BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. di seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju, namun negara. yang penting bagi kemajuan sebuah bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

WACANA HUKUM VOL.VIII, NO.1, APRIL 2009 PERANAN PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP MACAM ALAT BUKTI DALAM RUU KUHAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pembahasan, hasil penelitian yang penulis

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB IV. A. Proses Pembuktian Pada Kasus Cybercrime Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Juncto

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

KETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB IV ANALISIS SIDIK JARI SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Analisis Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM INFORMASI ELEKTRONIK DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA TERORISME ANDRE TANJUNG ORISA/ D PEMBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan teknologi informasi tersebut antara lain ditandai dengan maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone hingga komputer yang semakin canggih. Penggunaan media elektronik yang menyangkut teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa dan atau menyebarkan informasi merupakan hal yang sudah lazim dilakukan seseorang di zaman modern ini. Kemajuan teknologi menyebabkan kemudahan seseorang untuk dapat mengakses apa saja yang dibutuhkan baik mengenai informasi, transaksi, dan banyak hal lagi lainnya. Pemanfaatan teknologi informasi telah banyak mengubah perilaku manusia. Perkembangan penggunaan alat komunikasi secara elektronik memiliki keuntungan antara lain efisiensi, kecepatan dan kemudahan dalam melakukan kegiatan, namun muncul kekhawatiran ketika alat komunikasi secara elektronik akan disalahgunakan untuk keuntungan pribadi dan merugikan orang lain. Untuk mengatasi penyalahgunaan penggunaan media elektronik, pendekatan hukum sangat diperlukan guna memperoleh kepastian hukum. Pendekatan hukum juga diperlukan untuk menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan bukti elektronik, antara lain pencemaran nama baik, pembunuhan yang terekam CCTV, penipuan dalam transaksi bisnis. 1

2 Untuk menyelesaikan kasus dengan media elektronik aparat penegak hukum masih sering menghadapi permasalahan dalam pembuktian. Permasalahan dalam pembuktian ini terjadi karena pembuktian menggunakan bukti elektronik pada persidangan perkara pidana umum masih menjadi hal yang diperdebatkan mengenai keabsahannya. Sebagaimana dapat kita ketahui bahwa mengenai informasi elektronik merupakan hal baru dalam hukum pidana di Indonesia. Dalam hukum acara pidana di Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tidak mengenal informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah. Dalam tulisan ini pembahasan dibatasi hanya pada kekuatan bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana umum. Sistem pembuktian dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti yang ada belum memuat mengenai alat bukti elektronik. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP jenis alat bukti ada lima yaitu, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Kenyataan saat ini banyak sekali muncul kejahatan yang berkaitan dengan dunia maya yang menggunakan bukti elektronik untuk mengungkap proses pembuktian perkara pidana. Guna mengantisipasi meningkatnya tindak pidana dengan menggunakan informasi dan elektronik, pada tahun 2008 telah diterbitkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Keberadaan Undang-undang ini memberikan pengakuan terhadap alat bukti elektronik. Pembuktian pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sendiri bersifat Lex Specialis dari

3 KUHAP karena mengatur keberlakuan pembuktian tindak pidana di dunia maya. Berkaitan dengan tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari kebenaran materiil maka proses pembuktian merupakan suatu tahap yang sangat menentukan bagi hakim untuk memperoleh keyakinan untuk menjatuhkan putusan. Mengacu pada kelima alat bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka munculah suatu pertanyaan masuk kelompok manakah alat bukti elektronik itu. Mengingat surat elektronik dan dokumen elektronik pada intinya merupakan data yang dituangkan dalam bentuk elektronik yang belum diatur dalam KUHAP, maka untuk menentukan apakah surat elektronik dan dokumen elektronik masuk ke dalam kategori alat bukti berupa surat merupakan suatu hal yang tidak mudah. Sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara pidana Indonesia adalah sistem pembuktian berdasarkan Undang-undang secara negatif atau Negatief Wettelijke, yaitu hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana berdasarkan dua alat bukti yang sah menurut Undang-undang dan berdasarkan kedua alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bersalah atau tidaknya terdakwa. Hakim tidak boleh menggunakan alat bukti selain yang diatur dalam Undang-undang. Dewasa ini informasi elektronik telah dapat dijadikan sebagai alat bukti pada kasus-kasus yang bersifat khusus, sebagaimana Undang-undang telah mengaturnya sebagai alat bukti yang sah seperti dalam kasus tindak pidana Korupsi (Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui pada Undang-

