BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LAYAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

-1- BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DARI BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

Transkripsi:

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL PROGRAM TERPADU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERPERSPEKTIF GENDER (P2M-BG) KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah khususnya untuk mempercepat terwujudnya keluarga sejahtera dan bahagia yang dilaksanakan melalui pembinaan keluarga termasuk didalamnya anak dan remaja sehingga tercipta keluarga yang memiliki ketahanan mental dan spiritual dengan pendekatan peningkatan kedudukan, peran, tanggung jawab dan pemberdayaan masyarakat; b. bahwa sehubungan adanya penataan kelembagaan pemerintah Kabupaten Pati maka Peraturan Bupati Pati Nomor 17 Tahun 2005 tentang Petunjuk Operasional Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2M-BG) Kabupaten Pati perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, maka perlu menetapkan Peraturan Bupati Pati tentang Petunjuk Operasional Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2M-BG) Kabupaten Pati; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah;

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3039); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3142); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination Of All Forms of Discrimanation Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 12. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2M-BG) Provinsi Jawa Tengah; 13. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Pati (Lembaran Daerah Kabupaten Pati Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pati Nomor 28); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL PROGRAM TERPADU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERPERSPEKTIF GENDER (P2M-BG) KABUPATEN PATI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pati. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintahan Kabupaten Pati.

4. Bupati adalah Bupati Pati. 5. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Pati. 6. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Pati. 7. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat Daerah dalam wilayah kerja Kecamatan. 8. Lurah adalah pimpinan Kelurahan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati. 9. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa; 11. Kepala Desa adalah Pejabat yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan Desa yang dipilih secara langsung oleh masyarakat melalui pemilihan Kepala Desa. 12. Pemberdayaan Masyarakat adalah : a. memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat agar masyarakat mempunyai kemandirian dalam pengambilan keputusan untuk membangun dirinya sendiri dan lingkungannya secara mandiri; b. meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program pembangunan agar kondisi kehidupan masyarakat dapat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan. 13. Perspektif adalah secara harfiah berarti pengharapan atau tinjauan. 14. Gender adalah pembedaan peran, sifat, perilaku, tanggung jawab dan nilai-nilai yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki oleh sosial budaya. 15. Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat yang Berperspektif Gender yang selanjutnya disingkat P2M-BG adalah sebuah model pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, yang melibatkan laki-laki dan perempuan dengan fokus utama pada peningkatan status dan kedudukan perempuan dalam keluarga dan masyarakat.

16. Diskriminatif adalah pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasankebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau lainnya terhadap perempuan terlepas dari status perkawinan atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan. 17. Pengarusutamaan Gender adalah sebuah strategi yang mengintegrasikan aspirasi, masalah, pengalaman dan kebutuhan perempuan dan laki-laki ke dalam seluruh proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan memperhatikan kebutuhan praktis dan strategi gender. 18. Focus Group Discussion yang selanjutnya disingkat FGD adalah diskusi kelompok yang terarah dan terfokus berdasarkan hasil observasi dan kajian dokumen. 19. Hak Reproduksi adalah hak manusia yang didasarkan pada pengakuan hak asasi semua pasangan maupun perorangan untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tentang jumlah anak, jarak saat melahirkan, informasi dan cara-cara yang dibutuhkan dalam melahirkan, mendapatkan derajat kesehatan reproduksi dan seksual yang paling tinggi serta hak untuk memutuskan tentang masalah. 20. Pekerjaan Reproduktif adalah jenis pekerjaan yang tidak memiliki nilai tukar atau tidak menghasilkan uang, misalnya tanggung jawab mengasuh anak, mencuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya. 21. Pekerjaan Produktif adalah jenis pekerjaan yang memiliki nilai tukar atau menghasilkan uang, misalnya bekerja di luar rumah (bekerja di perusahaan, dipasar dan lain sebagainya).

