BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 78 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI KABUPATEN PATI

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DI KABUPATEN KARAWANG

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF. Dinas Kesehatan Kab. Klungkung Bidang Kesmas

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 NOMOR 32 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG REVITALISASI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. MAKMUR. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

PETUNJUK TEKNIS PENGHITUNGAN BIAYA PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF

KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA UPTD PUSKESMAS PUCANGSAWIT

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

BUKU PEDOMAN DESA SIAGA AKTIF

SINERGITAS DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DENGAN STBM drg. Rarit Gempari, MARS Puspromkes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS SUMEDANG SELATAN Jln. Pangeran Kornel No. 48 Telp Sumedang 45313

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kebijakan Indonesia sehat 2010 ( Dinkes Makassar, 2006 )

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. sendiri. Karena masalah perubahan perilaku sangat terkait dengan promosi

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ketertiban dunia yang

MENINGKATKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK MELALUI GERAKAN POSYANDU

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. UU No. 9 Tahun 1990 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan. 3. Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai sejak tahun Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI TAHUN

secara sosial dan ekonomis (Notoatmodjo, 2007).

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian

KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES PUSKESMAS KARANG MULYA KECAMATAN PANGKALAN BANTENG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) Ely Isnaeni, S. Kep, M. Kes

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sehatadalah hak azazi manusia, hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. produktivitas kerja guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Orang bijak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

PEMERINTAH DESA TANJUNGSARI KECAMATAN SUKAHAJI KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN DESA TANJUNGSARI NOMOR : 11 TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan akan pelaksanaan pembangunan kesehatan masyarakat tidak

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

VISI Menjadikan Bogor Sebagai Kota yang Nyaman, Beriman dan Transparan

ISSN: VOLUME XV, No. 1, 2009 LEMBAR BERITA

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Vol. 12 Nomor 1 Januari 2017 Jurnal Medika Respati ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

PERATURAN DESA DAWAN KLOD NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DESA SUKAMUKTI NOMOR : 02 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di kabupaten dan kota. 2

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

1. Judul I. COMMUNITY HEALTH SERVICES 2. HEALTH DEVELOPMENT 3. PUBLIC HEATLH SERVICES

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB 1 PENDAHULUAN. diupayakan, diperjuangkan dan tingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN SEMARANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA OPERASIONAL PEMBINAAN POS PELAYANAN TERPADU

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 27 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

Tabel 4.1 Keterkaitan Sasaran Strategi dan Arah Kebijakan dalam Pencapaian Misi Renstra Dinas Kesehatan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Dalam Buku Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (2014) Desa dan Kelurahan Siaga Aktif diartikan sebagai bentuk pengembangan dari Desa Siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif adalah desa atau yang disebut dengan nama lain atau kelurahan, yang : 1. Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya. 2. Penduduknya mengembangkan UKBM dan melaksanakan surveilans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Masyarakat harus berbagi kemampuan, sumber daya dan pengambilan keputusan untuk memastikan dan mempertahankan kondisi kesetaraan dan kesehatan. Selain itu Intervensi untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat harus didesain berdasarkan permasalahan kesehatan yang menjadi prioritas dengan

mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.(kemenkes dan FKM-UI, 2012) Peran serta masyarakat dalam Program Desa/ Kelurahan Siaga Aktif sangat diharapkan dalam upaya mencapai tujuan yang telah tertuang dalam program tersebut. Keterlibatan Masyarakat secara langsung dalam pengembangan desa/ kelurahan siaga dapat berupa penggerakan dana bersumber dari masyarakat dan pelaksanaan desa siaga didasarkan pada masalah dan sumber daya di desa. Peningakatan dana operasional juga dapat dilakukan dengan menggalang kemitraan dengan pihak pengusaha swasta dan donatur yang difasilitasi dan diarahkan oleh pemerintah desa. (Misnaniarti, dkk. 2011) Pelaksanaan program-program desa siaga membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak antara lain pernagkat desa, tokoh masyarakat, pemuda, LSM dan seluruh warga masyarakat (Rochmawati, 2010). 2.2 Pendekatan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya memfasilitasi proses belajar masyarakat desa dan kelurahan dalam memecahkan masalah-masalah kesehatannya. Oleh karena merupakan upaya pembangunan desa dan kelurahan, maka program ini memerlukan peran aktif dari berbagai pihak mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, sampai ke desa dan kelurahan seperti yang diuraikan berikut : 1. Urusan wajib pemerintah kabupaten dan pemerintah kota Melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mengeluarkan kebijakan pemanfaatan alokasi dana desa minimal 10% untuk UKBM. Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di

