BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN UPAH JASA JASA MAPAK KAPAL DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DESA TASIKAGUNG KEC. REMBANG KAB.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGUPAHAN DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO. Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV. A. Tinjauan terhadap Sewa Jasa Penyiaran Televisi dengan TV Kabel di Desa Sedayulawas

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

Pada bab ini, penulis akan mengulas secara terperinci praktik. pembayaran hutang dengan mempekerjakan sebagai pijakan dasar pengambilan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN MENGENAI PROSES

Rikza Maulan Lc., M.Ag

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN UPAH SEWA DALAM PRAKTIK IJOL GARAPAN DI DESA RAJEGWESI KECAMATAN PAGERBARANG KABUPATEN TEGAL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. sehingga harus terjadi interaksi antarsesama manusia untuk memenuhi kebutuhan yang mereka

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

online. Mulai dari pencarian campaign hingga transfer uang donasi dapat dilakukan Website Kitabisa menawarkan kepada setiap orang yang ingin melakukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sebagai makhluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

PENGERTIAN TENTANG PUASA

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV UPAH (IJARAH) MENURUT HUKUM ISLAM

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB IV ANALISIS TENTANG PEMOTONGAN GAJI KULI KONTRAKTOR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB 1V ANALISIS DATA. A. Analisis Sistem Pemberian Komisi Penjualan Kepada SPB (Sales Promotion Boy) Di Sumber Rizky Furniture Bandar Lampung

Porsi. Nasabah. Porsi. Bank. SUMBER DANA: Giro Wadiah Tab Wadiah Tab. Mudharabah Dep. Mudharabah Equity. Profit Distribution.

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK MERTELU LAHAN PERTANIAN CABAI MERAH DI DESA SARIMULYO KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

Hawalah, Dhaman dan Kafalah

Hadits-hadits Shohih Tentang

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pemenuhan kebutuhan manusia tidak terlepas dari adanya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI ALAT TERAPI DI PASAR BABAT KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Arisan Bahan Pokok Untuk Resepsi Di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratay Kabupaten Pesawaran

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS PRAKTIK PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia pertama, sebagaimana al-qur an menyatakan. berkembang sesuai dengan kondisi dan konteks lingkungannya.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV. dan pemborong cat yang dilakukan masyarakat Tambak wedi. Musha>rakah

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

Mengabulkan DO A Hamba-Nya

APLIKASI PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL DALAM PENGELOLAAN TAMBAK DI KELURAHAN KEPEL KOTA PASURUAN MENURUT PANDANGAN MAHZAB HAMBALI

BAB I PENDAHULUAN. berupa uang atau barang yang akan dibayarkan diwaktu lain sesuai dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH BORONGAN PADA BURUH PABRIK PT INTEGRA INDOCABINET BETRO SEDATI SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT, yang disebut hablum minallah dan yang kedua bersifat horizontal,

BAB I PENDAHULUAN. dan berusaha dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, segala keinginan dan kebutuhan hidupnya.

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

Muhammad Nashiruddin Al-Bani, Sahih Sunan Ibnu Majah, Vol, 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), h

Urgensi Berakhlaq Islami Dalam Bisnis

Transkripsi:

65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN UPAH JASA JASA MAPAK KAPAL DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DESA TASIKAGUNG KEC. REMBANG KAB. REMBANG A. Analisis Terhadap Pelaksanaan Upah Jasa Mapak Kapal di TPI Desa Tasikagung Kec. Rembang Kab. Rembang Upah selalu menjadi masalah tersendiri bagi para buruh. Baik pada sektor formal maupun sektor informal. Buruh pada sektor formal mungkin lebih beruntung daripada buruh pada sektor informal. Mereka tidak mendapat perlindungan dari siapapun, karena tidak ada regulasi untuk buruh pada sektor informal. Kondisi inilah yang terkadang dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sehingga memberikan upah yang tidak layak pada buruhnya, sedangkan undang-undang tidak meng-cover keadaan tersebut. Buruh jasa mapak kapal adalah buruh yang bekerja pada sektor informal yang tidak mendapat perlindungan undang-undang. Buruh mapak kapal adalah buruh lepas yang bekerja pada juragan kapal dengan perantara pemilik jasa papakan. Dari pemilik jasa inilah terjadi kesepakatan kerja untuk mapak kapal. Kesepakatan kerja papakan kapal adalah buruh meminta pekerjaan kepada pemilik papakan untuk dijadikan anggotanya dengan membayar sejumlah uang. Pemilik papakan diupah oleh juragan karena jasanya merekrut pekerja dan

