PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

PEMERINTAH DAERAH SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Sungai ( Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3441 ); 10.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

NO SERI. C PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2004 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Transkripsi:

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain; b. bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras; c. bahwa daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya; d. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2e) dan Pasal 77 ayat (1) Peraturan Pemerintah 38 Tahun 2011 tentang Sungai, maka pemerintah kota probolinggo berwenang melakukan pengelolaan drainase; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Drainase. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; 1

2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Timur, Djawa Tengah dan Djawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia, Tanggal 14 Agustus 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1954 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 2043); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 6. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 9. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657); 2

11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258), sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) 18. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230); 3

20. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 21. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 23. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kota Probolinggo (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2006 Nomor 3); 24. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Kota Probolinggo (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2008 Nomor 2); 25. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2008 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2008 Nomor 4); 26. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kualitas Air (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2010 Nomor 4); 27. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo Tahun 2009-2028 (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2010 Nomor 2); 28. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Probolinggo (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2012 Nomor 4); 29. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2013 Nomor 3); 30. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 9 Tahun 2013 tentang Irigasi (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2013 Nomor 6); 31. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2014 Nomor 4); 32. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 5 Tahun 2014 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2014 Nomor 5); 4

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PROBOLINGGO dan WALIKOTA PROBOLINGGO MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN DRAINASE. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 3. Kota adalah Kota Probolinggo. 4. Pemerintah Kota adalah Walikota dan Perangkat Kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Kota Probolinggo. 5. Walikota, adalah Walikota Probolinggo. 6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Probolinggo. 7. Peraturan Daerah Kota Probolinggo adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh DPRD Kota Probolinggo dengan persetujuan Walikota. 8. Air adalah semua air yang terdapat di dalam atau berasal dari sumbersumber air baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut. 9. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. 10. Dataran banjir adalah dataran di sepanjang kiri dan/atau kanan sungai yang tergenang air pada saat banjir. 11. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km² (dua ribu kilo meter persegi). 12. Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai/saluran drainase melebihi palung sungai/saluran drainase. 5

13. Bantaran Sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai. 14. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. 15. Garis Sempadan adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. 16. Drainase adalah prasarana dan sarana yang berfungsi mengalirkan kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air penerima. 17. Drainase Perkotaan adalah drainase di wilayah perkotaan yang berfungsi mengelola/mengendalikan air permukaan, sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. 18. Sistem Drainase Perkotaan adalah satu kesatuan sistem teknis dan non teknis dari prasarana dan sarana drainase perkotaan. 19. Prasarana Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia. 20. Sarana Drainase adalah bangunan pelengkap yang merupakan bangunan yang ikut mengatur dan mengendalikan sistem aliran air hujan agar aman dan mudah melewati jalan, belokan daerah curam, bangunan tersebut seperti gorong-gorong, pertemuan saluran, bangunan terjunan, jembatan, tali-tali air, pompa, pintu air. 21. Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan adalah perencanaan dasar drainase jangka panjang yang menyeluruh dan terarah pada suatu daerah perkotaan yang mencakup tahapan perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota. 22. Studi Kelayakan Sistem Drainase Perkotaan adalah suatu studi untuk mengukur tingkat kelayakan usulan pembangunan prasarana dan sarana sistem drainase perkotaan di suatu wilayah pelayanan ditinjau dari aspek teknis, ekonomi dan lingkungan. 23. Pengembangan jaringan Drainae adalah pembangunan jaringan Drainase baru dan/atau peningkatan Jaringan Drainase yang sudah ada. 24. Pembangunan Jaringan Drainase adalah seluruh kegiatan penyediaan jaringan Drainase diwilayah tertentu yang belum ada Jaringan Drainase. 25. Peningkatan Jaringan Drainase, adalah kegiatan meningkatkan fungsi dan kondisi Jaringan Drainase yang sudah ada atau kegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan Drainase yang sudah ada dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah Drainase. 26. Pengelolaan Drainase adalah kegiatan upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Drainase perkotaan. 27. orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum 6

