BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH ASPEK SOSIO KULTURAL MASYARAKAT TERHADAP SISTEM JARINGAN IRIGASI i

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menuju kemandirian sebagai daerah otonom tersebut, pemerintah daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan yang dilakukan. Seperti halnya yang terjadi di Bali.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

BAB I. merupakan bagian dari program Nawacita maka dibutuhkan modernisasi irigasi. Hal ini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Pertanian adalah suatu kegiatan manusia dalam mengelola sumber

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI LAHAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

I. PENDAHULUAN. tersebut petani hanya dapat melakukan kegiatan pertanian ala kadarnya sesuai

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN...

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIAK

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

BAB I. PENDAHULUAN. persoalan dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi penduduknya, target

PENDAHULUAN. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. merata pada tingkat harga yang terjangkau masyarakat. Sehubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih memegang

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1980 TENTANG KEBIJAKSANAAN MENGENAI PENCETAKAN SAWAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FUNGSI : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan dan perikanan darat b.

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2006 disebutkan bahwa pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Sistem irigasi terdiri dari prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Irigasi merupakan tindakan campur tangan manusia dalam pengelolaan salah satu sumber daya berupa air untuk menunjang kebutuhan manusia khususnya di sektor pertanian dalam arti luas. Sistem irigasi sendiri sudah dikenal beribu-ribu tahun yang lalu. Kerajaan Babylon memanfaatkan pengelolaan sungai Tigris untuk irigasi pertanian pada zamannya. Indonesia yang telah mengenal sistem irigasi sejak zaman kerajaan hindu kuno. Beberapa sungai pernah dibuat sebagai sistem irigasi seperti di Jawa Barat dengan bukti ditemukannya prasasti yang menerangkan pembuatan sungai tersebut. Namun tidak semua daerah mempunyai sistem yang sama karena setiap tempat, setiap jaman dan setiap kebudayaan mempunyai sistem yang mengatur mengenai irigasi tersebut, bahkan beberapa daerah mempunyai sistem irgasi yang khas sesuai dengan pola kebudayaan masyarakat setempat yang telah berkembang sejak dahulu serta masih bertahan hingga saat ini. Sebagai contoh dikenal istilah ulu-ulu yang

bertugas untuk mengatur aliran irigasi. Istilah ini dikenal pada masyarakat Jawa khususnya hingga pada masa penjajahan. Juga sistem irigasi adat yang telah dikenal sejak dulu hingga saat ini adalah sistem irigasi masyarakat Bali yaitu sistem irigasi Subak. Sistem ini mengatur mengenai hak dan kewajiban anggotanya dalam pengaturan irigasi untuk lahan pertanian (Sutawan, 1999). Umumnya setiap sistem irigasi mempunyai latar belakang kebudayaan setempat dalam menerapkan aturan atau kesepakatan mengenai irigasi tersebut termasuk didalamnya mengenai kondisi sumberdaya setempat yang akan mempengaruhi sistem irigasi tersebut. Dengan latar belakang yang berbeda maka sistem irigasi setiap daerah mungkin saja saling berbeda. Baik pengaruhnya terhadap peraturan yang disepakati maupun terhadap sarana serta prasarana irigasi yang dibuat di dalam sistem irigasi tersebut. Dengan demikian permasalahan-permasalahan yang muncul mengenai keirigasian ini juga mungkin berbeda di setiap daerah. Secara jelas tujuan ekonomis yang ingin dicapai dari pembuatan irigasi adalah untuk memenuhi permintaan produksi pangan akibat kenaikan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan sosial telah dilakukan upaya peningkatan produktivitas melalui Program Intensifikasi Pertanian dan pengembangan luas tanam, yaitu dengan cara meningkatkan intensitas tanam dan atau program pencetakan sawah baru. Untuk menunjang dua pendekatan tersebut diperlukan penyediaan air irigasi yang mencukupi melalui proyek irigasi, baik proyek irigasi baru maupun proyek rehabilitasi. Dengan adanya proyek irigasi tersebut akan menaikkan areal tanam padi yang selanjutnya akan menaikkan jumlah produksi tanaman padi (Tobing, 1993).

