BAB I. Fenomena merokok di kalangan remaja usia sekolah bukan pemandangan. asing lagi. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Penyakit Tidak Menular

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada

2015 SIKAP TERHAD AP PICTORIAL HEALTH WARNING D AN INTENSI MEROKOK SISWA SMP D I KOTA BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai inti dan arah penelitian yang terdiri atas: latar

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Merokok merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sudah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di

BAB I PENDAHULUAN. 70% penduduk Indonesia (Salawati dan Amalia, 2010). Dari analisis data Susenas tahun 2001 diperoleh data umur mulai merokok kurang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi mulai dari usia remaja hingga orang tua baik laki-laki maupun

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Southeast Asia Tobacco Control Alliance, dan Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab gangguan kesehatan dan kematian sebelum waktunya, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Masa ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama kanker di dunia. Survei dari WHO 8,2 juta orang meninggal kerena

BAB 1 : PENDAHULUAN. kandung kemih, pankreas atau ginjal. Unsur-unsur yang terdapat didalam rokok

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok telah menjadi budaya di berbagai bangsa di

BAB I PENDAHULUAN. merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak muda, orang tua, status

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein &

A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kebiasan merokok adalah pemandangan yang tidak. asing lagi untuk kita lihat. Menurut laporan WHO (2002),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja (adolescence) dalam bahasa inggris,

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

HUBUNGAN DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DAN KONTROL PERILAKU DALAM MEROKOK DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK PADA REMAJA SLTA

BAB I PENDAHULUAN. muncul pula tingkat kecanduan yang berbeda-beda dan bentuk implementasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

I. PENDAHULUAN. bernama rokok ini. Bahkan oleh sebagian orang, rokok sudah menjadi. tempat kerja, sekolah maupun ditempat-tempat umum.

Hubungan Terpaan Gambar Bahaya Merokok pada Bungkus Rokok dan Motivasi dari Pasangan Terhadap Upaya untuk Berhenti Merokok

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. 2003). Remaja merupakan bagian perkembangan yang penting dan unik,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku merokok dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia (1990: 752). Profesor Tjandra mengatakan, konsumsi tembakau di

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena merokok di kalangan remaja usia sekolah bukan pemandangan asing lagi. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan sebelum tahun 1995 prevalensi remaja terhadap rokok hanya 7 persen, akan tetapi pada tahun 2010 naik menjadi 19 persen dan 43,3 persen dari jumlah keseluruhan perokok mulai merokok pada rentang usia 14 19 tahun (Robert, 2013). Banyaknya perokok yang mulai merokok sejak usia remaja sudah seharusnya menjadi masalah penting, sebagai upaya untuk mencegah masalah yang lebih serius seperti narkoba, bolos sekolah, tawuran dst, karena perilaku merokok pada remaja biasanya akan menjadi pintu gerbang untuk permasalahanpermasalahan remaja yang lainnya. Sebanyak 90 persen pecandu narkoba adalah perokok, karena remaja yang telah kecanduan rokok tak akan mempan lagi terhadap zat adiktif (nikotin & tar) dalam rokok. Mereka mencari yang lebih enak, pada saat inilah narkoba akan dicoba. Hal ini menguatkan pernyataan Psikolog Sarlito W. Sarwono bahwa rokok kerap menjadi salah satu penyebab seseorang menjadi pengguna zat-zat terlarang seperti ganja, sabu, narkotika dsb (Rusdi, 2012). Ditinjau dari segi kesehatan, beberapa ahli mengemukakan bahwa rokok dapat menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat terjadi baik pada perokok itu sendiri, maupun orang lain disekitarnya yang tidak 1