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI Bagian Kesatu Tujuan Pasal 2 (1) Tujuan Umum. Program P2M-BG bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga menuju pada kesejahteraan kesetaraan dan keadilan melalui kegiatan lintas bidang pembangunan dalam upaya penanganan kemiskinan dengan fokus peningkatan kondisi, status, kedudukan dan partisipasi perempuan. (2) Tujuan Khusus. a. meningkatkan kualitas hidup keluarga; b. meningkatkan kondisi, status dan kedudukan perempuan; c. meningkatkan akses pada pendidikan; d. meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan; e. meningkatkan status derajat kesehatan, termasuk hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi; f. meningkatkan pendapatan keluarga; g. meningkatkan partisipasi perempuan dalam mengambil keputusan; h. menumbuhkan pemahaman dan kepedulian tentang tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak; i. meningkatkan kualitas permukiman; j. meningkatkan dan mengentaskan kualitas produksi dan teknologi pertanian; k. meningkatkan akses terhadap informasi pasar. Bagian Kedua Kebijakan Pasal 3 Kebijakan dalam P2M-BG meliputi : a. peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat mitra melalui proses belajar untuk menumbuhkan kesadaran kritis;

b. peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat; c. peningkatan pemahaman dan kepedulian tentang tindak kekerasan masyarakat; d. peningkatan kualitas lingkungan hidup; e. peningkatan kesempatan berusaha; f. peningkatan keterpaduan dan koordinasi dalam pengelolaan program; g. peningkatan partisipasi dan kewaspadaan untuk menjamin kelangsungan program; h. penguatan kelembagaan masyarakat. Bagian Ketiga Strategi Pasal 4 Guna mempercepat terlaksananya kebijakan P2M-BG maka diperlukan strategi yang meliputi : a. meningkatkan komitmen pemerintah dan seluruh stakeholder dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam penanganan kemiskinan; b. meningkatkan pengetahuan, ketrampilan serta kemampuan petugas dan masyarakat mitra; c. menumbuhkan kemandirian masyarakat mitra dan penguatan kelembagaan masyarakat yang ada di Desa/Kelurahan; d. memantapkan keterpaduan dan kordinasi program kegiatan; e. meningkatkan peran fasilitas pemerintah. BAB III MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG BERPERSPEKTIF GENDER Bagian Kesatu Pemilihan Lokasi Pasal 5 (1) Desa/Kelurahan yang mempunyai karakteristik tingkat kemiskinan paling tinggi dan atau Desa/Kelurahan Terpencil.

(2) Kriteria tingkat kemiskinan Desa/Kelurahan ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten. (3) Kabupaten Pati menentukan satu Desa/Kelurahan yang menjadi lokasi P2M-BG yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Bupati. Bagian Kedua Pemilihan Masyarakat Mitra Pasal 6 Masyarakat Mitra yang dipilih untuk menjadi subyek dalam P2M-BG adalah : a. Keluarga Inti (terdiri dari suami, istri dan anak) termasuk rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan (karena tidak adanya suami), yang berada di Desa/Kelurahan Lokasi P2M-BG, sehingga yang menjadi masyarakat mitra adalah tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki anak-anak dan dewasa. b. Keluarga Inti yang menjadi Masyarakat Mitra adalah Keluarga Miskin. c. Kriteria Keluarga Miskin adalah : 1. penghasilan keluarga kurang dari Rp.10.000,- rata-rata/hari dan atau setara 3 kg beras; 2. karena alasan ekonomi keluarga tidak dapat makan minimal 2 kali/hari dan/atau terdapat anggota keluarga yang kurang gizi; 3. karena alasan ekonomi keluarga tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan (termasuk Keluarga Berencana) di Puskesmas, Puskesmas Pembantu/Polindes; 4. karena alasan ekonomi terdapat usia sekolah (wajib belajar 9 tahun) yang tidak sekolah/putus sekolah; 5. karena alasan ekonomi tidak dapat menempati tempat tinggal yang layak (lantai tanah, luas tanah kurang dari 32 m2, dinding bukan dari tembok dan atau papan); 6. karena alasan ekonomi anggota keluarga tidak mempunyai sedikitnya 3 (tiga) stel pakaian yang layak pakai. d. Jumlah masyarakat mitra adalah 100 Keluarga Inti.

