BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 2. Undang-Undang No

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan. Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,

2015, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Komisi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BSN^ BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN ACARA RESMI DAN UPACARA BENDERA Nomor: SOP /TU 02 01/UM

PERATURANMENTERI PERHUBUNGANREPUBLIKINDONESIA NOMOR PM. 27 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGANKEMENTERIANPERHUBUNGAN

QLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PALANGKA RAYA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI POLEWALI MANDAR

2 Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (Lembaran Ne

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.999, 2012 KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI. Tugas Belajar. Pendidikan. Perubahan.

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BERITA NEGARA. LAN. Keprotokolan. Peraturan.Pencabutan. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

\- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9

2016, No Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 185,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 14 TAHUN 1994

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PELAKSANAAN UPACARA BENDERA DI SEKOLAH

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.09/MEN/2012 TENTANG

Oleh: Nurhesti Esa Dwirini

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERIMAAN TAMU KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAGIAN TATA USAHA DAN PROTOKOL, BIRO KEUANGAN DAN UMUM KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 100 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 70 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

informasi internal dan eksternal serta publikasi.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 1994 SERI : D NO : 6 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER-002/A/JA/02/2013 TENTANG PEDOMAN PENGURUSAN JENAZAH DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN : 1993 SERI D.4

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MOJOKERTO

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 101 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA BADAN PENGHUBUNG PROVINSI RIAU

L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 11 TAHUN 1994 T E N T A N G

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.1141, 2012 KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI. Penelitian. Resiko Tinggi dan Berbahaya. Izin. Daftar.

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreat

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 / HUK / 2011 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN NASKAH HUKUM DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 1995 SERI A NO. 1

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 51 TAHUN 2005 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 19 /M/Kp/IV/2014 TENTANG

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1645, 2014 KEMENRISTEK. Keprotokolan. Pedoman. PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penghormatan kepada Menteri Riset dan Teknologi selaku pejabat negara, dan tamu dinas Menteri Riset dan Teknologi, perlu disusun pedoman keprotokolan di Kementerian Riset dan Teknologi; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Riset dan Teknologi tentang Pedoman Keprotokolan di Kementerian Riset dan Teknologi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4219); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu

2 Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan mengenai Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 6. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-Jenis Pakaian Sipil sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1990; 7. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011 tentang Penunjukan Pejabat Menteri; 8. Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 03/M/PER/VI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintah, atau masyarakat.

3 2. Acara Resmi adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh pejabat negara dan/atau pejabat pemerintahan serta undangan lain. 3. Tata Tempat adalah pengaturan tempat bagi pejabat negara, pejabat pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta tokoh masyarakat tertentu dalam acara resmi di Kementerian Riset dan Teknologi. 4. Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara resmi di Kementerian Riset dan Teknologi. 5. Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi pejabat negara, pejabat pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional dan tokoh masyarakat tertentu dalam acara resmi di Kementerian Riset dan Teknologi. 6. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang. 7. Pejabat Pemerintahan adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. 8. Tokoh Masyarakat adalah tokoh masyarakat yang berdasarkan kedudukan sosialnya mendapat pengaturan keprotokolan di Kementerian Riset dan Teknologi. 9. Tamu adalah tamu dinas Kementerian Riset dan Teknologi yang diatur secara protokoler. 10. Sekretaris Kementerian adalah Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi. 11. Menteri adalah Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Maksud Pasal 2 Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pejabat dan/atau petugas keprotokolan dalam penyelenggaraan kegiatan Menteri Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Pengaturan Keprotokolan bertujuan untuk:

4 a. memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat; b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara di Kementerian Riset dan Teknologi agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional; dan c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antar kelembagaan dan bangsa. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4 (1) Ruang lingkup pengaturan Peraturan Menteri ini, meliputi: a. Tata Tempat; b. Tata Upacara; dan c. Tata Penghormatan. (2) Ruang lingkup pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan dalam acara resmi di Kementerian Riset dan Teknologi. (3) Acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan acara yang dihadiri oleh Menteri Riset dan Teknologi. Pasal 5 Acara resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), terdiri atas: a. upacara; b. kunjungan kerja; c. penerimaan kunjungan tamu dinas; d. jamuan resmi; e. rapat pimpinan; f. rapat koordinasi; g. menghadiri dialog; h. peresmian, pembukaan dan penutupan pameran; i. penganugerahan/ award; dan/atau j. acara resmi lainnya yang ditetapkan oleh Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi.

