BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT

I. PENDAHULUAN. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan/atau barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB II PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM ANGKUTAN DARAT. Pengangkutan adalah berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

1. Pengertian Transportasi

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN. transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan.

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT

PEMERINTAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kegiatan pengangkutan baik orang maupun barang telah ada sejak zaman

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DI JALAN

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan

BAB I PENDAHULUAN. dahulu dalam melaksanakan kegiatannya yang diwujudkan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BUPATI TAPIN PERATURAN DERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 15 TAHUN TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN DIBIDANG ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut

BAB I PENDAHULUAN. Angkutan umum merupakan sarana untuk memindahkan barang dan orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN. merupakan salah satu kunci perkembangan pembangunan dan masyarakat.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

Jakarta, 01 November Kepada Yth. Bapak/Ibu. Di tempat. Dengan hormat,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan/ atau barang

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN USAHA ANGKUTAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengangkutan pada pokoknya bersifat perpindahan tempat, baik mengenai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

Oleh: A.A. Gede Agus Mahayana I Gusti Ayu Agung Ariani Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan menyadari pentingnya

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM PENGANGKUTAN DARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM 2.1 Pengangkut 2.1.1 Pengertian pengangkut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkut adalah (1) orang yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut. 17 Pengertian nomor (1) secara terminologi berarti pihak penyelenggara pengangkutan, sedangkan pengertian nomor (2) berarti sebagai sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Pengangkut dalam arti yang pertama termasuk dalam subjek pengangkutan, sedangkan pengangkut dalam arti yang kedua termasuk dalam objek pengangkutan. Penyelenggaraan pengangkutan adalah proses kegiatan pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan. 18 Pengangkut sebagai pihak penyelenggara pengangkutan bertujuan untuk membantu memindahkan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara efektif dan efisien. Dikatakan efektif karena perpindahan orang dan/atau barang tersebut dapat dilakukan sekaligus atau jumlah yang banyak, begitu pula dikatakan efisien karena perpindahan tersebut menjadi relatif singkat atau cepat dalam ukuran jarak dan waktu tempuh. 17 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan, badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/, Diakses pada tanggal 1 Maret 2015. 18 Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Dan Udara, Cet.II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat menjadi Abdulkadir Muhammad II), hal.93. 19

Dengan adanya pengangkut tentunya juga akan menunjang usaha dari pemerintah membantu kehidupan masyarakat guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Dalam Pasal 521 KUHDagang merumuskan pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri, baik dengan perjanjian pencarteran menurut waktu atau menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) seluruhnya atau sebagian lewat laut. Menurut H.M.N Purwosutjipto pengangkut pada umumnya adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan selamat. Pengertian lain dari pengangkut adalah pengusaha yang menjalankan perusahaan pengangkutan, memiliki alat pengangkut sendiri, atau menggunakan alat pengangkut milik orang lain dengan perjanjian sewa. Alat pengangkut di rel disebut kereta api yang dijalankan oleh masinis. Alat pengangkut di darat disebut kendaraan bermotor yang dijalankan oleh sopir. Alat pengangkut di perairan disebut kapal yang dijalankan oleh nahkoda. Sedangkan alat pengangkut di udara disebut pesawat udara yang dijalankan oleh pilot. Masinis, sopir, nahkoda, dan pilot bukan pengangkut, melainkan karyawan perusahaan pengangkutan berdasarkan perjanjian kerja yang bertindak untuk kepentingan dan atas nama pengangkut. 19 19 Abdulkadir Muhammad I, op.cit, hal.10. 20

Pengangkut memiliki arti yang luas yaitu tidak hanya terbatas atau dipertanggung jawabkan kepada crew saja, melainkan juga perusahaan-perusahaan yang melaksanakan angkutan penumpang atau barang. Pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyerahkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penerima dan menjaga keselamatan barang muatan tersebut. Berangkat dari pengertian tersebut pengangkutan dapat dilakukan sendiri oleh pihak pengangkut, atau dilakukan oleh orang lain atas perintah pengangkut. Dalam hal ini, pihak pengangkut sebagaimana pengertian di atas dalam keberlakuannya bukan hanya dilakukan oleh orang semata, namun badan usaha yang memiliki wewenang mengadakan perjanjian pengangkutan, berhak menyelenggarakan pengangkutan orang dan/atau barang, dimana pihak pengangkut ini diwajibkan untuk memikul beban resiko tentang keselamatan penumpang dan atau barang-barang yang diangkut serta bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang diderita dalam kegiatan pengangkutan tersebut. 20 Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pengangkut adalah pihak yang menjalankan angkutan dengan alat pengangkutan, membawa orang dan/atau barang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dengan selamat, dimana dalam hal ini sebelumnya didasari atas suatu perjanjian antara pihak pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim. 20 Made Puri Adnyani Sangging, 1984, Hukum Pengangkutan, Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati, Denpasar, hal.5. 21

