Pengaruh Media Pendingin pada Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction Wedge AISI 1340

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Media Pendingin pada Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction Wedge AISI 1340

Gambar 1. Standar Friction wedge

Pengaruh Variasi Temperatur Austenisasi pada Proses Heat Treatment Quenching Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Friction wedge AISI 1340

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310 S. Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

PENGARUH PERBEDAAN KONDISI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN DARI BAJA AISI 4140

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) F 191

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Analisa Kegagalan dan Pengaruh Proses Hardening-Tempering AISI 1050 Terhadap Strukturmikro dan Kekuatan Welded Chain Bucket Elevator.

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

Karakterisasi Material Sprocket

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

Karakterisrik Mekanik Proses Hardening Baja Aisi 1045 Media Quenching Untuk Aplikasi Sprochet Rantai

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60)

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

ANALISA PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP NILAI KEKERASAN BAJA AISI 1050 DENGAN METODE PACK CARBURIZING

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH QUENCHING DAN TEMPERING PADA BAJA JIS GRADE S45C TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO CRANKSHAFT

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

ANALISIS PENINGKATKAN KUALITAS SPROKET SEPEDA MOTOR BUATAN LOKAL DENGAN METODE KARBURASI

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

PEMILIHAN PARAMETER PERLAKUAN PANAS UNTUK MENINGKATKAN KEKERASAN BAJA PEGAS 55 Si 7 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENAMBAT REL KERETA API

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

27 Andreas Reky Kurnia Widhi; Pengaruh Perubahan Temperatur Pada Proses Quenching Partitioning Terhadap Mikrostruktur Dan Kekerasan Baja JIS SKD 11

KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KETANGGUHAN DENGAN PROSES HEAT TREATMENT PADA BAJA KARBON AISI 4140H

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni

ANALISIS PENGARUH TEMPERING

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Aging Presipitasi Hardening terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Mg-6Zn-1Y

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA TURNING PROCESS TERHADAP KEKERASAN DAN KEDALAMAN PENGERASAN BAJA AISI

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

METALURGI Available online at

PENGARUH VARIASI SUHU PADA PROSES SELF TEMPERING DAN VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA AISI 4140

ANALISA KEKERASA DAN STRUKTUR MIKRO TERHADAP VARIASI TEMPERATUR TEMPERING PADA BAJA AISI 4140

BAB IV HASIL PENELITIAN

HARDENABILITY. VURI AYU SETYOWATI, S.T., M.Sc TEKNIK MESIN - ITATS

PENINGKATAN KUALITAS DODOS DENGAN VARIASI TEMPERATUR AUSTENISASI DAN MEDIA QUENCHING

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

PENGARUH VISKOSITAS OLI SEBAGAI CAIRAN PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIS PADA PROSES QUENCHING BAJA ST 60

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

Pengaruh Variasi Media Quenching Air, Oli, dan Angin Kompresor Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISASI BAJA ARMOUR HASIL PROSES QUENCHING DAN TEMPERING

Pengaruh Lama Pemanasan, Pendinginan secara Cepat, dan Tempering 600 o C terhadap Sifat Ketangguhan pada Baja Pegas Daun AISI No.