5 BAB III UPACARA Bagian Kesatu Jenis Upacara Pasal 6 (1) Jenis upacara di Kementerian Riset dan Teknologi, terdiri atas: a. upacara bendera; dan b. upacara bukan upacara bendera. (2) Upacara bendera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Hari Besar Nasional dan Hari Bersejarah, terdiri atas: a. upacara hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan; b. upacara hari sumpah pemuda; c. upacara hari Kartini; d. upacara hari Kebangkitan Nasional; e. upacara hari Lahirnya Pancasila; f. upacara hari Kesaktian Pancasila; g. upacara hari Pahlawan; h. upacara hari Ibu; i. upacara hari Kebangkitan Teknologi Nasional; dan j. upacara lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. (3) Upacara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil (PNS); b. pelantikan; c. serah terima jabatan Menteri; d. pembukaan dan penutupan seminar atau lokakarya; e. pembukaan dan penutupan pendidikan dan pelatihan; f. penandatangan kesepakatan bersama; dan g. pelepasan pegawai yang pensiun. Bagian Kedua Upacara Bendera Paragraf Kesatu Pemimpin dan Peserta Upacara Bendera Pasal 7 (1) Upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dipimpin oleh Menteri.

6 (2) Dalam hal Menteri berhalangan, upacara bendera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipimpin oleh pejabat setingkat Eselon I yang ditugaskan oleh Menteri. (3) Upacara Bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dihadiri oleh pejabat dan pegawai di Kementerian Riset dan Teknologi. Paragraf Kedua Kelengkapan, Perlengkapan, dan Tata Urutan Upacara Bendera Pasal 8 (1) Untuk melaksanakan upacara bendera, diperlukan kelengkapan upacara dan perlengkapan upacara. (2) Kelengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang, meliputi: a. inspektur upacara; b. komandan upacara; c. penanggung jawab upacara; d. peserta upacara; e. petugas upacara; f. paduan suara; g. dokumentasi; dan h. tenaga kesehatan. (3) Petugas upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, paling kurang meliputi: a. pengibar bendera; b. pembawa teks pancasila; c. pembaca naskah UUD 1945; d. pembawa acara (MC); dan e. pembaca doa. Pasal 9 (1) Perlengkapan upacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), paling kurang, meliputi: a. tiang bendera beserta tali; b. bendera; c. mimbar upacara;

7 d. dekorasi; e. sound system; f. naskah Pancasila; g. naskah UUD 1945; h. naskah do'a; i. susunan acara; dan j. naskah pidato. (2) Naskah pidato sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j disiapkan Tim yang ditetapkan oleh Sekretaris Kementerian. Pasal 10 Tata urutan acara upacara bendera, paling kurang meliputi: a. pengibaran Bendera Sang Merah Putih, diiringi lagu Kebangsaan Indonesia Raya; b. mengheningkan cipta; c. pembacaan naskah Pancasila; d. sambutan inspektur upacara; e. pembacaan naskah Undang-Undang Dasar 1945; dan f. pembacaan doa. Paragraf Kedua Penanggung Jawab dan Penyelenggara Upacara Bendera Pasal 11 (1) Sekretaris Kementerian bertindak sebagai penanggungjawab upacara bendera. (2) Biro Umum bertindak sebagai penyelenggara upacara bendera. (3) Dalam penyusunan tata urutan acara upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Biro Umum berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Humas. Bagian Ketiga Upacara Bukan Upacara Bendera Paragraf Kesatu Pemimpin dan Peserta Upacara Bukan Upacara Bendera Pasal 12 (1) Upacara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dipimpin oleh Menteri.

8 (2) Dalam hal Menteri berhalangan, upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipimpin oleh pejabat setingkat Eselon I yang ditugaskan oleh Menteri. (3) Upacara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dihadiri oleh pejabat, pegawai terkait, dan tamu undangan. Paragraf Kedua Kelengkapan, Perlengkapan, dan Tata Urutan Upacara Bukan Upacara Bendera Pasal 13 (1) Kelengkapan dan perlengkapan upacara bukan upacara bendera disiapkan oleh Kepala Biro Umum, Asisten Deputi, dan/atau unit kerja terkait di Kementerian Riset dan Teknologi sesuai dengan kebutuhan. (2) Tata urutan acara pada upacara bukan upacara bendera paling kurang meliputi: a. menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; b. menyanyikan Lagu Mars Iptek; c. sambutan; dan d. pembacaan doa. Pasal 14 Tata urutan upacara bukan upacara bendera disusun oleh Kepala Biro Umum, Asisten Deputi, dan/atau unit kerja terkait di Kementerian Riset dan Teknologi dengan berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Humas. Paragraf Ketiga Penanggung Jawab dan Penyelenggara Upacara Bukan Upacara Bendera Pasal 15 (1) Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi bertindak sebagai penanggung jawab upacara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g. (2) Pejabat Eselon I terkait bertindak sebagai penanggung jawab upacara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf d, huruf e, dan huruf f. (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), meliputi substansi dan pelaksanaan upacara bukan upacara bendera.