4 undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999) yang dalam Pasal 26 A menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 188 ayat (2) KUHAP, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari : 1. alat bukti lain berupa informasi lain yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa. 2. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang dalam kertas, benda fisik apapun selain kertas. Di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang mengatur tentang alat bukti yang berupa informasi elektronik sebagai berikut dokumen adalah data rekaman yang dapat dilihat, dibaca, didengar dan dikeluarkan dan atau dengan bantuan sarana baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada : 1. tulisan, suara, atau gambar 2. peta, rancangan, foto, 3. huruf, tanda, angka, simbol, atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kemudian telah ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan

5 Pemerintah Pengganti Undang-undang yang pada Pasal 27 menyebutkan bahwa alat bukti pemeriksaan terorisme meliputi : 1. alat bukti sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP 2. alat bukti lain berupa informasi lain yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat bukti atau yang serupa dengan itu 3. data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca atau didengar baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik selain kertas, yang terekam secara elektronik tetapi tidak terbatas pada 1. Tulisan, suara, atau gambar; 2. Peta, rancangan, foto atau sejenisnya 3. Huruf, tanda, angka, simbol yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Selanjutnya data elektronik sebagai alat bukti dapat juga ditemukan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Ataas Undang-undang Kepabean. Kebutuhan terhadap bukti elektronik dalam peradilan tindak pidana umum telah diakomodasi dalam RUU Undang-undang Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pada draft bulan Desember Tahun 2012 mengenai bukti elektronik sebagai alat bukti (Pasal 175) yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah mencakup : 1. barang bukti 2. surat-surat;

6 3. bukti elektronik; 4. keterangan seorang ahli; 5. keterangan seorang saksi; 6. keterangan terdakwa; 7. pengamatan hakim Pengertian alat bukti elektronik menurut Pasal 175 RUU KUHAP adalah informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau informasi yang dilihat, dibaca atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka yang memiliki makna. Hukum acara pidana Indonesia dewasa ini mengenal alat bukti informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah masih terbatas untuk tindak pidana khusus seperti yang diuraikan diatas seperti korupsi, tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana kepabean. Untuk tindak pidana umum masih menjadi pro dan kontra karena didalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana alat bukti elektronik tidak dikenal sebagai alat bukti yang sah. Belum adanya ketentuan yang mengatur tentang keabsahan bukti elektronik pada pembuktian persidangan perkara pidana umum tentu

7 menjadi permasalahan yang dihadapi aparat penegak hukum saat ini. Dalam menggunakan bukti elektronik pada pembuktian peridangan perkara pidana umum tentu akan menyebabkan terjadi pro dan kontra mengenai apa saja yang termasuk bukti elektronik, apa syarat bagi bukti elektronik hingga dapat dijamin keasliannya, dan tentu saja bagaimana kekuatan pembuktian bukti elektronik. Bertolak dari latar belakang pemikiran diatas maka penulis dalam penulisan hukum ini mengambil judul tentang Kekuatan Pembuktian Bukti Elektronik Dalam Persidangan Perkara Pidana Umum. B. Perumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah tersebut dapat disimpulkan Perumusan Masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana interpretasi hukum untuk mempertimbangkan bukti elektronik dalam proses peradilan perkara pidana umum? 2. Bagaimana kekuatan bukti elektronik pada peradilan pidana umum? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan Perumusan Masalah yang dikemukakan, maka Tujuan Penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan data guna mengetahui dan menjelaskan interpretasi hukum bukti elektronik pada persidangan perkara pidana umum. 2. Untuk mendapatkan data dan menjelaskan kekuatan bukti elektronik pada pembuktian persidangan perkara pidana umum.