BAB II ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Pertama Asas dan Tujuan Pasal 2 (1) Pengelolaan drainase diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran hukum, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, asas keterpaduan, asas partisipasif dan asas nilai ekonomi. (2) Pengelolaan drainase bertujuan untuk : a. terciptanya ketertiban sistem drainase dan lingkungan sesuai fungsi kawasan yang direncanakan; b. mewujudkan kemanfaatan drainase yang berkelanjutan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat; c. berfungsi dan tidak terganggunya drainase oleh aktifitas yang berkembang di sekitarnya; d. mencegah dan mengurangi terjadinya genangan air yang terjadi pada saat musim hujan. Bagian Kedua Ruang lingkup Pasal 3 Lingkup pengaturan yang tercantum dalam Peraturan Daerah ini terdiri dari : a. Wewenang dan tanggungjawab; b. Pengelolaan drainase yang meliputi : 1) perlindungan terhadap banjir; 2) perlindungan dan pelestarian drainase; 3) pengamanan drainase; 4) perencanaan drainase; 5) studi kelayakan; 6) perencanaan teknik; 7) pelaksanaan konstruksi; dan 8) operasional dan pemeliharaan; c. Sistem informasi; d. Peran masyarakat; e. Kemitraan; f. Pembinaan, pengawasan dan pengedalian; g. Kewajiban dan larangan; h. Pembiayaan; 7

i. Larangan larangan; j. Sanksi administrasi; k. Ketentuan pidana; l. Ketentuan penyidikan; m. Ketentuan peralihan; dan n. Ketentuan penutup. BAB III WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 4 Wewenang dan tanggung jawab pengelolaan drainase berdasarkan kesatuan drainase di Kota berada pada Pemerintah Kota. Pasal 5 Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: a. penetapan kebijakan pengelolaan sumber air, dan drainase; b. penetapan pola pengelolaan drainase; c. penetapan rencana pengelolaan drainase; d. penetapan dan pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan drainase; e. penetapan dan pemberian ijin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah; f. menjaga efektifitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan drainase; g. pemberdayaan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan drainase, dalam rangka membangun kepedulian terhadap pelestarian drainase; h. pendayagunaan drainase; i. pengendalian daya rusak air yang berdampak skala kota; dan j. penyelenggaraan sistem informasi drainase. BAB IV PENGELOLAAN DRAINASE Bagian Pertama Perlindungan Terhadap Banjir Pasal 6 Pembangunan prasarana pengendali aliran permukaan berfungsi sebagai drainase Kota. 8

Pasal 7 Persiapan menghadapi banjir, dilakukan melalui kegiatan : a. penyediaan dan pengujian sistem prakiraan banjir serta peringatan dini; b. pemetaan kawasan rawan bencana banjir; c. inspeksi berkala kondisi prasarana pengendali banjir; d. peningkatan kesadaran masyarakat; e. penyediaan dan sosialisasi jalur evakuasi dan tempat pengungsian; f. penyusunan dan penetapan prosedur operasi lapangan dan penanggulangan banjir. Pasal 8 (1) Pengelolaan dataran banjir meliputi a. penetapan batas dataran banjir; b. penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir; c. pengawasan peruntukkan lahan di dataran banjir; d. persiapan menghadapi banjir; e. penanggulangan banjir; f. pemulihan setelah banjir. (2) Penetapan batas dataran banjir, dengan dilakukan identifikasi genangan banjir/pemodelan genangan dengan debit rencana 20 (dua puluh) tahun. Bagian Kedua Perlindungan dan Pelestarian Drainase Pasal 9 Perlindungan drainase ditujukan untuk ; a. melindungi dari sisi kualitas dan kuantitas air sepanjang daerah pengalirannya yang secara hidrologis mengalir dari hulu sampai ke hilir; b. mencegah terjadinya peningkatan debit air di luar kemampuan kapasitas aliran drainase. Pasal 10 Pelestarian drainase ditujukan untuk meningkatkan fungsi drainase. Bagian Ketiga Pengamanan Drainase Pasal 11 (1) Pemerintah Kota sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, menyelenggarakan upaya pengamanan drainase dan wilayah sekitarnya yang meliputi : 9