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-342 Pengaruh Media Pendingin pada Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction Wedge AISI 1340 Bayu Adie Septianto, dan Yuli Setiyorini Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail: yulisetiyorini@yahoo.com Abstrak Baja AISI 1340 termasuk baja paduan rendah dengan komposisi karbon 0.38-0.43% dan Mangan 1,78%. Baja ini digunakan untuk komponen kereta api Friction Wedge yang memiliki standar kekerasan minimal 300 BHN. Untuk menambah kekerasan, salah satu cara yang digunakan adalah heat treatment. Pada penelitian ini variasi yang digunakan adalah media pendingin air, oli SAE 20W, PVA 20% dan pendinginan udara pada tempertaur austenitisasi 840 0 C dan waktu tahan 20 menit. Kekerasan yang dihasilkan oleh media pendingin air adalah 556,6 BHN, sedangkan quench oli dan polimer 461,8 BHN dan 416 BHN. Pada pendinginan udara dihasilkan kekerasan dibawah 300 BHN. Perbedaan media pendingin berpengaruh terhadap struktur mikro yang terbentuk. Pada pendinginan dengan media air dan oli diperoleh struktur martensit dengan bentuk kristal BCT. Sedangkan pada pendinginan udara terbentuk struktur ferrit dan perlit dengan bentuk kristal BCC. Selain berpengaruh pada sifat mekanik dan struktur mikronya, variasi media pendingin juga memberikan efek terhadap sifat termalnya dan berpengaruh terhadap elongation pada temperatur maksimum kerja. Dari hasil uji TMA, performa paling baik pada temperatur 300 o C dihasilkan pada pendinginan quench oli SAE 20W, dengan pertambahan panjang sebesar 0,65%. Kata Kunci Komponen kereta, Low-alloy Steel Mn, Media Pendingin, Struktur mikro, Thermomechanical analysis I. PENDAHULUAN AJA AISI 1340 digunakan untuk aplikasi komponen Bkereta api friction wedge. Friction wedge merupakan kesatuan rangkaian dari boogie kereta api. Friction wedge berguna sebagai peredam gesekan antara bolster dan side frame. Sifat yang harus dimiliki adalah keras dan tahan aus. Sifat suatu logam bisa dirubah dengan perlakuan panas. Pada penelitian ini dilakukan 4 perlakuan panas yang berbeda. Baja dipanaskan pada temperatur yang sama 840 o C dan ditahan dalam waktu yang sama 20 menit lalu didinginkan dengan kecepatan pendinginan yang berbeda. Media pendingin yang digunkan adalah quench air, quench oli SAE 20W, quench PVA 20% dan pendinginan udara atau normalizing. Ketika friction wedge telah dicetak kemudian di quenching sering terjadi kegagalan hal ini dikarenakan material terlalu getas. Hardening yang dilakukan oleh PT Barata dengan memanaskan baja sampai temperatur 920 o C ditahan selama 2 jam kemudian didinginkan dengan media air sebelum di temper kembali pada temperatur 450 o C dan waktu tahan 2 Tabel 1. Komposisi Kimia Baja AISI 1340 Hasil Uji Komposisi Spektrofotometri Unsur Sample as quench (Crack) (%) Sample as cast (%) Standard AISI 1340 (%) Carbon (C) 0,31 0,46 0,38-0,43 Mangan (Mn) 1,61 1,76 1,60-1,90 Ferrous (Fe) Balanced Balanced Balanced Posphour (P) 0,024 0,016 Max 0,035 Sulphur (S) 0,016 0,008 Max 0,040 Silicon (Si) 0,35 0,27 0,15-0,35 Chromium (Cr) 0,13 0,13 - Nickel (Ni) 0,14 0,14 - Vanadium (V) 0,006 0,004 - jam. Tujuan hardening untuk memunculkan kekerasan maksimum tidak tercapai karena friction wedge mengalami crack (pecah) sesaat setelah didinginkan. Media quench alternatif lain banyak digunakan selain memakai air. Bahkan polimer saat ini menjadi alternatif pengganti air dan oli. Dengan PAG 25% menjadikan produk quench yang lebih optimum dan kapasitas pendinginan yang lebih baik dari oli [1]. Derajat kekentalan (viscosity) berpengaruh pada severity of quench. Minyak mineral banyak dipilih karena kapasitas pendinginannya cukup baik. Pada umumnya minyak memiliki kapasitas pendinginan tertinggi sekitar temperatur 600 o C, dan agak rendah pada temperatur pembentukan martensit. Laju pendinginan minyak bisa dinaikkan dengan tiga cara yaitu dengan agitasi, memanaskan minyak pada temperatur diatas temperatur kamar dan mengemulsikan air (water soluable) [2]. Jenis minyak mineral yang sering dipakai untuk aplikasi quenching pada industri yaitu oli khusus, oil quench. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan media pendingin heat treatment yang tepat agar memenuhi standar kelayakan sifat mekanis Friction wedge AISI 1340 tanpa melakukan tempering. uraian penelitian A. Material Penjelasan tentang Komposisi Kimia Baja AISI 1340 Hasil Uji Komposisi Spektrofotometri dapat dilihat pada Tabel 1.