BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja pemerintah sedang menjadi perhatian masyarakat. Artinya bahwa masyarakat terus menuntut agar pemerintah dapat berjalan dengan baik dan bersih atau dengan tata kelola yang baik. Salah satu pilar tata kelalola yang baik dan bersih adalah akuntabilitas. Tuntutan terhadap pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di indonesia semakin meningkat. Hal ini dapat kita lihat beberapa peneliti menunjukan bahwa terjadinya krisis ekonomi di indonesia di sebabkan oleh buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi (Sunarsip,2001) Menurut Mardiasmo (2005), terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya pemerintahaan yang baik (good governace), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pmeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintah, pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakikan oleh eksekutif dan untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajement dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi, kompeten, kecermatan profesional, pengalaman, serta 1
Locus of Control untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang di tetapkan. Pencapaian kinerja yang baik seperti yang di harapkan dalam sebuah organisasi seperti di organisasi swasta pada umumnya, tidak terlepas dari dukungan auditor internalnya yang secara terus menerus mengawasi dan memberi rekomendasi kepada perusahaan untuk pencapaian kinerja yang lebih baik. Dalam pemerintahaan pihak yang berperan sebagai auditor adalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang menjalankan fungsi pengawasan atas kuangan negara yang di tunjuk oleh Presiden sedangkan BPKP (Badang Pengawas Keangan Dan Pembangunan) merupakan badan pengawas internal yang ada di pemerintahan hampir sama dengan BPK berada dibawah presiden melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketetntuan peraturan undang-undang. Untuk pengawasan intern di lingkungan Departemen, Kementrian, dan Lembaga Non Departemen dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal dan inspektorat Utama/Inspektorat untuk kepentingan Mentri atau Pempinan LPND (Lembaga Pemerintah Non Departement) dalam upayah pemantauan kinerja unit organisasi yang ada di dalam kendalinya. Pelaksanaan fungsi inspektorat jenderal Utama/Inspektorat tidak terbatas pada fungsi audit tetapi juga untuk pembinaan terhadap pengelolaan keuangan negara dan pengawasan intern pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten untuk kepentingan 2
Gubernur/Walikota/Bupati dalam melaksanakan pemantauan terhadap kinerja unit organisasi ada dalam kepemimpinannya. Peran dan fungsi Inspktorat Provinsi, Kabupaten/Kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Mentri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007. Dalam pada tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengwasan urusan pemerintah, Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan. Dengan adanya kontribusi yang di lakukan oleh Inspektorat ini setiap aparat yang ada di dalamnya secara tidak langsung di tuntut berkinerja, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku yang dapat menjamin terlaksanannya pemerintah yang efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal tersebut masih banyak temuan audit yang tidak terdeteksi oleh aparat inspektorat sebagai auditor internal, akan tetapi ditemukan oleh auditor eksternal yaitu Badan Pemeriksan Keuangan (BPK). Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan LKPD Kabupaten Mimika selama tahun 2009 hingga 2012 BPK masih memberikan opini WDP dan memberikan banyak rekomendari yang di berikan kepada Kabupaten Mimika. Dalam melakukan audit diperlukan suatu standar yang membantu auditor untuk melaksanakan audit, di indonesia kita kenal dengan Pernyataan Standar 3
