PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEHATAN IBU, BAYI DAN ANAK BALITA

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN HIV DAN AIDS MELALUI PENDIDIKAN

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV & AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

PENANGGULANGAN HIV / AIDS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG. PENANGGULANGAN HIV dan AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

BAB II LETAK GEOGRAFIS. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Pekanbaru terletak di Jl. Melur No. 103, Adapun Visi KPA

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

KEPALA DESA KALIBENING KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DESA KALIBENING KECAMATAN DUKUN NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2014

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BUPATI BELITUNG. Selatan. C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc 1

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 40 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA ELATAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI

Revisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS/ ACQUIRED IMUNODEFICIENCY SYNDROME

Transkripsi:

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak Balita, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pelayanan Kesehatan Reproduksi; Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 h ayat (1), Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3886); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 4235); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4337) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 5063) 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3609); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);

1 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4031); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak Balita (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 40); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat. 4. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 5. Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, bukan hanya bebas dari penyakit/kecacatan, tetapi semua yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi, dan prosesnya 6. Pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk meningkatkan, memelihara, mencegah, mengobati dan memulihkan kesehatan perorangan dan masyarakat. 7. Pelayanan kesehatan reproduksi meliputi pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, Keluarga Berencana, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi, termasuk IMS-HIV/AIDS. 8. Pendanaan kesehatan reproduksi adalah tatanan yang menghimpun berbagai sumber pembiayaan dari upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya keuangan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 9. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 10. Fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi adalah tempat untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi meliputi sarana kesehatan milik pemerintah, swasta dan masyarakat.

2 11. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. 12. Ibu adalah wanita usia subur yang masih dapat hamil, sedang hamil, bersalin, nifas dan menyusui. 13. Ibu Nifas adalah ibu dalam masa 6 (enam) jam sampai dengan 42 (empat puluh dua) hari setelah melahirkan. 14. Bayi baru lahir atau disebut neonatal adalah anak usia 0 (nol) sampai 28 (dua puluh delapan) hari. 15. Bayi adalah anak usia 0 (nol) sampai dengan 11 (sebelas) bulan 29 (dua puluh sembilan) hari. 16. Masa remaja adalah usia 10-19 tahun, merupakan masa yang khusus dan penting, karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas. 17. Sektor Usaha Swasta adalah kantor dan atau perusahaan yang berbadan hukum yang mempekerjakan kaum perempuan. 18. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) adalah infeksi pada saluran reproduksi yang dapat menyerang laki-laki dan perempuan, yang disebabkan oleh organisme yang biasanya berada di saluran reproduksi, atau diperoleh dari luar selama melakukan hubungan seks atau karena prosedur pengobatan/tindakan. 19. HIV (Human Immunodefficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan AIDS (Acquired Immuno-Defficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh. 20. KB Pasca Persalinan dan keguguran adalah pemanfaatn/ penggunaan metode kotrasepsi sampai 42 hari sesudah bersalin/keguguran. 21. PMTCT (Prevention Mother To Child Transmission) adalah memutus mata rantai penularan HIV/AIDS dari 22. Ibu pengidap HIV/AIDS kepada anaknya. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Peraturan Gubernur ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman SKPD terkait lingkup pemerintah provinsi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi. Pasal 3 Tujuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi adalah meningkatnya kualitas hidup manusia melalui upaya peningkatan kesehatan reproduksi dan pemenuhan hakhak reproduksi dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender melalui : a. peningkatan komitmen para penentu dan pengambil kebijakan dari berbagai pihak terkait, baik pemerintah dan non pemerintah; b. peningkatan efektivitas penyelenggaraan upaya kesehatan reproduksi komprehensif melalui peningkatan fungsi, peran dan mekanisme kerja di provinsi; dan