Pembangunan jaringan irigasi memerlukan dana yang tidak sedikit, sehingga akan membebani anggaran/budget pemerintah. Kegiatan investasi ini tidak akan siasia apabila mampu mendatangkan benefit bagi masyarakat secara keseluruhan. Benefit tersebut antara lain berupa terjadinya peningkatan produksi beras, sehingga akan menjamin ketersediaan pangan bagi rakyat Indonesia. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah terjadinya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani idealnya. Jadi pembangunan irigasi ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat semata dengan cara; menambah air (ketersediaan air) kedalam tanah untuk keperluan tanaman, menyediakan jaminan panen, mengurangi bahaya pembekuan, untuk mencuci atau mengurangi kadar garam dalam tanah, untuk mengurangi bahaya erosi tanah, untuk melunakkan pembajakan dari gumpalan tanah. Hal ini membuktikan adanya perubahan lingkungan yang dilakukan dalam proses pembangunan irigasi. Perubahan lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan irigasi dapat merubah sistem. Melalui kebijakan pengelolaan irigasi yang selama ini hanya ditangani pemerintah pada awalnya dapat memberikan dampak yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan tercapainya swasembada pangan, khususnya beras pada tahun 1984. Namun keberhasilan tersebut tidak berkelanjutan mengingat dukungan prasarana irigasi banyak yang menurun kuantitas, kualitas maupun fungsinya, apalagi setelah Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997. Penurunan fungsi prasarana irigasi tersebut antara lain disebabkan bahwa selama ini anggapan pengembangan

irigasi menjadi tanggung jawab pemerintah, sehingga sebagian petani berpendapat bahwa mereka tidak turut bertanggung jawab. Dengan semakin kompleksnya permasalahan pengelolaan irigasi, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Inpres Nomor 3 tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang kemudian dilanjutkan dengan Reformasi Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi yang akhirnya dengan diterbitkannya Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sebagai pengganti Undang - Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001. Sejalan dengan pemberlakuan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006, maka Kebijakan Pengelolaan Irigasi akan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif, yang secara substansial sebenarnya sudah lama dikenal melalui pola swadaya atau gotong royong. Melalui kebijakan tersebut, pengembangan (pembangunan/rehabilitasi) irigasi tidak hanya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah maupun pemerintah daerah, tetapi juga merupakan tanggungjawab petani. Pada dasarnya, pengelolaan irigasi partisipatif adalah suatu pendekatan strategis dalam pengelolaan infrastruktur irigasi melalui keikutsertaan petani dalam semua aspek penyelenggaraan irigasi, termasuk perencanaan, desain, pelaksanaan, pengembangan (pembangunan/ rehabilitasi), pembiayaan, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan (O&P), pengawasan, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan sistem dari waktu ke

waktu secara berkelanjutan. Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan tersebut, kedepan kegiatan Pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif merupakan suatu kegiatan atau pola pembangunan yang menjadi salah satu prioritas untuk dilaksanakan yang disesuaikan dengan kondisi setempat (Ambler, 1991). Secara gamblang dapat dikatakan sebenarnya awal dari pembangunan irigasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani, namun dipertengahan jalan ditemukan dan dirasakan bahwa pembangunan irigasi juga memberikan dampak atau pengaruh terhadap aspek sosial. Berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian tentang: dampak pembangunan irigasi terhadap sosial ekonomi di tempat aliran irigasi. Meskipun sebenarnya bukan penelitian yang baru, karena beberapa penelitian terdahulu juga sudah dilakukan. Baik itu yang mengkaji dampak kelembagaan dari pembangunan irigasi, maupun dampak pendapatan dan distribusi tanaman diakibatkan irigasi. Namun secara luas yang membahas analisis dampak pembangunan jaringan irigasi terhadap sosial ekonomi khususnya di Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batu Bara sampai saat ini belum pernah dilakukan. Medang Deras yang berada di Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu daerah sentra produksi padi,disamping untuk kebutuhan mansyarakat setempat khususnya, Batu Bara pada umumnya hasil produksi padi dapat menyuplai ke daerah sekitar yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Batu Bara. Jaringan irigasi di

Kecamatan Medang Deras sebelum pembangunan irigasi masih menggunakan irigasi non teknis 1.2. Perumusan masalah Berdasarkan pemaparan gambaran dibagian pendahuluan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana dampak pembangunan irigasi terhadap kondisi lingkungan di Kecamatan Medang Deras? 2. Bagaimana dampak pembangunan irigasi terhadap keadaan sosial masyarakat Kecamatan Medang Deras? 3. Bagaimana dampak pembangunan irigasi terhadap keadaan ekonomi masyarakat Kecamatan Medang Deras? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis dampak pembangunan irigasi terhadap kondisi lingkungan di Kecamatan Medang Deras. 2. Menganalisis dampak pembangunan irigasi terhadap keadaan sosial masyarakat Kecamatan Medang Deras. 3. Menganalisis dampak pembangunan jaringan irigasi terhadap keadaan ekonomi masyarakat Kecamatan Medang Deras.

1.4. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: 1. Memberikan masukan kepada dinas atau instansi terkait dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan sistem irigasi. 2. Menambah khasanah ilmu bagi studi lingkungan.