2.1.2 Pihak-pihak yang dapat bertindak sebagai pengangkut. Dalam sub bab sebelumnya, telah diuraikan bahwa pengangkut adalah orang dan/atau badan usaha yang memiliki wewenang mengadakan perjanjian pengangkutan. Frasa orang dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud di atas merujuk pada pihak-pihak yang dapat bertindak sebagai pengangkut. Secara umum, dalam pengangkutan orang dan/atau barang di darat, laut maupun udara dapat diselenggarakan oleh. a. Badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; b. Badan usaha milik swasta nasional; c. Koperasi; d. Perorangan warga negara Indonesia. 21 Dalam keberlakuannya pihak-pihak yang bertindak sebagai pengangkut sebagaimana dimaksud di atas lumrahnya berbentuk badan usaha seperti: (Perusahaan Persekutuan badan hukum, Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Persekutuan bukan badan hukum dan Perusahaan Perseorangan, sangat sedikit pengangkut yang diselenggarakan oleh orang perseorangan bukan badan usaha. 22 Hal ini ditujukan untuk menjamin kepastian hukum bagi keberlangsungan kegiatan usaha pengangkutan tersebut. 23 21 Abdulkadir Muhammad II, op.cit, hal.93. 22 Sution Usman Adji, op.cit, hal.86. 23 Sution Usman Adji, op.cit, hal.89. 22

Adapun pihak-pihak yang menjalankan kegiatan usaha pengangkutan di Indonesia, diantaranya. 1. Perusahaan persekutuan badan hukum, misalnya P.T Gesuri Lioyd, P.T Jakarta lioyd, P.T Pelayaran Nasional Indonesia (pelni), P.T Garuda Indonesia, P.T Bouraq Airlines, P.T President Taxi, Koperasi Taxi. 2. Perusahaan Umum (Perum), misalnya Perum Damri. 3. Perusahaan Jawatan (Perjan), misalnya PJKA kini berganti menjadi PT.KAI. 4. Perusahaan Persekutuan bukan badan hukum, misalnya C.V.Titipan Kilat. 5. Perusahaan perseorangan, misalnya Bus, Taksi antarkota, Mikrolet. 24 2.1.3 Syarat-syarat sebagai pengangkut. Demi terciptanya tertib administrasi dan tertib hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan selaku otoritas yang memiliki kewenangan penuh dalam bidang penyelenggaraan pengangkutan di Indonesia menetapkan regulasi bagi barang siapa yang bertindak sebagai pengangkut agar dianggap dalam menjalankan peranannya tersebut. Penyelenggaraan pengangkutan oleh pengangkut dianggap telah sah dan layak setelah memenuhi persyaratan, yaitu memiliki ijin usaha angkutan, mengasuransikan 24 Abdulkadir Muhammad II, op.cit, hal.34. 23

orang dan/atau barang yang diangkut serta layak pakai bagi kendaraan yang dioperasikannya. Khusus dalam syarat memiliki ijin usaha angkutan sebagaimana dimaksud di atas, Menteri Perhubungan Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum (selanjutnya disingkat KM No.35 Tahun 2003) Pasal 36 KM No.35 Tahun 2003 jo Pasal 20 Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1993 ditegaskan untuk memperoleh izin usaha angkutan, wajib memenuhi persyaratan. a. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP); b. Memiliki akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang berbentuk badan usaha, akte pendirian koperasi bagi pemohon yang berbentuk koperasi, tanda jati diri bagi pemohon perorangan; c. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan; d. Memiliki surat izin tempat usaha (SITU); e. Pernyataan kesanggupan untuk memiliki atau menguasai 5 (lima) kendaraan bermotor untuk pemohon yang berdomisili di pulau Jawa, Sumatera dan Bali; f. Pernyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan. Pengangkut yang tidak memiliki perusahaan pengangkutan, tetapi menyelenggarakan pengangkutan, hanya menjalankan pekerjaan pengangkutan. 24