8 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum khususnya perkembangan hukum acara pidana dalam proses pembuktian pada persidangan perkara pidana umum. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan dan membuat peraturan-peraturan yang terkait dengan Kekuatan Bukti Elektronik pada proses persidangan perkara pidana umum. b. Bagi Aparat Penegak Hukum Sebagai bahan agar pertimbangan agar dapat meggunakan Alat Bukti Elektronik sebagai alat bukti yang sah pada proses persidangan perkara pidana umum dengan dengan syarat dapat dijamin keaslian dari Bukti Elektronik tersebut. c. Bagi Peneliti Penelitian hukum tentang Kekuatan Pembuktian Bukti Elektronik diharapkan dapat menambah wawasan serta pemahaman peneliti mengenai Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Elektronik pada persidangan perkara pidana umum. Manfaat berikutnya adalah diharapkan penulis dapat mengetahui secara jelas apa kendala yang dihadapi sehingga belum ada perundang-undangan yang mengatur Kekuatan Bukti Elektronik pada persidangan perkara pidana umum.

9 E. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan hasil karya peneliti dengan judul Kekuatan Pembuktian Bukti Elektronik Dalam Persidangan Perkara Pidana Umum dan bukan merupakan plagiasi atau duplikasi dari karya peneliti yang lain. dilakukan adalah: Hal yang membedakan dengan karya penelitian lain yang pernah 1. Mukhlis, NPM 07360013 dari Fakultas Syari ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta melakukan penelitian pada Tahun 2001. a. Judul: Kedudukan Alat Bukti Elektronik Dalam Pembuktian Hukum Pidana (Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Indonesia. b. Rumusan Masalah: 1) Bagaimana kedudukan Alat Bukti Elektronik dalam pembuktian di dalam hukum Islam dan hukum pidana Indonesia? 2) Bagaimana komparasi mengenai kedudukan Alat Bukti Elektronik dalam pembuktian di dalam hukim Islam dan hukum pidana Indonesia? c. Tujuan Penelitian 1) Untuk menjelaskan bagaimana kedudukan alat bukti elektronik dalam pembuktian di dalam hukum Islam dan hukum pidana Indonesia. 2) Untuk melakukan telah komperatif mengenai kedudukan alat bukti elektronik dalam pembuktian di dalam hukum Islam dan hukum

10 pidana Indonesia, terutama aspek persamaan dan perbedaan dalam pembuktian kedua hukum tersebut. d. Hasil Penelitian 1) Alat bukti elektronik di dalam hukum Islam dan hukum pidana di Indonesia merupakan alat bukti yang sah di dalam Pengadilan. Di dalam hukum Islam kedudukan alat bukti elektronik dilihat berdasarkan metode qiyãs (analogi), alat bukti elektronik diqiyãs kepada alat bukti pendapat ahli, qarinãh dan tulisan. Dengan persamaan illat berupa fungsi dari keduanya. Yaitu dapat samasama dapat memberikan kejelasan tentang suatu perkara sehingga dapat menimbulkan kekeyakinan pada hakim. Dengan demikian kedudukan alat bukti elektronik pada hukum Islam merupakan alat bukti yang sah. Dalam huku pidana Indonesia sendiri, kedudukan alat bukti telah diatur di dalam Undang-undangNo. 11 Tahun 2008 tentanng Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 5 ayat (1) dan (2). 2) Persamaan dan perbedaan alat bukti elektronik dalam hukum Islam dan hukum pidana Indonesia: a) Persamaan i. Hukum Islam dan hukum pidana Indonesia merupakan tatanan hukum yang dinamis. ii. Dari segi keabsahan, alat bukti elektronik sah sebagai alat bukti pada hukum Islam dan hukum pidana Indonesia.

