BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Kemiskinan di Indonesa

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II

PERANAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN DI KECAMATAN MONDOKAN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN. Oleh: Drs. Suyoto, M.Si

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ditingkatkan dan disebarluaskan ke berbagai kota baik di perlu mengadakan usaha-usaha pembinaan yang aktif,

SKRIPSI. Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang. Oleh : Ines Ayu Fandari Putri

PENDAHULUAN. Menurut Peter Hagul dalam Daud Bahransyah (2011:10) penyebab kemiskinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. mempengaruhi variabel terikat yaitu tingkat kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

Meningkatkan Peran Serta Masyarakat Terhadap Penanganan PMKS Guna Mendukung Penurunan Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2014

PP 27/1994, PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

f f f i I. PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

RINGKASAN DOKUMEN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujutkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai kemiskinan, konsep, dan asumsi yang dipakai. A. Pandangan Teoritis Mengenai Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya penanganannya. Dalam Panduan Keluarga Sejahtera (1996: 10) kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam Panduan IDT (1993: 26) bahwa kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan ini ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin di dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki berpartisipasi dalam pembangunan. Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan penyebabnya akan muncul berbagai tipologi dan dimensi kemiskinan karena kemiskinan

itu sendiri multikompleks, dinamis, dan berkaitan dengan ruang, waktu serta tempat dimana kemiskinan dilihat dari berbagai sudut pandang. Kemiskinan dibagi dalam dua kriteria yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sedangkan kemiskinan relatif adalah penduduk yang telah memiliki pendapatan sudah mencapai kebutuhan dasar namun jauh lebih rendah dibanding keadaan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan menurut tingkatan kemiskinan adalah kemiskinan sementara dan kemiskinan kronis. Kemiskinan sementara yaitu kemiskinan yang terjadi sebab adanya bencana alam dan kemiskinan kronis yaitu kemiskinan yang terjadi pada mereka yang kekurangan ketrampilan, aset, dan stamina (Aisyah, 2001: 151). Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000: 107) sebagai berikut: 1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah; 2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah; 3. kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal. Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) lihat Gambar 2. Adanya

keterbelakangan, ketidak-sempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000: 7) yang mengemukakan bahwa negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor) Gambar 2. Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty ) Ketidak sempurnaan pasar Keterbelakangan Ketinggalan kekurangan modal investasi rendah Produktivitas rendah tabungan rendah pendapatan rendah Menurut Bayo (1996: 18) yang mengutip pendapat Chambers bahwa ada lima ketidakberuntungan yang melingkari orang atau keluarga miskin yaitu sebagai berikut: 1. Kemiskinan (poverty) memiliki tanda-tanda sebagai berikut: rumah mereka reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang serta pendapatan yang tidak menentu;

2. Masalah kerentanan (vulnerability), kerentanan ini dapat dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menghadapi situasi darurat. Perbaikan ekonomi yang dicapai dengan susah payah sewaktu-waktu dapat lenyap ketika penyakit menghampiri keluarga mereka yang membutuhkan biaya pengobatan dalam jumlah yang besar; 3. Masalah ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan kelompok miskin tercermin dalam ketidakmampuan mereka dalam menghadapi elit dan para birokrasi dalam menentukan keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya; 4 Lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik kualitas maupun kuantitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas mereka; 5 Masalah keterisolasian. Keterisolasian fisik tercermin dari kantongkantong kemiskinan yang sulit dijangkau sedang keterisolasian sosial tercermin dari ketertutupan dalam integrasi masyarakat miskin dengan masyarakat yang lebih luas. Dari berbagai teori yang ada bahwa kemiskinan itu adalah mereka yang tak mampu memiliki penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka membutuhkan uluran tangan dan bantuan orang lain mencukupi kebutuhannya. B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberlanjutan Pemanfaatan Dana bergulir IDT