a. pengelolaan wilayah aliran drainase; b. pengendalian daya rusak air; dan c. pengendalian aliran drainase. (2) Pengamanan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan-kegiatan : a. penetapan garis sempadan; b. pembuatan dan pemasangan papan larangan dan/atau papan informasi; dan c. pengamanan dalam kaitannya dengan pemanfaatan drainase. (3) Dalam rangka pengamanan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah Kota dapat mengikutsertakan masyarakat. Bagian Keempat Perencanaan Drainase Pasal 12 (1) Perencanaan sistem drainase perkotaan, meliputi : a. rencana induk Sistem Drainase Perkotaan; b. studi kelayakan Sistem Drainase Perkotaan; c. perencanaan teknik Sistem Drainase Perkotaan. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun untuk pengembangan sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Paragraf 1 Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan Pasal 13 (1) Rencana induk sistem drainase perkotaan disusun untuk kawasan perkotaan skala kota sedang. (2) Rencana induk Sistem Drainase Perkotaan disusun oleh SKPD terkait. (3) Penyusunan rencana induk Sistem Drainase Perkotaan harus disesuaikan pada Rencana Umum Tata Ruang dan berlaku 20 (dua puluh) tahun atau disesuaikan dengan jangka waktu berlakunya Rencana Umum Tata Ruang; (4) Rencana induk sistem drainase perkotaan disusun dengan memperhatikan : a. rencana pengelolaan sumber daya air; b. rencana umum tata ruang kota (RTRW); c. tipologi kota/wilayah; d. konservasi air; dan e. kondisi lingkungan, sosial, ekonomi dan kearifan lokal. (5) Rencana induk sistem drainase perkotaan paling sedikit memuat : 10

a. inventarisasi kondisi awal sistem drainase; b. kajian dan analisa drainase dan konservasi air; c. pendekatan penyelenggaraan sistem drainase perkotaan; d. rencana sistem jaringan drainase perkotaan termasuk skema jaringan drainase perkotaan; e. skala prioritas dan tahapan penanganan; f. perencanaan dasar; g. pembiayaan; h. kelembagaan; dan i. pemberdayaan masyarakat. Paragraf 2 Studi Kelayakan Sistem Drainase Perkotaan Pasal 14 (1) Studi kelayakan sistem drainase perkotaan disusun untuk mengukur tingkat kelayakan usulan pembangunan prasarana dan sarana drainase perkotaan di suatu wilayah pelayanan ditinjau dari aspek teknis, ekonomi dan lingkungan. (2) Studi kelayakan Sistem Drainase Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. perencanaan teknis; b. kelayakan teknis; c. kelayakan ekonomi; d. kelayakan lingkungan; dan e. rencana penyediaan lahan dan permukiman kembali. (3) Kelayakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi persyaratan hidrologi, hidrolika, kekuatan dan stabilitas struktur, ketersediaan material, dan dapat dilaksanakan dengan sumber daya manusia dan teknologi yang ada dan kemudahan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan. (4) Kelayakan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dianalisis berdasarkan harga optimal, manfaat langsung dan tidak langsung dari terbangunnya sarana dan prasarana drainase perkotaan. (5) Kelayakan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus memenuhi persyaratan studi analisis mengenai dampak lingkungan atau usaha pengelolaan lingkungan/usaha pemantauan lingkungan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. 11