3 c. peningkatan keterpaduan pelaksanaan upaya kesehatan reproduksi komprehensif bagi seluruh sektor terkait di provinsi, yang mengacu pada kebijakan dan strategi nasional kesehatan. BAB III PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI Bagian Kesatu Ruang Lingkup Pasal 4 Ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi : a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir; b. Keluarga Berencana; c. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi (ISR), termasuk IMS- HIV dan AIDS; dan d. Kesehatan reproduksi remaja. Bagian Kedua Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Pasal 5 (1) Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir, termasuk bedah sesar dan tranfusi darah. (2) Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dapat diberikan di berbagai tingkat pelayanan kesehatan seperti : Poskesdes, Puskesmas, Rumah Sakit, klinik / Rumah Bersalin, dan lain-lain; (3) Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Instansi yang berwenang.. Bagian Ketiga Pelayanan Keluarga Berencana Pasal 6 (1) Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada pasangan usia subur yang istrinya 4 Terlalu (terlalu muda, terlalu banyak anak, terlalu dekat jarak kehamilan dan terlalu tua). (2) Pelayanan KB diberikan sesuai standar mutu pelayanan, diawali dari KB pasca persalinan dan pasca keguguran. (3) Pelayanan KB memasukkan unsur pencegahan IMS termasuk HIV dan AIDS. (4) Tanggungjawab dalam kesertaan KB merupakan tanggungjawab pasangan usia subur dan seluruh komponen masyarakat. (5) Petugas kesehatan wajib memberikan informasi mengenai keuntungan dan kelemahan masing-masing metode kontrasepsi serta kontra indikasi pemakaian berbagai metode kontrasepsi.

4 Bagian Keempat Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) termasuk IMS-HIV dan AIDS Pasal 7 (1) Pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan dengan memutuskan mata rantai penularan yang terjadi melalui hubungan seksual yang berisiko, penggunaan jarum suntik tidak steril dan PMTCT. (2) Kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan organisasi profesi masyarakat bisnis, LSM, pemuka agama, keluarga dan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA dan OHIDHA). (3) Mengotimalkan kinerja Komisi Penanggulangan AIDS dalam pelaksanaan program melalui jejaring yang sudah dibentuk di masing-masing sektor terkait. (4) Melaksanakan surveilance HIV dan IMS. (5) Memberikan informasi yang benar tentang HIV dan AIDS. (6) Melaksanakan monitoring dan evaluasi program secara berkala, terintegrasi dengan menggunakan indikator-indikator pencapaian dalam periode tahunan maupun lima tahunan. Bagian Kelima Kesehatan Reproduksi Remaja Pasal 8 (1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja meliputi penanganan anemia gizi, penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, yang mengarah kepada penularan IMS, HIV dan AIDS, kehamilan remaja/pranikah, pencegahan aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan; (2) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja diberikan dalam bentuk pembinaan; (3) Pembinaan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk memberikan informasi dan pegetahuan yang berhubungan dengan perilaku hidup sehat bagi remaja. (4) Pembinaan dimaksud pada ayat (3) meliputi : a. perkembangan fisik, kejiwaan dan kematangan seksual remaja; b. proses reproduksi yang bertanggungjawab c. pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan perempuan; d. persiapan pranikah; dan e. kehamilan dan persalinan serta pencegahannya. (5) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan dan pusat-pusat informasi konseling kesehatan remaja reproduksi (PIK-KRR), yang terdapat di sekolah-sekolah. (6) Tata cara PIK-KRR yang dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Instansi yang berwenang.