Masalah keberlanjutan pemanfaatan program IDT di desa Kopen kecamatan Teras kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: 1. Faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pemanfaatan dana IDT yang meliputi empat faktor atau variabel sebagai berikut: a. Pemanfaatan dana IDT; b. Jenis usaha; c. Besar dana yang diterima; d. Partisipasi anggota pokmas. Beberapa variabel yang mempengaruhi pelaksanaan program IDT dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pemanfaatan dana IDT Dalam pelaksanaan program IDT terdapat beberapa prinsip yang saling berkaitan untuk menjelaskan konsep pemanfaatan dana bergulir IDT. Beberapa prinsip itu antara lain sebagai berikut: 1). Prinsip Dana Bergulir Dana yang disalurkan pemerintah kepada masyarakat melalui program IDT sesuai dengan Inpres No.5 tahun 1993 merupakan bantuan khusus bagi masyarakat miskin yang berupa modal kerja sebagai hibah bergulir (Revolving Grant) dengan bimbingan teknis pemerintah untuk pembinaan, penyuluhan dan motivasi. Bantuan tersebut secara kualitatif sangat memerlukan sistem dan mekanisme yang mudah, ringan dan cepat dipahami

agar dana di pedesaan tidak macet, dapat berputar (revolving) secara efesien efektif serta keberadaannya abadi di masyarakat. Berputar mengandung dua makna yaitu a) dana tersebut harus selalu berputar (tidak berhenti) dalam aktivitas individu atau kelompok yang dapat memanfaatkan melalui kegiatan yang bersifaf produktif; b) Pengertian yang lebih luas dana tersebut harus selalu berputar untuk dapat dimanfaatkan secara bergulir dari individu atau kelompok yang lain (Suprapto, 1999: 23). Pada prisipnya dana bergulir itu adalah sumber dana yang disalurkan pemerintah kepada anggota pokmas di desa tertinggal sebagai pinjaman untuk dipergunakan secara produktif dan harus dikembalikan sesuai kesepakatan anggota pokmas. 2). Prinsip Keberlanjutan Pemanfaatan Dana IDT Penanggulangan kemiskinan secara terencana dan terkoordinir telah diupayakan pemerintah untuk dilaksanakan melalui prinsipprinsip pokok perencanaan kegiatan IDT yang digunakan sebagai pegangan yaitu sebagai berikut: 1. Prinsip keterpaduan; 2. Prinsip kepercayaan; 3. Prinsip kebersamaan dan kegotongroyongan; 4. Prinsip kemandirian; 5. Prinsip ekonomi; 6. Prinsip keberlanjutan.

Mengenai prinsip keberkelanjutan mengandung arti bahwa kegiatan kelompok harus dapat meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan secara terus menerus, berkesinambungan dalam kegiatan usaha tanpa batas waktu. Dana program IDT diharapkan dapat dikembangkan oleh masyarakat melalui pokmas sebagai dana abadi milik masyarakat desa artinya pemerintah memberi kepercayaan kepada orang miskin untuk merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menjaga kelangsungan dana IDT untuk menanggulangi kemiskinan di desanya. Pemberian kepercayaan pada orang miskin itu dapat dilihat dalam pengelolaan dana IDT yang dilakukan dari, oleh, dan untuk pokmas miskin melalui usaha ekonomi produktif yang dikembangkan secara berkesinambungan. Menurut Suprapto (1999: 23) ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kemacetan dana yaitu sebagai berikut: a). Bagi pemakai dana berputar baik individu maupun kelompok sebaiknya dikenai persyaratan supaya ada motivasi berusaha dan sudah memulai aktivitas produktif sehingga dana berputar tidak hanya dianggap sekedar sebagai hadiah cumacuma melainkan sebagai kebutuhan yang pemanfaatannya harus dipertanggungjawabkan; b) lembaga yang akan diserahi untuk mengelola dana yang akan berputar harus betul-betul sudah siap karena lembaga ini yang nantinya akan memantau pemanfaatannya

