BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

STUDI KOMPARATIF KEMAMPUAN MANAJEMEN STRATEGIK KEPALA SEKOLAH DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF SMA NEGERI 6 DAN SMA MUTIARA BUNDA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

INSTRUMEN VERIFIKASI/VALIDASI DOKUMEN KTSP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Item Penilaian INSTRUMEN AKRTEDITASI MANAJEMEN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah dan Penegasan Judul. berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan

BAB V PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN. dan lingkungan mengalir melalui tahap-tahap yang saling berkaitan ke arah

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Pada Bab ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan RKS

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

RENCANA TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH STANDAR SARANA DAN PRASARANA. ruang belajar

RESPONDEN KEPALA SEKOLAH

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Temuan penelitian menggambarkan bahwa kondisi objektif implementasi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Secara umum profil SMK dikota Bandung yang meliputi sumber daya baik

Lampiran 1. Instrumen ini digunakan sebagai penggalian data pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan menurut pedoman penyusunan KTSP dari

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka kesimpulan yang dapat di ambil yaitu:

: Babakan Ciomas RT. 2/3 ds. Parakan Kec. Ciomas Kab. Bogor

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pengelolaan kurikulum dan pembelajaran dalam implementasi MBSdi

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

WALIKOTA TASIKMALAYA

Bab IV Analisis Hasil Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan

LAPORAN KERJA TAHUNAN SMP NEGERI 05 BATU TAHUN

pada saat ini muncullah paradigma baru pendidikan, dimana anak berkebutuhan

Tabulasi Jawaban Kesiapan Kepala Sekolah menurut Kepala Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 dan NOMOR 6 TAHUN 2007 Tentang PELAKSANAAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN

DAFTAR ISI. PERNYATAAN... ii. ABSTRAK... iii. KATA PENGANTAR... v. UCAPAN TERIMAKASIH... vi. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan bahwa faktor-faktor kinerja

FORM EDS KEPALA SEKOLAH

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Masalah 1. B. Batasan Masalah 6. C. Rumusan Masalah 7. D. Luaran Penelitian 7. E. Kerangka Pikir Penelitian 8

menyelenggarakan pendidikan dengan setting inklusi dengan pendekatan belajar

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan pembahasan pada bab IV sebelumnya, maka penulis dapat

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006

SOAL EDS ONLINE UNTUK KS.

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah. Dalam perencanaan kurikulum lembaga pendidikan tahapan pertama

PP 29/1990, PENDIDIKAN MENENGAH... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 29 TAHUN 1990 (29/1990)

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Penelitian B. Identifikasi Masalah... 10

INSTRUMEN VALIDASI/VERIFIKASI DOKUMEN KTSP KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI 90 JAKARTA Sejarah berdirinya SMA Negeri 90 Jakarta

BAB VI PENUTUP. Kesimpulan dari penelitian ini mencakup 3 fokus yang ada dalam penelitian. Ketiga

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PENGELOLAAN DAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30

LAPORAN EVALUASI DIRI SEKOLAH (EDS) KB AISYIYAH TAHUN 2017

Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panduan EDS Kepala Sekolah PADAMU NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB VI PENUTUP. Dari hasil penelitian tentang manajemen pengembangan kurikulum lembaga

Manajemen Strategik dalam Pendidikan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR. i DAFTAR ISI. ii RANGKUMAN EKSEKUTIF viii TIM PENYUSUN EVALUASI DIRI.. xi

PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA SEKOLAH

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

STANDAR PENGELOLAAN PEMBELAJARAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

Alat Evaluasi Diri Sekolah

DAFTAR ISI... LEMBAR PENGESAHAN.. LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR.. ABSTRAK... UCAPAN TERIMAKASIH...

BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Gambaran Umum SMA Intensif Taruna Pembangunan Surabaya

Transkripsi:

167 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan analisis data sebagaimana focus kajian dalam penelitian yang berjudul Studi Komparatif Kemampuan Manajemen Strategik Kepala Sekolah di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif SMA Negeri 6 dan SMA Mutiara Bunda Bandung diperoleh kesimpulan secara keseluruhan di kedua sekolah masih belum memiliki kemampuan manajemen strategik secara menyeluruh, pemahaman para pimpinan sekolah, para staf dan guru terhadap manajemen strategik khususnya di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif masih kurang. Namun jika dibandingkan dari segi Manajemen kurikulum, kesiswaan, tetnaga pendidik, fasilitas, dan evaluasi SMA Mutiara Bunda masih lebih unggul dibandingkan dengan SMAN 6 Bandung. Secara rinci, kesimpulan penelitian ini adalah: 1. Proses Formulasi Strategik dalam Manajemen Strategik Kepala Sekolah Di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif. Formulasi strategik dalam manajemen strategic di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dilaksanakan dengan penetapan visi, misi dan tujuan sekolah, analisis SWOT (analisis lingkungan), penetapan sasaran sekolah dan penetapan program sekolah inklusif. a. Proses penyusunan visi, misi dan tujuan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Proses formulasi strategik dalam manajemen strategik di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dimulai dari penyusunan visi, misi dan tujuan. Pada dasarnya proses penetapan visi, misi dan tujuan di kedua sekolah hampir sama yaitu melalui musyawarah bersama, juga dalam penetapan visi, misi dan tujuan dilihat melalui beberapa aspek, 167