Bagian Ketiga Pengorganisasian dan Tahapan Kegiatan Paragraf 1 Pengorganisasian Pasal 7 Pengorganisasian P2M-BG terdiri dari : a. Kabupaten. 1. Bupati adalah penanggung jawab P2M-BG di Tingkat Kabupaten. 2. Pelaksana P2M-BG adalah dalam bentuk Tim yang terdiri dari Badan/Dinas/Kantor di Tingkat Kabupaten yang diketuai oleh Wakil Bupati dan secara teknis dikoordinasikan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa selaku Satuan Administrasi Pangkal (SATMINKAL) P2M-BG. 3. Dalam pelaksanaan program kegiatan di Desa/Kelurahan, Tim Pelaksana Kabupaten dibantu oleh Tim Pelaksana P2M-BG Kecamatan yang merupakan kepanjangan tangan Pemerintah Kabupaten. 4. Tim Pelaksana P2M-BG dalam melaksanakan program kegiatan dapat bermitra dengan lembaga-lembaga lain yang bersifat formal maupun non formal seperti LSM, Lembaga Kemasyarakatan, Perguruan Tinggi dan lain-lain. 5. Tim Pelaksana P2M-BG Kabupaten Pati dalam bentuk Tim Pengelola P2M-BG. b. Desa/Kelurahan. 1. Kepala Desa/Kelurahan adalah penanggung jawab pelaksanaan P2M-BG. 2. Dalam pelaksanaan P2M-BG oleh Pemerintah Desa/Kelurahan, dibantu oleh Lembaga Kemasyarakatan dan Fasilitator Desa/kelurahan yang ada di Desa/Kelurahan tersebut. 3. Fasilitator Desa/Kelurahan terdiri dari warga masyarakat yang berasal dari Desa/Kelurahan Lokasi P2M-BG, yang dianggap mempunyai kemauan dan kemampuan sebagai seorang fasilitator. 4. Jumlah fasilitator Desa/Kelurahan minimal 3 (tiga) orang dengan komposisi yang berimbang memperhatikan kesetaraan gender. 5. Fasilitator Desa/Kelurahan ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah di Desa/Kelurahan.

Paragraf 2 Tahapan Kegiatan Pasal 8 Tahapan kegiatan dalam pelaksanaan P2M-BG dilaksanakan secara partisipatif yang memfokuskan pada proses belajar dan penyadaran kritis dengan melibatkan secara penuh masyarakat. Pasal 9 Tahapan kegiatan pelaksanaan P2M-BG sebagai berikut : a. Penyusunan Data Dasar. Kegiatan dalam penyusunan data dasar dilakukan dengan menggunakan tehnik-tehnik partisipatif yang difasilitasi oleh Fasilitator Desa/Kelurahan. Adapun penyusunan data dasar meliputi: 1. Identifikasi Masalah. 2. Identifikasi Kebutuhan. 3. Identifikasi Potensi. b. Perencanaan Kegiatan. Dalam penyusunan perencanaan kegiatan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat mitra, dengan menggunakan tehnik-tehnik partisipatif dengan difasilitasi oleh Fasilitator Desa/Kelurahan. Adapun kegiatan penyusunan perencanaan meliputi : 1. pengorganisasian masalah dan penentuan peringkat masalah yang dianggap paling mendesak untuk segera ditangani. 2. pemecahan masalah dan penentuan prioritas pemecahan masalah yang dianggap tepat dengan melihat potensi yang ada di Desa/Kelurahan. 3. penentuan program dan kegiatan. 4. pembagian peran serta antara stakeholder dan masyarakat mitra. c. Pelaksanaan Kegiatan. Kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan program dan kegiatan meliputi : 1. pengorganisasian masyarakat mitra. 2. proses belajar. 3. penumbuhan kesadaran kritis untuk menuju proses perubahan. 4. fasilitasi.