2 merokok. Kandungan dalam rokok yang berupa nikotin, tar dan zat adiktif dapat memberikan berbagai dampak negatif bagi kesehatan seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker tenggorokan, penyakit jantung koroner, radang saluran pernafasan, pembengkakan paru-paru, penyakit kandung kemih, gangguan reproduksi, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan rokok dengan intensitas yang tinggi serta usia yang lebih dini saat mengkomsumsi rokok dapat menambah resiko kematian (McKim, 2007). Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Bahkan kebiasaan merokok ini dari tahun ke tahun semakin meningkat dan lebih parahnya lagi merokok seakan akan sudah menjadi trend di kalangan remaja. Data yang diperoleh dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia yang menyebutkan 24,5 persen remaja putra Indonesia adalah perokok, hal ini menempatkan Indonesia pada peringkat kelima dunia sebagai jumlah perokok terbanyak di bawah China, AS, Jepang dan Rusia (Lucia, 2011). Berdasarkan data yang diterbitkan Organisasi kesehatan dunia (WHO) diketahui hampir 80 persen remaja mulai merokok pada usia kurang dari 19 tahun. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) WHO pada 2006 mengungkap 37,3 persen anak-anak usia 13 tahun hingga 15 tahun di Indonesia sudah membakar rokok dan dalam GYTS 2007 jumlah perokok anak usia 13 18 tahun di Indonesia menduduki peringkat pertama Asia, bahkan 3 dari 10 pelajar di

3 Indonesia (30,9 persen) mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat 4 persen tiap tahunnya (Riana & Diah, 2013). Data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak menunjukkan selama tahun 2008 hingga tahun 2012 jumlah perokok anak dibawah umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. Sedangkan jumlah perokok anak antara usia 10 14 tahun mencapai 1,2 juta orang. Disampaikan juga oleh Arist Merdeka Sirait sebagai ketua Komnas Perlindungan Anak bahwa kondisi yang lebih memprihatinkan lagi yaitu perokok anak di Indonesia rata-rata menghabiskan 40 batang rokok perhari ( Ira, 2012). Peneliti Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Made Kerta Duana, M.P.H. menyebutkan hasil survey di Denpasar menunjukkan sekitar 34,5 persen remaja umur 13 sampai 22 tahun merupakan perokok aktif. Penelitian yang di lakukan bulan Mei-September 2011 dan melibatkan 149 responden menunjukkan bahwa 98,5 persen perokok merupakan remaja laki-laki. Selain itu tingkat kecanduan rokok pada remaja perokok aktif di Denpasar ternyata meningkat cukup tajam dan parah (Multiarta, 2012). Tim Skala Lampung pada bulan Maret 2006 melakukan survey pada 100 orang remaja di kota Lampung dan didapat data sebanyak 78% remaja SMP dan SMA menyatakan telah merokok. Alasan mereka merokok adalah untuk pergaulan dan coba-coba. Sementara itu (Amalia & Andrianto, 2007) dalam penelitiannya mendapatkan data bahwa di SMU Negeri 2 Ngaglik Sleman terdapat sebanyak 44 persen siswa merokok dari keseluruhan siswa laki-laki kelas

4 XII yang berjumlah 97 orang. Sedangkan Di SMU Negeri 1 karanganom Klaten terdapat 55 persen siswa merokok dari sejumlah 40 siswa laki-laki kelas XII. Melihat masih banyaknya para remaja yang mengkonsumsi rokok serta memperhatikan bahaya-bahaya dalam rokok dan perilaku merokok para remaja, cepat atau lambat perilaku merokok harus dapat dihentikan. Namun menghentikan perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di Indonesia. Hasil survey yang dilakukan oleh LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok), dari 375 responden sebanyak 66.2 persen perokok menyatakan pernah mencoba berhenti merokok, tetapi mereka gagal. Kegagalan ini dikarenakan berbagai macam sebab ; 42,9 persen tidak tahu caranya ; 25,7 persen sulit berkonsentrasi dan 2,9 persen terikat oleh sponsor rokok. Sementara itu ada yang berhasil berhenti merokok disebabkan kesadaran sendiri 76 persen, sakit 16 persen, dan tuntutan profesi 8 persen (Ardini & Hendriani, 2012). Ketua Umum Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) Renie Singgih dalam (Raka dkk, 2010) menemukan bahwa hanya 5 persen remaja yang berpikir atau berniat berhenti merokok dalam waktu 5 tahun mendatang. Hal ini juga terjadi pada beberapa remaja pelajar SLTA yang sempat peneliti temui, mereka menyatakan telah mencoba untuk berhenti merokok. Ada beberapa yang berhasil tetapi ada juga sebagian besar yang belum berhasil, atau bahkan ada yang telah berhasil tetapi tidak sanggup mempertahankan sehingga merokok kembali. Data yang peneliti temukan menunjukkan bahwa perilaku merokok dapat ditemukan pada pelajar terutama di saat pulang dari sekolah. Data-data yang peneliti dapatkan diantaranya adalah dari SMA Muhammadiyah 2 Kalasan