Audit (PSA). Pada sektor publik belum ada strandar yang secara seragam mengatur tentang aparat pengawasain intern di pemerintahaan. Maka pada penelitian ini menggunakan Peraturan Mentri Negara Pendayaduna Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah APIP. Standar umum menurut peratutan Peraturan Mentri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tengtang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, melitiputi standar-standar yang terkait dengan karakteristik organisasi dan individuindividu yang melakukan kegiatan audit. Dalam standar APIP memuat standar umum yang harus di patuhi seorang auditor internal, yaitu auditor tersebut haruslah independen dan objektif dalam hal yang berkaitan dengan audit, harus memiliki keahlian artinya seorang auditor mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainya yang di perlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya, haruslah seorang auditor memiliki kecermatan profesional, yang dimana seorang auditor harus menggunakan keahlian profionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan dan kepatuhan terhadap kode etik. Falikhatun (2003) dalam Ayudita (2010) menyebutkan bahwa dalam mencapai kinerja yang terus meningkat, dipengaruhi oleh kondisi kondisi tertentu yaitu kondisi yang berasal dari dalam diri individu disebut faktor individual yang berasal dari dalam luar individu disebut faktor situasional. 4
Faktor individu meliputi jenis kelamin, kesehatan, pengalaman, dan karakteristik psikologis yang terdiri dari motivasi, keprobadian dan locus of control, sedangkan faktor situasional meliputi kepemimpinan, hubungan sosial, dan budaya organisasi. Locus of control (LOC) adalah derajat sejauh mana seseorang meyakini bahwa mereka dapat menguasai nasib mereka sendiri (Robbins, 1996). Menurut Rotter (1996) dalam Patten (2005) Locus of Control (LOC) adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah seseorang itu dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi kepadanya. Faktor lingkungan situasi poliktik dan bebagai faktor lainya dapat saja mempengaruhi auditor, sehingga memberi dampaak pada kinerja dari oganisasi tersbut. Hal yang mungkin terjadi yaitu auditor mungkin saja berperilaku yang menyimpang (disfunction behaviour) dalam menyelesaikan pekerjaan (audit) yang diberikan kepada mereka. Untuk menghindari praktik-praktik audit seperti itu, diperlukan suatu kepribadian atau variabel yang dapat mempengaruhi dan mengendalikan perilaku-perilaku auditor seperti itu, dan kepribadian atau variabel tersebut adalah Locus of Control (LOC). Menurut Bunga (2012) terkait dengan faktor individual, Locus of Control menentukan tingkatan sampai dimana individu meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada mereka. Berberapa orang merasa yakin bahwa mereka mengatur diri mereka sendiri sepenuhnya, bahwa nasib mereka di tentukan oleh mereka sendiri. Ketika mereka berkinerja hal itu di sebapan oleh kinerja masing-masing individu. Sementara yang lain 5
memandang diri mereka secara tidak berdaya diatur oleh nasip dikendalikan oleh ketentuan luar, kalaupun mereka sangat sedikit berpengaruhnya. Ketika berkinerja baik mereka meyakini ini merupakan keberuntungan. Mereka di golongkan sebagai eksternal. Seorang auditor dituntut untuk dapat berkinerja, auditor dikatakan berkinerja apabila mencapai kualitas hasil auditnya baik. Auditor dituntut memiliki kualitas dikatakan berkualitas apabila auditor tersebut independen. Independen artinya bahwa sebagai seorang auditor pemerintah, yang berada strategis di organisasi APIP diharapkan bebas dari intervensi. Penelitian mengenai independensi pernah diteliti oleh Nugraha (2012) dalam penelitian ini menemukan bahwa independesi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Menurut Antle (1984) mengatakan bahwa independensi dapat menjadi suatu pertimbangan atribut yang penting bagi auditor eksternal ketika melakukan audit. Ini dibuktikan dalam adanya ketentuan ketentuan mengenai kewajiban menjaga independensi bagi seorang auditor. Independensi dari hasil penelitian Messier dan Schneider (1988) menunjukkan bahwa profesi akuntan publik sangat sensitif terhadap permasalahan independensi. Selain independen untuk dapat mencapai suatu kinerja yang baik tidak hanya pada independensi tetapi juga faktor lain seperti pada pengalaman. Seringkali definisi keahlian dalam bidang auditing diukur dengan pengalaman (Mayangsari, 2003). Padahal menurut Djaddang dan Agung (2002) dalam Rahmawati dan Winarna (2002), auditor ketika mengaudit harus 6