11 iii. Alat bukti elektronik baik di hukum Islam maupun di hukum pidana Indonesia, tidak bisa dipisahkan lagi dengan pendapat ahli. Alasanya adalah karena kerumitan dalam memahami sehingga dapat dipastikan bahwa aparatur hukum masih buta dengan itu. b) Perbedaan I. Hukum Islam dan Hukum Indonesia berbeda dalam menganut sistem pembuktian. II. Titik tekan perbedaan antara hukum Islam dengan hukum pidana Indonesia mengenai alat bukti elektronik adalah pijakan dasar dalam penerapan hukum. Di dalam hukum Islam berdasarkan metode qiyãs, sedangkan di dalam hukum pidana Indonesia berdasarkan undang-undang. III. Dari segi kekuatan alat bukti elektronik di dalam pembuktian, hukum Islam berbeda dengan hukum pidana Indonesia karena perbedaan sistem pembuktian yang dianut. Hukum Islam menganut sistem pembuktian menurut undang-undang positif, sedangkan hukum pidana Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. 2. Aditya Galih Oktana, NPM 040508832 dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang telah melakukan penelitian pada tahun 2010. a. Judul Tinjauan Yuridis Terhadap Pembuktian Cyber Crime Dalam Perspektif Hukum Positif Di Indonesia

12 b. Rumusan Masalah 1) Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan proses pembuktian dalam tindak pidana Cyber Crime yang dapat dilakukan oleh perangkat hukum di Indonesia? 2) Kendala-kendala yuridis apa saja yang dihadapi oleh perangkat hukum di Indonesia untuk menangani para pelaku Kejahatan dunia maya terkait dengan masalah Cyber crime c. Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui, apakah hukum positif di Indonesia sudah mampu untuk menjerat para pelaku Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime), karena sebenarnya Kejahatan Dunia Maya telah memenuhi unsur-unsur obyektif dansubyektif dalam Hukum Positif di Indonesia. 2) Untuk mengtahui kendla yuridis apa saja yang dihadapi oleh pengadilan dalam menanggulangi Cyber Crime, serta kendalakendala pengadilan dalam melakukan proses penyidikan terkait dengan pengumpulan alat bukti kejahatan dunia maya (Cyber Crime). 3) Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pengadilan dalam melakukuan proses pembuktian pada para pelaku tindak pidana Cyber Crime, mengingat sulitnya proses pemidanaan terkait dengan sedikitnya alat bukti dalam tindak pidana tersebut.

13 d. Hasil Penelitian 1) Upaya-upaya yang dilakukan dalam pembuktian tindak pidana di dunia maya adalah : i. Dalam rangka mengungkap tindak pidana dunia maya, penyidik POLRI dapat bekerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. ii. Menggunakan keterangan atau pendapat para ahlitelematika yang mempunyai keahlian di bidangnya, dengan keterangan yang didapat tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutus suatu perkara berdasarkan alat bukti yang ada. iii. Dengan mengumpulkan dan mengamankan barang bukti digital untuk analisa lebih lanjut agar dapat dipertanggungjawabkan di persidangan. iv. Dengan melakukan pendekatan teknologi kepada aparat penegak hukum dan masyarakat, supaya dalam menangani kasus tindak pidana dunia maya tidak gagap teknologi dan dapat menyelesaikannya dengan pendekatan teknologi. 2) Kendala-kendala yang dihadapi oleh Penegak hukum dalam pembuktian tindak pidana dunia maya adalah : i. Kelemahan lain ada pada perangkat digital forensik (lab komputer forensik mabes POLRI) yang belum dimiliki secara

14 menyeluruh oleh POLRI di setiap daerah, mengingat penting keberadaannya dalam mencegah, maupun menangani kasuskasus yang berkaitan dalam Cyber Crime. ii. Kejahatan dunia maya ini serig melibatkan antar negara (transnasional) dan tidak mengenalbatas wilayah (borderless), dan diluar yuridiksi hukum Indonesia, dalam hal ini POLISI atau interpol kesulitan dalam melakukan penindakan dan pemeriksaan terhadap pelaku/operator yang sangat cerdik dalam menjalankan setiap modus kejahatannya. iii. Masih kurangnya sumber daya manusia dalam hal pengetahuannya tentang teknologi digital, kode-kode digital ditingkat POLRI, jaksa, hakim, shingga dalam menangani tindak pidana dunia mayamengalami hambatan dalam pembuktian. iv. Masih lemahnya peraturan Undang-undang yang mengatur tindak pidana di dunia maya, dan faktor ini yang dapat dimanfaatan oleh para pelaku tindak pidana dunia mayauntuk mencari celah-celah hukum agar lolos dai jerat hukum. F. Batasan Konsep 1. Pembuktian: Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undangundang membuktikan kesalahan yang didakwakan terhadap terdakwa. 1 1 M, Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka Kartini Penerbit Buku Bermutu P.T Sarana Bakti Semesta, 1985, hlm 797.

