BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
MALNUTRISI. Prepared by Rufina Pardosi UNICEF Meulaboh

MALNUTRISI PADA ANAK BALITA. Tita Menawati Liansyah 1. Kata Kunci: Malnutrisi, Balita, Faktor Resiko Malnutrisi, Penatalaksanaan Malnutrisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

KLASIFIKASI : KEP RINGAN KEP SEDANG KEP BERAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKANAN FORMULA WHO. dr. Benny Soegianto, MPH KONSUMEN DARI MAKANAN FORMULA WHO. Anak Gizi Buruk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATALAKSANA DAN ASUHAN GIZI PADA BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) Rifka Laily Mafaza

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NUTRISI DAN GIZI BURUK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kasus gizi buruk umumnya menimpa balita di sebabkan oleh ekonomi lemah. Beragam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

KURANG ENERGI PROTEIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

Pola buang air besar pada anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

Pengertian. Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran <2.500 gram [ sampai dengan 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi suplemen secara teratur 2. Sementara itu, lebih dari setengah

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan

DAN KMS] [STATUS GIZI [GIZI KESEHATAN MASYARAKAT] Andi Muh Asrul Irawan K Gizi A. Tugas Gizi Kesmas

Transkripsi:

5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malnutrisi Malnutrisi adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi, baik karena kekurangan atau kelebihan asupan makanan maupun akibat kebutuhan yang meningkat. Pada pembahasan selanjutnya yang dimaksud dengan malnutrisi adalah keadaan klinis sebagai akibat kekurangan asupan makanan ataupun kebutuhan nutrisi yang meningkat ditandai dengan adanya gejala klinis, antropometris, laboratoris dan data analisis diet. (Depkes RI, 2007) Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006). Malnutrisi ringan dan sedang umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik: anak tampak kurus, BB/TB : 70-90% atau diantara -2SD dan -3SD (Z-score), sangat mungkin terdapat gejala defisiensi nutrien mikro. Malnutrisi berat umumnya menunjukkan gejala klinis yang khas, BB/TB < 70% atau <-3SD (Z-score) kecuali bila ada edema serta sudah terdapat kelainan biokimiawi. Saat ini kriteria WHO 1999 digunakan untuk diagnosis dan tatalaksana anak malnutrisi berat. (Depkes RI, 2007) Malnutrisi dapat terjadi secara primer atau sekunder. Malnutrisi primer terjadi bila konsumsi makanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas inadekuat dan tidak seimbang. Malnutrisi sekunder terjadi sebagai akibat kebutuhan nutrien yang meningkat atau output yang berlebihan, umumnya pada penyakit kronik baik infeksi maupun keganasan. (Depkes RI, 2007)

6 2.1.1. Jenis Malnutrisi Gizi buruk berat dapat dibedakan tipe kwashiorkor, tipe marasmus dan tipe marasmik-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 2.1.1.1. Marasmus Marasmus adalah bentuk malnutrisi protein kalori yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan, disertai retardasi pertumbuhan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998). Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah: a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar (Depkes RI, 2000)

7 (Rahim, 2008) Gambar 2.1. Marasmus 2.1.1.2. Kwasiorkor Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi berenergi protein yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat, asupan kalori biasanya juga mengalami defisiensi. (Dorland, 1998) Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit. (Hassan et al., 2005)

8 Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus, jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan lebar. Terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi. (Hassan et al., 2005) (Rahim, 2008) Gambar 2.2. Kwasiorkor

9 2.1.1.3. Marasmus-Kwasiorkor Kondisi dimana terjadi defisiensi baik kalori maupun protein, dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan biasanya dehidrasi. Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus. (Dorland, 1998) Gambar 2.3. Marasmus-Kwasiorkor (Rahim, 2008) 2.1.2. Faktor Penyebab Malnutrisi Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut : 1. Penyebab langsung, kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

10 2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya. (Dinkes SU, 2006) 2.1.3. Patofisiologi Setelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan terjadi deplesi cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya nutrien tersebut di tingkat seluler sehingga fungsi sel terganggu misalnya sintesis protein, pembentukan dan penggunaan energi, proteksi terhadap oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi normal lainnya. Bila berlangsung terus maka gangguan fungsi sel ini akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta kemunculan tanda dan gejala klinis spesifik yang berkaitan dengan nutrien tertentu misal edema, xeroftalmia, dermatosis, dan lain-lain yang kadang-kadang ireversibel. (Depkes RI, 2007)

11 Masukan nutrien tidak adekuat Defisiensi nutrien Deplesi cadangan tubuh Kadar dalam darah turun Defisiensi tingkat seluler Gangguan fungsi sel Gejala / tanda klinis Masalah kesehatan melanjut Gambar 2.4. Bagan patofisiologi defisiensi nutrien (Depkes RI, 2007) 2.1.4. Diagnosis Malnutrisi Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. (Krisnansari D., 2010). Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Gizi buruk ringan sering ditemukan pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari pertumbuhan linier mengurang atau terhenti, kenaikan berat badan berkurang, terhenti dan adakalanya beratnya menurun, ukuran lingkar lengan atas menurun, maturasi tulang terlambat, rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun, tebal lipat kulit normal atau mengurang, anemia ringan, aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat, adakalanya dijumpai kelainan kulit dan rambut.