memiliki keahlian yang meliputi dua unsur yaitu pengetahuan dan pengalaman, karena berbagai alasan seperti diungkapkan di atas, pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor, dalam hal ini adalah kualitas auditnya. Choo & Trootmon (1991) mengatakan bahwa pengalaman dan pengetahuan merupakan faktor penting yang berkaitan dengan penentuan kualitas audit. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian Bernardi (1994) yang mengatakan bahwa faktor pengalaman mempengaruhi kemampuan prediksi dan deteksi auditor. Simpulan tersebut didukung pula dengan hasil penelitian Hylas & Ashton (1982). Hasil penelitian Pincus (1990) mengatakan bahwa integritas dan kompetensi merupakan faktor yang mendukung kemampuan auditor untuk mendeteksi kecurangan. Knnap (1995) mengatakan bahwa yang mempengaruhi pemberian pendapat audit adalah kemampuan auditor untuk tetap bersikap independen meskipun ada tekanan dari pihak manajemen. Syarat diri auditor yang berikut adalah due professional care. Penting bagi auditor untuk mengimplementasikan due professional care dalam pekerjaan auditnya. Hal ini dikarenakan standard of care untuk auditor berpindah target yaitu menjadi berdasarkan kekerasan konsekuensi dari kegagalan audit. Sehingga auditor di tuntut untuk cermat dan seksama dalam melakuakan tugasnya. Penelitana mengenai due profesional care pernah di teliti oleh Singgi dan Bawono (2011) dalam penelitanya menunjukan bahwa due profesional care berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. 7
Berdasarkan hasil beberapa penelitian dan teori-teori yang mendukung, dapat di ketahui bahwa untuk mewujudkan optimalisasi kinerja auditor diperlukan adanya kemampuan sumber daya manusia yang memadai, indepedensi auditor, motivasi, dan berbagai faktor-faktor lainnya serta pemahaman good governance yang baik. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Independensi Pengalaman Kerja, Locus of Control dan Due Professional care terhadap Kinerja Aparatur Inspektorat Kabupaten Mimika. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian terdahulu, dimana penelitian ini dimaksud menguji pengaruh variable independensi, pengalaman kerja, locus of contol, due professional care terhadap kinerja auditor, masalah yang ditemukan maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah independensi auditor inspektorat berpengaruh terhadap kinerja Inspektorat di Kabupaten Mimika? 2. Apakah Pengalaman Kerja berpengaruh terhadap kinerja Inspektorat di Kabupaten Mimika? 3. Apakah Locus of Control berpengaruh terhadap kinerja Inspektorat di Kabupaten Mimika? 4. Apakah Due Professional care berpengaruh terhadap Kinerja inspektorat di kabupaten Mimika? 8
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakan di atas maka penelitan ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh independensi terhadap kinerja inspektorat di kabupaten Mimika. 2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh pengalaman kerja terhadap kinerja inspektorat di kabupaten Mimika. 3. Memperoleh bukti empiri mengenai pengaruh Locus of Control terhadap kinerja inspektorat di kabupaten Mimika. 4. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Due Professional care kinerja inspektorat di kabupaten Mimika. 1.4. Kontribusi Penelitian Kontribusi penelitian ini bagi pihak pihak yang terkait adalah sebagai berikut ini : 1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika, khususnya inspektorat. penelitian ini memberikan informasi mengenai pemahaman tentang ketaatan kode etik dalam rangka optimalisasi kineja aparat pemerintah terkait dengan independensi, pengalaman, due professional care dan Locus of Control dalam bekerja sehingga terciptanya good governance. 9
2. Bagi Auditor, penelitian ini memberikan kontribusi dalam rangka menjalankan tugas profesinya, khususnya pada saat akan memberikan penilaian terhadap kualitas auditnya. 3. Bagi akademisi, penelitian ini menambah wawasan serta memberikan kontribusi terhadap penelitian tentang akuntansi dalam bidang pengauditan, khususnya internal audit dan masukan mengenai penelitian sejenis dan sebagai dasar referensi megembangkan penelitian selanjutnya. 1.5. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun secara terperinci dalam lima bab dengan urutan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II Telaah Pustaka Berisi landasan teori yang mendasari penelitian, membahas hasil- hasil penelitian terdahulu yang sejenis, dan kerangka pemikiran yang menggambarkan hubungan antarvariabel penelitian, serta hipotesis penelitian. 10
BAB III Metode Penelitian Menguraikan deskripsi dari variabel-variabel penelitian, definisi operasional, penentuan sampel penelitian, jenis dan sumber data penelitian, metode pengumpulan data penelitian, serta metode analisis data dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian. BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini menjelaskan mengenai deskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasannya. BAB V Penutup Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya. 11