168 yaitu dilihat dari segala yang dibutuhkan sekolah, kondisi yang terjadi saat ini di sekolah dan lingkungan sekitar sekolah. Proses penetapan visi, misi dan tujuan di SMA Negeri 6 dimusyawarahkan bersama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, perwakilan guru dan perwakilan komite sekolah setelah itu maka visi,misi dan tujuan dapat ditetapkan langsung oleh kepala sekolah. Sedangkan proses penetapan visi, misi dan tujuan sekolah di SMA Mutiara Bunda ditetapkan oleh yayasan. Visi, misi dan tujuan di SMAN 6 Bandung mengarah pada pendidikan umum saja yaitu mencapai sekolah ungulan di Kota Bandung dan mengembangkan potensi peserta didik dalam berdaya saing namun selebihnya belum mencakup inklusif. Sedangkan visi, misi dan tujuan di SMA Mutiara Bunda lebih mengarah pada perwujudan sekolah yang bernuansa islami, berwawasan global serta menciptakan lingkungan yang beragam. Sehingga visi, misi dan tujuan SMA Mutiara Bunda sudah mencakup inklusi ditandai dengan menciptakan lingkungan sekolah yang beragam. b. Proses pelaksanaan assesmen lingkungan (eksternal dan internal) (Analisis SWOT) di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Proses pelaksanaan asesmen lingkungan atau biasa disebut dengan analisis SWOT dilaksanakan oleh kedua sekolah. Di SMA Negeri 6 proses analisis SWOT dilaksanakan melalui musyawarah kerja oleh Kepala Sekolah, Wakil Kepala sekolah, komite sekolah dan perwakilan guru ditambah dengan tim evaluasi dan pengembangan sekolah. Hasil dari analisis SWOT digunakan sebagai dasar dari penyusunan pengalokasian sumber daya seperti anggaran, sarana dan prasarana, sumber daya manusia serta potensi lingkungan sekolah yang efektif. Proses pelaksanaan analisis SWOT di SMA Mutiara Bunda tidak jauh berbeda dengan SMAN 6, yaitu sama-sama dilakukan

169 berdasarkan kondisi lingkungan sekolah dan dilakukan oleh kepala sekolah beserta tim manajemen sekolah. Kedua sekolah telah melaksanakan analisisis SWOT, namun kedua sekolah belum memiliki kemampuan dalam menganalisis SWOT. Hal tersebut dibuktikan bahwa dalam menganalisis SWOT, kedua sekolah masih belum dapat membedakan antara kekuatan dan peluang serta kelamahan dan ancaman. c. Proses penetapan sasaran sekolah di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Proses penetapan sasaran dikedua sekolah sama-sama dilaksanakan bersamaan dengan penetapan visi, misi dan tujuan sekolah. Namun tidak semua warga sekolah diikutsertakan dalam penetapan sasaran sekolah. d. Proses penyusunan program sekolah di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Proses penyusunan program di kedua sekolah dilaksanakan oleh masing-masing tim yang menangani program sekolah. Program dan kegiatan di kedua sekolah dibentuk dan disusun dalam Rencana Kegiatan Sekolah. Namun yang membedakan antara SMAN 6 Bandung dan SMA Mutiara Bunda adalah program dan kegiatan yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. Di SMAN 6 Bandung tidak terdapat program dan kegiatan khusus inklusi, hanya ada tambahan pelajaran, namun kegiatan tersebut tidak terjadwal dan tidak tercatat hasil perkembangannya. Sedangkan di SMA Mutiara Bunda Bandung memiliki program tambahan untuk sekolah regulernya seperti program keahlian seperti yang telah disebutkan pada BAB IV dan program khusus inklusi bagi siswa ABK. Untuk program khusus ditangani oleh tim tersendiri yaitu tim TSI.