Pengangkut yang menjalankan pekerjaan pengangkutan hanya terdapat pada pengangkutan darat melalui jalan raya. Ia tidak diwajibkan mendaftarkan usahanya dalam daftar perusahaan, tetapi harus memperoleh izin operasi (izin trayek). Dilihat dari makna syarat yang dimaksudkan di atas supaya pengangkut atau pihak penyelenggara pengangkutan mampu untuk melancarkan pengangkutan umum dengan teratur dan aman bagi penumpang dan/atau barang angkutan. 2.1.4 Alat - alat yang digunakan pengangkut dalam pengangkutan. Secara garis besar pengangkutan diklasifikasikan berdasarkan pada obyek yang diangkut, keadaan geografis yang menjadi wilayah tempat berlangsungnya kegiatan pengangkutan dan alat angkut yang dipergunakan. 25 1. Pengangkutan ditinjau dari obyek yang diangkut meliputi. a. Pengangkutan penumpang (passanger); b. Pengangkutan barang (goods); c. Pengangkutan pos (mail). 2. Pengangkutan ditinjau dari segi Geografis, dapat dibagi menjadi. a. Pengangkutan antar benua, contonya dari Asia ke Eropa. b. Pengangkutan antar pulau, contohnya dari Pulau Bali ke Pulau Jawa. c. Pengangkutan antar kota, contohnya dari Kota Bandung ke Kota Jakarta. d. Pengangkutan antar daerah, contohnya dari Jawa Timur ke Jawa Barat. hal.11. 25 H.A.Abbas Salim, 1993, Manajemen Trasnportasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 25

3. Pengangkutan ditinjau dari jenis alat angkut yang digunakannya sebagai berikut. a. Pengangkutan jalan raya (road transportation) yaitu pengangkutan dengan menggunakan bus, truk, taxi, microlet, microbus dan becak, dll. b. Pengangkutan rel (rail transportation) yaitu angkutan dengan menggunakan kereta api. c. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel kadang kadang keduanya di gabung yaitu disebut rail and road transportation (angkutan darat). d. Pengangkutan melalui air di pedalaman seperti pengangkutan sungai, danau dan sebagainya menggunakan speed boat, perahu dan sampan dayung, dll. e. Pengangkutan laut dan samudra (ocean transportation) menggunakan kapal laut. f. Pengangkutan udara (transportation by air atau air transportation) yaitu pengangkutan dengan menggunakan pesawat terbang yang melalui jalan udara. 26 Mengenai klasifikasi pengangkutan ditinjau dari jenis alat yang digunakan erat kaitannya dengan moda pengangkutan. Tiap-tiap moda pengangkutan memiliki karakteristik alat pengangkutan yang berbeda. Adapun moda pengangkutan secara garis besar diklasifikasikan oleh 3 jenis, yakni. 26 H.Rustian Kamaluddin, 2003, Ekonomi Transportasi Karasteristik Teori dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.16. 26

1. Pengangkutan darat, dapat digolongkan dalam 2 jenis yaitu pengangkutan melalui jalan raya dan pengangkutan dengan kereta api. Pengangkutan yang dilakukan di jalan raya bisa saja menggunakan kendaraan bermotor ataupun kendaraan tidak bermotor. Pengangkutan orang dengan menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya contohnya angkutan umum. Menurut UU No.22 Tahun 2009 Pasal 140 merumuskan bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek dan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Angkutan umum dalam trayek mempunyai rute tetap dan teratur, menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan sedangkan angkutan umum tidak dalam trayek mempunyai tujuan tertentu dan di kawasan tertentu. Sedangkan dalam jenis pengangkutan dengan kereta api merupakan pengangkutan darat dalam rel yang diselenggarakan dengan menggunakan sarana kereta api. 2. Pengangkutan laut. Pengangkutan yang dilakukan di perairan (sungai, danau, dan laut). Pengangkutan perairan menggunakan kapal untuk mengangkut penumpang dan/atau barang. 3. Pengangkutan udara. Pengangkutan yang menyelenggarakannya di udara dan dilakukan dengan menggunakan alat angkutan udara yaitu pesawat terbang. 27