d. Evaluasi Kegiatan. 1. Evaluasi pelaksanaan kegiatan P2M-BG dilakukan oleh masyarakat mitra dengan menggunakan tehnik-tehnik partisipatif. 2. Selain itu evaluasi pelaksanaan kegiatan juga dilakukan Tim Pelaksana P2M-BG di semua tingkatan secara berjenjang. 3. Waktu pelaksanaan evaluasi kegiatan P2M-BG bagi masyarakat mitra disesuaikan dengan kesanggupan masyarakat mitra dan fasilitator Desa/Kelurahan, sedangkan evaluasi kegiatan oleh Tim Pelaksana P2M-BG dilakukan sesuai kebutuhan. Paragraf 3 Program dan Kegiatan Pasal 10 Dalam penentuan jenis program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di Desa/Kelurahan dilakukan melalui proses partisipatif, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat mitra serta potensi yang ada di Desa/Kelurahan, sehingga tidak semua jenis program dan kegiatan nantinya bisa dilaksanakan. Pasal 11 Program dan kegiatan dalam P2M-BG adalah : a. Peningkatan Akses pada Pendidikan. 1. Tujuan. a) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat mitra khususnya dan masyarakat di Desa/Kelurahan pada umumnya; b) meningkatkan akses masyarakat mitra pada pendidikan dasar. 2. Bentuk Kegiatan. a) Kejar Paket dan Keaksaraan Fungsional; b) pemberian bea siswa bagi anak laki-laki dan perempuan, khususnya pada keluarga masyarakat mitra; c) penyelenggaraan taman bacaan; d) penyelenggaraan sanggar belajar; e) dan lain sebagainya.

b. Peningkatan Produksi Pertanian, Perikanan dan Peternakan. 1. Tujuan. Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan masyarakat mitra, terutama yang berpenghasilan rendah dalam upaya meningkatkan produksi pertanian yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan pendapatan keluarga. 2. Bentuk Kegiatan. a) pelatihan tentang ketrampilan produski, penanganan pasca panen, pengobatan hasil pertanian/perikanan/peternakan, identifikasi pekarangan, diverifikasi tanaman, pemasaran hasil pertanian/perikanan/peternakan, ketersediaan pangan bagi rumah tangga dan lain sebagainya; b) mengadakan demlot pertanian sesuai dengan jenis pertanian yang menjadi andalan di Desa/Kelurahan Lokasi P2M-BG; c) mengadakan studi banding ke daerah yang mempunyai pertanian/perikanan/peternakan yang sudah dianggap baik; d) mengadakan fasilitasi pada Lembaga Keuangan untuk permodalan bagi masyarakat mitra yang membutuhkan; e) dan lain sebagainya. c. Peningkatan Kualitas Permukiman. 1. Tujuan. a) meningkatkan pengetahuan masyarakat mitra tentang perumahan dan permukiman sehat; b) meningkatkan kualitas perumahan masyarakat mitra; c) terpenuhinya kebutuhan air bersih bagi masyarakat mitra; d) menciptakan lingkungan perumahan yang bersih dan sehat, bebas dari polusi; e) mengembangkan manajemen pengelolaan sanitasi dan air bersih; f) meningkatkan kualitas lingkungan hidup. 2. Bentuk Kegiatan. a) pemugaran perumahan; b) pengadaan dan pemeliharaan santiasi; c) penyediaan, distribusi dan pengelolaan air bersih; d) perbaikan, pemeliharaan dan pelestarian lingkungan; e) pemanfaatan pekarangan dan penghijauan; f) dan lain sebagainya.

d. Peningkatan Status Kesehatan Masyarakat. 1. Tujuan. a) meningkatkan pengetahuan masyarakat mitra tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi; b) menurunkan kasus anemia pada Wanita Usia Subur (WUS) ibu hamil dan ibu nifas; c) meningkatkan kesadaran masyarakat mitra tentang kehamilan sehat dan persalinan aman; d) menurunkan kasus kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. 2. Bentuk Kegiatan. a) pendidikan tentang gizi melalui kelompok setara (kelompok dewasa dan remaja); b) bantuan tablet Fe (besi) untuk Wanita Usia Subur (WUS) dan Ibu Hamil; c) pendidikan pra nikah bagi calon pengantin; d) sosialisasi tentang partisipasi KB laki-laki; e) sosialisasi tentang hak individu untuk ber-kb; f) sosialisasi menjadi ayah bagi laki-laki anggota masyarakat mitra; g) belajar bersama tentang pengasuhan anak. e. Mewujudkan Desa/Kelurahan. 1. Tujuan. a) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mitra tentang pola hidup sehat dan kesadaran untuk hidup sehat; b) meningkatkan kualitas lingkungan perdesaan (sanitasi dan hygienis); c) mengembangkan pelayanan kesehatan dasar di perdesaan. 2. Bentuk Kegiatan. a) pelatihan tentang motivasi dan kepercayaan diri dalam berusaha; b) pelatihan tentang manajemen usaha.