12 Gizi buruk berat memberi gejala yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi dan kepadatan penduduk. (Krisnansari D., 2010) 2.1.5. Penatalaksanaan Malnutrisi Menurut Depkes RI (2005), penatalaksanaan gizi buruk yaitu: a. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah <54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut. b. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35 o C, aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu > 36,5 o C, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki. c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgbb dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgbb setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgbb untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya bertambah.

13 d. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6 mmol/kgbb/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal) e. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgbb tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi) f. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100 kkal/kgbb/hari, protein 1-1,5 g/kgbb/hari, cairan 130 ml/kgbb/hari untuk penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgbb/hari. g. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgbb/hari, cooper 0,3 mg/kgbb/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgbb/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU) h. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein. i. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental, motorik dan kognitif. j. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai - 1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan10.

14 2.2. Kebutuhan nutrisi pada anak Pemberian makanan tambahan sebagai pendamping ASI dimulai saat anak berusia 6 bulan dengan tetap memberikan ASI. Pemberian makanan tambahan ASI dinaikkan bertahap dari segi jumlah, frekuensi pemberian, dan jenis dan konsistensi makanan yang diberikan. Untuk anak yang mendapatkan ASI, ratarata makanan tambahan yang harus diberikan 2-3 kali/hari untuk usia 6-8 bulan, 3-4 kali/hari untuk usia 9-11 bulan dan 4-5 kali/hari usia 12-24 bulan. (Michaelsen, 2005). Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung yaitu protein sejumlah 4 kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien adalah zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang terbagi atas vitamin larut lemak, vitamin tidak larut lemak dan mineral (Wardlaw et al., 2004). 2.2.1. Karbohidrat Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia.satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal.Sebagian karbohidrat berada di dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera dan sebagian lagi disimpan sebagai glikogen di dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak (Almatsier, 2001). 2.2.2. Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separohnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. (Almatsier S., 2001)

15 2.2.3. Lemak Lemak adalah senyawa-senyawa heterogen yang bersifat tidak larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 Kkal untuk setiap gram yaitu 2 1 2 kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Lemak disimpan sebanyak 50% di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler (Almatsier S., 2001). 2.2.4. Vitamin Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umunya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. (Almatsier S., 2001) Penelitian-penelitian membedakan vitamin dalam dua kelompok : vitamin larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan C). Sebagian besar vitamin larut lemak diabsorpsi bersama lipida lain. Vitamin larut air biasanya tidak disimpan di dalam tubuh dan dikeluarkan melalui urin dalam jumlah kecil. Oleh sebab itu, vitamin larut air perlu dikonsumsi tiap hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal.. (Almatsier S., 2001) 2.2.5. Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolismen terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim.. (Almatsier S., 2001)

16 2.3. Status Gizi 2.3.1. Penilaian Status Gizi Anak Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : 2.3.1.1. Umur. Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan. (DepKes RI, 2004) 2.3.1.2. Berat Badan Berat badan merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai status nutrisi, dimana hasilnya dapat menaksir kebutuhan energi dan memonitor respons dari terapi yang telah diberikan. Kehilangan berat badan dapat terjadi secara cepat pada pasien dengan trauma atau stres metabolik. Penurunan berat badan kemungkinan menunjukkan adanya pengurangan massa otot yang disebabkan oleh masukan kalori yang tidak adekuat atau adanya hipermetabolisme. Adanya edema dan status hidrasi harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi berat badan. (DepKes RI, 2007)

