BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan

dokumen-dokumen yang mirip
Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345).

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

APA ITU DAERAH OTONOM?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUMAS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL SURAT IJIN APOTIK (SIA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO. NOMOR: 30.Al TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2001 TENTANG PELAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - BUPATI KOLAKA TIMUR PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

NOMOR : 3 TAHUN : 2001 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH UTARA NOMOR 3 TAHUN 1997 T E N T A N G

BAB II GAMBARAN UMUM. berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 3 Tahun b. Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Tampan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

Panduan diskusi kelompok

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG IZIN APOTEK

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1091) ; 3.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 04 TAHUN 2003 SERI D NOMOR : 01 PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBIAYAAN UPAYA KESEHATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 10

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERDAYAAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut sistem

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, suatu daerah harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah dengan memberikan kesempatan dan keluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, menganut sistem otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi yang nyata dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan otonomi tersebut diberikan kewenangan.

2 Agar dapat memberikan motivasi kepada daerah untuk berkembang baik kreatifitasnya dan juga inovasi di dalam membangun daerahnya. Kewenangan tersebut bersifat dinamis dan tergantung pada inisiatif dan potensi diri daerah masing-masing. Pemerintah Daerah memiliki prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu : a) Digunakannya asas Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah daerah kepala otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan Desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di daerah kabupaten dan daerah kota. b) Digunakannya asas Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. c) Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah atau desa dari pemerintah propinsi kepada kabupaten atau kota dan desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Asas tugas pembantuan yang dapat di laksanakan di daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota serta Desa. Dalam urusan kesehatan pemerintah pusat telah melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 ayat (1) huruf (e) Tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa penanganan bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang diselenggarakan dan diatur oleh pemerintah daerah yaitu dinas kesehatah kota yang mencakup skala

3 Kabupeten/kota, dengan kewenangan yang seluas-luasnya serta nyata dan bertanggung jawab yang bersetujuan untuk kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang bersifat wajib berpedoman pada standar pelayanan minimum dan dilaksanakan secara bertahap serta telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Bidang kesehatan merupakan kewenangan wajib pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana digariskan pada Pasal 13 huruf (e) dan Pasal 14 huruf (e) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Urusan wajib yang dimaksudkan adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga Negara antara lain: 1. Perlindngan hak konstitusional; 2. Perlindungan hak kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat ketentraman dan ketertiban umumdalm kerangka menaga keutuhan NKRI; 3. Pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Hak konstitusional masyarakat di bidang kesehatan adalah penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat, pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana yang dimaksudkan dalam pembukaan UUD 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional bertujuan

4 untuk mempertinggi derajat kesehatan termasuk keadaan gizi masyarakat dan penyediaan obat-obatan di Apotek dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Usaha Apotek merupakan suatu kombinasi dari usaha pengabdian profesi farmasi, usaha sosial dan usaha dagang yang masing-masing aspek ini tidak dapat dipisahpisahkan satu dengan lainnya dari usaha Apotek. Apotek sendiri merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi pada masyarakat. Peraturan mengenai Apotek tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Kemudian pada tahun 2002 peraturan tersebut disempurnakan lagi dengan Peraturan Menteri No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Peraturan inilah yang berlaku sampai sekarang. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 47/Men.Kes/SK/II/1983 tentang Kebijaksanaan Obat Nasional menyatakan bahwa Kebijakan Obat Nasional merupakan penjabaran dari sistem Kesehatan Nasional khusus untuk pembangunan dibidang obat menjadi pedoman dan petunjuk pelaksanaan bagi penyelenggaraan semua upaya dibidang obat. Dalam Keputusan tersebut dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan obat ialah Bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau

5 keadaan patologi dalam rangka menetapkan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Peraturan Perundang-undangan Perapotekan di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Dimulai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No.26 tahun 1965 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek, kemudian disempurnakan dalam peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas PPNo.26 Tahun 1965 tentang Apotek, beserta petunjuk pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 26. Tahun1981 Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.178 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek. Peraturan yang terakhir berlaku sampai sekarang adalah Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Pemberian Izin Apotek yang memberikan beberapa keleluasaan kepada Apotek untuk dapat meningkatkan derajat Kesehatan yang optimal. Penyelenggaraan pelayanan Apotek harus diusahakan agar lebih menjangkau masyarakat. Menurut Permenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, menyatakan bahwa untuk mendapatkan Izin Apotek, Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,perlengkapan serta persediaan farmasi dan pebekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau pihak lain. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan

6 kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. Lokasi dan Tempat, Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan. Bangunan dan Kelengkapan, Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat, kamar mandi dan toilet. Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang baik, Alat pemadam kebakaran yang befungsi baik, Ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, Papan nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor telepon apotek. Izin memiliki pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas, izin dalam arti sempit merupakan peningkatan-peningkatan aktifitas-aktifitas pada suatu peraturan izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undangundang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-

7 keadaan yang buruk. Salah satu izin mendirikan apotek yang menjadi kewenangan dari pemerintah daerah. Saat ini apotek di Kota Bandar Lampung telah menjadi pilihan alternatif untuk membeli obat khususnya kalangan masyarakat menengah kebawah selain biaya yang terjangkau apotek memang sudah menyatu di masyarakat Bandar Lampung sejak lama. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan yang di berikan wewenang oleh undang-undang di tuntut untuk melakukan pengembangan, pengawasan serta pembinaan terhadap keberadaan apotek yang ada di Kota Bandar Lampung. Data yang di peroleh dari hasil pra riset di Dinas Kesehatan mendapatkan pada tahun 2010 Apotek yang ada di Kota Bandar Lampung berjumlah dari keseluruhan 130 apotek yang telah mendapatkan surat izin (data Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, Maret 2011) Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau Apoteker Pengelola Apotek yang bekerjasama dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya. Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk membuka apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Izin apotek harus dengan kompetensi Peraturan Perundang-undangan Perapotekan di Indonesia. Dalam pemberian izin diatur juga pembinaan dan pengawasan yang

8 dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 yang memberikan beberapa keleluasaan kepada Apotek untuk dapat meningkatkan derajat Kesehatan yang optimal, Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masingmasing. Dengan adanya sistem perizinan maka apotek dapat diatur penempatannya karena fungsi dari izin merupakan pengontrol dari aktifitasaktifitas masyarakat, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judul, Pelaksanaan Pemberian izin pendirian Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan terdahulu maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah : a. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian izin pendirian Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung untuk pendirian apotek? b. Apakah Faktor-faktor penghambat dalam pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini di fokuskan pada prosedur pelaksanaan pemberian izin yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini mengacu pada Undang-Undang No. 36

9 Tahun 2009, Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari penelitian dalam skripsi ini, pada garis besarnya adalah untuk menjawab permasalahan, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung untuk pendirian apotek. 2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor penghambat dalam pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. D. Kegunaan Penelitian Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan: 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu penambahan pengembangan ilmu pengetahuan dan memotivasi dalam menghadapi permasalahan yang timbul khususnya tentang pelaksanaan pemberian izin yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung untuk pendirian apotek.

10 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, sebagai bahan bacaan dan ilmu pengetahuan bagi semua kalangan yang ingin menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum di bidang perizinan.