9 (4) Biro Umum bertindak sebagai penyelenggara upacara bukan bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Humas. (5) Unit kerja terkait bertindak sebagai penyelenggara upacara bukan bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf d, huruf e, dan huruf f berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Humas. BAB IV KUNJUNGAN KERJA Pasal 16 (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Menteri melaksanakan kunjungan kerja di dalam dan luar negeri. (2) Menteri dalam melaksanakan kunjungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didampingi oleh pejabat pemrakarsa. (3) Pejabat pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah: a. pejabat setingkat eselon I di Kementerian Riset dan Teknologi; b. pejabat setingkat eselon I di Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi; dan/atau c. pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Pasal 17 (1) Dalam hal pelaksanaan kunjungan kerja dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), pemrakarsa kunjungan kerja bertugas paling kurang: a. menyusun rancangan agenda kunjungan; b. menyusun sambutan Menteri; c. mengusulkan dan mengoordinasikan pejabat pendamping di lokasi acara; d. mengoordinasikan penyediaan peralatan, dan bahan-bahan lainnya; e. menyiapkan transportasi dan akomodasi VIP; f. menyiapkan VIP room; dan g. menyiapkan bantuan pengawalan VIP. (2) Dalam hal pelaksanaan kunjungan kerja dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa kunjungan kerja berkoordinasi dengan Biro Umum dan Biro Hukum dan Humas.

10 (3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup paling kurang: a. rancangan agenda; b. koordinasi dengan protokol daerah; c. penyiapan surat pemberitahuan; d. penyiapan surat perizinan, seperti penggunaan VIP room, pengawalan; e. penyiapan peralatan, bahan-bahan lainnya, seperti cinderamata; f. penyiapan dokumen perjalanan; dan g. penyiapan transportasi dan akomodasi. Pasal 18 (1) Dalam hal pelaksanaan kunjungan kerja dalam negeri dibutuhkan dukungan tim advanced keprotokolan. (2) Tim advanced keprotokolan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berangkat lebih dahulu paling kurang 1 (satu) hari sebelum hari pelaksanaan kunjungan kerja. (3) Tim advanced keprotokolan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melakukan koordinasi dan pemeriksaan kesiapan kunjungan kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) dan (3). (4) Tim advanced keprotokolan menyusun laporan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan laporan pertanggungjawaban keuangan. Pasal 19 (1) Dalam hal pelaksanaan kunjungan kerja luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), pemrakarsa kunjungan kerja mempersiapkan paling kurang: a. koordinasi dengan kedutaan mengenai rencana dan tujuan kunjungan; b. menyusun rancangan agenda kunjungan; c. menyusun sambutan Menteri dan/atau bahan-bahan pertemuan; d. melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri c.q. Kedutaan Indonesia di luar negeri dan lembaga terkait lainnya; e. melakukan koordinasi dengan perwakilan pemerintah Negara asing di Indonesia; f. mengusulkan dan mengoordinasikan pejabat pendamping di lokasi acara;

11 g. mengoordinasikan penyediaan peralatan, dan bahan-bahan lainnya; dan, h. menyiapkan transportasi dan akomodasi. (2) Dalam hal pelaksanaan kunjungan kerja luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa kunjungan kerja berkoordinasi dengan Asisten Deputi Jaringan Iptek Internasional, Biro Umum, dan Biro Hukum dan Humas. (3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup paling kurang: a. surat izin prinsip ke presiden; b. rancangan agenda; c. surat permintaan exit permit ke Kementerian Luar Negeri dan permohonan surat pengantar visa ke kedutaan negara tujuan; d. permohonan visa ke negara tujuan; e. penyiapan tiket, rute perjalanan, dan dokumen perjalanan lainnya; f. penyiapan surat pemberitahuan; g. penyiapan surat perizinan, seperti pemberitahuan ke Sekretariat Negara, penggunaan VIP room; h. penyiapan peralatan, bahan-bahan lainnya, seperti cinderamata; dan i. penyiapan transportasi dan akomodasi. Pasal 20 Materi kunjungan kerja luar negeri disiapkan oleh Biro Perencanaan dan Asisten Deputi Bidang Jaringan Iptek Internasional berkoordinasi dengan unit-unit kerja dan instansi terkait. Pasal 21 Pelaksanaan kunjungan kerja di dalam negeri dan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan. BAB V PENERIMAAN KUNJUNGAN TAMU Pasal 22 (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Menteri menerima kunjungan tamu dari dalam dan luar negeri.