66 menyediakan tempat istirahat sedangkan buruh diupah oleh juragan atas pekerjaannya mapak kapal. Dapat dilihat, di satu sisi buruh menjadi mu jir dan disisi lain buruh menjadi musta jir. Buruh menjadi mu jir, ketika dia membayar pemilik papakan atas jasanya mencarikan relasi dengan juragan kapal agar dapat dipapak kapalnya ketika merapat di TPI Desa Tasikagung. Buruh menjadi musta jir ketika dia mendapat upah dari juragan atas jasanya mapak kapal. Sedangkan pemilik papakan adalah sebagai musta jir yang mendapat imbalan atas jasanya dari buruh dan mendapatkan upah dari juragan kapal. Sedangkan juragan kapal adalah sebagai mu jir yang memberikan upah kepada pemilik papakan dan buruh. Terjadi perbedaan antara distribusi kerja dan distribusi upah. Distribusi kerjanya adalah Juragan memberikan perintah kepada pemilik papakan untuk mapak kapalnya, kemudian pemilik papakan memerintahkan anak buahnya untuk mengerjakan tugasnya pada juragan kapal. Sedangkan distribusi upahnya adalah juragan langsung memberikan upah kepada buruh tanpa melalui pemilik jasa papakan. Juragan memberikan upah kepada pemilik papakan berupa 5 kali lipat upah ABK (Anak Buah Kapal) dan kepada buruh berupa ikan yang besarannya tidak jelas. Jadi pendistribusian upah tidak sama dengan pendistribusian kerja. Pendistribusian kerja, dari juragan kepada pemilik papakan yang kemudian

67 diteruskan kepada anak buahnya (buruh). Sedangkan pendistribusian upah, dari juragan diberikan langsung kepada buruh tanpa melalui pemilik jasa papakan. Buruh sebagai mu jir pertama tidak harus membayar kepada pemilik papakan pada setiap kali mendapatkan upah. Buruh hanya memberikan satu kali uang jaminan yang berlaku untuk seumur hidup. Pengupahan mapak kapal ini berbeda dengan pengupahan pada umumnya. Dimana pemilik jasa papakan sebagai perantara hanya dibayar satu kali saja oleh buruh sebagai orang yang minta untuk dicarikan papakan kapal. Pemilik papakan tidak meminta imbalan setiap kali buruh mendapat upah dari juragan. Pemilik papakan mendapat upah dari juragan sebagai orang yang dicarikan buruh untuk mapak kapalnya. Sedangkan makelar pada umumnya diberikan upah dengan prosentase pada hasilnya setiap kali buruh mendapat upah. Jadi upah makelar tersebut tergantung seberapa banyak upah yang didapat oleh buruh kemudian diprosentasikan. Kesepakatan yang dibuat oleh ketiga pihak tersebut hanyalah dengan ucapan saja dan tidak tertulis, mereka menggunakan dasar saling percaya. Hal ini dapat dilihat betapa besar kepercayaan yang dibangun oleh masing-masing pihak, yang berarti tingkat kejujuran, keikhlasan, dan keterbukaan diantara mereka sudah tidak diragukan lagi. Namun demikian betapa pentingnya sebuah kesepakatan hitam diatas putih untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan pada masa yang akan datang.