Paragraf 3 Perencanaan Teknik Sistem Drainase Perkotaan Pasal 15 (1) Perencanaan teknik sistem drainase perkotaan merupakan suatu perencanaan detail prasarana dan sarana sistem drainase perkotaan sampai memenuhi syarat untuk dilaksanakan pembangunan sistem drainase perkotaan. (2) Perencanaan teknik sistem drainase perkotaan disusun berdasarkan : a. rencana induk sistem drainase perkotaan; b. studi kelayakan; dan c. kondisi lokasi perencanaan. (3) Perencanaan teknik sistem drainase perkotaan paling sedikit memuat : a. analisa hidrologi dan hidrolika; b. sistem jaringan drainase perkotaan; c. analisa kekuatan konstruksi bangunan air sistem drainase perkotaan; d. nota perhitungan; e. gambar detail bangunan air; f. spesifikasi teknis sarana dan prasarana drainase perkotaan; g. perkiraan biaya pembangunan sistem drainase perkotaan; h. dokumen pengadaan prasarana dan sarana drainase perkotaan; i. metode pelaksanaan konstruksi; dan j. manual operasi dan pemeliharaan. Paragraf 4 Pelaksanaan Konstruksi Sistem Drainase Perkotaan Pasal 16 (1) Pelaksanaan konstruksi sistem drainase perkotaan meliputi kegiatan : a. pembangunan baru; dan/atau b. normalisasi. (2) Tahapan pelaksanaan konstruksi sistem drainase perkotaan terdiri atas : a. persiapan konstruksi; b. pelaksanaan konstruksi; dan c. uji coba sistem. (3) Lingkup pekerjaan persiapan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah : a. persiapan gambar desain, termasuk di dalamnya gambar kerja; b. persiapan lapangan; c. mendirikan bangunan kantor dan gudang; d. pengukuran tinggi muka tanah dan tinggi muka air banjir (peil); 12

e. mobilisasi peralatan dan tenaga kerja; dan f. perijinan. (4) Pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi : a. persiapan, meliputi gambar rencana, lapangan, material, tenaga kerja, dan peralatan; b. pekerjaan fisik, meliputi saluran, gorong-gorong, jembatan, pintu air, tanggul, rumah pompa; c. pengawasan, meliputi pembuatan gambar kerja (shop drawing), kualitas, jadwal pelaksanaan (time schedule), network planning, biaya; dan d. laporan, meliputi laporan harian, laporan mingguan, laporan bulanan, laporan uji material bangunan air. (5) Uji coba sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan pada : a. saluran; b. bangunan perlintasan; c. bangunan pompa air; dan d. bangunan pintu air. Bagian Kelima Operasional dan Pemeliharaan Pasal 17 (1) Pengoperasian prasarana dan sarana meliputi : a. Pintu air manual dan otomatis; b. Saringan sampah manual dan otomatis; c. Pompa; d. Sistem polder; dan e. Sistem pembuangan sedimen. (2) Pengaturan aliran air dilakukan untuk mengendalikan sistem aliran air hujan agar mudah melewati belokan daerah curam, gorong-gorong, pertemuan saluran, bangunan terjun, jembatan, tali air (street inlet), pompa, pintu air. (3) Pengelolaan sedimen terdiri dari pengerukan, pengangkutan dan pembuangan sedimen secara aman. Pasal 18 (1) Pemeliharaan dilakukan untuk mencegah kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana dan perbaikan terhadap kerusakan prasarana drainase. (2) Pelaksanaan pemeliharaan wajib mengikuti metode pelaksanaan bersih dan aman. 13