2.2 Penumpang Angkutan Umum 2.2.1 Pengertian penumpang angkutan umum. Penumpang angkutan umum adalah penumpang yang ikut dalam perjalanan dalam suatu wahana dengan membayar, wahana yang dimaksud bisa berupa taksi, bus, kereta api, kapal laut, ataupun pesawat terbang tetapi tidak termasuk awak mengoperasikan dan melayani wahana tersebut. Penumpang adalah setiap orang yang diangkut ataupun yang harus diangkut di dalam alat pengangkutan, atas dasar persetujuan dari perusahaan ataupun badan yang menyelenggarakan angkutan tersebut. 27 Penumpang (passanger) adalah pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang ditetapkan. 28 Ada beberapa ciri penumpang : a) orang yang berstatus pihak dalam perjanjian pengangkutan, b) membayar biaya angkutan dan c) pemegang dokumen angkutan. 29 Menurut Yoeti pengertian penumpang adalah pembeli produk dan jasa pada suatu perusahaan adalah pelanggan perusahaan barang dan jasa mereka dapat berupa seseorang (individu) dan dapat pula sebagai suatu perusahaan. 30 27 http://www.psychologymania.com/2013/06/pengertian-penumpang.html, Diakses pada tanggal 18 Maret 2015. 28 Hasim Purba, op.cit, hal.12. 29 Abdulkadir Muhammad I, op.cit, hal.51. 30 http://eprints.uny.ac.id/8763/3/bab2-2009410134004.pdf, Diakses pada tanggal 18 Maret 2015. 28

Dalam Pasal 1 angka 25 UU No. 22 Tahun 2009 yang dimaksud penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan dengan mengikatkan diri setelah membayar uang atau tiket angkutan umum sebagai kontraprestasi dalam perjanjian pengangkutan. Dengan demikian maka seseorang telah sah sebagai penumpang angkutan umum. Berkaitan dengan uraian di atas, penumpang angkutan umum dapat di maknai seseorang (individu) dan/atau satu (kelompok) yang menggunakan alat transportasi umum untuk suatu perjalanan tertentu yang didasari atas suatu perjanjian sebelumnya, dimana pihak pengangkut berkewajiban untuk mengangkut penumpang tersebut dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan selamat, sedangkan penumpang berkewajiban untuk membayar sejumlah uang sebagai imbalan atas jasa pengangkutan tersebut. 2.2.2 Kedudukan hukum penumpang angkutan umum. Penumpang adalah salah satu pihak dalam perjanjian pengangkutan yang menerima kontraprestasi dari pihak pengangkut dalam bentuk jasa angkutannya. Penumpang mempunyai dua kedudukan, 31 yaitu sebagai subjek karena ia adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan tersebut dan sebagai objek karena ia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus sudah dewasa atau mampu membuat perjanjian dalam Pasal 1320 angka 1 dan 2 KUHPerdata. 31 Abdulkadir Muhammad II, op.cit, hal.35. 29

Penumpang dalam hal ini dapat diartikan sebagai konsumen, karena penumpang tersebut adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan jasa angkutan untuk tujuan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri bukan untuk tujuan komersil. 32 Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis formal ditentukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UUPK). UUPK Pasal 1 angka 2 menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahkluk hidup lainnya dan tidak diperdagangkan. Merujuk pada uraian di atas bahwa penumpang dikatakan sebagai konsumen dimana dalam hal ini terdapat unsur-unsur dari konsumen yaitu: (a) setiap orang, subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai jasa dan/atau barang, 33 (b) pemakai, sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 angka 2 UUPK, kata pemakai menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer), Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan jasa dan/atau barang yang dipakai tidak serta-merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memproleh jasa dan/atau 32 AZ Nasution, 2001, Hukum Pelindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Mediam, Jakarta, hal.3 33 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, hal.4-9. 30

barang itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract), 34 (c) jasa dan/atau barang, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen, sementara itu UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen, 35 (d) yang tersedia dalam masyarakat, jasa dan/atau barang yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran, merujuk pada Pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK, 36 (e) bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lainnya, transaksi konsumen ditunjukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditunjukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi jasa dan/atau barang itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lainnya, 37 (f) jasa dan/atau barang itu tidak untuk diperdagangkan, pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. 38 34 Ibid, hal.27. 35 Ibid, hal.29. 36 Ibid. 37 Ibid, hal.30. 38 Ibid. 31

Berdasarkan uraian di atas agar upaya memberikan kepastian hukum dalam bentuk ketentuan-ketentuan tertulis yang memuat hak konsumen dan jaminan hukum melalui lembaga-lembaga yang ditentukan oleh hukum, untuk dapat menyelesaikan setiap kegiatan atau perbuatan pelaku usaha yang menggangu dan merugikan konsumen khususnya kerugian dari perbuatan pengangkut sendiri. 32