BAB 1 PENDAHULUAN. daerah atau wilayah provinsi dan setiap daerah atau wilayah provinsi terdiri atas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

KEPALA DESA DEMPET KECAMATAN DEMPET KABUPATEN DEMAK PERATURAN DESA DEMPET NOMOR 06 TAHUN 2O16 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 38 SERI D

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

PERATURAN DESA PAWEDEN KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI KAMPAR PROVINSI RIAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2014

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 26 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 3

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUSIN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DESA TANJUNGSARI KECAMATAN SUKAHAJI KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN DESA TANJUNGSARI NOMOR : 06 TAHUN 2016

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI E

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 44 TAHUN 2017 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PERATURAN DESA NANGGUNG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

KEPALA DESA KIRIG KECAMATAN MEJOBO KABUPATEN KUDUS PERATURAN DESA KIRIG NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA KIRIG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

P E R A T U R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia yang merupakan Negara kesatuan yang berbentuk republik dalam penyelenggaraan pemerintahanya Negara Indonesia terdiri dari beberapa daerah atau wilayah provinsi dan setiap daerah atau wilayah provinsi terdiri atas beberapa daerah kabupaten dan kota. Selanjutnya di dalam setiap daerah kabupaten atau kota terdapat satuan pemerintahan terendah yang di sebut desa atau kelurahan. 1 Desa dan kelurahan adalah dua satuan pemerintahan terendah dengan status berbeda. Desa adalah satuan pemerintahan yang di beri hak otonomi adat sehingga merupakan badan hukum sedangkan kelurahan adalah satuan pemerintahan administrasi yang hanya merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kabupaten atau kota. Jadi, kelurahan bukan badan hukum melainkan hanya sebagai tempat beroperasinya pelayanan pemerintahan dari pemerintah kabupaten atau kota di wilayah kelurahan setempat. Sedangkan desa adalah wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya. 2 1 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Erlangga, 2011, Hlm 1 2 Ibid

Desa, penduduk, sistem sosial, dan pemerintahanya selalu menarik perhatian berbagai pihak. Keberadaanya di kaji para pakar dalam forum-forum ilmiah, didesain oleh para pengambil kebijakan, di sakralkan oleh sebagian sosiolog dan antropolog, di cintai penduduknya karena memberikan rasa tenang dan tenteram, diproyekkan oleh pejabat dan pengendali sumber daya, dipolitisasi oleh politikus partai politik dan pemegang kekuasaan, dan di keruk kekayaanya oleh pemilik modal atau kapitalis. Akan tetapi, semuanya tidak ada dampak yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri sejak dulu sampai sekarang. Masyarakat desa tetap saja miskin dan terbelakang dan pemerintahanya tidak kunjung mengembangkan kapasitasnya sehingga mampu memberikan pelayanan publik yang memuaskan masyarakatnya. 3 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan hak tradisional yang di akui dan di hormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4 Sejak tanggal 24 September 1960 Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria. Undang-Undang Pokok Agraria merupakan penjabaran dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut: 3 Ibid 4 Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 1 ayat (1)

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 5 Untuk melaksanakan fungsi pemerintah dalam mengatur penggunaan, penguasaan, dan kepemilikan tanah di Indonesia, pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, bahwa hak menguasai Tanah dari Negara tersebut memberi wewenang kepada Negara untuk: 6 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai hukum, bumi, air dan ruang angkasa. 7 Hukum Tanah Nasional dalam pelaksanaanya selama ini, di samping telah terbukti mampu memberi dukungan pada kegiatan pembangunan disegala bidang yang memerlukan penguasaan dan penggunaan tanah, juga menunjukkan kelemahan dalam rumusan isi dan kelengkapan pengaturannya. Kelemahan tersebut selama era orde baru, dalam menyelenggarakan pembangunan berdasarkan kebijakan yang mengutamakan pertumbuhan, pada kenyataannya memberikan peluang pelaksanaan berdasarkan tafsiran yang menyimpang dari asas dan tujuan ketentuan yang bersangkutan dengan segala akibatnya yang kita rasakan saat ini. 5 UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap (Pertama 1999-2002), Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm 26. 6 Boedi harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 232 7 Ibid, hlm. 232

Sebagai perwujudan sifat Negara hukum yang berasaskan Pancasila, khususnya sila kemanusiaan yang adil dan beradab, hukum tanah nasional jelas melindungi hak-hak asasi manusia, sebagaimana yang tertuang dalam TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tanggal 9 November 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam menyatakan bahwa Sumber daya/sumber daya alam meliputi bumi air, ruang angkasa dan kekayaan alam terkandung didalamnya sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional yang wajib disyukuri, oleh karena itu harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 8 Tanah bengkok dan titisara sebagai bagian dari tanah desa yang selama ini di peruntukkan bagi gaji Kepala Desa dan Perangkat Desa, mempunyai hak atas tanah tersebut, tanah desa di kelola dan hasilnya untuk memelihara kehidupan keluarganya selama masa jabatanya, jika di lain waktu yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai perangkat desa maka tanah bengkok dan titisara tersebut menjadi tanah desa. Sehingga dapat diambil pengertian bahwa tanah bengkok dan titisara mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. Tanah tersebut merupakan bagian dari tanah desa. b. Tanah tersebut diberikan kepada warga desa yang sedang menjabat sebagai pamong desa. 8 Achmad Noerdin, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, (Jakarta: Penerbit Universitas Tri Sakti, 2002), hlm 1.