kabupaten dan kota sebagai tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah kabupaten dan kota.(kemenkes, 2015) Pada saat ini pemerintah memberi peran lebih besar kepada masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat serta lebih memahami aspirasi kebutuhan masyarakat secara langsung. Pendekatan-pendekatan yang sifatnya top down dan instruksional harus dikurangi.(permendagri dan Menkes, 2012) 2. Dukungan Kebijakan di tingkat desa dan kelurahan Pada tingkat pelaksanaan di desa, pengembangan Desa Siaga Aktif harus dilandasi minimal oleh Peraturan Kepala Desa yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi. Pada tingkat pelaksanaan di kelurahan, pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mengacu kepada kebijakan atau peraturan yang ditetapkan oleh Bupati atau Walikota (Kemenkes, 2014) 3. Integrasi dengan program pemberdayaan masyarakat Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan program pemberdayaan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan kegiatannya terintegrasi dengan program-program pemberdayaan masyarakat lain, baik yang bersifat nasional, sektoral maupun daerah. Salah satu contohnya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Integrasi ini merupakan suatu yang sangat penting, karena tujuannya yang sejalan khususnya pada program yang ada untuk kegiatan-kegiatan di bidang kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2014) Dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan yang paling utama adalah partisipasi, selain pengetahuan, keterampilan, sumber daya, visi bersama sensitivitas komunitas dan komunikasi.(endang, S.S, dkk. 2012)

2.3 Persiapan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Dalam rangka persiapan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif perlu dilakukan sejumlah kegiatan yang meliputi : 1. Pelatihan fasilitator 2. Pelatihan petugas kesehatan 3. Analisis situasi perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif 4. Penetapan kader pemberdayaan masyarakat (KPM) 5. Pelatihan KPM dan lembaga kemasyarakatan 2.4 Penyelenggaraan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Kepala Desa dan Perangkat Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah penyelenggara pemerintah desa. Oleh karena itu, kegiatan memfasilitasi masyarakat menyelenggarakan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yang merupakan tugas dari Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM ) dan kader kesehatan, harus mendapat dukungan dari Kepala Desa/ Lurah dan BPD, Perangkat Desa/ Kelurahan, serta lembaga kemasyarakatan yang ada. Kegiatan berupa langkah-langkah dalam memfasilitasi siklus pemecahan masalah demi masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat desa atau kelurahan (Kemenkes, 2014) Pelayanan kesehatan bagi masyarakat Desa/ Kelurahan Siaga Aktif diselenggarakan melalui berbagai UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat), serta kegiatan kader dan masyarakat, dengan dukungan Puskesmas dan jajarannya (Kepmenkes, 2010). Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM difokuskan kepada upaya surveilans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan. Surveilans berbasis

