Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1 Maret 2013 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling Agroforestry Landscape Roma Malau 1 Lahjie, A.M. 1 Simarangkir, B.D.A.S. 2 Hasid, Z. 3 1 Laboratorium Sosial Ekonomi, 2 Laboratorium Silvikultur, 3 Fakutas Ekonomi Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Jl. Ki Hajar Dewantara Gunung Kelua, Samarinda 75116 ABSTRACT. Based on the findings that the optimal production increment monoculture Teak and Durian reached the age of 20 years and 40 years, while the Mahoni at the age of 30 years. Optimal production of fruit Durian, Rambutan and Kopi reached the age of 25 years and 13 years. Income and production of the largest compared to modeling forest concessions the other (the other kind of combination) is a combination of exploitation Jati Durian, all kinds of modeling land worth the effort because forest have IRR greater than the value of MAR and exploitation Jati combined with durian has a value of at least narrow the scale and the average annual income of most large when compared to other modeling forest land. Keywords: increment optimal combination of plants, business scale ABSTRAK. Berdasarkan hasil penelitian bahwa produksi riap optimal Jati dan Durian monokultur dicapai pada umur 20 tahun dan 40 tahun, sedangkan Mahoni pada umur 30 tahun. Produksi optimal buah Durian, Rambutan dan Kopi dicapai pada umur 25 tahun dan 13 tahun. Pendapatan dan produksi yang terbesar dibandingkan dengan pengusahaan permodelan lahan hutan yang lainnya (jenis kombinasi yang lainnya) adalah Pengusahaan Jati kombinasi Durian, semua jenis permodelan lahan hutan layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai MAR dan pengusahaan Jati yang dikombinasikan dengan durian mempunyai nilai skala usaha paling sempit dan pendapatan ratarata tahunan yang paling besar jika dibandingkan dengan permodelan lahan hutan yang lainnya. Kata kunci: Riap optimal, Kombinasi tanaman, Skala usaha Penulis untuk korespondensi : surel: romamalau25@yahoo.co.id PENDAHULUAN Hutan memiliki peranan penting dalam mempengaruhi keberlanjutan lingkungan fungsi hutan yaitu dibagi menjadi produksi, lindung, konservasi dan lainlain. Berdasarkan strategi pembangunan jangka panjang kehutanan, hutan yang sudah tidak produktif akan dioptimalkan fungsinya kembali, oleh pemerintah hutan dimanfaatkan sebagai hutan tanaman. Hal tersebut telah mampu menarik banyak investor karena memiliki nilai ekonomi (benefit) yang tinggi sehingga pengelolaannya dilakukan oleh swasta (pengusaha), pemerintah hanya sebagai regulator (Anjasari, 2009). Dalam upaya untuk mempertahankan dan menambah kecukupan luas kawasan hutan salah satu alternatif solusinya adalah melakukan pembangunan Hutan Rakyat. Hutan Rakyat mempunyai peran positif baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Secara ekonomi, Hutan Rakyat dapat meningkatkan pendapatan, penyediaan lapangan kerja dan memacu pembangunan daerah. Dari aspek ekologi, Hutan Rakyat mampu berperan positif dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan (run off), memperbaiki
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 kesuburan tanah, dan menjaga keseimbangan tata air, hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan juga adalah kebutuhan akan kayu yang terus meningkat setiap tahun, keberadaan hutan alami baik luasan maupun produktivitasnya yang semakin menurun maka peranan hutan tanaman sangatlah penting. Hutan tanaman dapat dikembangkan pada areal hutan negara yang sudah tidak produktif ataupun pada areal milik masyarakat. Di lahan masyarakat umumnya dikembangkan hutan tanaman degan sistem agroforestri, dengan harapan dari lahan tersebut dapat dihasilkan komoditi lain sebelum kayunya siap dipanen sebagai hasil antara untuk meningkatkan pendapatan (Iskandar, 1999). Wanatani (agroforestri) sebagai sistem pemanfaatan lahan makin diterima oleh petani karena terbukti menguntungkan bagi pembangunan sosial ekonomi, sebagai ajang pemberdayaan masyarakat petani dan pelestarian sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan daerah pedesaan di dalam dan sekitar hutan. Menurut Lundgren (1982) dalam Lahjie (2003), agroforestri didefinisikan sebagai suatu sistem pemanfaatan lahan dimana tumbuhan pohon dan semak berinteraksi, secara ekologi dan ekonomi dalam suatu cara yang signifikan dengan tanaman pangan pertanian dan/atau hewan-hewan. Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan ke dalam pengelolaan yang terdiri atas, pengeloaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan ekologi yang sama kuat atau seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang berfungsi ekologi, dan pengelolaan hutan kebun kayu sebagai fungsi ekonomi. Saat sekarang telah ditetapkan bahwa pembangunan kehutanan dan perkebunan dititikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya hutan dan kebun pada kepentingan ekonomi, ekologi, dan sosial secara seimbang (Arief, 2005). Pengelolaan di tingkat lanskap atau bentang alam merupakan opsi agar proses perubahan yang membentuk dan mempengaruhi kondisi hutan dalam skala luas dan dalam waktu yang panjang dapat dipahami oleh perencana pembangunan. Pemahaman tersebut penting mengingat berbagai faktor harus dipertimbangkan oleh pengambil keputusan, disamping berbagai Kelompok masyarakat yang perlu diakomodasi interesnya dalam merencanakan alokasi penggunaan lahan. Pengambil keputusan memerlukan abstraksi yang sederhana dari kompleksitas kondisi yang harus dipertimbangkan. Sehubungan dengan uraian tersebut di sangat perlu dilakukan penelitian tentang analisis finansial dengan sistem agroforestri lanskap dengan fokus utama mengetahui berapa besar finansial yang diperoleh dalam suatu usaha tersebut maka dalam hal ini penulis mencoba untuk mengetahui besarnya riap, sarana produksi, analisis finansial dan analisis swot yang akan datang mampu menciptakan strategi untuk pengelolaan agroforestri landskap dan keuntungan ekonomi dalam jangka pendek dan pada periode jangka panjang akan menciptakan keuntungan sosial serta ekologis karena kriteria investasi sebagai dasar untuk kelayakan usaha selanjutnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan, untuk menganalisis dan mengkaji riap dari jenis pengelolaan sistem agroforestri layak dijadikan sebagai bahan baku industri kayu olahan, menganalisis umur optimum dan riap maksimal dari masing-masing jenis pengelolaan sistem agroforestri agar dapat ditentukan untuk kebutuhan industri kayu olahan, menganalisis secara finansial jenis pengelolaan sistem agroforestri dan menganalisis strategi ekonomi pengembangan lahan hutan dengan sistem agroforestri landskap. Hasil yang diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pemerintah dalam menentukan langkahlangkah dan startegi pengembangan yang akan diambil mengenai pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri. Di samping itu bagi petani sebagai bahan pengetahuan dan pertimbangan yang rasional sehingga dapat memilih alternatif pilihan kombinasi komoditi dengan sistem agroforestri yang dihasilkan dapat menjadi temuan dalam pencapaian pendapatan jangka panjang dan jangka pendek. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada hutan rakyat dengan sistem agroforestri yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara. Waktu yang diperlukan dalam melaksanakan penelitian ini adalah selama kurang lebih 2 tahun dari Desember 2012 sampai dengan Februari 2013 yang meliputi orientasi lapangan, penyusunan 40
Malau,R.,dkk: Analisis Investasi Permodelan..(1):39-45 rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data dan analisis data. Adapun objek penelitian yaitu petani atau masyarakat yang mengusahakan kayu hasil hutan rakyat dengan sistem agroforestri dari berbagai jenis yaitu di Kabupaten Kabupaten Kutai Kartanegara. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian berupa adalah tanaman pada hutan rakyat dengan sistem agroforestry, tongkat ukur, pita ukur kain, meteran, klinometer, kompas, kuesioner dan format isian, GPS (Global Positioning System), kamera foto untuk merekam kegiatan dan objek observasi, terutama objek-objek penting yang diseleksi dan ditampilkan dalam hasil penelitian ini. Penelitian ini mengkombinasikan metode telahan dokumentasi (documentation study) dari berbagai sumber data sekunder dan metode langsung (direct method), yaitu pengumpulan data primer di lapangan dengan teknik wawancara (interview), observasi lapangan (field observation) dan pengamatan langsung terhadap potensi tegakan, pengukuran diameter dilakukan pada diameter batang setinggi dada, perhitungan volume, menghitung riap volume rata-rata tahunan (MAI) dan analisis kelayakan finansial. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Finansial Permodelan Lahan Hutan Biaya-biaya yang diperlukan dalam pengusahaan permodelan lahan hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi pajak bumi dan bangunan serta upah gaji pekerja, sedangkan biaya variabel meliputi biaya perencanaan, biaya persiapan lahan, penyediaan bibit dan pengangkutannya, penanaman, penyulaman, penyiangan, penjarangan, pemeliharaan, pembuatan pondok jaga, pembelian pupuk dan peralatan dan biaya pemanenan. Rincian biaya yang diperlukan dalam permodelan lahan hutan pada masing-masing pengusahaan kebun hutan mempunyai daur yang berbeda sebagaimana pada lampiran. Adapun besarnya harga untuk masing-masing komoditas dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan harga