15 2. Bukti Elektronik: Bukti elektronik merupakan dokumen yang tersimpan dalam komputer atau alat elektronik lainnya. 3. Perkara Pidana Umum: Tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP), bukan yang diatur dalam Undang-undang Pidana Khusus dan Pidana Administrasi. G. Metodologi Penelitian Penelitian hukum yang dilakukan penulis ini merupakan penelitian secara normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian dilakukan/berfokus pada norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. 1. Sumber Data dari: Dalam penelitian hukum normatif data berupa data sekunder, terdiri a. Data sekunder adalah terdiri dari: 1) Bahan hukum primer : berupa peraturan perundang-undangan yang tata urutannya sesuai dengan Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku : a) KUHP b) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana c) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

16 d) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui dengan Undangundang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 e) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang f) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kemudian telah ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang. g) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Kepabeanan yang telah diperbarui dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2005. b. Bahan hukum sekunder: berupa fakta hukum, doktrin, asas-asas hukum, naskah RUU KUHAP, dan pendapat hukum dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, dan internet. 2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari materi yang akan dikaji, diklasifikasikan dan dipaparkan.

17 b. Wawancara dengan narasumber yaitu hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta yang bernama Putut Setiyanto, SH. Lokasi penelitian ini di Pengadilan Negri Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dilakukan dengan cara wawancara untuk mengkaji pendapat umum. 3. Analisis Data Analisis data dilakukan terhadap: a. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, sesuai dengan 5 tugas ilmu hukum normatif/dogmatif, yaitu deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum positif, analisis hukum positif, interpretasi hukum positif, dan menilai hukum positif. b. Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum dianalisis (dicari perbedaan dan persamaan pendapat hukum). c. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diperbandingkan, dan dicari ada tidaknya kesenjangan. 4. Proses Berpikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir/prosedur bernalar digunakan secara deduktif. H. Sistematika Skripsi Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 3(tiga) bab. Pada masing-masing bab terbagi dalam beberapa sub bab, sehingga mempermudah untuk mengetahui gambaran secara ringkas mengenai uraian yang dikemukakan dalam tiap bab.

18 BAB I : PENDAHULUAN Dalam BAB I yang berisi Pendahuluan ini penulis akan menulis mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, dan Metode Penelitian. BAB II : BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERKARA PIDANA UMUM Dalam BAB II berisi Pembahasan tentang kekuatan Bukti Elektronik dalam perkara pidana umum. Dalam BAB II ini penulis akan menguraikan lagi sub-sub bab pembahasan yang terdiri dari sub bab pertama yang menjelaskan sistem pembuktian dalam perkara pidana umum. Sub bab kedua memberikan penjelasan tentang pengertian bukti elektronik, macam bukti elektronik, perumusan bukti elektronik dalam berbagai hukum pidana positif di Indonesia dan masalah teknis pembuktian terhadap bukti elektronik. Sub bab ketiga berisi penjelasan tentang pendekatan interpretasi terhadap ketentuan alat bukti yang sah dalam KUHAP dan penerapan bukti elektronik dalam kasus tindak pidana umum. Dalam sub bab keempat akan memberikan penjelasan tentang syarat dan prosedur bukti elektronik yang dapat diajukan dalam proses pembuktian tindak pidana umum dan teknis penilaian terhadap kekuatan bukti elektronik dalam perkara tindak pidana umum. BAB III : PENUTUP Dalam BAB III Penulis akan menulis mengenai Kesimpulan dan Saran mengenai pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan Penulis.