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-343 Tabel 2. Larutan Etsa (ASM Metal Handbook vol.9, 1991) Larutan etsa Komposisi Struktur mikro 2% nital 2 ml HNO 3 98 L Alkohol Sodium metabisulfite 100 ml H 2O 12 g Na 2 S 2 O 5 Batas butir ferrit, perlit, bainit lath martensite Lath martensite Plate martensite Gambar 1. Friction wedge dengan dimensi dan perpotongan simetris menjadi dua bagian B. Proses Heat Treatment Dipersiapkan dua buah Friction Wedge baja AISI 1340 dengan kondisi belum mengalami heat treatment (as cast). Kemudian dipotong menjadi dua bagian simetris pada masingmasing Friction Wedge sehingga didapatkan empat buah spesimen dengan dimensi yang sama. Kemudian dilakukan proses heat treatment. Kemudian dilakukan austenitisasi dengan memanaskan baja ke furnace dengan temperatur 840 o C. Ketika mencapai temperatur austenitisasi, ditahan selama 20 menit pada temperatur tersebut. Kemudian spesimen dikeluarkan dan didinginkan ke dalam air. Dengan temperatur pemanasan an waktu tahan yang sama ke 3 spesimen lain lalu dilakukan pendinginan dengan celup oli, polimer dan pendinginan udara. C. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan menggunakan instrumen Hardness Universal Testing. Metode yang digunakan adalah uji kekerasan brinell sesuai standar ASTM E10. Indentor yang digunakan adalah bola baja dengan diameter indentor (D) = 2,5 mm. Sedangkan beban yang diberikan (F) = 187,5 Kgf. Indentasi dilakukan selama masing-masing 10 detik pada setiap sampel. Mekanimesnya, pengujian kekerasan dilakukan pada 4 titik yang berbeda pada tiap spesimen uji. Titik pertama pada permukaan spesimen, dilanjutkan titik kedua 10 mm dari titik pertama, titik ketiga 20mm dari permukaan dan titik keempat 30mm dari permukaan. Pengujian kekerasan pada permukaan dilakukan pada keempat variasi media pendingin, spesimen as cast dan spesimen as quench. Sedangkan pengujian untuk cross section hanya dilakukan pada keempat variasi media pendingin. D. Pengujian Metalografi Pengujian metalografi menggunakan instrumen mikroskop optik Olympus GX71. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat pada spesimen dengan media pendingin yang berbeda. Selain permukaan, yang dilihat adalah daerah cross section dari keempat variasi media pendingin, yaitu pada 30mm dari permukaan yang terkena kontak langsung dengan media pendingin. Larutan etching yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Identifikasi fasa yang terbentuk dan perbandingan struktur mikro dilihat pada perbesaran 1000X. Grafik hasil pengujian kekerasan permukaan E. Pengujian XRD Pengujian XRD (X-Ray diffraction) dilakukan untuk mengetahui fasa-fasa yang terdapat pada spesimen uji dengan variasi media pendingin. Instrumen yang digunakan adalah mesin XRD PW 3040/60 X Pert PRO Instrumen Enclosure 10kV di laboratorium karakterisasi JTMM. Untuk pengolahan data, sampel diperiksa dengan menggunakan X-Ray Diffraction (seluruhnya dihubungkan dengan interface pada komputer) kemudain dianalisa peak atau puncak yang terdapat setelah hasil uji analisa XRD menggunakan software High Score, Match, kemudian dianalisa secara Kualitatif menggunakan software PCPDF. F. Pengujian TMA TMA merupakan instrumen ilmiah yang mengukur sifat mekanik elongation suatu benda terhadap temperatur. Pengujian ini menggunakan instrumen Mettler Toledocdi Laboratorium Energi LPPM ITS. Perubahan volume yang disebabkan oleh proses fisik atau kimia dan berhubungan dengan perubahan temperatur umumnya berkisar 20-1400 C. Tapi dalam penelitian ini dilakukan pemanasan 340 0 C, karena temperatur kondisi real railroad wheel bekerja antara 30 o C sampai 300 o C. Heat rate yang digunakan dalam pengujian ini adalah 20 o C/menit. II. HASIL & DISKUSI A. Hasil Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan pada permukaan spesimen pada sampel as cast, sampel as quench dan pada setiap variasi media pendingin. Hasil pengujian kekerasan pada permukaan bisa dilihat pada grafik dibawah ini. Dari grafik diatas bisa dilihat bahwa perbedaan media pendingin memberikan variasi kekerasan di permukaan yang berbeda. Sifat mekanis hasil perlakuan panas tergantung dari proses pemanasan, waktu tahan dan laju pendinginannya [3].