68 Pemberian upah berupa ikan adalah pemberian yang tidak lazim karena pada umumnya upah diberikan dalam bentuk uang. Pemberian berupa ikan ini tidak jelas kisaran harganya yang berarti tidak jelas pula perolehan upahnya. Harga ikan yang terus berubah-ubah menurut musimnya menjadikan upah tidak jelas besarannya. Belum lagi jenis ikan yang diberikan juga berbeda. Misalkan, pada bulan Januari harga ikan bawal Rp.19.600,- dan pada bulan Februari harganya Rp. 17.750,-. Jika 1 basket ikan berisi 35 kg maka harga ikan 1 basket pada bulan Januari Rp. 686.000,- dan pada bulan Februari Rp. 621.250,-. Disini jelas terjadi perbedaan harga ikan pada musim yang berbeda. Belum lagi perbedaan harga pada jenis ikan. Misalnya, pada bulan Januari harga ikan bawal Rp. 19.600,- dan harga ikan layang Rp. 6.200,-. Tentu hal ini akan sangat berpengaruh pada pendapatan upah buruh. Suatu perbuatan yang tidak terpuji jika seorang buruh yang telah bekerja dengan keringatnya tidak mendapatkan upah dikarenakan kapal tidak memperoleh hasil. Upah buruh tidak diberikan berdasarkan berapa besar penghasilan yang didapat oleh majikan tetapi berapa besar tenaga atau jasa yang telah dikeluarkan oleh buruh. Namun pada kasus upah jasa mapak kapal, hal ini tidak berlaku. Sistem pengupahan yang dilakukan adalah hal yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Tasikagung. Ketika peneliti mewawancarai sebagian dari mereka, mereka mengatakan lebih menyukai sistem pengupahan yang seperti ini walaupun harus menanggung resiko. Pengupahan yang seperti ini tidak tetap,

69 terkadang memperoleh hasil yang banyak. Apalagi ketika musim ikan tiba upah yang didapatkanpun banyak karena ikan yang diperoleh pun banyak. Meskipun nampaknya pengupahan ini seperti pengupahan yang spekulatif karena upah didasarkan pada hal yang masih tidak jelas perolehannya, Namun demikian yang terpenting adalah antara buruh dan juragan kapal telah saling ikhlas dan ridlo dalam memberikan dan menerima upah. Menurut penulis sistem pengupahan papakan kapal yang diterapkan di TPI Desa Tasikagung bukanlah sistem ujrah murni tetapi dianalogikan pada sistem bawon, yaitu pembagian upah menuai padi berdasarkan banyak sedikitnya padi yang dipotong. 1 Dianalogikan sebagai bawon karena upah yang diterima oleh buruh mapak kapal berdasarkan pada banyak sedikitnya ikan yang diperoleh. Yang berarti berpengaruh pada banyak dan sedikitnya tenaga yang dikeluarkan. Semakin banyak ikan yang diperoleh maka semakin banyak tenaga yang dikeluarkan dan semakin banyak pula upah yang didapat oleh buruh. Sistem bawon ini adalah sebagai bentuk kearifan lokal yang berlandaskan keadilan. Sistem ini diterapkan oleh masyarakat jawa pedesaan yang masih memegang prinsip-prinsip kebersamaan. Bawon merupakan salah satu prinsip kebersamaan dalam menikmati rezeki, kendati seberapa kecil rezeki itu akan dibagi. Selain itu prinsip dasarnya menghendaki agar semua orang memiliki penghidupan yang sama. Dengan adanya bawon ini petani pemilik akan 1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, hal. 116

70 membagi-bagikan kekayaan untuk memenuhi kebutuhan minimum para anggota yang miskin. Sistem bawon memberikan upah kepada buruh tani dengan perbandingan 1:9. 1 bagian untuk buruh dan 8 bagian untuk petani pemilik. Upah ini didapatkan dari perhitungan seberapa besar padi yang dipotong. Dalam kegiatan mapak kapal, upah yang diberikan kepada kepada buruh sesuai dengan berapa banyak hasil yang didapat oleh kapal. Jika kapal dikatakan memperoleh hasil, maka akan diberikan 2 basket ikan untuk buruh mapak, 1 untuk buruh nyampoi dan 0,5 untuk buruh mbasket. Jadi perbandingannya 2:1:0,5 Jika kapal mendapatkan hasil maksimal buruh akan memperoleh upah lebih, bisa saja perbandingan tersebut berubah menjadi 3:1,5:0,75. Jika kapal tidak memperoleh hasil maka upah yang diterima hanya sedikit atau bahkan tidak memperoleh upah. Jika dalam bawon upah yang diterima berupa padi maka untuk mapak kapal upahnya berupa ikan. Pada prinsipnya pengupahan yang diterapkan sudah sesuai dengan keadilan. Dimana upah buruh disesuaikan dengan penghasilan yang diperoleh kapal. Prinsip kebersamaan yang dibangun antara buruh, majikan kapal dan ABK (Anak Buah Kapal) adalah prinsip kebersamaan menikmati rezeki. Karena pada dasarnya jika kapal tidak memperoleh hasil maka ABKpun tidak mendapatkan hasil. Hal inilah yang menjadi pemikiran penulis bahwa sistem upah mapak kapal dianalogikan dengan sistem bawon. Meskipun pada sistem upah mapak kapal ada hal yang belum konsisten.