dan mengatur penyebarannya pada pemakai berikutnya; c) perlu diciptakannya mekanisme kontrol dari masyarakat itu sendiri melalui penyebarluasan penggunaan dana berputar kepada masyarakat. 3). Kelompok Masyarakat (Pokmas) Kelompok sasaran program IDT adalah kelompok masyarakat yang lebih dikenal dengan pokmas yaitu penduduk miskin yang bermukim di desa yang dikategorikan tertinggal. Mereka merupakan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, terbatas kemampuan dan aksesnya dalam mendapatkan pelayanan, prasarana, permodalan, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam menghadapi masalah khusus atau mendesak yang segera memerlukan bantuan serta penanganan. Kelompok merupakan kumpulan penduduk setempat yang menyatukan diri dalam usaha di bidang sosial, ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan, dan kegotongroyongan mereka. Kelompok merupakan milik anggota yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah dan mengembangkan usaha bersama anggota. Dalam Panduan IDT (1993: 16) pembentukan kelompok harus memperhatikan sebagai berikut: (1) Didasarkan pada kebutuhan keluarga miskin untuk meningkatkan kesejahteraan anggota; (2) Harus dihindari pembentukan kelompok yang dipaksakan; (3) Dalam wadah kelompok disiapkan wadah kegiatan sosial ekonomi yaitu usaha produktif, pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga memberikan

manfaat secara ekonomi bagi semua anggota kelompok secara lestari berkelanjutan; (4) Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada atau dapat pula disiapkan, ditumbuhkan, dibina secara khusus oleh aparat desa/kalurahan serta masyarakat setempat. 2. Konsep Jenis Usaha Jenis usaha ekonomi merupakan kegiatan produksi barang atau jasa yang memberikan hasil atau keuntungan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota pokmas dan keluarganya. Bersumber pada Panduan IDT (1993: 24) jenis usaha yang dapat dibiayai dengan dana program IDT adalah jenis usaha yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Cepat menghasilkan, jarak waktu antara pengeluaran yang harus dilakukan dengan penerimaan hasil kegiatan tidak terlalu lama; b. Mendayagunakan potensi yang ada dan dimiliki oleh desa; c. Menghasilkan produk yang dapat memenuhi permintaan pasar atau dipasarkan sehingga memberikan nilai tambah; d. Dapat memenuhi kebutuhan dasar yang sifatnya mendesak dan melibatkan sebanyak-banyaknya penduduk miskin; e. Memberi hasil dan dapat digulirkan pada seluruh kelompok; f. Dapat dilakukan dengan cara-cara yang telah dikenal dan dikuasai oleh masyarakat dengan memanfaatkan pengetahuan asli yang telah ada yang secara teknis dapat serta mudah dilaksanakan;

g. Disesuaikan dengan potensi dan kondisi ekologis setempat sehingga tidak merusak kelestarian lingkungan; h. Saling mendukung dan tidak bersaing dengan kegiatan lain yang dilaksanakan melalui program pembangunan sektoral dan regional; i. Secara sosial budaya dapat diterima oleh masyarakat. Dana program IDT digunakan untuk pengembangan usaha yang bersifat produktif dan tidak digunakan untuk pembangunan prasarana fisik. Program pengembangan sarana fisik diharapkan dari bantuan program lainnya sehingga tidak mengganggu pelaksanaan program IDT. Contoh proyek/kegiatan sarana usaha ekonomi produktif terdapat dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Inpres Bantuan Pembangunan Desa (1995: 60) berisikan sebagai berikut: a.tanaman pekarangan seperti apotik hidup, jamur, pala, dan lain-lain; b.tanaman pangan seperti buah-buahan, jagung dan lain-lain sejenis; c. Tanaman perkebunan seperti kopi, jambu, karet, kelapa, sengon; d. Peternakan unggas seperti burung puyuh, ayam, itik, angsa; e. Peternakan kecil seperti kambing, domba, babi; f. Peternakan besar seperti sapi, kerbau, kuda; g. Dan lain-lain yang bersifat ekonomis produktif. Penggunaan dana sesuai dengan situasi dan kondisi yang diprioritaskan desa sesuai dengan kehendak masyarakat desa miskin.