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-344 Dari hasil pengujian didapatkan rata-rata nilai kekerasan pada tiap posisi dari permukaan setiap sampel uji. Spesimen uji tanpa perlakuan (As Cast) memiliki kekerasan 240,8 HBN pada permukaan. Spesimen as quench memiliki kekerasan 492,4 HBN pada permukaan. Spesimen uji dengan media celup air menghasilkan kekerasan yang paling tinggi yaitu 556,6 HBN. Dengan metode celup oli SAE 20W menghasilkan kekerasan 461,8 HBN. Kekerasan yang lebih rendah dihasilkan oleh spesimen uji dengan media pendingin larutan polimer 20% yaitu 416 HBN. Sedangkan pada proses normalisasi menghasilkan kekerasan yang lebih rendah, 265,2 HBN. Keempat spesimen uji ini memiliki angka kekerasan yang berbeda karena laju pendinginan yang dihasilkan juga berbeda. Proses normalizing pada umumnya tidak akan meningkatkan kekerasan yang terlalu signifikan [4]. Pada pengujian ini, penambahan kekerasan setelah dinormalisasi hanya bertambah 20-30 HBN. Kekerasan maksimum yang terbentuk tergantung pada berapa % martensit yang terbentuk [3]. Berdasar ASM vol 4 : Heat treating dengan kadar karbon 0,46 %, sesuai komposisi kimia benda uji dianggap membentuk 99% martnesit apabila kekerasannya mencapai 625 HBN. Membentuk 90% martensit apabila kekerasannya 520 HBN. 80% ketika kekerasannya 454 HBN. Dan membentuk 50% matensit apabila kekerasan yang dihasilkan 419 HBN. Sedangkan untuk kadar karbon 0,31% kekerasan maksimunya adalah 509 HBN. Dengan kekerasan 492,4 HBN berarti spesimen as quench membentuk martensit sedikit kurang dari 99% hal ini didukung oleh hasil pengamatan mikroskop optik pada sub bab sebelumnya dimana struktur mikro yang terbentuk pada spesimen as quench ini hampir seluruhnya berupa martensit. Dari spesimen uji tanpa perlakuan (as cast) dan dengan pendinginan udara tidak membentuk fasa martensit. Pada pendinginan menggunakan air kekerasan yang dihasilkan adalah 556,6 HBN, berarti lebih dari 90% martensit terbentuk, pada pendinginan celup oli SAE 20W yang memiliki viskositas lebih tinggi daripada air dihasilkan kekerasan 461,8 HBN, dan terbentuk sekitar 80% martensit. Pendinginan celup menggunakan larutan PVA mencapai kekerasan 416 HBN tidak sampai 50% martensit. Dari data pengujian pada permukaan ini tidak semua media pendingin memiliki angka kekerasan lebih dari 300 HBN. Kekerasan yang ada pada permukaan benda yang di quench tidak akan sama dengan kekerasan yang ada di dalamnya. Perbedaan laju pendinginan pada permukaan dan bagian inti mengakibatkan adanya angka kekerasan yang berbeda pada bagian permukaan dan inti [3]. Pada kedalaman 10 mm dari permukaan, spesimen quench celup air menunjukkan penurunan yang drastis dari kekerasan permukaan, yaitu 502 HBN. Sedangkan penurunan kekerasan pada proses quench oli dan normalizing tidak terlalu ekstrim. Pada larutan polimer juga terjadi penurunan kekerasan menjadi 376 HBN. Pada kedalaman 20mm dan 30mm hanya spesimen dengan quench air yang memiliki perbedaan dan penurunan kekerasan yang ekstrim. Sedangkan pada ketiga variasi media pendingin lain tidak menunjukkan penurunan yang terlalu signifikan. Untuk lebih jelasnya lihat pada grafik perbandingan distribusi kekerasan pada masing-masing variasi media pendingin Grafik distribusi kekerasan B. Analisa Struktur Mikro Pengujian dilakukan untuk melihat struktur mikro pada permukaan dan cross-section. Hasil pengujian metalografi di permukaan bisa dilihat pada gambar 2 sedangkan hasil pengujian metalografi bisa dilihat pada gambar 