Paragraf 4 Jangka Waktu Pelaksanaan P2M-BG Pasal 12 Jangka waktu pelaksanaan P2M-BG di Desa/Kelurahan dilakukan secara berkesinambungan, selama 3 (tiga) tahun, dengan ketentuan : a. Tahap I : Penyusunan Data Dasar; b. Tahap II : Pelaksanaan Program; c. Tahap III : Pembinaan lanjut. Pasal 13 (1) Selama jangka waktu pelaksanaan program berjalan, dikembangkan P2M-BG ke Desa/Kelurahan yang lain. (2) Jumlah Desa/Kelurahan yang dikembangkan menjadi lokasi P2M-BG adalah 1 (satu) Desa/Kelurahan. Paragraf 5 Sumber Biaya P2M-BG Pasal 14 Sumber biaya untuk menunjang pelaksanaan P2M-BG berasal dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah Provinsi Jawa Tengah; c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pati; d. Swadaya masyarakat, melalui jimpitan, tabungan, arisan, zakat, shodaqoh, infaq dan lain sebagainya; e. Sumber dana lain yang tidak mengikat. BAB IV PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Pemantauan Pasal 15 (1) Pemantauan dilakukan untuk mengetahui perkembangan proses pelaksanaan program dan kegiatan, administrasi dan pelaporan.

(2) Pemantauan dilakukan dengan menggunakan metode dialog dengan tehnik FGD atau diskusi kelompok yang terarah, observasi dan kajian dokumen. (3) Pemantauan dilaksanakan disemua tingkatan oleh Tim Pelaksana P2M-BG secara periodik. (4) Hasil pemantauan dipergunakan untuk memberikan umpan balik sebagai bagian dari proses refleksi guna perbaikan dalam penyempurnaan perencanaan aksi berikutnya serta untuk penyusunan dokumen pelaporan. Bagian Kedua Evaluasi Pasal 16 (1) Evaluasi dilakukan untuk melihat keberhasilan dan hambatan dan tahapan penyusunan data dasar/perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan. Adapun pengukuran itu dapat dilihat dari pelaksanaan kebijakan P2M-BG : a. adanya komitmen Pemerintah Kabupaten dan stakeholder dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan penanganan kemiskinan. b. bertambahnya pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan para pengelola dan masyarakat. c. timbulnya kemandirian masyarakat mitra dan mantapnya penguatan kelembagaan masyarakat yang ada di Desa/Kelurahan. d. meningkatkan ketrampilan dan hasil program kegiatan lintas sektor. e. meningkatnya peran fasilitasi pemerintah sesuai kebutuhan yang ada di Desa/Kelurahan. (2) Evaluasi dilaksanakan pada setiap proses tahapan kegiatan secara partisipatif oleh masyarakat mitra dengan fasilitas oleh Fasilitator Desa/Kelurahan. (3) Evaluasi pelaksanaan kegiatan juga dilakukan secara berjenjang oleh Tim Pelaksana P2M-BG.

Bagian Ketiga Pelaporan Pasal 17 (1) Laporan pelaksanaan P2M-BG Desa/Kelurahan disampaikan ke Kecamatan, dari Kecamatan ke Kabupaten dan dari Kabupaten ke Provinsi. (2) Pelaporan pelaksanaan P2M-BG dilakukan setiap pelaksanaan tahapan kegiatan selesai dan setiap akhir tahun. BAB V PENUTUP Pasal 18 Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Pati Nomor 17 Tahun 2005 tentang Petunjuk Operasional Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2M-BG) Kabupaten Pati dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 19 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Pati. Ditetapkan di Pati pada tanggal 3 Pebruari 2010 BUPATI PATI, Ttd T A SI M A N

Diundangkan di Pati pada tanggal 3 Pebruari 2010 Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PATI Kepala Badan Kepegawaian Daerah Ttd HARYANTO, SH. MM Pembina Tingkat I NIP. 19640408 199103 1011 BERITA DAERAH KABUPATEN PATI TAHUN 2010 NOMOR 15