3. Konsep Besar Dana Diterima Berdasarkan Inpres no. 5 tahun 1993 tanggal 27 Desember 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan, program IDT merupakan bagian dari gerakan nasional penanggulangan kemiskinan dengan menyediakan bantuan khusus berupa modal kerja bagi kelompok penduduk miskin yang digunakan untuk kegiatan usaha yang pemanfaatannya dapat dirasakan terutama pemenuhan kebutuhan mendasar keluarga miskin. Falsafah yang mendasari pendekatan program IDT adalah mempercayai penduduk miskin apabila dibantu secara tepat mereka akan dapat mengentaskan diri dari kemiskinan yang mereka alami. Usaha dan kegiatan ekonomi keluarga miskin di desa tertinggal yang dibiayai dengan dana bantuan khusus diatur bersama melalui kelompok-kelompok masyarakat (pokmas). Dana yang diterima oleh desa tertinggal sebesar Rp. 20.000.000,00. Pembagian dana IDT sebagai modal kerja sangat ditentukan oleh besarnya dana yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan usaha ekonomi yang dipilih terutama bagi anggota pokmas yang belum mempunyai kegiatan usaha akan sulit menentukan pilihan pembiayaan usaha ekonomis dan efesien. Jumlah dana yang dibutuhkan pokmas diputuskan oleh pengurus bersama anggota di desa tersebut. Besarnya modal usaha berupa uang tunai yang diberikan akan sangat ditentukan jenis usaha yang dilakukan anggota pokmas dan kemungkinan untuk memperoleh keuntungan dalam pemanfaatan dana tersebut, serta kelayakan usaha yang dibangun bukan pemerataan.

Adapun yang berhak menerima dana program IDT adalah seluruh anggota pokmas yang ada di desa itu jika yang membutuhkan dana banyak sementara dana tidak mencukupi maka pemberian dana diprioritaskan kepada anggota pokmas yang miskin dan yang paling membutuhkan. Dengan demikian jumlah dana yang diterima sebagai modal usaha akan sangat mempengaruhi kegiatan usaha yang dilakukan oleh pokmas karena modal kerja merupakan darah segar bagi kegiatan operasional suatu perusahan besar, menengah bahkan sampai usaha kecil sekalipun. 4. Partisipasi Anggota Kelompok Pelaksanaan program IDT sesuai dengan panduan IDT bersifat terbuka dan berkesinambungan melalui pendekatan sebagai berikut: a. Keterpaduan yaitu mengarahkan kegiatan pembangunan secara lintas sektoral dan lintas daerah serta meletakkan upaya penanggulangan kemiskinan sebagai bagian dari proses pembangunan yangmenyeluruh dan terpadu. b. Kegotongroyongan yaitu menumbuhkan rasa kebersamaan, yang lebih kuat membantu yang lemah sehingga menciptakan kesejahteraan bersama. c. Keswadayaan yaitu menitikberatkan pada usaha yang berdasarkan kemandirian. d. Partisipatif yaitu melibatkan warga masyarakat khususnya kelompok sasaran dalam pengambilan keputusan sejak perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian, pemerataan hasil sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat itu sendiri. e. Terdesentralisasi yaitu menurunkan wewenang pembuatan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kepada aparat pemerintah yang terdekat dengan penduduk miskin. Bentuk partisipasi dalam pelaksanaan program IDT terutama menyusun, membuat perencanaan, pengambilan keputusan, penerimaan hasil keputusan musyawarah kelompok, menerima dengan syarat atau menolak sebagai perwujudan jalannya demokrasi kelompok. Hasil keputusan kelompok yang ditetapkan merupakan komitmen kelompok dalam pelaksanaan dan menerima hasil yang telah dicapai. Keberhasilan program IDT sangat ditentukan oleh keterlibatan secara aktif anggota pokmas secara keseluruhan yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk miskin di desa. Penduduk miskin yang tergabung dalam pokmas IDT harus memainkan peran aktif dalam kelompok usaha produktif yang dikembangkan di desa. Peran aktif tersebut dapat berupa saling memberi informasi tentang pasar, mematuhi kewajiban kelompok yang telah disepakati bersama dan saling menguntungkan di antara kelompok dan masyarakat pada umumnya. 2. Harapan Anggota Pokmas Pemanfaat Dana IDT Anggota pokmas yang berhasil dalam usahanya akan tetap berharap agar usahanya bertambah maju, kebutuhan modal kerja dari dana bergulir semakin besar sehingga cita-cita keberlanjutan pemanfaatan