c. Pemberian tanah tersebut hanya sementara waktu selama yang bersangkutan menjabat kepala desa atau perangkat desa, dan d. Maksud dari pemberian tanah bersebut sebagai upah untuk memenuhi dan menghidupi diri dan keluarganya. 9 Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa memiliki Wewenang yaitu: 1) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Perwakilan Desa (BPD); 2) Mengajukan rancangan Peraturan Desa; 3) Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; 4) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; 5) Membina kehidupan masyarakat Desa; 6) Membina perekonomian Desa; 7) Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif; 8) Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakili sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 9 Eman Ramelan, Keberadaan Tanah Bengkok atau Ganjaran Dalam Perspektif Hukum di Indonesia, Yuridika Volume 14, Maret-April 1999, hlm 111.

9) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. Desa tumbuh dari komunitas yang menyelenggarakan urusanya sendiri, selfgoverning community, kemudian di akui oleh pemerintah kolonial sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, desa telah memiliki lembaga yang mapan untuk mengatur perikehidupan masyarakat desa yang bersangkutan. 10 Pengelolaan Kekayaan Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektifitas, akuntabilitas dan kepastian nilai ekonomi. Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. Pengelolaan kekayaan desa harus mendapatkan persetujuan BPD 11 Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. Jadi, dalam menyelenggarakan pemerintahan Desa terdapat dua lembaga: Pemerintah Desa dan BPD. Pemerintah berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah dan kebijakan Desa, sedangkan BPD berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk Desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang di tetapkan dengan cara 10 Hanif Nurcholis, Op.cit, Hlm 74 11 Boedi Harsono,Op.cit, Hlm232.

musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri atas ketua rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainya. 12 Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk meneliti dan menganalisanya ke dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul: PENGELOLAAN TANAH BENGKOK DAN TITISARA DESA, MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG DESA DAN PRAKTEKNYA DI DESA PULOKALAPA KECAMATAN LEMAHABANG KABUPATEN KARAWANG DI HUBUNGKAN DENGAN ASAS EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA B. Identifikasi Masalah : 1. Bagaimana latar belakang di akuinya keberadaan tanah bengkok dan titisara Desa menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa? 2. Bagaimana praktek pengelolaan tanah bengkok dan titisara di Desa Pulokalapa di hubungkan dengan asas efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa? 12 Hanif Nurcholis,Op.cit, Hlm 77.

C. Tujuan Penelitian Berdasarakan identifikasi diatas, tujuan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menjelaskan tentang bagaimana latar belakang di akuinya keberadaan tanah bengkok dan titisara desa menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa. 2. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui praktek pengelolaan tanah bengkok dan titisara di desa pulokalapa di hubungkan dengan asas efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah desa. D. Manfaat Penelitian Dari data-data yang telah dikumpulkan sebagai hasil penelitian diharapakan dapat memperoleh kegunaan baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Secara teoritis : Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pembangunan ilmu hukum di mata hukum tata negara.

2. Secara praktis : Dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah desa untuk menetapkan kebijakan-kebijakan terutama dalam mengelola tanah bengkok serta titisara. E. Kerangka Pemikiran Pemerintahan desa merupakan penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 13 Dalam perkembanganya menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun1979 di katakan bahwa pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan lembaga musyawarah desa (LMD). Dalam pelaksanaan tugasnya pemerintahah desa di bantu oleh perangkat desa yang terdiri dari sekretaris desa dan kepala-kepala dusun. Kepala desa adalah penduduk desa warga Negara Indonesia yang di pilih langsung oleh penduduk desa untuk masa jabatan tertentu. Sedangkan LMD anggota-anggotanya terdiri dari kepala desa sebagai ketua karena jabatanya. Sekretaris desa sebagai sekretaris (LMD) karena jabatan-jabatanya dan anggota-anggota lainya terdiri dari para kepala dusun. Pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan desa dan para pemuka masyarakat desa 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, Pasal 1 ayat (5).

bersangkutan. Kemudian sekretaris desa terdiri dari sekretaris desa dan kepala-kepala urusan. Sumber pendapatan adalah pendapatan asli desa (hasil tanah kas desa, hasil swadaya dan partisipasi masyarakat desa, hasil gotong-royong dan hasil usaha desa yang sah). Pendapatan dari pemberian pemerintah daerah berupa sumbangan dan bantuan serta sebagian pajak dan retribusi daerah yang di berikan kepada desa. 14 Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 Pasal 1 di katakan yang di maksud dengan Desa adalah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia 15 Penghasilan kepala desa dan perangkat desa tergantung pada ketepatan pada ketepatan dari pemerintahan atasan (Atasan Wedana atau Camat) dan untuk menghidupi keluarganya disediakan oleh desa tanah bengkok atau tanah titisara pada umumnya pemerintahan adat desa di masa lampau belum bekerja dengan system anggaran belanja, dan administrasi yang teratur. 16 Harta kekayaan desa di dalam Undang-Undang Nomor 05 tahun 1979 tentang pemerintahan desa tidak di atur tentang Harta Kekayaan Desa. Pada bagian 8 tentang Sumber Pendapatan, Kekayaan dan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa (Pasal 21) di katakan bahwa sumber pendapatan desa terdiri dari: 14 Op,Cit, Hlm.174. 15 Ibid, Hlm 169. 16 Ibid, Hlm 165.