3. Gambar 2 (a) dan 3 (a) menunjukkan struktur mikro hasil casting tanpa perlakuan pada daerah permukaan dan cross section friction wedge. Struktur yang terlihat adalah ferrit dan perlit. Lubang hitam yang cukup banyak adalah void atau pengotor yang merupakan bawaan baja cor. Gambar 2 (b) menunjukkan struktur martensit yang berubentuk jarum-jarum pendek. Martensit adalah struktur yang terbentuk karena proses pendinginan non-ekuilibrium yang cepat atau sangat cepat pada temperatur austenitisasinya [5]. Fasa yang terbentuk adalah martensit yang hampir penuh, ini menunjukkan bahwa martensit yang terbentuk hampir maksimum dalam strukturnya. Bisa dipastikan baja ini sangat keras, namun getas. Sedangkan Gambar 3 b adalah struktur cross section dari friction wedge, dilihat dari strukturnya terlihat bahwa austenit sisa yang terbentuk lebih besar, dan tidak seluruhnya membentuk martensit seperti pada struktur mikro permukaannya. Gambar struktur mikro 2 (c) hampir sama dengan gambar struktur mikro 2 (b) namun apabila dilihat dari perbesaran 1000x dibawah mikroskop optik, perbedaan ada pada bentuk martensitnya, dimana bentuknya lebih memanjang. Bila kadar karbon dalam austenit lebih tinggi maka struktur martensit akan lebih memanjang, juga menjadi lebih tegang, keras dan getas [3]. Namun, struktur yang terbentuk pada permukaan spesimen quench air ini tidak sepenuhnya martensit tetapi ada juga austenit sisa dalam struktur tersebut yang berwarna terang, sedangkan martensit berwarna gelap. Apabila dibandingkan dengan struktur cross section (Gambar 3c), perbedaan ada pada jumlah austenit sisa yang semakin banyak. Hal ini dikarenakan laju pendinginan yang berbeda saat kondisi quench air, dimana pada daerah permukaan laju pendinginanya lebih besar daripada daerah inti. Gambar 2 (d) menunjukkan hasil struktur mikro hasil heat treatment dengan metode quench oli pada daerah surface. Berbeda dengan quench air, pada struktur mikro quench oli ini strukturnya berupa martensit yang lebih halus dan lebih banyak austenit sisa yang terbentuk. Pada daerah cross section (Gambar 3 d) bisa dilihat bahwa struktur yang terbentuk juga sama martensit dan austenit sisa dengan perbedaan austenit dalam struktur yang tidak terlalu mencolok, seperti pada quench air.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-345 Gambar 4. Hasil pengujian XRD Gambar 2 Hasil struktur mikro pada permukaan dengan perbesaran 1000x : (A) As cast (B) As quench (C) Water quench (D) Oil quench (E) Polymer aqueous quench (F) Normalizing ; dengan etsa 2-4% nital. Gambar 3 Hasil struktur mikro pada cross section dengan perbesaran 1000x (A) As cast (B) As quench (C) Water quench (D) Oil quench (E) Polymer aqueous quench (F) Normalizing ; dengan etsa 2-4% nital. Gambar 2 (e) merupakan struktur mikro baja yang telah mengalami heat treatment dengan pendinginan celup larutan polimer, terlihat sekilas struktur yang terbentuk merupakan campuran dari martensit dan bainit. Bentuk bainit berupa jarum-jarum acicular yang tidak sejajar satu sama lain dan berwarna gelap. Struktur ini disebut accicular bainite atau bainit bawah [6]. Dalam struktur mikro hasil quenching polymer ini juga terdapat sedikit martensit yang terbentuk. Apabila dibandingkan dengan daerah cross section (Gambar 3 e), martensit yang terbentuk memang masih ada namun hampir tidak terlihat karena jumlahnya sedikit. Laju pendinginan yang berbeda menyebabkan tidak homogennya struktur pada permukaan dan kedalaman tertentu. Pendinginan dengan