PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG SEMPADAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI UTARA;

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

BUPATI ACEH TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERRLINDUNGAN MATA AIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

Dengan Persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 10

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perda No. 6 / 2002 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

BUPATI BANGKA TENGAH

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 48 TAHUN : 2004 SERI : C

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN, PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENYERAHAN ASET BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DARI PENGEMBANG KEPADA PEMERINTAH DAERAH

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 14 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 5 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG SEMPADAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI UTARA; Menimbang : a. bahwa sumber air merupakan unsur utama yang vital, mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup masyarakat dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air semakin meningkat, sehingga sumber air perlu dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial; kelestarian lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras; b. bahwa sehubungan dengan huruf a di atas dipandang perlu untuk menetapkan Garis Sempadan Sumber Air yang merupakan garis batas luar penggunaan sumber air dari daya lainnya sebagai salah satu upaya tercapainya kelestarian fisik dan kelangsungan fungsi sumber air, serta dalam rangka menunjang terciptanya Iingkungan sehat, tertib, teratur dan indah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas, dipandang perlu mengatur dan menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Utara. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 jo UndangUndang Nomor 13 Tahun 1964 tentang antara lain Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687); 3. Undciog-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia (ahun 1981 Nomor to, lam Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4434); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3441); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3441); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 20. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengolahan Kawasan Lindung; 21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata dan Cara Persyaratan Ijin Pengguriaan Air dan atau Sumber Air; 22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/ 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 24. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Nomor 8 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara; 25. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Utara Nomor 4 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2005-2010 Propinsi Sulawesi Utara; 26. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Utara Nomor 4 Tahun 2006 tentang

Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi Utara. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA DAN GUBERNUR SULAWESI UTARA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA TENTANG SEMPADAN SUMBER AIR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : a. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; d. Otonomi Daerah adalan hak, wewenang dan kewajiban Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan; e. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemeri4 kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; f. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu; g. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa dari pemerintah Propinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau desa serta pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu; h. Daerah adalah Propinsi Sulawesi Utara; i. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Utara; j. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Propinsi Sulawesi Utara; k. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi Utara; l. Instansi terkait adalah instansi yang terlibat dalam penanganan, penataan dan pembangunan di daerah sempadan sumber air; m. Sempadan adalah pemanfaatan lahan di kiri/kanan sungai untuk kelangsungan hidup masyarakat; n. Daerah Sempadan Sumber Air yang selanjutnya disebut daerah sempadan adalah kawasan tertentu disekelilina, disepanjang kiri kanan Batas dan di bawah sumber air yang dibatasi oieh garis sempadan; o. Sumber air adalah tempat atau wadah ar alami dan/ atau buatan yang terdapat pada, diatas, ataupun dibawah permukaan tanah, meliputi mata air, sungai, situ, danau, waduk dan rawa; p. Mata air adalah sumber-sumber air baik yang terdapat diatas tanah maupun bawah

permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian air yang terdapat dilaut; q. Garis Sempadan adalah garis batas luar daerah sempadan; r. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah jaringan pengairan air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan; s. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai dalam hai ini bangunan bendungan dan berbentuk pelebaran alur/badan/ palung sungai; t. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh meienihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan; u. Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi dan biologis; v. Daerah Sempadan Mata Air untuk kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi fisik dan kelangsungan fungsi mata air; w. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2; x. Daerah Akan Sungai Suatu Wilayah adalah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas didarat merupakan pemisah topografis dan batas dilaut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan; y. Dangui.an Sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai; z. Daerah Manfaat Sungai adalah mata air, palung sungai dan daerah sempadan sungai yang telah dibebaskan; aa. Daerah penguasaan sungai adalah daratan banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan yang sudah dibebaskan; bb. Bekas Sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi; cc. Tepi Sungai adalah batas luar palung sungai; dd. Banjir Rencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu; ee. Bantaran Sungai adalah iahan pada kedua sisi sepanjang paling sungai dihitunq dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. BAB II LINGKUP PENGATURAN Pasal 2 (1) Lingkup pengaturan daerah Sempadan sumber air lintas Kabupaten/Kota yang dikelola oleh Pemerintah Daerah meliputi : a. Penetapan garis sempadan, sumber air; b. Penataan daerah sempadan; c. Pemanfaatan daerah sempadan; d. Pengaturan bangunan di pinggir garis sempadan; e. Pernbinaan dan pengawasan. (2) Dalam pengelolaan daerah sempadan sumber air Iintas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah bekerjasama dengan Pemerintah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayahnya; (3) Dalam pemanfaatan daerah sempadan sumber air dapat dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB III MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 3 (1) Penetapan daerah Sempadan sumber air dimaksudkan sebagai upaya perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sumber daya air serta penataan bangunan di pinggir sumber air, perlindungan niasyarakat dari daya rusak air, penataan lingkungan dan pengembangan potensi ekonomi agar dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya; (2) Penetapan daerah Sempadan somber air bertujuan agar : a. Fungsi sumber air tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya; b. Kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilal manfaat sumber air agar dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga kelestarian fisik dan kelangsungan fungsi sumber air; c. Daya rusak air pada sumber air dan lingkungannya dapat dibatasi dan dikendalikan; d. Pembangunan dan/atau bangunan di pinggir sumber air wajib memperhatikan kaidah kaidah ketertiban, keamanan, keserasian, kebersihan dan keindahan daerah Sempadan sumber air; e. Para penghuni dan/atau pemanfatan bangunan serta lahan di pinggir sumber air wajib herperan aktif dalam memelihara kelestarian sumber air. BAB IV PENETAPAN GARIS SEMPADAN Pasal 4 (1) Penetapan garis sempadan di sekeliling dan di sepanjang kin kanan sumber air dapat dibagi dalam dua kategori yaitu : a. Penetapan Garis Sempadan pada lokasi telah terbangun; b. Penetapan Garis Sempadan pada lokasi belum terbangun. (2) Penetapan Garis Sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan cleh Gubernur dilengkapi dengan peta situasi, dengan mempertimbangkan kriteria sebagai berikut : a. Perencanaan kapasitas daya tampung sumber air; b. Kondisi tanah tebing sumher air; c. Bangunan perlindungan tebing sumber air; d. Jalur lintasan pemeliharaan sumber air; e. Pengaruh pasang surut air laut. Pasal 5 Khusus untuk mata air, sungai, situ, danau, waduk dan rawa pada lokasi yang belum terbangun, harus mempertimbangkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasat 4 ayat (2) dan batas minimal garis sempadan math air, sungai, situ, danau, waduk dan rawa. Pasal 6 Garis sempadan mata air ditetapkan sekurang-kurangnya dengan radius 200 (dua ratus) meter disekitar math air. Pasal 7 (1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan sebagai berikut : a. Diluar kawasan perkotaan ditetapkan sekurangkurangnya 5 (lima) meter diukur dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul; b. Didalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter diukur dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. (2) Penetapan garis sempadan sungai bertanggul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bergeser sebagai akibat kegiatan memperkuat, memperlebar dan meninggikan

tanggul. Pasal 8 Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan sebagai berikut : a. Diluar kawasan perkotaan ditetapkan sekurangkurangnya 50 (lima puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; b. Didalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Pasal 9 Garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut ditetapkan sekurang - kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan berfungsi sebagaijalur hijau. Pasal 10 Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan, adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan. Pasal 11 (1) Garis sempadan situ, danau, waduk dan rawa ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. (2) Untuk rawa yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi rawa ke arah darat dan berfungsi sebagai jatur hijau. BAB V PENATAAN DAERAH SEMPADAN SUMBER AIR Pasal 12 Penataan daerah sempadan sumber air harus : a. bebas dari bangunan permanen, semi permanen dan permukiman; b. bebas dari pembuangan sampah, limbah padat dan!imbah cair yang berbahaya terhadap lingkungan; c. memperhatikan jalur Nau d. mengganggu ketangsungan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air. BAB VI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN Pasal 13 (1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat ditakukan untuk kegiatan-kegiatan : a. budidaya pertanian dengan jenis tanaman tertentu; b. pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan serta rambu-rambu pekerjaan; c. pemasangan jaringan kabel dan jaringan perpipaan baik di atas maupun di dalam tanah; d. pemancangan tiang dan pondasi prasarana transportasi; e. penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat ekonomi dan sosial kemasyarakatan Iainnya yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian fisik dan kelangsungan fungsi sumber air; f. pembangunan prasarana lalulintas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air. (2) Pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoteh izin dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara dengan Rekomendasi tertulis