17 2.3.1.3. Tinggi Badan Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala sampai telapak kaki. Jarak ini merupakan penjumlahan dari tinggi tulang tengkorak, panjang tulang belakang, dan panjang ekstremitas bawah. Pengukuran tinggi/panjang badan merupakan pemeriksaan penting, karena pertumbuhan linier merupakan marker untuk tumbuh kembang dan juga malnutrisi jangka panjang. Pengukuran panjang badan bayi dan anak-anak sampai usia 24 bulan dilakukan pada posisi terlentang dengan menggunakan length board. Untuk anak di atas usia 2 tahun, pengukuran dilakukan dengan menggunakan stadiometer pada posisi berdiri tegak dan mata memandang lurus ke depan, belakang kepala, punggung, pantat dan tumit menempel pada alat pengukur panjang pada dinding tegak lurus. Alternatif pengukuran lain seperti panjang tungkai bawah dan panjang lengan atas dapat dipakai untuk memperkirakan tinggi/panjang badan pasien yang pergerakannya terbatas, mengalami gangguan motorik atau dengan kontraktur berat. ( Depkes RI, 2007) Untuk menentukan status gizi menggunakan beberapa langkah. Langkah pertama adalah dengan melihat berat badan dan umur anak disesuaikan dengan grafik KMS (Kartu Menuju Sehat). Bila dijumpai berat badan di bawah garis merah (BGM) maka dilanjutkan dengan langkah menentukan status gizi balita dengan menghitung berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) berdasarkan standar WHO-NCHS. Dinyatakan gizi buruk bila BB/TB <-3 SD standar WHO- NCHS. (DepKes RI, 2003) Parameter keparahan dan klasifikasi KEP dapat diukur dengan menggunakan indikator antropometri. Indikator berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dapat digunakan sebagai petunjuk dalam penentuan status gizi sekarang dan tinggi badan terhadap usia (TB/U) digunakan sebagai petunjuk tentang keadaan gizi masa lampau. (Arisman, 2010)

18 Tabel 2.1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS Indeks Batas yang dipakai Pengelompokan Sebutan Status Gizi < -3 SD Gizi buruk BB/U - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang - 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih < -3 SD Sangat Pendek TB/U - 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi < -3 SD Sangat Kurus BB/TB - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk (Depkes RI, 2004) Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relatif baik (wellnourished), sebaiknya digunakan persentil, sedangkan di negara untuk anakanak yang populasinya relatif kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan (Ali, 2008)

19 Gambar 2.5. Tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut umur anak laki-laki usia 0-36 bulan (CDC, 2000)

20 Gambar 2.6. Tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut umur anak laki-laki usia 2-20 tahun (CDC, 2000)

21 Gambar 2.7. Tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut umur anak perempuan usia 0-36 bulan (CDC, 2000)

22 Gambar 2.8. Tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut umur anak perempuan usia 2-20 tahun (CDC, 2000)

23 2.3.2. Klasifikasi Status Gizi Anak 2.3.2.1 Klasifikasi menurut Waterlow Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan kronis. Beliau berpendapat bawa depisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus kering). Depisit tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat yang ditimbulkan adalah anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya (Bishku D., 2005) Tabel 2.2. Derajat Malnutrisi berdasarkan BB/TB dan TB/Umur Menurut Waterlow Derajat Malnutrisi BB/TB* TB/Umur** Malnutrisi Akut/Wasting Malnutrisi Kronis/Stunting 0 1 (Ringan) 2 (Sedang) 3 (Berat) > 90 % 81-90 % 70-80 % <70 % > 95 % 90-95 % 85-89 % <85 % *Persen BB menurut TB = (BB pasien/bb normal pada TB pasien) x 100 **Persen TB menurut Usia = (TB pasien/tb normal pada usia yang sama) x 100 (Waterlow, 1972) 2.3.2.2. Klasifikasi menurut Gomez Baku yang digunakan oleh Gomez adalah baku rujukan Harvard. Indek yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/ U). Sebagai baku patokan digunakan persentil 50. Gomez mengklasifikasikan status gizi atau KEP yaitu normal, ringan,sedang dan berat.

24 Tabel 2.3. Klasifikasi Status Gizi menurut Gomez Kategori BB/ U (%)* (Derajat Status Gizi) 0 = Normal < 90 % 1 = Ringan 75-89 % 2 = Sedang 60-74 % 3 = Berat < 60 % *Persen BB menurut Usia = (BB pasien/bb normal pada usia yang sama) x 100 (Gomez F., 1955) 2.3.2.3. Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Klasifikasi status gizi menurut Wellcome sangat mudah dan tidak memerlukan pemeriksaan klinis maupun laboratorium. Penetuan dapat dilakukan oleh tenaga medis setelah diberi latihan yang cukup. Tabel 2.4. Klasifikasi Status Gizi menurut Wellcome Trust Berat Badan Edema menurut umur (%)* Tidak ada Ada > 60 % < 60 % Gizi Kurang Marasmus Kwashiorkor Marasmus Kwashiorkor *Persen BB menurut Umur = (BB pasien/bb normal pada usia yang sama) x 100 (Waterlow, 1972)