PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG Nomor : 29 Tanggal : 27 Januari 1999 Seri : A Nomor : 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BIAK NUMFOR NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

SALINAN PAJAK PENERANGAN JALAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 1 TAHUN 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PAJAK PENERANGAN JALAN ATAS PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DARI PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 02 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II MANOKWARI NOMOR : 433 TAHUN 1998 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 07 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA NOMOR : 3/A TAHUN : 1998 SERI : A SALINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR : 03 TAHUN 2000 SERI : A NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 13 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 1998 SERI A NO. 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 37 TAHUN 2003

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : B Nomor : 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 2 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Raperda (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ;

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kota Yogyakarta )

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU NOMOR : 05 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA (PERDA) NOMOR 8 TAHUN 1998 (8/1997) TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

Perda No.4/2003. Diubah dg

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 28 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR : 17 TAHUN 2004 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2003 PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: A NOMOR: 02

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 09 TAHUN 2006 PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

1 of 6 02/09/09 11:27

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 45 TAHUN : 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR : 20 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TAPIN NOMOR : 10 TAHUN 1999 SERI A NO. SERI 04

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PAJAK RESTORAN BUPATI MUSI RAWAS,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang : a. bahwa dengan telah diterbitkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pajak Penerangan jalan perlu diubah; b. bahwa untuk melaksanakan penyesuaian sebagaimana dimaksud huruf a, perlu ditetapkan Pajak Penerangan jalan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II dalam wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, NusaTenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran negara Tahun 1997 Nomor 41; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000Nomor 246; Tambahan Lembaran negara Nomor 4048); 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3639); 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 260; Tambahan Lembaran negara Nomor 4062); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118; Tambahan Lembaran negara Nomor 4148).

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BADUNG MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BAB I KETENTUANUMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yangdimaksud dengan : a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Badung; b. Pemerintah Kabupaten adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; c. Kepala Daerah Kabupaten adalah Bupati Badung disebut Bupati; d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung; e. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung; g. PajakPenerangan Jalan yang selanjutnya disebut Pajak adalah Pungutan Daerah atas penggunaan tenaga listrik; h. Perusahaan Listrik Negara yang selanjutnya disebut PLN adalah Perusahaan Listrik Negara (PERSERO); i. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; j. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; k. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang; 1. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih hams dibayar; m. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang; o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; p. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. BAB II NAMA OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2 (1) Dengan Nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak kepada setiap penggunaan tenaga listrik. (2) Obyek Pajak adalah setiap penggunaan tenaga listrik. (3) Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tenaga listrik berasal dari PLN maupun bukan PLN. Pasal 3 Dikecualikan dari obyek pajak adalah : a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang dipergunakan oleh Kedutaan, Konsulat, Perwakilan Asing dan Lembaga-lembaga Internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk Pajak negara; c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan ijin dari Instansi terkait; d. Penggunaan tenaga listrik yang berlaku khusus untuk tempat ibadah. Pasal 4 (1) Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. (2) Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang meng-gunakan tenaga listrik.

BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 5 (1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. (2) Nilai Jual Tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan: a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dan bukan PLN dengan pembayaran Nilai Jual Tenaga Listrik adalah besarnya tagihan biaya penggunaan listrik/ Rekening Listrik; b. Dalam hal tenaga listrik berasal bukan PLN dengan tidak dipungut bayaran nilai jual listrik dihitung dari kapasitas tersedia, penggunaan listrik atau tafsiran penggunaan listrik, serta harga satuan listrik yang berlaku di Daerah. (3) Harga Satuan Listrik sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Bupati dengan berpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku di PLN. Pasal 6 Tarif pajak yang menggunakan tenaga listrik yang berasal dari PLN dan bukan PLN, untuk industri dan bukan industri ditetapkan sebesar 5% (lima persen). BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 7 (1) Pajak yang terutang dipungut di Daerah. (2) Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 6. BAB V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 8 Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan Kalender. Pasal 9 Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat diterbitkannya SKPD.

Pasal 10 (1) Setiap Wajib Pajak yang menggunakan tenaga listrik wajib mengisi SPTPD. (2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya. (3) Untuk pelanggan listrik PLN, daftar rekening listrik yang diterbitkan oleh PLN merupakan SPTPD. (4) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati selambat-lambatnya 15 (limabelas) hari setelah berakhirnya masa pajak. (5) Setiap wajib pajak memiliki pembukuan. (6) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati. BAB VI TATA CARA PENGHITUNGKAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 11 Dalam Pemeriksaan Pembukuan Perrpajakan dan atau kegiatan Auditing, Bupati dapat menunjukkan konsultan pajak/auditor. Pasal 12 (1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) Bupati menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD. (2) Apabila pungutan pajak kerjasama dengan PLN rekening listrik dipersamakan dengan SKPD. (3) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi adminiatrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 13 (1) Wajib pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang. (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan: a. Surat ketetapan Pajak Daerah Kurang B ayar (SKPDKB); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT); c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN).