71 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Upah Jasa Mapak Kapal di TPI Desa Tasikagung Kec. Rembang Kab. Rembang Pekerjaan mapak kapal adalah pekerjaan yang mentransaksikan manfaat atau tenaga yang disebut jasa. Dimana pihak buruh memberikan jasanya kepada juragan kapal untuk membantunya memilih ikan yang telah dihasilkan, menjaga kapal, menyediakan air bersih, menyortir ikan di TPI, dan membersihkan kapal. Sedangkan juragan memberikan upah sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikan oleh para buruh. Dalam hukum Islam mentransaksikan manfaat atau jasa dibahas dalam bab ijarah. Yaitu suatu akad/perjanjian untuk memiliki manfaat tertentu dari suatu barang atau jasa dengan pengganti upah/imbalan atas pemanfaatan barang/jasa tersebut. Pekerjaan mapak kapal adalah pekerjaan yang terdapat pada sektor informal dimana tidak ada undang-undang yang mengaturnya. Peraturan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah adat kebiasaan. Namun tidak semua adat kebiasaan membawa suatu kebaikan dalam masyarakat. Keadilan yang seharusnya menjadi dasar utama dalam hubungan timbal balik terkadang diabaikan. Bagaimana hukum islam melihat pekerjaan mapak kapal ini, sudah sesuaikah dengan hukum islam? maka penulis akan menganalisisnya dari segi syarat dan rukunnya agar diketahui kejelasan hukumnya. Adapun syarat dan rukun yang terdapat dalam ijarah adalah adanya mu`jir dan musta`jir. Mu`jir yaitu orang yang memberikan upah dan yang menyewakan.

72 Dalam pekerjaan ini juragan adalah sebagai mu`jir. Dimana dia menyewa atau menggunakan jasa buruh untuk melakukan pekerjaan mapak kapal. Musta`jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu. Dalam hal ini yang disebut musta`jir adalah para buruh jasa mapak kapal. Dimana dia mendapat upah atas pekerjaan yang telah dilakukannya, yakni mapak kapal. Pada mu`jir dan musta`jir disyaratkan harus baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta) dan saling meridhoi. Setiap orang harus memenuhi kriteria/syarat-syarat tersebut untuk dapat melakukan ijarah. Jika kriteria tersebut tidak terpenuhi maka akad tersebut tidak sah. Misal, akadnya anak kecil dan orang gila. Maka mereka tidak boleh melakukan akad ini. Pada dasarnya antara mu`jir dan musta`jir bukan hanya orang dengan orang saja, tetapi bisa dilaksanakan antara orang dengan badan hukum sebagaimana subyek hukum pada umumnya. Yang dinamakan subyek hukum adalah orang perorangan atau suatu badan hukum atau suatu kelompok tertentu. Dalam pekerjaan mapak kapal ini, akad yang dilakukan adalah antara juragan sebagai ketua kapal dan pemilik jasa papakan yang membawahi buruh papakan. Dalam pekerjaan mapak kapal ini ada dua jenis musta`jir, yang pertama yaitu pemilik kapal dan yang kedua buruh. Untuk yang pertama mendapatkan upah karena jasanya merekrut para buruh dan menyediakan fasilitas istirahat untuk mu`jir. Sedangkan yang kedua mendapatkan upah karena jasanya menjemput