1) Pendapatan asli desa sendiri yang terdiri dari: a. Hasil tanah kas desa ; b. Hasil dari swadaya dan partisipasi masyarakat desa; c. Hasil dari gotong royong masyarakat desa; d. Lain-lain hasil dari usaha desa yang sah; 2) pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah dan pemerintah daerah yang terdiri dari: a. Sumbangan dan bantuan pemerintah; b. Sumbangan dan bantuan pemerintah daerah; c. Sebagian dari pajak dan retribusi daerah yang di berikan kepada desa; 3) Lain-lain pendapatan yang sah. 17 F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data yang memadai penulis melakukan metode penelitian sebagai berikut ; 1. Metode Pendekatan Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah Pendekatan Yuridis Normatif. Pendekatan Yuridis Normatif dengan berusahamendapatkan data-data aktual yang kemudian dihubungkan dengan aturan, literature, maupun ketentuan yang ada dan berhubungan dengan materi yang akan 17 Hilman Hadikusama, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar maju, Bandung, 2003, hlm. 179-180.

dibahas. Kemudian semuanya diteliti dan setelah itu dikaji berdasarkan dengan topik dalam penulisan ini.penelitian ini sendiri bersifat deskriptif analitissebagai gambaran tentang suatu hal dan memberikan data terhadap suatu keadaan tersebut. 2. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini menggunakan Spesifikasi Penelitian Deskriptif Analisis yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau gejala dari objek yang akan diteliti tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya dengan membatasi permasalahan sehingga mampu menjelaskan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut penerapan hukum kepada pemerintah desa di dalam pengelolaan tanah bengkok dan titisara. 3. Tahap Penelitian Studi kepustakaan, Studi Kepustakaan ini mencari konsepsi-konsepsi, teoriteori,pendapat-pendapat ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan dengan pokok permasalahan kepustakaan. Berkenaan dengan Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Interdisiplineryang digunakan, maka penelitian mengguanakan tahapan yaitu : Studi Kepustakaan (Library Research) Studi Kepustakaan ini mencarikonsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat ataupun penemuanpenemuan yang berhubungan dengan pokok permasalahan kepustakaan :

1) Bahan-bahan hukum primer, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang Undang Pokok Agraria. 2) Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasanmengenai bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahamibahan hukum primer seperti hasil karya ilmiah dan hasil penelitian para pakardi bidang ilmu hukum tata negara mengenai Pengelolaan Tanah Bengkok Dan Titisara Desa, Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor m06 Tahun 2014 Tentang Desa Dan Prakteknya Di Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang Di Hubungkan Dengan Asas Efektifitas Dan Efisiensi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. 3) Bahan-bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, seperti ensiklopedi, kamus hukum, internet, dan lain-lain.

G. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang didukung oleh bahan hukum sekunder yaitu buku-buku (literature) hukum, pendapat para ahli hukum, buku-buku penelitian (litbang) hukum, hasil karya ilmiah, hasil penelitian para sarjana hukum, Dan menggunakan bahan pendukung seperti surat kabar, majalah, tabloid, jurnaljurnal hukum, internet, kamus dan lain-lain sebagainya. Serta melakukan sesi wawancara kepada pihak terkait agar dapat memberikan informasi yang akurat maka dari itu penulis melakukan penelitian langsung kepada lokasi yang telah ditentukan. H. Metode Analisis Data Seluruh data yang diperoleh secara Kualitatif.Kualitatif karenapenelitian ini menganalisis mengenai bagaimanakah pengaturan hukum tata negara mengatur hak dan kewajiban kepala desa untuk mengelola tanah bengkok dan titisara, menganalisis bagaimanakah pengaturan hukum nasional mengatur tanah bengkok dan titisara dan bagaimanakah hukum yang ada sebagai norma asas hukum, hukum positif dan pengertian hukum berkaitan dengan peraturan tentang pengelolaan tanah bengkok dan titisara dengan melalui studi kepustakaan. Seluruh bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang dikaitkan dengan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan tanah bengkok dan titisara maupun data hukum sekunder berupa hasil penelitian dari para pakar dan instansi yang terkait dengan pengelolaan

tanah bengkok dan titisara yang di kaji dengan menggunakan Asas-asas hukum tata negara, Peraturan Perundang-undangan mengenai pengelolaan tanah bengkok dan titisara, dan peraturan tentang pemerintahan Desa.