5 BAB IV PENYELENGGARA Umum Pasal 9 (1) Arah kebijakan, strategi dan program reproduksi dan hak-hak reproduksi dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dilakukan upaya terpadu antara berbagai sektor pemerintah (provinsi, kabupaten/kota, kecamatan), DPRD provinsi dan kabupaten/kota, LSM, dan lembaga non pemerintah, sektor swasta dan dunia usaha, tenaga profesional dan organisasi profesi, perguruan tinggi dan masyarakat. (2) Keterpaduan dari lintas sektor dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif khususnya SKPD dilaksanakan secara koordinatif sesuai dengan Tugas pokok dan fungsinya Bagian Kesatu Peran Pemerintah Provinsi Pasal 10 (1) Menentukan kebijakan umum dan strategi program Kesehatan Reproduksi yang cocok dan realistis untuk dilaksanakan di provinsi. (2) Melaksanakan Monitoring dan evaluasi program Kesehatan Reproduksi. (3) Melaksanakan koordinasi Program Kesehatan Reproduksi antara unsur pemerintah, LSM, organisasi profesi dan pihak swasta melalui Forum Komisi Kesehatan Reproduksi. (4) Mengupayakan anggaran yang memadai dalam rencana strategis daerah untuk mensukseskan Program Kesehatan Reproduksi khususnya untuk pelaksanaan program, penyediaan sarana dan prasarana, pendidikan, pelatihan dan penelitian. Bagian Kedua Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 11 (1) Menempatkan Kesehatan Reproduksi sebagai prioritas dalam pembangunan provinsi (2) Menetapkan peraturan yang terkait dengan pelayanan kesehatan reproduksi (3) Menetapkan alokasi anggaran yang memadai untuk program kesehatan reproduksi di tingkat provinsi. Bagian Ketiga Peran Masyarakat, LSM, dan Sektor Swasta Pasal 12 (1) Melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi dalam program kesehatan reproduksi dengan meningkatkan akses dan mutu pelayanan.

6 (2) Membantu pemerintah dalam hal penyediaan sumber daya (sarana prasarana pendukung) yang diperlukan untuk menyukseskan program. (3) Melaksanakan kegiatan inovatif yang dapat mempercepat pencapaian dan meningkatkan kualitas program. (4) Membantu program dalam upaya advokasi, KIE, pendidikan dan pelatihan. (5) Mengenal masalah kesehatan reproduksi dan mengambil tindakan yang diperlukan dengan bantuan teknis dari petugas kesehatan. Bagian Keempat Peran Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi Pasal 13 (1) Menentukan, memonitor dan mengevaluasi standar profesional dari berbagai prosedur dilihat dari pendekatan teknis program. (2) Menentukan jenis teknologi yang digunakan dan berdaya guna. (3) Melakukan penelitian dan pengembangan inovasi baru untuk menunjang program. (4) Membantu dalam berbagai jenis pendidikan, pelatihan dan penambahan pengetahuan dan keterampilan bagi petugas pelaksana program. BAB V PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 14 (1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan pelayanan kesehatan reproduksi secara berkesinambungan dan berkelanjutan. (2) Pembinaan pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan dan lintas sektor terkait di Provinsi NTB (3) Pembinaan pelayanan kesehatan reproduksi yang dimaksud pada ayat (1) adalah : a. fasilitasi dan konsultasi teknis pelayanan kesehatan reproduksi b. akses pelayanan kepada masyarakat c. target/indikator sera pencapaian pelayanan kesehatan reproduksi. d. koordinasi pelayanan kesehatan reproduksi e. sistem informasi kesehatan reproduksi. (4) Pembinaan pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan dan lintas sektor terkait di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

7 Bagian Kedua Pengawasan Pasal 15 (1) Gubernur melalui pejabat atau Tim yang ditunjuk melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi baik yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi; b. standar kinerja tenaga pelayanan kesehatan reproduksi; c. standar sarana dan prasarana kesehatan reproduksi; dan d. standar operasional prosedur pelayanan kesehatan reproduksi. Bagian Ketiga Pelaporan Pasal 16 (1) Setiap tenaga kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan reproduksi diwajibkan melaporkan pelaksanaan kegiatannya secara berkala atau sewaktuwaktu jika diperlukan. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Gubernur melalui pejabat yang ditunjuk

8 BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ditetapkan di Mataram pada tanggal GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, ttd. Diundangkan di Mataram pada tanggal SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB, H. M. ZAINUL MAJDI ttd. H. MUHAMMAD NUR BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2012 NOMOR 167