kayu durian berdasarkan panjang dan diameternya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Harga-Harga Kayu dan Buah berdasarkan Harga Yang Berlaku di Pasaran Table 1. Price-Prices Wood and Fruit by Price Applicable in the Market Komoditi Harga Kayu jati hasil penjarangan Rp500.000/m 3 Kayu jati hasil panen antara Rp1.000.000/m 3 Kayu jati hasil panen akhir Rp3.000.000/m 3 Buah durian Rp10.000/kg Kopi Rp15.000/kg Buah rambutan Rp6.000/kg Kayu mahoni Rp400.000/m 3 Tabel 2. Harga Kayu Durian berdasarkan Panjang dan Diameter Table 2. Durian Timber prices based on length and diameter Panjang (cm) Diameter (cm) Harga (Rp.) 130-190 cm 200-250 cm 250 up 10-19 350.000 20-up 450.000 20-29 800.000 30-up 1.100.000 20-29 900.000 30-up 1.400.000 Berdasarkan harga-harga komoditi kayu dan buah, maka dapat dihitung pendapatan dari masing-masing jenis komoditi yang dituangkan dalam aliran kas sebagai berikut : Analisis Finansial Pengusahaan Jati secara Monokultur Aliran kas pengusahaan jati secara monokultur dengan daur 25 menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan jati secara monokultur selama 25 tahun sebesar Rp189.925.000 dan pendapatan kotornya sebesar Rp411.523.000, maka tanpa meperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 2,2. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp2,2. Kayu jati bisa dipanen mulai umur 10 tahun hingga umur 25 tahun dengan harga kayu disesuaikan dengan besarnya kelas diameter. Penjualan kayupun hanya 80% yang dijual secara utuh/keselurahan sedangkan yang 20% berupa kayu bakar. Pada umur 10 tahun dilakukan panen hasil penjarangan sebesar 34 m 3 dengan harga Rp500.00. Maka jumlah pendapatan yang didapat sebesar Rp.13.600.000 dan yang berupa kayu bakar sebesar R680.000. Pada umur 15 dan 20 tahun dilakukan panen antara sebesar 38 dan 57 m 3 dengan 41
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 total pendapatan yaitu Rp31.160.000 dan Rp46.740.000. Sedangkan panen akhir sebesar 131,96 m 3 didapatkan hasil sebesar Rp319.343.000. Dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp29.173.000 dan 1,43. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 6,9% dan pendapatan rata-rata per tahun (EAA) sebesar Rp2.069.896. Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp50.000.000/ KK/tahun, maka pengusahaan jati secara monokultur per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 24 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa pengusahaan jati secara monokultur pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (6,9%) lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Analisis Finansial Pengusahaan Jati dan Durian Aliran kas pengusahaan jati dan durian dengan daur 35 tahun menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan jati dan durian selama 35 tahun sebesar Rp259.986.000 dan pendapatan kotornya sebesar Rp530.994.000, maka tanpa meperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 2,04. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp2,04. Pengusahaan jati dan durian masing-masing menghasilkan pendapatan yang berbeda-beda. Buah durian bisa dipanen mulai umur 8 tahun hingga umur 35 tahun dengan besarnya produksi buah sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya dan produksi optimal dicapai pada umur 25 tahun dengan harga buah durian Rp10.000/kg menghasilkan total pendapatan sebesar Rp211.357.380. Kayu jati bisa dipanen mulai umur 10 tahun hingga umur 25 tahun dengan harga kayu disesuaikan dengan besarnya kelas diameter. Penjualan kayupun hanya 80% yang dijual secara utuh/ keselurahan sedangkan yang 20% berupa kayu bakar. Pada umur 10 tahun dilakukan panen hasil penjarangan sbesar 6,4 m 3 dengan harga Rp500.00. Maka jumlah pendapatan yang didapat sebesar Rp2.994.000. Pada umur 15 dan 20 tahun dilakukan panen antara sebesar 10,3 dan 26,6 m 3 dengan total pendapatan yaitu Rp9.373.000 dan Rp56.157.000. Sedangkan panen akhir sebesar 104,47 m 3 didapatkan hasil sebesar Rp322.777.000. Dengan memperhitungkan nilai waktu waktu dan dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp42.079.000 dan 1,62. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 7,5% dan pendapatan rata-rata per tahun (EAA) sebesar Rp2.569.838. Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp50.000.000/ KK/tahun, maka pengusahaan durian yang dicampur dengan jati per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 19 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukan bahwa pengusahaan durian yang dicampur dengan jati pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (7,5%) dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Analisis Finansial Pengusahaan Durian Secara Monokultur Aliran kas pengusahaan durian secara monokultur dengan daur 35 tahun menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan durian secara monokultur selama 50 tahun sebesar Rp243.490.000 dan pendapatan kotornya sebesar Rp608.007.000, maka tanpa meperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 2,5. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp2,5. Pengusahaan durian secara monokultur masingmasing menghasilkan pendapatan yang berbeda-beda. Adapun pendapatan dibagi menjadi dua yaitu pendapatan didapatkan dari hasil penjualan kayu dan hasil penjualan buah durian. Buah durian bisa dipanen mulai umur 15 tahun hingga umur 50 tahun dengan besarnya produksi buah sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya dan produksi optimal dicapai pada umur 40 tahun dengan harga buah durian Rp10.000/kg dan menghasilkan total pendapatan sebesar Rp453.000.000. sedangkan pendapatan yang berasal dari penjualan kayu menghasilkan total pendapatan 42
Malau,R.,dkk: Analisis Investasi Permodelan..(1):39-45 sebesar Rp155.007.000. Dengan memperhitungkan nilai waktu waktu dan dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp19.080.000 dan 1,37. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 6,1% dan pendapatan rata-rata per tahun (EAA) sebesar Rp1.045.140. Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp50.000.000/KK/tahun, maka pengusahaan durian secara monokultur per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 48 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukan bahwa pengusahaan durian secara monokultur pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (6,1%) dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Analisis Finansial Pengusahaan Durian dan Kopi Aliran kas pengusahaan durian yang dicampur dengan kopi dengan daur 35 tahun menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan durian dan kopi selama 35 tahun sebesar Rp208.358.000 dan pendapatan kotornya sebesar Rp382.215.000, maka tanpa meperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 1,83. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp1,83. Pengusahaan durian yang dikombinasikan dengan kopi masing-masing menghasilkan pendapatan yang berbeda-beda. Buah durian bisa dipanen mulai umur 8 tahun hingga umur 35 tahun dengan besarnya produksi buah sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya dengan harga buah durian Rp10.000/kg dan total pendapatan sebesar Rp343.455.743. Sedangkan kopi bisa dipanen mulai umur 4 tahun hingga 20 tahun dan produksi optimal dicapai pada umur 13 tahun dengan harga Rp15.000/kg, maka total pendapatan kopi sebesar Rp38.760.750. Dengan memperhitungkan nilai waktu waktu dan dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp22.558.000 dan 1,36. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 6,9% dan pendapatan rata-rata per tahun (EAA) sebesar Rp1.377.656. Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp50.000.000/KK/tahun, maka pengusahaan durian yang dicampur dengan kopi per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 36 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukan bahwa pengusahaan durian yang dicampur dengan kopi pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (6,9%) dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Analisis Finansial Pengusahaan Rambutan dan Mahoni Aliran kas pengusahaan rambutan yang dicampur dengan mahoni dengan daur 35 tahun menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan rambutan dan mahoni selama 35 tahun sebesar Rp200.554.000 dan pendapatan kotornya sebesar Rp374.814.000, maka tanpa memperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 1,24. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp1,24. Hal ini berarti meskipun ini layak untuk diusahakan namun tingkat pendapatan yang diperoleh sangat sedikit sekali. Pengusahaan rambutan yang dikombinasikan dengan mahoni masing-masing menghasilkan pendapatan yang berbeda-beda. Buah rambutan bisa dipanen mulai umur 4 tahun hingga umur 25 tahun dengan besarnya produksi buah sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya dengan harga buah rambutan Rp5.000/kg dan total pendapatan sebesar Rp176.562.500. Sedangkan mahoni bisa dipanen mulai umur 20 tahun hingga 35 tahun dan riap optimal dicapai pada umur 30 tahun dengan harga kayu sebesar Rp400.000/m 3, maka total pendapatan kayu mohoni yang berasal dari panen hasil penjarangan, panen antara dan panen akhir sebesar Rp198.251.500. Dengan memperhitungkan nilai waktu waktu dan dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp15.163.000 dan 1,24. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 6,2% dan pendapatan rata-rata per 43