(3) Kegiatan pemeliharaan meliputi : a. pemeliharaan rutin; b. pemeliharaan berkala; c. rehabilitasi; dan d. pemeliharaan khusus. BAB V SISTEM INFORMASI DRAINASE Pasal 19 (1) Untuk mendukung pengelolaan Drainase, Pemerintah Kota sesuai wewenang dan tanggungjawabnya menyelenggarakan Pengelolaan Sistem Informasi Drainase. (2) Sistem Informasi Drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jajaran Informasi Drainase yang tersebar dan dikelola oleh SKPD terkait yang terintegrasi dalam Jaringan Geospatial Pemerintah Kota. (3) Sistem Informasi Drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas Informasi Drainase, Prasarana dan Sarana Drainase serta Institusi Pengelola Drainase. (4) Pengelolaan Sistem Informasi Drainase meliputi kegiatan Perencanaan, Pelaksanaan, Pengoperasian, Pemeliharaan dan Evaluasi Sistem Informasi Drainase. BAB VI PERAN MASYARAKAT DAN SWASTA Pasal 20 (1) Peran masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan sistem drainase perkotaan dapat dilakukan pada setiap tahapan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan serta pemantauan dan evaluasi. (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. menyediakan sumur resapan, biopori, kolam tandon/kolam retensi, sesuai dengan karakteristik kawasan; b. mencegah sampah dan air limbah masuk ke saluran; c. melakukan pemeliharaan dan pembersihan drainase lokal di lingkungannya; d. mencegah pendirian bangunan di atas saluran dan jalan inspeksi; e. mengelola sistem drainase kawasan secara swadaya; dan/atau f. menyampaikan informasi tentang penanganan drainase kepada pemerintah kota. 14

(3) Peran swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. menyediakan sumur resapan, biopori, kolam tandon/kolam retensi, kolam tamping di kawasan permukiman yang menjadi tanggungjawabnya; b. mencegah sampah dan air limbah masuk ke saluran drainase ; c. melakukan pembangunan saluran dan bangunan pelengkap drainase di kawasan permukiman yang terintegrasi dengan sistem drainase kota; d. melakukan operasi dan pemeliharaan sistem drainase di kawasan permukiman yang menjadi tanggung jawabnya; e. mencegah pendirian bangunan di atas saluran dan jalan inspeksi drainase; dan/atau f. menyampaikan informasi tentang penanganan drainase kepada pemerintah kota. (4) Peran swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah mendapat izin dari Walikota. BAB VII PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 21 (1) Pemerintah Kota wajib melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan drainase kepada SKPD terkait. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. peningkatan kapasitas kelembagaan; b. peningkatan sumber daya manusia; c. peningkatan pengelolaan keuangan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. penerapan standar pelayanan minimal; b. penerapan standar operasional prosedur; c. penerapan norma, standar, pedoman dan kriteria; d. pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup serta pelaporan dan evaluasi secara periodik. (4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap tingkat pencapaian kinerja pengelolaan drainase secara periodik dibandingkan dengan target atau sasaran yang harus dipenuhi, meliputi : a. standar pelayanan minimal; b. standar operasional prosedur. (5) Pembuangan limbah domestik yang dibuang ke saluran drainase harus dikendalikan, supaya tidak mencemari saluran drainase. 15

BAB VIII KEWAJIBAN Pasal 22 Setiap orang wajib ikut serta menjaga kelestarian fungsi drainase, menjaga kelestarian rambu-rambu dan tanda-tanda pekerjaan dalam rangka pembinaan drainase. Pasal 23 Setiap orang yang mendirikan, mengubah, atau membongkar bangunanbangunan di tepi atau melintas saluran drainase wajib memperoleh izin Walikota. Pasal 24 Setiap orang yang mengambil dan menggunakan air drainase selain untuk keperluan sehari-hari wajib memperoleh izin Walikota setelah mendapat rekomendasi dari SKPD terkait. Pasal 25 (1) Setiap orang yang melakukan pengerukan atau penggalian serta pengambilan bahan-bahan galian pada saluran drainase hanya dapat dilakukan di tempat yang telah ditentukan oleh Walikota melalui SKPD terkait. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 26 (1) Pembiayaan pengelolaan drainase ditetapkan berdasarkan kebutuhan pengelolaan. (2) Jenis pembiayaan pengelolaan drainase meliputi biaya : a. sistem informasi; b. perencanaan; c. pelaksanaan konstruksi; d. operasi, pemeliharaan; dan e. pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat. (3) Sumber pembiayaan dapat berasal dari : a. pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah kota; b. pihak swasta; dan c. masyarakat. 16