5 Sleman terdapat 80 persen dari 35 jumlah siswa laki-lakinya merokok. Di SMK Muhammadiyah Kalasan terdapat 90 persen dari 81 jumlah siswa laki-lakinya merokok dan di SMA UII Yogyakarta terdapat 75 persen dari 128 siswa lakilakinya merokok. Berhenti merokok, alangkah lebih baik apabila hal tersebut dilakukan oleh para remaja, sehingga hidup yang lebih sehat dan masa depan yang lebih baik dapat diraih. Apalagi bagi perokok ringan dan pemula dengan dosis rendah dan rentang waktu yang belum terlalu lama, maka efek nikotin belum menjadikan candu dan tubuh belum terbiasa dengan ritme merokok sehari-hari. Dalam penelitian yang dilakukan Muchtar dalam (Astuti, 2004) keberhasilan dalam berhenti merokok atau mengurangi kebiasaan merokok ditentukan oleh besarnya niat (intensi) untuk berhenti atau mengurangi kebiasaan merokok. Jadi tanpa adanya intensi yang besar, sebesar apapun usaha untuk berhenti atau mengurangi kebiasaan merokok akan sia-sia. Intensi berhenti merokok menurut Ajzen & Madden dalam (Smet, 1994) merupakan faktor motivasional individu untuk mewujudkan suatu perilaku. Intensi merupakan kondisi awal perilaku sampai ada kesempatan untuk mewujudkannya dalam perilaku nyata. Sehingga peneliti disini berasumsi bahwa Intensi berhenti merokok merupakan keinginan yang kuat dari seseorang untuk menghentikan kebiasaan merokoknya dalam jangka panjang dan dilakukan secara sadar. Lebih lanjut menurut (Ajzen & Madden dalam Smet, 1994) Intensi berhenti merokok dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, sikap individu terhadap

6 perilaku tertentu, norma subyektif (norma sosial yang berpengaruh terhadap individu) dan kontrol perilaku yang diartikan sebagai persepsi individu terhadap kemampuannya dalam melakukan kontrol diri untuk berbuat atau tidak berbuat. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi intensi merokok pada remaja, faktor teman sebaya (peer group) ternyata telah menjadi fokus penelitian beberapa peneliti Indonesia. Penelitian (Komalasari dan Helmi, 2000) mengenai faktorfaktor penyebab remaja SMU merokok di Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor teman sebaya berpengaruh sebesar 38,4 persen dalam menimbulkan intensi merokok remaja. Sejalan dengan matangnya perkembangan kognitif remaja, seharusnya remaja lebih mampu memahami resiko kesehatan, lebih memikirkan perilaku mereka serta memperhatikan akibat jangka panjang dari tindakan mereka. Hal ini menurut Piaget (dalam Santrock, 2007) remaja dengan rentang usia 15 20 tahun akan mencapai tahap operasional formal berupa tahap dimana seseorang akan lebih mampu menimbang bahaya atau resiko atas tindakan yang akan dilakukannya. Sama halnya dengan siswa remaja (usia SLTA) yang merokok, seharusnya mereka juga lebih mampu menimbang resiko-resiko yang akan ditimbulkan oleh rokok dan mulai memikirkan untuk berhenti merokok. Hurlock (2004) menyatakan untuk mencapai tujuan dalam berhenti merokok dibutuhkan niat, tekad dan komitmen yang kuat serta dukungan dari lingkungan sekitarnya. Dimana kemandirian seseorang untuk tetap merokok atau berhenti merokok ternyata diperkuat oleh proses sosialisasi yang terjadi dengan teman sebayanya.