masyarakat adalah pengamatan dan pencatatan penyakit yang diselenggarakan oleh masyarakat (kader) dibantu tenaga kesehatan, melalui kegiatan kegiatan : (1) pengamatan dan pemantauan penyakit serta kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku yang dapatmenimbulkan masalah kesehatan masyarakat, (2) pelaporan cepat (kurang dari 24 jm) kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) pencegahan dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta (4) pelaporan kematian (Nawalah, 2012). 2.5 Pentahapan/ Stratifikasi Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Atas dasar kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan pentahapan/ stratifikasi dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, sehingga dapat dicapai tingkatan-tingkatan atau kategori Desa dan Kelurahan Siaga Aktif sebagai berikut : 1. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pratama 2. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Madya 3. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Purnama 4. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Mandiri Dalam bentuk matriks, pentahapan perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Pentahapan Perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif KRITERIA 1. Forum Desa/ Kelurahan 2. KPM/ Kader Kesehatan 3. Kemudahan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar 4. Posyandu & UKBM lainnya aktif 5. Dukungan dana untuk kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan : Pemerintah Desa dan Kelurahan Masyarakat Dunia Usaha 6. Peran serta masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan 7. Peraturan Kepala Desa atau Peraturan Bupati/ Walikota 8. Pembinaan PHBS di Rumah Tangga PENTAHAPAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF PRATAMA MADYA PURNAMA MANDIRI Ada, tetapi belum berjalan Sudah ada minimal 2 orang Berjalan, tetapi belum rutin setiap triwulan Sudah ada 3-5 orang Berjalan setiap triwulan Sudah ada 6-8 orang Ya Ya Ya Ya Posyandu ya, UKBM lainnya tidak aktif Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta belum ada sumber dana lainnya Ada peran aktif masyarakat dan tidak ada peran aktif ormas Belum ada Pembinaan PHBS kurang dari 20% rumah tangga yang ada Posyandu & 2 UKBM lainnya aktif Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta satu sumber dana lainnya Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif satu ormas Ada, belum direalisasikan Pembinaan PHBS minimal 20% rumah tangga yang ada Posyandu & 3 UKBM lainnya aktif Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber dana lainnya Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dua ormas Ada, sudah direalisasikan Pembinaan PHBS minimal 40% rumah tangga yang ada Berjalan setiap bulan Sudah ada 9 orang atau lebih Posyandu & 4 UKBM lainnya aktif Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber dana lainnya Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif lebih dari dua ormas Ada, sudah direalisasikan Pembinaan PHBS minimal 70% rumah tangga yang ada

Dengan ditetapkannya tingkatan atau strata tersebut diatas, maka Desa dan Kelurahan Siaga yang saat ini sudah dikembangkan harus dievaluasi untuk menetapkan apakah masih dalam kategori Desa dan Kelurahan Siaga atau sudah dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tingkatan/ kategori Desa dan Kelurahan siaga Aktif. Evaluasi ini dilakukan dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang ada (Kemenkes, 2014) 2.6 Indikator Keberhasilan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Keberhasilan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di suatu desa atau kelurahan dapat dilihat dari: 1. Keberadaan dan keaktifan Forum Desa atau Kelurahan. Forum yang dibentuk di tingkat desa/ kelurahan dan tingkat kecamatan yang terdiri atas para pemangku kepentingan. Susunan Forum di tingkat desa dan kelurahan adalah: Ketua : Kepala Desa/Lurah atau pihak lain yang ditunjuk Wakil Ketua/Sekretaris : Sekretaris Desa/Kelurahan atau pihak lain yang ditunjuk Anggota : Perangkat Pemerintahan Desa/ Kelurahan, Unsur Lembaga Kemasyarakatan seperti Tim Penggerak PKK, LPM Desa/ Kelurahan dan tokoh masyarakat atau pihak lain yang terkait Struktur diperlukan agar terdapat pembagian pekerjaan dan memudahkan bagi para anggota yang terlibat didalam pelayanan kesehatan pada forum ini, melaksanakan tugas sebagaimana tugas yang diberikan kepada mereka yang telah diputuskan secara bersama pada pertemuan musyawarah masyarakat desa.

2. Adanya kader pemberdayaan Masyarakat/ kader kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) adalah anggota masyarakat Desa/Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif di Desa/Kelurahan. Sedangkan kader kesehatan adalah kader teknis desa dan kelurahan siaga aktif, yaitu anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan secara sukarela serta telah mengikuti pelatihan di bidang kesehatan. Dalam Laporan Penelitian Erfan N, dkk (2011) mengungkapkan bahwa sering kali kegiatan yang dilakukan bidan desa telah melibatkan kader namun tidak pernah diungkapkan dalam forum desa sehingga ketua desa merasa tidak dilibatkan dalam kegiatan ini sehingga seluruh kegiatan kesehatan di desa dianggap harus dilakukan oleh bidan desa. Artinya perlu menjalin komunikasi yang baik tentang peran dan tugas masing-masing pihak dalam Program Desa Siaga Aktif (Kemenkes, 2014). Hasil penelitian Candra D (2013) menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan kader ialah ikut berpartisipasi dalam pelatihan kesehatan, memfasilitasi forum desa/kelurahan, surveilans berbasis masyarakat, gotong royong dan promosi kesehatan. Faktor-faktor yang mendukung kinerja kader meliputi kesesuaian peran kader desa siaga dengan tugas mereka sebagai kader kesehatan, mempunyai pengalaman organisasi, tingkat pendidikan cukup tinggi (SMA), usia yang produktif, memiliki masa kerja cukup lama, SK sebagai kader, dukungan dana dari para donator dan dukungan keluarga.