170 Proses penyususnan program khusus inklusi di SMA Mutiara Bunda ditangani oleh tim Teenage Self Improvement (TSI). Programprogram tersebut dirancang sesuai dengan kebutuhan setiap Anak Berekebutuhan Khusus (ABK) dan program tersebut terdapat tahapantahapannya. Secara umum kedua sekolah tidak menjelaskan secara rinci mengenai proses penetapan program sekolah, baik program sekolah yang umum maupun program khusus. Sehingga proses penetapan program tidak tergambarkan secara jelas. 2. Implementasi strategik dalam manajemen strategik kepala sekolah di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Implementasi strategi dalam manajemen strategik ini terdiri dari proses penerapan strategi, proses pelaksanaan evaluasi strategi dan proses kontrol strategi. a. Proses penerapan strategi di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. 1) Proses penyusunan RKAS Proses penyusunan Rancangan Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) disusun berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilaksanakan oleh kedua sekolah dan berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan. Proses penyusunan RKAS di kedua sekolah tidak jauh berbeda. Kepala sekolah menyerahkan kepada masing-masing bidang atau staf pelaksana kegiatan untuk menyusun rancangan kegiatan dan anggarannya masing-masing setelah itu disusun secara keseluruhan oleh kepala sekolah atau wakil kepala sekolah dan terakhir disepakati dan disetujui oleh kepala sekolah. Perbedaanya terletak pada persetujuan RKAS, di SMAN 6 langsung disetujui oleh kepala sekolah dan komite, sedangkan di SMA

171 Mutiara Bunda setelah disetujui oleh kepala sekolah selanjutnya disetujui oleh yayasan. Dalam proses penyusunan RKAS pun kedua sekolah tidak menggambarkan proses yang baku, selain itu kedua sekolah tidak menginformasikan RKAS yang sudah dirancang baik yang tahun ajaran sebelumnya maupun RKAS di tahun ajaran baru. 2) Pengayaan Sumber Daya Sekolah Implementasi manajemen strategik di sekolah penylenggara inklusif melalui penyelenggaraan atau pelaksanaan sumber daya yang ada di sekolah, yaitu: a) Kurikulum Modifikasi Kurikulum yang digunakan di kedua sekolah tersebut yaitu kurikulum nasional, untuk kelas sepuluh (X) dan sebelas (XI) menggunakan kurikulum 2013 dan kelas duabelas (XII) menggunakan kurikulum KTSP. Berdasarkan teori, kurikulum yang digunakan di sekolah penyelenggara inklusif adalah kurikulum yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan setiap anak khususnya anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil penelitian di SMAN 6 tidak ada kurikulum yang dimodifikasi. Oleh karena itu setiap guru mata pelajaran harus memberikan pengajaran yang harus disesuaikan dengan siswa berkebutuhan khusus. Sedangkan di SMA Mutiara Bunda kurikulum dimodifikasi dengan berbagai program dan kegiatan tambahan seperti adanya program keahlian yang disisipkan di kurikulum yang ada dan program khusus yang dibuat untuk siswa berkebutuhan khusus. Dalam pengayaan kurikulum hanya SMA Mutiara Bunda yang menejelaskan proses penyusunan kurikulum modifikasi, sedangkan

172 SMAN 6 tidak menjelaskan proses kurikulum modifikasi dikarenakan SMAN 6 tidak memberlakukan kurikulum modifikasi. b) Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dalam lembaga pendidikan inklusif diperlukan tenaga pendidik yang professional dalam bidangnya untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil penelitian, di SMAN 6 tidak ada tenaga pendidik khusus yang disiapkan oleh sekolah untuk menangani siswa berkebutuhan khusus. Guru-guru harus dapat menyesuaikan diri secara langsug untuk menangani siswa berkebutuhan khusus. Sedangkan di SMA Mutiara Bunda terdapat guru yang disediakan khusus untuk menangani dan mendampingi siswa berkebutuhan khusus. Guru tersbut berada dalam satu tim yaitu tim TSI. Namun proses mengenai pengayaan tenaga pendidik khusus tidak tergambarkan di kedua sekolah. c) Kesiswaan Peserta didik yang ada di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif tanpa terkecuali harus terlibat aktif dalam mengelola kegiatan pembelajaran sehingga mampu menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang baik. Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa siswa yang berbeda dari siswa yang lain. Namun perbedaannya di SMAN 6 tidak hanya menerima siswa berkebutuhan khusus (berkelainan) namun juga menerima beberapa siswa berbakat (atlit). Sedangkan di SMA Mutiara Bunda menerima siswa berkebutuhan khusus saja tidak ada atlit. Siswa berkebutuhan khusus yang diterima di SMAN 6 hanya siswa berkebutuhan khusus Tipe A dan tipe B. Sedangkan di SMA Mutiara Bunda menerima siswa berkebutuhan khusus tipe C dan siswa berkebutuhan khusus tipe berat lainnya.