73 kapal dan mengurusi keperluannya. Pemilik papakan tidak sembarangan dalam merekrut anak buahnya, harus baligh, berakal, mampu bekerja, dan mau membayar sejumlah uang sebagai jaminan bagi yang bukan termasuk kerabatnya. Jika dilihat, sungguh kasihan nasib para buruh. Dimana untuk menjadi anggota papakan harus membayar sejumlah uang yang besarnya antara 2-3 juta. Sedangkan untuk upah yang mereka dapatkan tidak seberapa. Namun hal ini dilakukan oleh para pemilik papakan untuk menjamin para buruh agar bekerja keras dan bersungguh-sungguh. Jika hal ini tidak diterapkan dikhawatirkan buruh akan berpindah-pindah papakan seenaknya sendiri dan tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja. Selain itu uang ini juga digunakan sebagai balas jasa kepada pemilik papakan yang telah mencarikan kapal untuk dipapak. Karena dalam mencari relasi dengan juragan kapal pemilik papakan juga harus membayar sejumlah uang. Menurut hemat penulis hal ini sah-sah saja karena uang tersebut digunakan sebagai jaminan yang mengarah kepada kebaikan dan sebagai imbalan atas jasanya mencarikan kapal untuk dipapak. Karena untuk menjalin relasi dengan juragan kapal juga menggunakan uang. Mu jir adalah juragan kapal yang telah diberi kepercayaan oleh majikan kapal atau pemilik kapal. Orang yang dipercaya tentu saja orang yang baligh, berakal, berpengalaman, berdedikasi, dan memiliki loyalitas. Juragan inilah yang melakukan akad dengan pemilik papakan.

74 Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa akad yang dilaksanakan oleh juragan kapal dan pemilik papakan sebagai mu jir dan musta jir dalam akad papakan kapal adalah sah menurut hukum Islam.. Rukun ijarah yang kedua adalah adanya obyek ijarah. Adapun syarat obyek ijarah adalah pekerjaan tersebut harus jelas batas waktunya, pekerjaan tidak berupa kewajiban pihak musta jir sebelum berlangsung akad ijarah, seperti membayar hutang, mengembalikan pinjaman, menyusui anak, dll, ataupun bukan merupakan perbuatan ibadah. Adapun jasa mapak kapal bukan termasuk pekerjaan yang telah disebutkan. Dilihat dari segi obyek ijarah, jasa mapak kapal telah memenuhi syarat hukum Islam karena jenis pekerjaannya telah jelas meskipun waktu pekerjaan tidak dijelaskan secara detail namun dengan kebiasaan yang telah ada mebuat mereka mengetahui detail pekerjaannya. Pekerjaan mapak kapal ini pun bukan merupakan pekerjaan ibadah dan bukan pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak musta jir. Setiap transaksi yang dilakukan harus disertai ijab dan qobul karena merupakan unsur yang harus ada dalam sebuah akad. Pada prinsipnya makna akad adalah kesepakatan dua kehendak. Seperti halnya yang terjadi pada jasa mapak kapal, terjadi kesepakatan antara pihak buruh yang diwakili oleh pemilik papakan dengan pihak kapal yang diwakili oleh juragan kapal. Dalam setiap akad harus ada sighat al`aqd yakni ijab dan qabul. Adapun ijab adalah Pernyataan