dana bergulir IDT sebagai dana abadi masyarakat dapat berkembang. Harapan untuk keberlanjutan pemanfaatan dana IDT tidak hanya untuk jangka pendek atau kepentingan sesaat saja karena IDT adalah program berkelanjutan sehingga keberhasilannya diharapkan berjalan terus menerus dan dapat menimbulkan rasa percaya diri bagi orang miskin bahwa mereka mampu menolong diri sendiri dengan kerja keras untuk dapat hidup mandiri. Penilaian tingkat keberhasilan pelaksanaan program IDT dapat menggunakan acuan sistem evaluasi yang telah dikembangkan oleh BKKBN disesuaikan kondisi setempat antara lain sebagai berikut: 1. Kurangnya jumlah penduduk yang termasuk dalam kategori miskin; 2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia; 3. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya adminitrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain dalam masyarakat. Orang miskin berharap agar kebutuhan dasar akan sandang pangan dapat dipenuhi sehingga mereka hidup layak sebagai manusia. Harapan mereka tentunya tidak pasif tetapi selalu aktif memanfaatkan bantuan yang diterima untuk kegiatan yang dapat meningkatkan

pendapatan, memberikan kesempatan untuk bekerja yang menguntungkan sehingga mampu mencukupi rumah tangganya, memperbaiki rumah, membeli perabot rumah tangga, membiayai sekolah anaknya bahkan dapat menabung untuk hari tua. C. Asumsi Yang Dipakai Asumsi penelitian tersebut diatas adalah sebagai berikut: 1. Jenis usaha yang dipilih sesuai dengan potensi desa dan sumber daya manusia yang ada. Jalan pikiran terhadap asumsi ini bahwa usaha produktif yang dilakukan anggota pokmas tidak dipengaruhi oleh potensi lain di luar desa yang menerima dana sebagai modal kerja. 2. Hanya besar uang tunai yang berasal dari dana IDT yang digunakan sedangkan uang tunai yang berasal dari sumber lain adalah konstan. Dari asumsi ini dapat dijelaskan bahwa uang tunai yang diterima dan digunakan anggota pokmas dapat dipengaruhi oleh pinjamanpinjaman di luar dana IDT seperti dana subsidi BBM, dana bantuan LSM, Kukesra dan Takesra dari BKKBN. 3. Setiap anggota pokmas memliliki kesempatan yang sama untuk menerima bantuan uang tunai IDT dan digunakan secara optimal artinya setiap anggota pokmas yang menerima bantuan uang tunai IDT memiliki kesempatan yang sama untuk mengelola dana tersebut secara maksimal dan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat dikembangkan kembali sebagai modal bergulir dan faktor- fakor lain yang mempengaruhi dianggap konstan/tetap.

4. Variabel partisipasi anggota pokmas yang mempengaruhi kemampuan pengembangan dana IDT sebagai dana bergulir dianggap tidak dipengaruhi oleh kekuatan lain di luar anggota pokmas. Keadaan anggota pokmas dari aspek potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, lingkungan fisik dan sosial budaya dianggap sama.