Sedangkan faktor penghambat adalah jumlah indentif yang sedikit, kondisi kerja yang kurang kondusif, pengetahuan yang rendah, kurang memiliki motivasi diri dan tidak memiliki skil kesehatan. 3. Kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka atau memberikan pelayanan setiap hari. Kemudahan akses desa/kelurahan ke pelayanan kesehatan dasar adalah tersedianya Poskesdes yang beroperasi atau sarana pelayanan kesehatan dasar lain di desa/kelurahan yang memberikan pelayanan kesehatan setiap hari atau terdapatnya Puskesmas, Pustu atau sarana pelayanan kesehatan lain yang memberikan pelayanan kesehatan setiap hari dan secara geografis mudah dicapai oleh masyarakat desa/kelurahan yang bersangkutan. (Depkes, 2009) 4. Keberadaan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat ( UKBM) yang dapat melaksanakan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, surveilans berbasis masyarakat serta penyehatan lingkungan. Menurut Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu (2015) Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat. Keaktifan Posyandu merupakan salah satu kriteria untuk mencapai Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Posyandu dikatakan aktif apabila minimal Posyandu yang ada di desa atau kelurahan 25 % sudah mencapai tingkat Posyandu Purnama, yaitu Posyandu yang telah melakukan penimbangan lebih dari 8 kali dalam setahun dengan rerata kader yang bertugas 5 orang atau lebih, cakupan sasaran yang ditimbang, kegiatan KIA, KB dan imunisasi sudah 50% atau lebih, sudah

memiliki kegiatan tambahan namun sasaran yang berpartisipasi dalam dana sehat kurang dari 50%. UKBM dikatakan aktif apabila secara rutin melakukan salah satu atau beberapa dari kegiatan-kegiatan: (1) Pengamatan dan pemantauan penyakit serta keadaan kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, (2) Pelaporan cepat (kurang dari 24 jam) kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) Pencegahan dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta Pelaporan kematian. (Permenkes, 2013) Adapun jenis-jenis UKBM yang ada di masyarakat seperti : Poskesdes, Posyandu, Pos Lanjut Usia, Kelompok Pemakai Air, Pos Pembinaan terpadu PTM, Pos Upaya Kesehatan Kerja, Pos Malaria Desa, Pos TB Desa, Pos Kesehatan Pesantren.(Kemenkes, 2014) 5. Adanya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) atau Anggaran Kelurahan, masyarakat dan dunia usaha. Dukungan dana adalah pemberian atau penyediaan uang/anggaran dari suatu pihak kepada masyarakat desa/kelurahan yang khusus diperuntukan bagi pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif, yang berasal dari pemerintah (Pemerintah Desa/Pemerintah Kelurahan) atau sumber lain. Dana Pemerintah Desa adalah uang/anggaran yang diambil/merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB-Desa). Sedangkan Dana Pemerintah Kelurahan adalah uang/anggaran yang diambil/merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota yang dialokasikan ke kelurahan sebagaimana perangkat