75 pertama yang dinyatakan oleh salah satu dari muta aqidin yang mencerminkan kesungguhan kehendak untuk mengadakan perikatan. Pernyataan ini dinyatakan oleh pemilik papakan sebagai musta`jir jika kapalmu datang maka papakan-ku yang akan menjemputnya, kapalmu tidak boleh di-papak oleh papakan lain selain papakan-ku, dan qabul adalah Pernyataan oleh pihak lain setelah ijab yang mencerminkan persetujuan atau persepakatan terhadap akad. Pernyataan ini dinyatakan oleh juragan sebagai mu`jir baiklah jika kapalku datang, papakan-mu yang akan menjemputnya. Demikianlah sighat ijab qabul yang antara kedua belah pihak, dimana mereka harus mematuhinya, seperti dalam firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 1 ا ا ا ا ا و ا د Artinya: Hai orang-orang yang beriman penuhilah aqad-aqad itu 2 Dalam ijab qabul antara pemilik papakan dan juragan hanya kesepakatan untuk melakukan pekerjaan saja tanpa menjelaskan upahnya. Dalam ijab qabul ini bukan mu jir yang meminta kepada musta jir untuk bekerja padanya melainkan musta jir yang meminta pekerjaan darinya. Ijab qabul seperti ini sudah menjadi kebiasaan mereka. Dengan adanya ijab qabul ini, maka telah ada kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melakukan transaksi. Dalam kesepakatan kerja mapak kapal ini masih belum jelas, karena pihak mu jir tidak menjelaskan upahnya dan pihak musta jir pun tidak meminta berapa 2 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemahnya, Medinah: Mujamma Khadim al Haramain Asy-Syarifain Al-Malik Fahd li Thiba at Al-Mush-haf Al-Syarif, 1971, hal. 156

76 besar upah yang akan diterimanya. Kedua belah pihak hanya mengacu pada kebiasaan yang ada. Yaitu upah akan diberikan sesuai dengan penghasilan kapal. Besarnya upah juga tidak dijelaskan, tergantung kebijakan juragan kapal. Dalam hukum Islam, syarat upah adalah harus berupa mal mutaqawwim dan upah tersebut harus dinyatakan secara jelas. Seperti dalam hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abi Sa id: 1 %,0 %) (& رل الله '& % الله ا ري,أن أ ا/.- ا,+*ر 3 أ.-ه (رواه ا 30 ) Artinya: Dari Abu Sa id ra sesungguhnya Rasulullah SAW melarang seorang buruh menerima upah sehingga terang padanya apa jenis upahnya. (HR. Ahmad) Namun demikian menentukan bayaran menurut kebiasaan yang berlaku hukumnya sah. Upah buruh jasa mapak kapal adalah berupa ikan yang besarannya tidak ditentukan. Upah diberikan berdasarkan pada kebiasaan yang berlaku di TPI Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Dimana upah para pemapak kapal adalah berupa ikan. Adapun syarat yang kedua adalah upah harus berbeda dengan jenis obyeknya. Untuk syarat ini tentu saja telah terpenuhi. Mu`jir tidak membayar musta`jir dengan pekerjaan yang sama atau tidak membayar upahnya berupa pekerjaan mapak kapal. Upah yang diberikan adalah berupa mal mutaqawwim. 3 Muhammad Abdus Salam Abduts Tsafi, Musnad Al-Imam Ahmad Ibnu Hanbal, Juz. 3, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, tt, hal. 84.

77 Upah yang diberikan kepada buruh berbeda, tergantung apa tugasnya. Untuk buruh mapak lebih besar dari pada buruh nyampoi, buruh nyampoi lebih besar dari pada buruh mbasket. Jika dilihat rumusnya adalah sebagai berikut mapak>nyampoi>mbasket. Upah ini ditentukan sesuai dengan seberapa besar tenaga dan kesulitan tersebut dilakukan. Seorang majikan dituntut untuk berbuat adil dalam memberikan upah kepada buruh karena buruhlah yang membantunya dalam menyelesaikan pekerjaan. Jika buruh tersebut tidak ada niscaya pekerjaan tersebut tidak akan selesai. Untuk mempekerjakan seorang buruh hendaklah dijelaskan jenis upahnya dan bagaimana pembayaran tersebut dilakukan. Pada perjanjian jasa mapak kapal di TPI Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, juragan kapal tidak menjelaskan seberapa besar upah yang didapatkan oleh buruh. Hal ini tidak sesuai dengan hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abi Sa id yang artinya Rasulullah SAW melarang seorang buruh menerima upah sehingga terang padanya apa jenis upahnya. (HR. Ahmad) Namun juragan menggunakan kebiasaan yang berlaku di TPI Desa Tasikagung. Upah ini diberikan berdasarkan kebijakan juragan, dan kebijakan ini diambil dari seberapa besar ikan yang didapat. Juragan mempunyai kisaran untuk memberikan upah kepada buruh. Yakni 2 basket ikan untuk buruh mapak, 1 basket ikan untuk buruh nyampoi, dan 0,5 basket ikan untuk buruh mbasket.