udara atau biasa disebut normalizing tidak terbentuk martensit, strukturnya pada permukaan berupa perlit dengan matriks ferrit (lihat Gambar 2 f). Struktur perlit merupakan campuran dari ferrit dan sementit yang berlapislapis [4]. Pada perbesaran 1000x dibawah mikroskop optik, butiran yang terbentuk berupa perlit yang halus atau biasa disebut fine perlite. Perlit berwarna hitam sedangkan matriksnya, ferrit berwarna terang. Batas butir nampak jelas pada struktur mikro hasil pendinginan udara dengan etsa nital 2%, hal yang tidak dijumpai pada struktur mikro hasil pendinginan celup air, oli atau larutan polimer. C. Analisa Pengujian XRD Pengujian XRD dimaksudkan untuk mengetahui struktur yang terbentuk setelah heat treatment dengan perbedaan media pendingin. Berikut adalah hasil analisa pengujian XRD Pada pendinginan cepat dengan quench air, austenit bertransformasi menjadi martensit. Austenit yang memiliki struktur FCC (Face Centered Cubic) berusaha mengeluarkan atom karbon, namun karena waktu yang sangat singkat atom karbon tersebut terperangkap dan membentuk struktur baru, yaitu BCT [4]. Pada pendinginan oli hampir sama membentuk martensit, tetapi masih terbentuk fasa lain yaitu austenit (FCC). Austenit ini adalah austenit sisa yang terbentuk karena pada saat pendinginan, austenit tidak semuanya bertransformasi menjadi martensit. Rumus senyawa dari martensit yang terbentuk adalah Fe 1.91 C 0.09 dan rumus senyawa dari austenit sisa adalah Fe 0.94 C 0.06. Berbeda dengan pendinginan celup oli dan air, pendinginan dengan larutan polimer tak menampakkan peak yang menunjukkan adanya martensit yang terbentuk, dan yang terbentuk adalah struktur kristal BCC dengan rumus senyawa Fe. Kemungkinan yang terbentuk adalah ferrit atau bainit. Dari analisa struktur mikro pada sub bab sebelumnya tidak tampak adanya ferrit yang terbentuk. Sedangkan dengan pendinginan udara terbentuk ferrit dengan struktur kristal BCC.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-346 Tabel 3 Pengaruh media pendingin terhadap %elongation, pada range temperatur 20-300 0 C Temp Elongation ( % ) ( o C) Gambar 5. Grafik antara pertambahan panjang (%) berdasar temperatur Gambar 6. Grafik antara expansion coefficient berdasar temperatur Dari analisa XRD dari ke empat variasi media pendingin, tidak menunjukkan adanya karbida yang terbentuk, karena unsur Cr yang merupakan pembentuk karbida dalam baja hanya 0,13%. Cr akan mudah membentuk karbida saat komposisinya dalam baja mencapai 1%. Sedangkan Mn bukan unsur yang membentuk karbida, melainkan unsur penstabil karbida. Sementit (Fe 3 C) juga tidak terbentuk karena baja ini merupakan baja hypoeutektoid. D. Analisa Pengujian TMA Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji dan membandingkan kemampuan baja after treatment terhadap stress thermal yang bekerja. Simulasi ini dibutuhkan untuk proyeksi penggunaan friction wedge itu sendiri. Data yang didapat dari pengujian thermomechanical analysis ini adalah grafik antara temperatur dan perubahan dimensi yang terjadi pada spesimen uji yang telah mengalami heat treatment. Grafik pada Gambar 5 menunjukkan tentang perubahan panjang dari dimensi awal benda uji (dalam prosentase) seiring naiknya temperatur. Secara umum dapat dilihat bahwa dalam temperatur diatas temperatur kamar, semua material mengalami perubahan dimensi. Namun perubahan dimensi untuk setiap perlakuan berbeda-beda. Lihat tabel 3 untuk mengetahui nilai elongasi pada range temperatur tertentu Gambar 6 adalah