7 Adapun proses sosialisasi dengan teman sebaya, merupakan lingkungan dimana terjadinya suatu interaksi yang intensif dan teratur dengan orang orang yang mempunyai kesamaan dalam usia dan status, yang memberikan dampak atau pengaruh positif maupun negatif yang dikarenakan interaksi didalamnya (Baron & Byrne, 2003). Meijs dkk., (2010) menyebutkan bahwa interaksi yang positif dengan teman sebaya dapat membantu remaja membangun perasaan menjadi anak populer yang kemudian berdampak pada tindakan prososial, seperti kemampuan memecahkan masalah sosial, membangun hubungan pertemanan dan memiliki perilaku sosial yang positif. Demikian juga dengan pergaulannya, remaja dalam bergaul baik dilingkungan sekolah maupun di lingkungan sekitar sangat dipengaruhi oleh teman sebaya, seperti interaksi sosial yang dilakukan, keterlibatan individu yang dilakukan dan dukungan dari teman sebaya baik berupa dukungan yang bersifat positif maupun negatif. Dukungan yang diberikan teman sebaya merupakan salah satu dukungan penting yang dibutuhkan oleh remaja dalam masa-masa perkembangannya (Duncan dkk dalam Robbins, 2008). Teman menyediakan sumber jaringan sebagai anggota atau bagian dalam suatu tim, khususnya ketika remaja, persahabatan remaja secara tipikal menyediakan bantuan yang sifatnya konkrit dan nasehat nasehat selain dari orang tua (Robbins,2008). Mead, Hilton dan Curtis (dalam Solomon, 2004) telah jauh meneliti tentang dukungan teman sebaya dan menyatakan bahwa dukungan teman sebaya

8 merupakan sistem memberi dan menerima bantuan yang dibangun berdasar prinsip prinsip kunci yang meliputi rasa hormat, berbagi tanggung jawab dan persetujuan yang sama mengenai apa itu menolong. Sejumlah kelompok teman sebaya menyediakan fungsi-fungsi penting selama masa remaja, misalnya melalui pengidentifikasian diri dengan teman sebaya, remaja mulai membangun penilaian dan pandangan moral mereka, dan pada saat yang sama juga menyediakan sumber-sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga dan juga mengenai diri mereka sendiri serta penguatan yang positif, memberikan status, penghargaan dan penerimaan diri (Santrock, 2007). Apabila seorang remaja berniat berhenti merokok dan mendapat dukungan dari teman sebaya yang positif, maka sangat dimungkinkan remaja tersebut memiliki intensi berhenti merokok yang kuat. Sebaliknya seorang remaja kurang mendapat dukungan dari teman sebaya untuk berhenti merokok, maka sangat dimungkinkan remaja tersebut kurang memiliki intensi untuk berhenti merokok atau intensi berhenti merokoknya menjadi lemah. Faktor lain yang mempengaruhi intensi berhenti merokok adalah kontrol perilaku, karena dalam kontrol perilaku perilaku yang menurut (Ajzen, 2005) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi intensi berhenti merokok. Kontrol perilaku diartikan sebagai keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam mengatur setiap dorongan yang timbul untuk berperilaku negatif dari dalam individu, kearah penyaluran dorongan yang lebih sehat dan positif. Dengan kata lain individu yang memiliki keyakinan terhadap kemampuannya untuk

9 menghentikan perilaku merokoknya akan memiliki intensi berhenti merokok yang besar. Erickson yang ditulis Gatchel (dalam Ardini & Hendriani, 2012) remaja merokok karena berkaitan dengan adanya krisis psikososial yang dialami pada masa perkembangannya, yaitu masa pencarian jati diri. Masa ini sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Untuk itu diperlukan adanya mekanisme yang dapat membantu dan mengatur dan mengarahkan remaja dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan efektif yang dapat membawa remaja tersebut kearah konsekwensi positif. Individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi, kemungkinan akan mampu mengontrol dan mengarahkan perilakunya. (Calhoun & Accocella, 1995), mengatakan lebih lanjut bahwa ada dua alasan yang mengharuskan individu mengontrol diri terus menerus. Pertama individu tidak hidup sendirian akan tetapi dalam kelompok dan individu mempunyai kebutuhan untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan. Kedua, agar tidak mengganggu dan melanggar kenyamanan dan keselamatan orang lain dan dirinya sendiri maka individu harus mengontrol perilakunya. Berdasar pada uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan dukungan teman sebaya dan kontrol perilaku dalam merokok untuk memprediksi intensi berhenti merokok pada remaja SLTA. Pentingnya dilakukan penelitian ini didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, Terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada prevalensi perokok remaja di Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini. Hal ini tentunya akan mempengaruhi