terlebih dahulu dari Pemerintah Kabupaten/ Kota dengan mempertimbangkan aspekaspek kelestarian sumber air serta kaidah pemanfaatan yang berkelanjutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Gubernur dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan yang merupakan tahan masyarakat untuk membangun jalan inspeksi dan atau bangunan pengairan yang diperlukan dengan ketentuan lahan tersebut dibebaskan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 14 Pemanfaatan lahan baik di daerah sempadan maupun di luar garis sempadan wajib tunduk dan taut terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta ikut secara aktif dalam usaha pelestarian fisik dan kelangsungan fungsi sumber air. Pasal 15 Pembangunan fasilitas umum dan/atau khusus yang melintas di atas maupun di bawah dasar sumber air, harus mempertimbangkan ruang bebas di atas permukaan air tertinggi serta dasar sumber air yang terendah. BAB VII BANGUNAN DI PINGGIR GARIS SEMPADAN Pasal 16 (1) Pembangunan bangunan hunian dan/atau sarana pelayanan umum yang didirikan diluar batas garis sempadan sumber air harus mempunyai penampang muka atau bagian muka yang menghadap ke sumber air; (2) Pernbangunan bangunan hunian dan / atau sarana pelayanan umum yang didirikan dipagar batas gars sempadan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan izin dari UPTD Wilayah Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten/Kota; (3) Bagi bangunan yang sudah terbangun dan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1) dan (2) harus segera menyesniken paling IE.mbat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Daerah ini. BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 17 (1) Setiap orang, Iembaga atau organisasi kemasyarakatan mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pelestarian daerah sempadan sesuai dengcn peraturan perundangundangan yang berlaku; (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diiaksanakan melalui kegiatan secara aktif, partisipatif, inovatif dan berkesinambungan. BAB IX LARANGAN Pasal 18 Pada Daerah sempadan dilarang melakukan kegiatankegiatan : a. Membuang sampah domestik, sampah industri, limbah padat dan limbah cair; b. Mendirikan bangunan, permanen untuk hunian atau tempat usaha; c. Merusak/membongkar, menghilangkan bangunan milik Pemerintah untuk pelayanan umum.

BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 19 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, merupakan tangaung jawab Gubernur yang secara teknis operasionai dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum; (2) Dinas dan atau instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini wajib melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur dengan tembusan kepada Bupati/Walikota Kabubaten/Kota dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Pasal 20 Untuk kepentingan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, setup pengguna daerah sempadan wajib memberikan kesempatan kepada petugas untuk mengadakan pemeriksaan serta memperlihatkan data yang diperlukan. BAB XI PEMBIAYAAN Pasal 21 Sumber pembiayaan pengelolaan sempadan sumber air dapat berasal dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota; b. Sumber dana masyarakat sebagai kegiatan swadana; c. Sumber dana perusahaan negara dan swasta; d. Sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 22 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) dan 18 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah); (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran; (3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat tindak pidana yang mengakibatkan rusakoya sumber air dan prasarananya, mengoanggu upaya pengawetan air dan/atau mengakibatkan pencemaran lingkungan diancam Pidana sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku; BAB XIII PENYIDIKAN Pasal 23 (1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebaga:rnana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti tersangka dan merneriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda dan/atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan seldnjutnya meialui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. BAB XIV KETENTUAN DERALIHAN Pasal 24 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka izin-izin pemanfaatan daerah sempadan sumber air yang dikeluarkan sebelum Peraturan Daerah ini, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Hal - hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan tebih lanjut oleh Gubernur. Pasal 26 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Sulawesi Utara. Diundangkan di ivianado Pada tanggal 19 Desember 2006 Plt. SEKRETARIS DAERAH ttd R.J. MAMUAJA Ditetapkan di Manado pada tanggal 12 Desember 2006 GUBERNUR SULAWESI UTARA TTD S. H. SARUNDAJANG LEMBARAN DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 10 TAHUN 2006

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG SEMPADAN SUMBER AIR Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, maka untuk keseimbangan antara kebutuhan dan garis sempadan, pemanfaatan daerah semoadan serta penggunaan bangunan di pinggir garis sempadan. Bahwa untuk maksud tersebut diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Utara tentang Sempadan Sumber Air. Dalam Peraturan Daerah ini diatur ketentuan-ketentuan mengenai penetapan garis sempadan, penataan daerah sempadan Sumber air, pemanfaatan daerah semoadan, bangunan di pinggir garis sempadan, peran serta masyarakat dan larangan-larangan. Penjelasan Pasal Demi Pasal Pasal 1 s/d 26 : Cukup jelas