grafik tentang nilai koefisien ekspansi termal (ppm/ o C) berdasar temperatur ( o C). Adanya kenaikan nilai koefisien ekspansi menunjukkan adanya pertambahan dimensi, sedangkan penurunan menunjukkan adanya penyusutan pada material. Menurut hasil pengujian TMA, heat treatment dengan metode celup air memiliki nilai koefisien ekspansi thrmal yang paling tinggi pada setiap titiknya. Tren yang terjadi, koefisien ekspansi termal mencapai peak pada temperatur 200-220 0 C, kecuali pada variasi pendinginan udara. Ketiga variasi media celup air, celup oli dan celup larutan polimer bertransformasi dari Jenis media 20 60 100 140 180 220 260 300 Quench air 0 0,07 0,21 0,40 0,60 0,81 1,02 1,24 Quench oli 0 0,03 0,13 0,27 0,33 0,43 0,54 0,65 Quench PVA 0 0,04 0,14 0,33 0,40 0,55 0,71 0,87 Normalizing 0 0,02 0,07 0,13 0,21 0,30 0,38 0,46 austenit menjadi martensit, sedangkan pada pendinginan udara, austenit bertransformasi menjadi perlit. Puncak yang terjadi pada range 200-220 o C ini adalah temperatur dimana martensit mulai berdekomposisi, atau batas pembentukan awal martensit (Ms). Pada temperatur 300 o C terjadi presipitasi karbida epsilon, dan karbon yang terperangkap dalam BCT mulai keluar membentuk karbida, namun karbida ini masih bersifat submicroscopic [3]. Di bawah mikroskop martensit tampak lebih hitam, struktur ini dinamakan black martensite. Pada temperature ini juga austenite sisa mulai berdekomposisi menjadi bainit, namun belum terlalu stabil [6]. Hal ini tidak terjadi pada bainit maupun perlit yang memiliki struktur Kristal BCC, dimana pada temperatur 300 o C tidak terjadi perubahan struktur dan sifat, karena perubahan alotropik Ao baja baru terjadi pada temperatur sedikit dibawah temperatur A1 nya. [6] III. KESIMPULAN Media pendingin air dan oli menghasilkan struktur mikro berupa martensit dan retained austenite. Pada pendinginan celup polimer dihasilkan struktur mikro berupa campuran bainit bawah dan martensit. Sedangkan pada pendinginan udara struktur yang dihasilkan adalah ferrit dan perlit. Pendinginan dengan larutan PVA 20% paling mendekati standar kelayakan kekerasan yaitu 416 HBN, dibawah media pendingin air dan oli SAE 20W. Pada temperatur kerja maksimum, media pendingin oli SAE 20W menunjukkan koefisien ekspansi yang lebih kecil dibandingkan polimer ataupun air. Dengan mempertimbangkan hasil pengujian, heat treatment dengan quench oli SAE 20W menunjukkan performa yang paling optimum. DAFTAR PUSTAKA [1] Liscic, B and G.E Totten. 2003. Advances in Polymer Quenching Technology. Union Carbide Coorporation : New York [2] Fernandes. 2007. Effect of substrate surface roughness on wetting behaviour of vegetable oils. Journal of National Institute of Technology Karnataka. India [3] Thelning, Karl-Erik.1975. Steel and Its Heat Treatment. London: Butterworths. [4] Avner, Sidney H. 1985. Introduction to Physical Metallurgy. Singapore: Fong and Sons Printers Pte, Ltd [5] A.K. Sinha.1989. Ferrous Physical Metallurgy. London: Butterworths. [6] Chadwick. G.A.,1989. Metallography of Phase Transformation fifth edition. Butterworths, London. [7] Totten, G. E. 1995. Handbook of Quenchants and Quenching Technology. Materials Park, OH: : ASM International.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-347 [8] ASM. 2004. ASM handbook vol 4 Heat Treating. ASM International. [9] ASM. 2000. ASM handbook vol 8 Mechanical testing and Evaluation. ASM International. [10] ASM. 2004. ASM handbook vol 9 Metallography and Microstructures. ASM International.