10 kualitas generasi muda di masa depan. Kedua, Sebagaimana (Ajzen, 2005), mengidentifikasi intensi sebagai sesuatu yang lebih spesifik dari sebuah perilaku serta merupakan prediktor atau penentu dari perilaku yang tampak. Disamping itu juga mengacu pada kerangka theory of planned behavior yang menyatakan bahwa perubahan perilaku atau tingkah laku akan berawal dari berubahnya intensi yang mendasari munculnya tingkahlaku tersebut. Berkenaan dengan paparan di atas dan kemungkinan adanya hubungan antara dukungan teman sebaya dan kontrol perilaku dalam merokok dengan intensi berhenti merokok, maka peneliti tertarik untuk menjadikan variabel tersebut diatas sebagai obyek penelitian terutama pada para perokok remaja SLTA (siswa remaja). B. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengkaji secara empiris : 1. Hubungan Dukungan Teman Sebaya dengan Intensi Berhenti Merokok pada siswa remaja (remaja SLTA). 2. Hubungan Kontrol Perilaku dalam merokok dengan Intensi Berhenti Merokok pada siswa remaja (remaja SLTA). 3. Hubungan Dukungan Teman Sebaya dan Kontrol Perilaku dengan Intensi Berhenti Merokok pada siswa remaja (remaja SLTA).

11 C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ada 2 macam yaitu secara teoritis dan praktis : 1. Secara teoritis. Manfaat teoritis dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan psikologi khususnya psikologi pendidikan, psikologi keluarga, psikologi sosial dan psikologi perkembangan, khususnya berkaitan dengan intensi berhenti merokok pada remaja SLTA. 2. Secara praktis. a. Bagi siswa : Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai intensi berhenti merokok, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. b. Bagi orang tua : Dapat memberikan sumbangan informasi dan pemahaman bagi orang tua tentang hubungan dukungan teman sebaya dan kontrol perilaku dalam merokok dengan intensi berhenti merokok pada remaja SLTA. c. Bagi sekolah : Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar untuk merencanakan program atau tindakan bagi para siswa-siswanya, sehingga dapat terhindar dari bahaya merokok dan segala permasalahan yang mengikutinya. d. Bagi peneliti : Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian serta meningkatkan pemahaman tentang masalah perilaku merokok remaja serta hubungan dukungan teman sebaya dan kontrol perilaku dalam merokok dengan intensi berhenti merokok pada remaja SLTA

12 D. Keaslian Penelitian Telaah mengenai intensi ini sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Antara lain adalah, Amalia & Andrianto (2007) dengan tema penelitian Pengaruh Persuasi melalui penggunaan buku Hidup Sehat Tanpa Rokok terhadap penurunan intensi merokok pada remaja. Pada penelitian ini ditemukan adanya perbedaan intensi merokok pada subyek kelompok eksperimen sebelum menggunakan buku Hidup sehat tanpa rokok dan setelah menggunakan buku tersebut. Akan tetapi Penurunan intensi ini hanya sampai tahap pemahaman dan menyadari bahaya bahaya merokok. Victoria dkk (2009) melakukan penelitian yang berjudul The impact of social influence on adolescent intention to smoke: Combaining types and refferents of influence. Penelitian ini menguji norma subyektif, perceived smoking behavior, tekanan langsung untuk merokok dari orang lain dikombinasikan dengan variabel orangtua (ayah-ibu), saudara kandung (kakak-adik), temansahabat dan guru. Adapun pengaruh yang kuat pada norma subyektif ditunjukkan dari pengaruh orangtua, guru dan saudara kandung, sedangkan pada perceived behavior ditunjukkan dari teman sebaya, orangtua dan saudara kandung, kemudian tekanan langsung untuk merokok paling besar dipengaruhi oleh teman sebaya, orang tua dan saudara kandung. Selain itu variabel perceived behavior of peers, peers direct pressure of smoke dan parental norms secara signifikan memiliki pengaruh terhadap intensi merokok. Studi selanjutnya dilakukan oleh Harekah dkk (2004) dengan penelitian yang berjudul Parental factors and adolescent s smoking behavior: An extention