Pasal 27 Pembiayaan pengelolaan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dibebankan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah kota, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pengelola drainase, koperasi, badan usaha lain, dan perseorangan, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam bentuk kerja sama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 28 Pembiayaan pengelolaan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b dan c yang ditujukan untuk pengusahaan drainase yang diselenggarakan oleh koperasi, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pengelola sumber daya air, badan usaha lain dan perseorangan ditanggung oleh masing-masing yang bersangkutan. Pasal 29 Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk pendayagunaan drainase pada wilayah saluran primer lintas provinsi, lintas kabupaten/kota, dan strategis nasional, pembiayaan pengelolaannya ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan Pemerintah Kota melalui pola kerja sama. BAB X LARANGAN-LARANGAN Pasal 30 Dalam rangka menjaga prasana jaringan Drainase, Setiap orang dilarang : a. mengubah aliran drainase kecuali dengan izin Walikota. b. menyadap Air dari saluran drainase, saluran pembawa dan saluran drainase selain pada tempat yang sudah ditentukan; c. membuang benda-benda padat dengan atau tanpa menggunakan alat-alat mekanis yang dapat berakibat menghambat aliran, mengubah sifat air serta merusak Jaringan Darainase d. membuang benda-benda, zat padat dan/atau zat cair atau yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar jaringan Drainase yang dapat menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas air. e. membuat galian atau membuat selokan sepanjang saluran drainase dan bangunan-bangunannya pada jarak tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran dan dapat mengganggu stabilitas saluran Drainase dan bangunan-bangunannya; 17

f. menggembalakan, menambatkan atau menahan hewan atau ternak di dalam area sempadan saluran Drainase; g. merusak dan atau mencabut rumput atau tanaman yang ditanam pada tangkis/tanggul saluran Drainase dan bangunan yang berguna untuk konservasi; h. membudidayakan tanaman pada area sempadan saluran drainase, tangkis/tanggul saluran Drainase, berem dan alur-alur saluran Drainase; i. menghalangi atau merintangi kelancaran jalannya Air dengan cara apapun; j. mendirikan bangunan di dalam area sempadan saluran atau melakukan tindakan yang dapat mengganggu fungsi drainase kecuali bangunan yang mendukung peningkatan Drainase; k. membuang sampah baik berbentuk benda cair, padat dan lainnya pada saluran secara langsung atau tidak langsung yang dapat mengakibatkan terganggunya kualitas air dan sumber air. l. mengadakan perubahan dan/atau pembongkaran bangunan dalam jaringan Drainase maupun bangunan pelengkapnya kecuali dengan izin Walikota; m. mendirikan, mengubah ataupun membongkar bangunan-bangunan lain dari pada yang tersebut pada huruf a, yang berada didalam, diatas maupun melintasi saluran Drainase; n. mendirikan jaring, keramba ikan di dalam saluran Drainase yang dapat menghambat aliran air dan merusak lingkungan dan bangunan Drainase; o. membangun bendung pada saluran drainase yang mengganggu fungsi drainase; BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 31 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Kota diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; 18

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang bertanggungjawab. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik dari Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 32 (1) Pelanggaran terhadap Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 30 diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 33 (1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. 19

(2) Peraturan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 34 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Probolinggo. Ditetapkan di Probolinggo pada tanggal 2015 WALIKOTA PROBOLINGGO, Hj. RUKMINI NOREG PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 102-5/2015 20