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 tahun (EAA) sebesar Rp926.030. Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp50.000.000/KK/ tahun, maka pengusahaan rambutan yang dicampur dengan mahoni per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 54 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukan bahwa pengusahaan rambutan yang dicampur dengan mahoni pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (6,2%) dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Secara garis besar analisis finansial pengelolaan lahan hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dilihat pada Tabel 3. Dari data pada Tabel 3 dapat jelaskan bahwa semua jenis pengelolaan lahan hutan layak diusahakan karena analisis finansialnya menunjukkan nilai yang positif (lebih besar dari nilai MAR=5%). Dari kelima jenis pengelolaan lahan hutan, ternyata pengelolaan lahan hutan jati yang dicampur dengan durian menghasilkan nilai pendapatan rata-rata tahunan (EAA) yang paling besar dan mempunyai skala usaha yang paling kecil yaitu berturut-turut sebesar Rp2.569.836 dan 19 ha dengan daur 35 tahun. Hal ini disebabkan karena produksi durian yang tinggi dan produksi kayu jati yang tinggi serta mempunyai harga jual yang tinggi, sedangkan yang terkecil pendapatan rata-rata tahunan dan skala usaha yang paling luas adalah pengusahaan rambutan yang dicampur dengan mahoni berturut-turut sebesar Rp926.030 dan 54 ha dengan daur 35 tahun. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari produksi rambutan dan mahoni sangat rendah. Pengusahaan jati monokultur menghasilkan pendapatan rata-rata dan skala usaha berturut-turut sebesar Rp2.069.896 dan 40 ha. Sedangkan pengusahaan durian yang secara monokultur menghasilkan pendapatan rata-rata dan skala usaha berturut-turut sebesar Rp1.045.140 dan 48 ha dan pengusahaan durian yang dikombinasikan dengan kopi menghasilkan pendapatan rata-rata dan skala usaha berturut-turut sebesar Rp1.377.656 dan 38 ha. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan rata-rata tahunan dan skala usaha rata-rata dari empat jenis pengusahaan kebun hutan berturut-turut sebesar Rp1.597.712 dan 36 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selama daur pengusahaan. Tabel 3. Rekapitulasi Analisis Finansial dan Skala Usaha Pengelolaan Hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara Table 3. Recapitulation of Financial Analysis and Business Scale Forest in Kutai Kartanegara regency Objek Daur Indikator Finansial NPV Net B/C IRR EAA Skala Jati Monokultur 25 29.173.000 1,43 6,9 2.069.896 24 Jati + Durian 35 42.079.000 1,62 7,5 2.569.836 19 Durian Monokultur 50 19.080.000 1,37 6,1 1.045.140 48 Durian + Kopi 35 22.558.000 1,36 6,9 1.377.656 36 Rambutan + Mahoni 35 15.163.000 1,24 6,2 926.030 54 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Produksi riap optimal Jati dan Durian monokultur dicapai pada umur 20 tahun dan 40 tahun, sedangkan Mahoni pada umur 30 tahun. Produksi optimal buah durian, rambutan dan kopi dicapai pada umur 25 tahun, dan 13 tahun. Pengusahaan Jati yang dikombinasikan dengan Durian menghasilkan pendapatan dan produksi yang terbesar dibandingkan dengan pengusahaan permodelan lahan hutan yang lainnya (jenis kombinasi yang lainnya). Secara finansial, semua jenis permodelan lahan hutan layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai MAR dan pengusahaan jati yang dikombinasikan dengan durian mempunyai nilai skala usaha paling sempit dan pendapatan ratarata tahunan yang paling besar jika dibandingkan dengan permodelan lahan hutan yang lainnya. Saran Produksi optimal masing-masing jenis tanaman beraneka ragam, maka perlu kiranya pemeliharaan yang intensif agar didapatkan produksi yang lebih optimal lagi dalam waktu yang lebih singkat. Permodelan lahan hutan kombinasi jati dan durian perlu direkomendasikan kepada para petani karena menghasilkan produksi dan pendapatan yang terbesar diantara model kebun hutan rakyat yang lainnya. Semua jenis permodelan lahan hutan layak untuk diusahakan maka perlu kirannya peran dari pemerintah untuk merekomendasikan kepada para petani untuk 44
Malau,R.,dkk: Analisis Investasi Permodelan..(1):39-45 mengusahakan jenis-jenis model yang ada, selain itu perlu kiranya bantuan dari pemerintah dalam hal penyediaan permodalan untuk membiayai kegiatan yang dimaksud. DAFTAR PUSTAKA Anjasari, R. 2009. Pengaruh Hutan Tanaman Industri (HTI) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Kampar Ilir. Tugas Akhir Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. Iskandar, U. 1999. Dialog Kehutanan Dalam Wacana Global. PT. Bayu Indra Grafika. Yogyakarta. Lahjie, A. M. 2003. Pendekatan Pengusahaan Hutan Dengan Sistem Agroforestry. ISBN: 979-8123-02-06. Universitas Mulawarman, Samarinda. Arief, A. 2005. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta. 45