13 of the theory of planned behavior, studi tersebut menguji kualitas hubungan orangtua-anak, kontrol psikologis, kontrol ketegasan, pengetahuan orangtua, status merokok orangtua, sikap, norma subyektif dan self efficacy. Hasil penelitian menemukan bahwa sikap positif terhadap rokok, self efficacy yang rendah dan perceived behavior control yang tinggi akan norma sosial untuk merokok secara signifikan berhubungan dengan tingginya intensi merokok. Kualitas hubungan orangtua-anak dan pengetahuan orangtua yang baik berhubungan dengan sikap negatif terhadap rokok dan berhubungan dengan self efficacy yang tinggi untuk tidak merokok, namun apabila salah satu orangtua mereka merokok, maka menimbulkan sikap positif terhadap rokok. Llyod Richardson dkk (2002) meneliti mengenai pengaruh psikologis dan sosial dalam tahapan intensi merokok pada remaja yang salah satunya menguji variabel intrapersonal, keluarga, teman sebaya, depresi, kenakalan remaja dan penggunaan alkohol secara signifikan berpengaruh terhadap tahapan intensi merokok, yaitu dari tahapan tidak pernah mencoba rokok ke tahapan coba-coba, sehingga pada penelitian ini ditemukan bahwa penggunakan alkohol lebih menyebabkan munculnya perilaku merokok dibandingkan dengan pengaruh teman. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa faktor-faktor depresi, kenakalan remaja dan keadaan teman yang merokok juga meningkatkan tahapan intensi merokok pada remaja. Selain itu hasil penelitian juga menyatakan bahwa teman sebaya tidak memberikan pengaruh terhadap awal munculnya perilaku merokok, namun memberikan pengaruh bagi remaja untuk berada di tahap

14 perokok regular, yaitu tahapan dimana remaja menjadi terbiasa untuk merokok dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Rudi & Kamsih (2007) yang berjudul Sikap terhadap perilaku merokok dan kontrol diri dengan intensi berhenti merokok. Penelitian ini membahas tentang adanya sikap negatif dan positif tentang merokok akan menimbulkan intensi untuk berhenti merokok, dimana adanya penilaian bahwa merokok sebagai tindakan yang negatif dan membahayakan kesehatan pribadi dan orang lain maka intensi berhenti merokok akan semakin tinggi. Sebaliknya sikap positif terhadap perilaku merokok akan memprediksi bahwa intensi berhenti merokok juga semakin rendah. Dijelaskan pula dalam penelitian tersebut bahwa kontrol diri berkorelasi positif dengan intensi berhenti merokok, yang artinya semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki oleh seseorang maka intensi berhenti merokoknya akan cenderung semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah kontrol diri seseorang maka intensi berhenti merokoknya akan cenderung semakin rendah. Adapun Peneliti lain yang membahas tentang intensi berhenti merokok dilakukan juga oleh Lizam, Prabandari dan Kumara (2009) dengan judul penelitian Meningkatkan Sikap positif terhadap perilaku tidak merokok dan intensi untuk berhenti merokok melalui pelatihan. Dalam penelitian ini terbukti bahwa terjadi perubahan sikap positif terhadap perilaku tidak merokok dan adanya intensi untuk berhenti merokok setelah diberi perlakuan dengan pelatihan kecerdasan emosional.

15 Dalam penelitian yang peneliti lakukan ini meski masih dalam fokus yang sama yaitu, masalah intensi akan tetapi menitikberatkan pada intensi berhenti merokok yang diprediktor oleh dukungan teman sebaya dan kontrol diri dalam perilaku merokok. Penelitian ini akan melibatkan siswa remaja (remaja SLTA) sebagai subyek penelitian sebagaimana fenomena yang saat ini marak terjadi hampir diseluruh Indonesia yaitu meningkatnya berbagai masalah dengan perilaku merokok pada remaja usia sekolah. Hal ini tentu saja berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, terutama pada pemilihan variabel bebas, yaitu dukungan teman sebaya dan kontrol diri dalam perilaku merokok dan populasi penelitian, yaitu siswa SLTA sebagai perokok remaja.