas tepat waktu. Mahasiswa program dual degree dengan Adversity Quotient rendah akan memiliki sedikit pengendalian terhadap kesulitan sehingga apabila kesulitan semakin menumpuk, ia cenderung menyerah dan tidak berdaya. Ia juga cenderung untuk menyalahkan orang lain atas kesulitan yang timbul tanpa merasa perlu untuk memperbaiki situasi tersebut. Kesulitan yang ada cenderung mempengaruhi semua aspek kehidupannya, sehingga ia merasa kehidupannya dikelilingi oleh kesulitan. Ia terus memandang kesulitan sebagai situasi yang berlangsung lama dan menetap sehingga membuatnya menjadi putus asa dan menyerah. Bila mahasiswa harus mengikuti sistem perkuliahan yang padat dan diberikan tugas yang banyak dan sulit, maka dia akan kurang bisa mengatasinya (control/kendali), mereka akan sibuk menyalahkan hal-hal lain seperti kurikulum yang padat dan

20 dosen pengajar yang memberikan tugas yang banyak (ownership/tanggung jawab), tidak bisa membagi waktunya antara kuliah dan mengerjakan tugas dengan kegiatan lainnya (reach/jangkauan kesulitan), dan menganggap kesulitan yang dialaminya akan berlangsung lama (endurance/daya tahan) sehingga mereka suka bolos mengikuti perkuliahan, malas belajar dan kurang memperhatikan dosen di kelas sehingga kurang memahami materi perkuliahan, mengerjakan tugas asal-asalan, dan telat mengumpulkan tugas. Dari uraian diatas dapat digambarkan melalui skema kerangka pikir sebagai berikut: Faktor yang mempengaruhi : - Prestasi - Orangtua - Dosen - Teman sebaya Tinggi Kesulitan studi pada kegiatan belajar Mahasiswa Program Dual degree Adversity Quotient Sedang Rendah - Control (Kendali) - Ownership (Tanggung jawab) - Reach (Jangkauan kesulitan) - Endure (Daya tahan) Skema 1.1 Skema Kerangka Pikir

21 1.6 Asumsi 1. Mahasiswa program dual degree universitas X memiliki derajat Adversity Quotient yang berbeda-beda. 2. Mahasiswa program dual degree universitas X akan memiliki gambaran Adversity Quotient yang berbeda berdasarkan keempat dimensinya : Control (Pengendalian), Ownership (Tanggung Jawab), Reach (Jangkauan), Endurance (Daya tahan) yang dimiliki yang dipengaruhi oleh prestasi, orangtua, dosen, dan teman sebaya.