173 Dalam pengembangan siswa berkebutuhan khusus di SMAN 6 tidak ada program khusus, sedangkan di SMA Mutiara Bunda memiliki program pengembangan siswa berkebutuhan khusus yang bertahap dan berkelanjutan. d) Fasilitas Fasilitas yang ada di kedua sekolah pada dasarnya sama saja dengan fasilitas yang ada di sekolah pada umumnya. Perbedaanya yaitu di SMAN 6 tidak ada fasilitas khusus yang disediakan bagi siswa berkebutuhan khusus. Sedangkan di SMA Mutiara Bunda memiliki ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan keahlian seperti ruang seni, ruang dapur dan juga tersedia ruangan TSI beserta fasilitasnya khusus untuk melakukan program dan kegiatan bagi siswa berkebutuhan khusus (berkelainan). e) Evaluasi pembelajaran Pada dasarnya kedua sekolah mewajibkan setiap siswa untuk mengikuti evaluasi pembelajaran tanpa terkecuali. Masing-masing sekolah memiliki cara tersendiri dalam memberikan evaluasi pembelajaran kepada setiap siswa berkebutuhan khusus. Mengenai Ujian Nasional siswa berkebutuhan khusus tetap dapat mengikutinya dengan soal yang diberikan khusus dari Dinas Pendidikan. Sedangkan untuk siswa berkebutuhan khusus tipe berat dan tidak siap mengikuti Ujian Nasonal maka tidak diwajibkan untuk mengikutinya. Perbedaan evaluasi pembelajaran di SMA Mutiara Bunda disesuaikan dengan kebutuhan anak (anak berkebutuhan khusus), baik soalnya maupun proses pengerjaannya. Sedangkan di SMAN 6 semua siswa berkebutuhan khusus diberikan soal yang sama

174 dengan siswa lainnya, juga dalam proses pengerjaannya dilakukan secara terpisah dengan teman-temannya. b. Proses pelaksanaan evaluasi strategi di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif Proses pelaksanaan evaluasi strategi dikedua sekolah tersebut pada dasarnnya sama, yaitu dilaksanakan dalam rapat khusus untuk mengevaluasi perkembangan kegiatan yang sedang dan telah berlangsung. Selanjutnya akan dikoreksi dan terakhir mempertimbangkan kemungkinan pengubahan metode atau cara yang lebih sesuai dalam mencapai tujuan dan sasaran sekolah. Kedua sekolah belum mamiliki kemampuan dalam proses evaluasi staregik. Hal tersebur dibuktikan bahwa kedua sekola tidak memaparkan secara rinci mengenai evaluasi strategic. c. Proses kontrol strategi di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Proses pelaksanaan kontrol strategidi kedua sekolah sama dengan supervisi yang dilaksanakan oleh kepala sekolah. Kedua kepala sekolah melaksanakan pengawasan terhadap setiap kegiatan yang berlangsung. Kedua sekolah belum mamiliki kemampuan dalam proses kontrol staregik. Hal tersebur dibuktikan bahwa kedua sekola tidak memaparkan secara rinci mengenai evaluasi strategic. B. Saran Berdasarkan hasil temuan penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran terkait hasil penelitian yang telah dilaksanakan, saran tersebut diharapkan dapat menjadi masukan, khususnya bagi sekolah yang dijadikan tempat penelitian (SMAN 6 Bandung dan SMA Mutiara Bunda Bandung), peneliti selanjutnya, serta pihak lain yang berkepentingan untuk dapat ditindaklanjuti. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

175 1. Bagi Sekolah a. Pelaksanaan perencanaan manajemen strategic di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat berjalan dengan baik dengan cara kerjasama bersama semua stakeholder sekolah baik kepala sekolah, wakil kepala sekolah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, orangtua, komite dan pihak lainnya. Sehingga daya dukung dari stakeholder harus selalu diupayakan agar kepedulian semua elemeen terhadap peningkatan kualitas sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat mendorong kemajuan bagi sekolah yang bersangkutan. b. Pelaksanaan implementasi srtaegik di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif khususnya dalam pengayaan sumber daya sekolah (tenaga pendidik, fasilitas, kurikulum, pengembangan peserta didik) perlu di tingkatkan lagi. Seperti penyediaan guru khusus atau pelatihan yang diberikan kepada guru-guru mata pelajaran dalam memahami siswa berkebutuhan khusus, program dan kegiatan dan fasilitas khusus. c. Peningkatan pemahaman terhadap manajemen sekolah pada umumnya dan manajemen strategik pada khususnya bagi stakeholder sekolah harus terus ditingkatkan melalui keikutsertaan dalam pelatihan atau workshop baik diselenggarakan oleh sekolah maupun luar sekolah. 2. Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, penulis merekomendasikan untuk lebih mengembangkan dan menggali teori mengenai evaluasi dan pengawasan dalam manajemen strategic, sehingga dapat diketahui secara lebih lengkap dalam penelitian manajemen strategic khususnya di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.