78 Kisaran ini pun terkadang tidak sesuai. Bisa kurang atau bahkan lebih. Jika ikan yang dihasilkan banyak maka upah akan dilebihkan, jika ikan yang dihasilkan sedikit maka upah akan dikurangi. Pembayaran upah berupa ikan bukanlah hal yang lazim. Karena kebanyakan upah diberikan dalam bentuk uang. Upah dengan menggunakan ikan ini memang tidak jelas. Berapa besar nominal yang didapatpun tidak jelas. Harga setiap jenis ikan berbeda, harga tiap musim berbeda, apalagi penjualan ikan dilakukan secara lelang. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh pada hasil yang didapatkan buruh. Buruh tidak mengetahui berapa upah yang akan didapat. Jika harga jual ikan tinggi maka upah yang diperoleh banyak, jika harga ikan rendah maka sebaliknya. Sistem upah ini juga mengandung unsur subyektifitas, yaitu banyaknya upah juga ditentukan oleh keroyalan juragan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak H. Ngaspan bahwa juragan kapal yang berasal dari daerah Sarang biasanya lebih royal dalam memberikan upah, sedangkan kapal yang berasal dari daerah Kragan lebih sedikit pemberiannya. Majikan hendaknya menyegerakan memberikan upah kepada buruh dan tidak menunda-nundanya. Karena menunda-nunda upah merupakan perbuatan dzalim. Dan hendaknya seorang muslim tidak saling mendzolimi. Upah diberikan oleh majikan kepada penangung jawab ditengah-tengah pekerjaan dan akan dibagikan kepada buruh setelah mereka selesai. Prinsip ini sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abdullah Ibnu Umar.

79 ن د ن ر ل : ل رول و م: " أطوا ار أره ل أن 4 ف ر" ) رواه ان ) Artinya: Dari Ibnu Umar ra berkata ia: bersabda Rasulullah SAW: Berikanlah upah kepada pekerjamu sebelum kering keringatnya. (HR. Ibnu Majah) Upah diberikan kepada buruh sesuai dengan seberapa banyak tenaga yang dikeluarkan dan prestasi yang dihasilkan. Seperti dalam firman Allah Qs. Al- Ahqaf: 19 و? < د ر. ت 3 3 & ا و 7 أ 3 7 و ھ 7 6 @ &3 ن Artinya: Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. 5 Dalam pekerjaan mapak kapal ini buruh menanggung kerugian yang dialami oleh majikan. Upah buruh tidak diberikan berdasarkan berapa besar tenaga yang dikeluarkan melainkan berdasarkan berapa besar hasil yang didapat majikan. Buruh harus rela tidak mendapat upah jika kapal tidak memperoleh hasil walaupun sudah bekerja. Hal ini tidak sesuai dengan hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah.,, %" ن أ ھررة ل : ل رول و م: ""#"! أ% ا()! وم '&م ون +%ت ' ', وم ا()! :رل اط "م -در,ورل ع /ر ا 01 +ل 6 و رل ا, 0 ر ارا 1,و 1 % و (م 2 ط أره "(رواه ان!) 4 Al-khafidz Abi Abdillah Muhammad Ibnu Yazid Al-Qozwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz. 2, Beirut: Darul Fikr, hal. 817 5 Departemen Agama, Op. Cit, hal. 825 6 Al-khafidz Abi Abdillah Muhammad Ibnu Yazid Al-Qozwiny Ibnu Majah, Op. Cit, hal. 816