Daerah lainnya. Sumber dana lain adalah sumber dana di luar dari dana Pemerintah Desa/Kelurahan, yang dapat berupa dana dari masyarakat, dana dari perusahaan, dana dari organisasi kemasyarakatan, dana dari lembaga donatur, dan lain-lain yang tidak mengandung ikatan bisnis/komersial, melainkan disumbangkan untuk pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif. 6. Adanya peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Organisasi kemasyarakatan yang ada di desa/ kelurahan tentunya memiliki keterkaitan dengan budaya/ tradisi lokal masyarakat setempat. Anwar. F dan Rahmi. S, (2009). menjelaskan bahwa apabila suatu program dilaksanakan sesuai dengan tradisi lokal maka akan memiliki potensi tinggi untuk berlanjut dan merupakan investasi yang sangat berharga Peran serta aktif masyarakat adalah keterlibatan atau keikutsertaan sejumlah anggota masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif, di mana setiap orang memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan peran serta aktif organisasi kemasyarakatan adalah keterlibatan atau keikutsertaan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan-kegiatan pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif, baik dalam bentuk pemikiran, pendampingan, maupun kontribusi tenaga untuk kegiatan. Dalam pengertian ini tidak termasuk kontribusi dalam bentuk dana. Sedangkan yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan

serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. 7. Adanya peraturan di desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Peraturan tentang Desa/Kelurahan Siaga Aktif dapat berupa Peraturan Kepala Desa atau Peraturan Bupati/Walikota. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Termasuk dalam pengertian ini adalah Keputusan Kepala Desa, yaitu keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Sedangkan Peraturan Bupati/Walikota adalah peraturan perundang-undangan ditetapkan oleh Bupati/ Walikota yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Termasuk dalam pengertian ini adalah Keputusan Bupati/Walikota, yaitu keputusan yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota. Realisasi peraturan adalah diberlakukannya peraturan dengan melaksanakan hal-hal yang tercantum dalam peraturan tersebut, baik sebagian ataupun keseluruhan.

8. Adanya pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga. PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Dinkes, 2012). Pembinaan PHBS adalah upaya untuk menciptakan dan melestarikan perilaku hidup yang berorientasi kepada kebersihan dan kesehatan di masyarakat, agar masyarakat dapat mandiri dalam mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Oleh karena itu, pembinaan PHBS dilaksanakan melalui penyelenggaraan promosi kesehatan, yaitu upaya untuk membantu individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS, melalui proses pembelajaran dalam mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai sosial budaya setempat serta didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. PHBS dapat diterapkan dalam tatanan manapun, mulai dari tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan sarana kesehatan. Keberhasilan PHBS tatanan rumah tangga menggunakan 10 (sepuluh) indikator yaitu (1) persalinan ditolong tenaga kesehatan, (2) memberikan ASI eksklusif kepada bayi, (3) menimbang berat badan balita, (4) menggunakan air ber sih, (5) memcuci tangan dengan air bersih dan sabun, (6) menggunakan jamban sehat, (7) memberantas jentik nyamuk, (8) mengonsumsi sayur dan buah setiap hari, (9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, (10) tidak merokok di dalam rumah (Dinkes Bali, 2013).

PHBS merupakan cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga. Semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadran sehingga anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan di masyarakat. PHBS harus diterapkan sedini mungkin agar menjadi kebiasaan positif dalam memelihara kesehatan (Proverawati & Rahmawati, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi PHBS masyarakat, diantaranya, pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan dan umur masyarakat serta jenis kelamin. Hasil penelitian Otaya (2012) menyebutkan pengetahuan, sikap dan tindakan berpengaruh sebesar 74% terhadap penggunaan jamban sehat di rumah tangga. Mubarak (2007) dalam Irawati Wahyuni (2011) menyebutkan bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi pendidikan, pekerjaan dan umur. Pendidikan merupakan salah satu usaha pengorganisasian masyarakat untuk meningkatkan kesehatan karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku sehat keluarga. Faktor jenis kelamin dianggap sering memiliki pengaruh dengan pengetahuan seseorang mengenai PHBS, namun berdasarkan hasil penelitian Khumarya dan Sulisno (2012) menyebutkan tidak ada perbedaan yang signifikan tentang pengetahuan PHBS antara santri putra dan putrid di Pondok Pesantren Darusallam Kabupaten Purworejo, namun ada perbedaan sikap yang signifikan tentang PHBS.