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DRAINASE I. PENJELASAN UMUM Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang sungai mengatur berbagai hal mengenai pengelolaan sumber daya air yang antara lain mengenai pengembangan dan pengelolaan sistem drainase. Ketentuan tersebut memerlukan penjabaran. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, Peraturan Daerah ini memuat berbagai ketentuan mengenai pengelolaan drainase secara terperinci dan komprehensif berdasarkan pertimbangan dan pemikiran. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mengamanatkan bahwa penguasaan sumber daya Air oleh Negara diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kota dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di dalam penyelenggaraannya tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan pengelolaan sumber daya Air, Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kota bertanggungjawab pengelolaan drainase agar mengurangi dampak lingkungan. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Dalam pelaksanaan desentralisasi diberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan prinsip pendekatan pelayanan kepada masyarakat diberbagai bidang termasuk pengelolaan drainase. Pemerintah Kota sesuai dengan kewenangannya mempunyai tujuan antara lain untuk pemberdayaan dan meningkatkan kemampuan perekonomian di daerah. Pengembangan dan pengelolaan sistem drainase dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan 21

kepentingan dan peran serta masyarakat dalam keseluruhan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem drainase. Untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut, dilakukan pemberdayaan masyarakat oleh dinas atau instansi terkait dibidang drainase secara berkesinambungan. Selanjutnya untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan sistem drainase secara partisipatif serta untuk dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, pengembangan dan pengelolaan sistem drainase dilaksanakan dengan pendayagunaan sumber daya Air yang didasarkan pada keterkaitan antara Air hujan, Air permukaan dan Air tanah secara terpadu dengan mengutamakan pendayagunaan Air permukaan. Pengembangan dan pengelolaan sistem drainase tersebut dilaksanakan dengan prinsip satu sistem drainase satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan dengan memperhatikan kepentingan pengguna jaringan drainase di bagian hulu, tengah dan hilir secara selaras. Pengembangan dan pengelolaan sistem drainase dilaksanakan oleh kelembagaan pengelolaan drainase yang meliputi instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, masyarakat atau pihak lain yang kegiatannya terkait. Dalam rangka menetapkan kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem drainse dengan prinsip satu sistem drainase satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan, pengembangan dan pengelolaan sistem drainase dilaksanakan secara partisipatif yang didukung dengan pengaturan kembali tugas, wewenang dan tanggung jawab kelembagaan pengelolaan drainase, pemberdayaan drainase, penyempurnaan sistem pembiayaan pengembangan dan pengelolaan jaringan drainse untuk mewujudkan keberlanjutan sistem drainase. Pengembangan dan pengelolaan sistem drainase secara partisipatif dilaksanakan dalam keseluruhan proses pengembangan dan pengelolaan sistem drainase dimulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan, pada tahap perencanaan, pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi. Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kota sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi dan memberikan bantuan sesuai dengan permintaan masyarakat dengan memperhatikan prinsip kemandirian. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) 22

Yang dimaksud dengan asas tanggung jawab adalah bahwa Pemerintah Daerah menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Yang dimaksud dengan asas keberlanjutan adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya keberlanjutan daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan asas kemanfaatan adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pengelolaan limbah domestik yang dilaksanakan, disesuaikan dengan daya dukung lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia. Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa materi muatan dalam Peraturan Daerah harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender. Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung. Ayat (2) Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 23

Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Ayat (1) Huruf a Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan. Huruf b Huruf c Ayat (2) Ayat (3) Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Pemeliharaan rutin adalah upaya menjaga dan mengamankan secara rutin saluran drainase agar selalu dapat dapat berfungsi 24

dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. Huruf b Pemeliharaan berkala adalah upaya menjaga dan mengamankan secara berkala saluran drainase agar selalu dapat dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya Huruf c Rehabilitasi adalah kegiatan perbaikan saluran drainase guna mengembalikan fungsi dan pelayanan seperti semula Huruf d Pemeliharaan khusus adalah upaya menjaga dan mengamankan secara khusus saluran drainase agar selalu dapat dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 25

Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 26