(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf a diterbitkan: a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak. c. Apabila Wajib Pajak tidak memiliki pembukuan sesuai pasal 10 ayat (5) maka pajak yang terutang dihitung secara Jabatan. d. Apabila kewajiban mengisi SPTTD tidak dipenuhi pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. (4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan jumlah pajak tersebut. (5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan. (7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau Bendahara Khusus Penerima Dinas Pendapatan Daerah yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD; (2) Apabila pembayaran pajak dilakukan di Bendahara Khusus Penerima Dinas Pendapatan Daerah, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah, selambatlambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati;

(3) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 15 (1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak, untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu. (3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan seeara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, dari jumlah pajak yang belum dibayar. (4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi Persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. (5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Bupati. Pasal 16 (1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. (2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati. BAB VIII TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 17 Tata cara Pembukuan dan Pelaporan pelaksanaannya disesuaikan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX TATA CARA PENAGIHAN PAJAK dengan peraturan Pasal 18 (1) Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.

(3) Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat. Pasal 19 (1) Apabila jumlah pajak yang belum dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat Peringatan atau surat lain yang sejenis ditagih dengan Surat Paksa. (2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterima oleh wajib pajak. Pasal 20 Apabila pajak yangharus dibayar tidak dilunasi dalan jangka waktu 7 (tujuh) hari sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Pasal 21 Setelah dilakukan penyitaan dan Pajib Pajak belum juga melunasi hutang pajaknya, maka lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Pasal 22 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada wajib pajak. Pasal 23 Penunjukan juru sita ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 24 Bentuk, jenis dan formulir yang dipergunakan untuk melaksanakan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Bupati. BAB X PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 25 (1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak agar dikonsultasikan dengan DPRD. (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.

BAB XI TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 26 (1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. membetulkan SKPD atau SKPDKB atau STPD yang dalam penerimaannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar; c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilapan wajib pajak atau bukan karena kesalahan; (2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan senksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib Pajak kepada Bupati, atau Pejabat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas. (3) Bupati atau pejabat paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan jawaban. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Bupati atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan saknsi administrasi dianggap dikabulkan. BAB XII KEBERATAN DAN BANDING Pasal 27 (1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat atas suatu: a. Surat Keterangan Pajak Daerah (SKPD); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB); c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT); d. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB); Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN);

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan seja tenggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak. (3) Bupati atau pejabat dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sjak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Bupati atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. (5) Pengajuan, keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak, menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 28 (1) Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada BadanPenyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. (2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 29 Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB XIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 30 (1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau Pejabat secara tertulis dengan menyebutkan sekurangkurangnya : a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) c. Masa Pajak; d. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; e. Alasan yang jelas. (2) Bupati atau pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Bupati atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang lainnya kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang pajak dimaksud. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Kepala Daerah atau pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 31 Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XIV KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 32 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa penagihan setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. (2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkan surat peringatan dan surat paksa atau ; b. Ada pengakuan hutang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 33 (1) Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. (2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.

Pasal 34 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 35 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah tersebut; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah; g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan ; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3). Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini sepanjang mengenai pelaksanannya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati Pasal 37 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Tmgkat II Badung Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pajak Pajak Penerangan Jalan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 38 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Badung. Disahkan di Badung Pada tanggal 20 Nopember 2001 BUPATI BADUNG ttd. A.A. NGURAH OKA RATMADI DIUNDANGKAN DALAM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BADUNG Nomor : 24 Tanggal : 4-12 - 2001 Seri : A Nomor : 4 Sekretaris Daerah Kabupaten Badung, ttd. IWAYAN SUBAWA SH. Pembina Utama Muda NIP. 600006201

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN I. UMUM Bahwa dengan makin meningkatnya pelaksanaan tugas Pemerintah, Pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat maka menuntut tersedianya dana yang lebih memadai. Oleh karenanya sumber pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut diatas dapat digali dari Pendapatan Asli Daerah dimana salah satunya adalah berasal dari Pajak Penerangan Jalan yang merupakan potensi pajak yang cukup besar di Kabupaten Badung. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pajak Penerangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 sampai dengan pasal 10 : Cukup jelas Pasal 11 : Audit dalam hal ini tidak termasuk penetapan dan penagihan Pajak. Pasal 12 Pasal 13ayat (3) huruf c : Cukup jelas. : Yang dimaksud dengan Penetapan Pajak secara Jabatan adalah penetapan besarnya pajak terhutang yang dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 14 sampai dengan Pasal 38 : Cukup jelas.