80 Artinya: Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: `ada tiga orang yang aku menjadi musuh mereka di hari kiamat, dan barang siapa yang menjadikanku musuh maka aku memusuhinya, yaitu: orang yang berjanji dengan nama-ku kemudian ia berkhianat, orang yang menjual manusia merdeka dan ia makan harganya, dan seseorang yang mempekerjakan buruh lalu ia ambil (tenaganya) dengan cukup tetapi ia tidak membayar gajinya.(hr. Ibnu Majah) Adapun alasan tidak diberikannya upah adalah karena kapal tidak memperoleh hasil, upah akan ditambah jika kapal mendapatkan hasil pada kedatanganan selanjutnya. Disini terlihat adanya ketidakjelasan upah yang diperoleh karena belum tentu kedatangan selanjutnya memperoleh hasil. Dapat dilihat adanya unsur gharar pada pengupahan ini. Gharar karena upah buruh pun tidak jelas dan terkesan spekulatif. Dikatakan Spekulatif karena mengharapkan upah dari sesuatu yang tidak jelas keuntungannya. Jika dicermati masing-masing pekerjaan, ada beberapa pekerjaan yang beban kerjanya tergantung hasil kapal. Untuk pekerjaan mocok dan mbasket bebannya tergantung berapa banyak ikan yang dihasilkan karena tugas buruh mocok adalah memilih ikan sesuai dengan jenisnya ketika masih di kapal. Sedangkan untuk buruh mbasket tugasnya adalah menyortir ikan ke dalam basket/keranjang ketika ikan sudah dibawa ke TPI. Untuk buruh mbanyu pekerjaannya selalu sama karena tidak berhubungan dengan ikan, demikian pula dengan buruh nyampoi. Namun untuk buruh mbanyu dan nyampoi akan dibantu oleh ABK (Anak Buah Kapal) jika kapal tidak memperoleh hasil. Jadi tugas mereka lebih ringan dari biasanya.

81 Meskipun mendapatkan upah yang tidak jelas, buruh merasa senang melakukan pekerjaannya karena semua pekerjaan dilandasi keikhlasan dan rasa kekeluargaan. Meskipun mereka mendapatkan resiko atas pekerjaannya, tidak dibayar atau dikurangi upahnya karena ikan yang dihasilkan sedikit, mereka berharap untuk selanjutnya akan memperoleh hasil yang melimpah sehingga mendapatkan upah yang banyak. Pengharapan inilah yang menjadi semangat atau motivasi bagi para buruh untuk tetap bekerja dengan giat dan bersungguhsungguh. Penulis mencoba meminjam konsep bawon sebagai tradisi lokal yang lebih arif dalam melihat konteks yang ada. Dalam hal ini upah jasa mapak kapal dianalogikan dengan konsep bawon. Dalam konsep bawon yang diterapkan adalah sistem keadilan dan kebersamaan masyarakat setempat dalam mengatasi kemiskinan. Dengan adanya upah mapak kapal ini dirasa mampu mengatasi kemiskinan yang ada di Desa Tasikagung. Juragan kapal yang membawahi anak buahnya telah bekerja dengan susah payah untuk mendapatkan ikan. Hasil ikan tersebut kemudian dibagi antara pemilik kapal dan ABK dengan perbandingan 1:1 setelah dikurangi perbekalan. Juragan dan ABK mau berbagi dengan buruh mapak kapal dengan menggunakan jasa mereka. Bentuk dari kebersamaan mereka adalah pemberian upah yang disesuaikan dengan perolehan kapal. Prinsip kebersamaan dan tolong menolong ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al- Maidah:2

82 ا و ا ن. و A و ( ا & % اC 7 D وا, ى و 6 -. وA و ( ا & % ا 1 Artinya:...Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran... Pelaksanaan upah jasa mapak kapal ini diperbolehkan menurut hukum Islam, meskipun nampaknya upah yang diterima mengandung unsur ketidakjelasan namun juragan kapal sudah dapat mengukur berapa banyak upah yang harus diberikan kepada buruh. Buruh juga telah rela dengan upah yang didapatnya. Prinsip kebersamaan dan keadilan telah dapat dirasakan oleh masingmasing pihak. Dimana buruh sebagai orang yang dimanfaatkan jasanya mendapatkan upah sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Selain itu upah jasa mapak kapal ini juga sudah menjadi kebiasaan yang berlaku di masyarakat, dan kebiasaan bisa menjadi hukum. Sesuai dengan kaidah ushuliyyah: Adat kebiasaan itu ditetapkan 7 ا دة E3?F 7 Moh. Adib Bisri, Terjamah Al-Faraidul Bahiyyah, Kudus: Menara Kudus, 1977, hal. 24

83