12 (2) Kunjungan tamu luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan undangan Menteri, permintaan tamu, dan/atau atas inisiatif pemerintah yang bersangkutan. Pasal 23 (1) Menteri dalam menerima kunjungan tamu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) didampingi oleh pejabat pendamping sesuai dengan kebutuhan. (2) Pejabat pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. pejabat setingkat eselon I di Kementerian Riset dan Teknologi; b. pejabat setingkat eselon I di Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi; dan/atau c. pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Menteri. Pasal 24 Dalam hal penerimaan tamu dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), kelengkapan dan persiapan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Pasal 25 Dalam hal kunjungan tamu luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dilaksanakan atas undangan Menteri, persiapan yang dilakukan paling kurang : a. koordinasi dalam menyusun jadual kunjungan acara; b. koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri; c. koordinasi dengan perwakilan pemerintah Negara asing di Indonesia; d. koordinasi dengan Sekretariat Negara terkait Penggunaan VIP Room Bandara Soekarno Hatta; e. koordinasi guna menentukan Pejabat penjemput VIP Room Bandara, saat kedatangan dan keberangkatan; f. koordinasi dalam menentukan pejabat pendamping selama kunjungan di Indonesia; g. koordinasi dengan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia terkait penyediaan Voorijder selama kunjungan di Indonesia; h. menentukan Protokol pendamping selama kunjungan di Indonesia; i. menyiapkan sarana transportasi;

13 j. menyiapkan Hotel, berkoordinasi dengan kedutaan negara terkait; k. cindera mata; dan l. kelengkapan lain yang diperlukan. Pasal 26 Dalam hal kunjungan tamu luar negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2) dilaksanakan atas inisiatif pemerintah yang bersangkutan, persiapan yang dilakukan paling kurang: a. koordinasi dengan perwakilan pemerintah Negara asing di Indonesia mengenai kedatangan atau kunjungan tamu atau pejabat yang dimaksud, serta penyusunan acara kunjungan; b. koordinasi dengan kementerian luar negeri dan/atau instansi terkait; c. koordinasi dalam menentukan tempat pertemuan; d. cindera mata; dan e. kelengkapan lain yang diperlukan. Pasal 27 Dalam hal kunjungan Perwakilan Negara Asing dan Organisasi Asing, persiapan yang dilakukan paling kurang: a. koordinasi dengan kedutaan terkait tentang jadual dan maksud kunjungan; b. koordinasi dengan departemen luar negeri dan unit kerja lain; c. koordinasi dalam menentukan pejabat pendamping menteri; d. penyiapan bahan pertemuan; e. penyediaan ruangan pertemuan f. cindera mata; dan g. kelengkapan lain yang diperlukan. Pasal 28 Pelaksanaan penerimaan kunjungan tamu dalam dan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diselenggarakan oleh Biro Hukum dan Humas, Biro Umum, dan unit kerja terkait di Kementerian Riset dan Teknologi. BAB VI JAMUAN RESMI Pasal 29 (1) Untuk menghormati tamu diselenggarakan acara jamuan resmi. (2) Jamuan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi:

14 a. pejabat negara; b. pejabat pemerintahan; c. perwakilan negara asing atau organisasi internasional; dan/atau d. tokoh masyarakat tertentu. (3) Jamuan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a. jamuan sarapan pagi; b. jamuan makan siang; dan/atau c. jamuan makan malam. Pasal 30 (1) Jamuan resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 diselenggarakan oleh Biro Umum berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Humas dan unit kerja terkait di Kementerian Riset dan Teknologi. (2) Persiapan penyelenggaraan jamuan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. membuat undangan; b. susunan acara; c. sambutan Menteri; d. cindera mata; dan e. kelengkapan lain yang diperlukan. BAB VII TATA PENGHORMATAN Pasal 31 (1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat penghormatan. (2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. penghormatan dengan bendera negara; b. penghormatan dengan lagu kebangsaan; dan/atau c. bentuk penghormatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tata penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

15 BAB VIII TATA TEMPAT Pasal 32 (1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, Tokoh Masyarakat dan Tamu Asing tertentu dalam acara resmi ditempatkan sesuai dengan urutan tata tempat. (2) Tata tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memberikan penghormatan dalam acara resmi kepada Menteri, Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, Tokoh Masyarakat dan Tamu Asing. (3) Tata Tempat dalam acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 33 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata tempat dalam acara resmi di Kementerian Riset dan Teknologi adalah sebagaimana terlampir pada Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB IX PETUGAS PROTOKOL DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEPROTOKOLAN Bagian Kesatu Petugas Protokol Pasal 34 Persiapan dan pelaksanaan acara resmi di Kementerian Riset dan Teknologi dibantu oleh Petugas Protokol di Biro Hukum dan Humas serta dukungan pelaksanaan keprotokolan dari unit kerja terkait. Bagian Kedua Standar Operasional Prosedur Keprotokolan Pasal 35 (1) Pelaksanaan keprotokolan di Kementerian Riset dan Teknologi berpedoman pada Standar Operasional Prosedur Keprotokolan. (2) Standar Operasional Prosedur Keprotokolan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Biro Hukum dan Humas dan ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi.

16 BAB X PENUTUP Pasal 36 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, GUSTI MUHAMMAD HATTA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN

17 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI TATA TEMPAT UPACARA BENDERA 1 9 4 6 7 3 2 5 8 Keterangan: 1. Inspektur Upacara 2. Komandan Upacara 3. Tiang Bendera 4. Pejabat Eselon I dan II 5. Korps Musik

18 6. Petugas Upacara [MC, Pembaca Doa, dan Cadangan) 7. Petugas Upacara [Pengibar Bendera, Pembaca UUD, Petugas Lainnya] 8. Peserta Upacara 9. Ajudan/ADc TATA TEMPAT UPACARA PENGAMBILAN SUMPAH PEGAWAI NEGERI SIPIL 1 2 5 6 7 3 8 4 Keterangan: 1. Pejabat yang Menyumpah 2. Meja Penandatanganan Naskah Sumpah 3. Pejabat Eselon I dan Eselon II 4. Pegawai Negeri yang Akan Diambil Sumpah 5. Pembawa Acara 6. Saksi 7. Rohaniawan 8. Undangan

19 TATA TEMPAT UPACARA PELANTIKAN LAMPIRAN III BAGAN TATA LETAK UPACARA PELANTIKAN 1 2 5 3 6 5 7 4 8 9 Keterangan: 1. yang Akan 2. 3. 4. Pejabat yang Melantik 5. Pembawa Acara Dilantik Meja Tempat Penandatanganan 6. Saksi Pejabat Eselon I 7. Rohaniawan Pejabat Eselon II 8. Undangan 9. Pejabat

20 TATA TEMPAT PENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ATAU PERJANJIAN KERJASAMA 1 2 4 3 5 6 8 Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Menteri Asing Menteri Riset dan Teknologi Bendera Republik Indonesia Bendera Negara Asing Bendera Kecil Negara Asing Bendera Kecil Republik Indonesia Petugas Acara Undangan 7

21 TATA TEMPAT BERDIRI BERJABAT TANGAN/UCAPAN SELAMAT 1. 1 2 3 4 5 M Keterangan : M = Menteri 1-5 = Masyarakat 2. M 1 2 3 4 Masyarakat Keterangan : M 1 2-4 = Menteri = Sesmen = Pejabat Eselon I Pejabat Eselon II,dst

22 TATA TEMPAT POSISI DUDUK BERJAJAR PADA GARIS YANG SAMA A. Tata Tempat Duduk Berjajar pada Garis yang Sama 6 4 2 1 3 5 7 Keterangan : 1. Menteri 2. Sesmen 3. Host/Penyelenggara acara 4 7 : Pejabat Eselon I, Eselon II, dan seterusnya B. Tata Tempat Duduk Rapat Meja Panjang 3 5 7 9 2 4 6 8 1 Keterangan : 1. Menteri 2. Sesmen 3. Pejabat Eselon I (sebagai penyelenggara) 4 9 Pejabat Eselon I, Eselon II, dan seterusnya

23 TATA TEMPAT DUDUK JAMUAN RESMI A. Tata Tempat Duduk Jamuan Resmi Tamu Negara Beserta Istri Pada Meja Bundar 3 4 2 1 Keterangan : 1. Menteri 2. Istri Tamu 3. Suami tamu 4. Istri Menteri

24 B. Tata Tempat Duduk Jamuan Resmi Tamu Negara (Tanpa Istri) Pada Meja Bundar 7 6 4 5 1 3 2 Keterangan : 1. Menteri 2. Tamu terhormat 3. Pejabat Senior Republik Indonesia 4 7 Pejabat Eselon I, Eselon II, dan seterusnya

25 C. Tata Tempat Duduk Dalam Pertemuan/Tatap Muka (Theater) Keterangan: - Tata tempat duduk Menteri dan pejabat yang mendampingi pada meja depan, sama dengan tata tempat posisi duduk berjajar pada garis yang sama.