MENTERI KEHUTANAN, MEMUTUSKAN :

dokumen-dokumen yang mirip
M E M U T U S K A N :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 300/Kpts-II/2003 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.35/Menhut-II/2008 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2009 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.16/Menhut-II/2007 TENTANG RENCANA PEMENUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI (RPBBI) PRIMER HASIL HUTAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

Lampiran I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.24/Menhut-II/2009 TANGGAL : 1 April 2009

2. Undang -undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; 3. Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 17/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PEMEGANG IZIN USAHA INDUSTRI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.47, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Sanksi Administratif. Pemegang Izin. Pengenaan. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32/MPP/KEP/1/2003 TENTANG KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

Form. Surat Keputusan Pembaharuan IUI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 44/MENHUT-II/2004 TENTANG

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Izi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. KEHUTANAN. Industri. Bahan Baku. Hasil Hutan Kayu. Pemenuhan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 43/Menhut-II/2009 TENTANG

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENERBITAN REKOMENDASI EKSPOR PRODUK KAYU ULIN OLAHAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.9/Menhut-II/2012 TENTANG RENCANA PEMENUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI (RPBBI) PRIMER HASIL HUTAN KAYU

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 01/VI-BPPHH/2010 Tanggal : 7 Januari 2010

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor : P.55/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IUIPHHK KAPASITAS > 6000 M3/Tahun DAN IUI DENGAN NILAI INVESTASI > 500 JUTA

KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

this file is downloaded from

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 43/MENHUT-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 72 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KAYU BULAT JENIS MERBAU DI PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IUIPHHK KAPASITAS M3/Tahun DAN IUI DENGAN NILAI INVESTASI 500 JUTA

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Hasil Hutan Kayu. Penatausahaan. Perubahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR GORONTALO KEPUTUSAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 252 / 17 / VI /2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

this file is downloaded from

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 18 TAHUN 2007

R E P U B L I K I N D O N E S I A D E P A R T E M E N K E H U T A N A N J A K A R T A. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.246/VI-BPHA/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TATA USAHA HASIL HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 732/Kpts-II/1998 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBAHARUAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

A. PERKEMBANGAN IUPHHK-HA. 1. Jumlah HPH/IUPHHK-HA per Bulan Desember 2008 sebanyak 312 unit dengan luas ha.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

J A K A R T A. Membaca : Surat Direktur Utama PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries :

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

GUBERNUR PAPUA BARAT

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKM)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 23/Menhut-II/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGUSAHAAN HUTAN NOMOR 135/KPTS/IV-PPHH/1998 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 146 TAHUN 2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG

23 APRIL 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IUIPHHK KAPASITAS M3/Tahun DAN IUI DENGAN NILAI INVESTASI 500 JUTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 38/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PEMEGANG IUIPHHK > 6000 M3/Tahun DAN IUI > 500 JUTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6884/Kpts-II/2002 TANGGAL 12 JULI 2002 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA EVALUASI TERHADAP INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 57 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, disebutkan bahwa kriteria dan tata cara evaluasi terhadap industri primer hasil hutan kayu diatur dengan Keputusan Menteri; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada butir a, maka dipandang perlu menetapkan Kriteria dan Tata Cara Evaluasi Terhadap Industri Primer Hasil Hutan Kayu dengan dengan Keputusan Menteri Kehutanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonom; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; 7. Keputusan Presiden RI Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 8. Keputusan Presiden RI Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 9. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/Kpts-II/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA EVALUASI TERHADAP INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU. Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Industri primer hasil hutan kayu adalah Pengolahan Kayu Bulat dan atau kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah jadi atau jadi. 2. Evaluasi industri primer hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk melakukan penilaian keberhasilan pelaksanaan izin usaha industri dimaksud mulai dari kegiatan administrasi dan kegiatan fisik lapangan atau

operasi industri dan pemasaran hasil serta dampak dari pelaksanaan kegiatan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam ketentuan sebelumnya baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian evaluasi industri primer hasil hutan kayu. 4. Indikator adalah suatu atribut kuantitatif dan atau kualitatif dan atau diskriptif yang apabila diukur atau dipantau secara periodik menunjukkan arah perubahan. 5. Prosedur adalah tata cara permohonan izin industri primer hasil hutan kayu yang diajukan baik secara teknis maupun administrasi. 6. Kapasitas izin industri primer hasil hutan kayu adalah kemampuan produksi maksimum setiap tahun yang diperkenankan berdasarkan izin dari pejabat berwenang. 7. Kapasitas terpasang adalah kapasitas produksi mesin-mesin utama yang ditetapkan dalam tata letak (lay out) industri primer hasil hutan kayu dan realisasi terpasang di lapangan. 8. Rencana Pemenuhan Bahan Baku Inustri (RPBBI) adalah rencana yang memuat kebutuhan bahan baku dan pasokan bahan baku pada industri primer hasil hutan kayu dalam jangka waktu 1 tahun berjalan. 9. Kayu bulat adalah bagian dari pohon yang dipotong sesuai dengan penggunaannya yang terdiri dari kayu bulat pertukangan, limbah pembalakan dan sortimen khusus. 10. Kayu Bulat Kecil selanjutnya disebut KBK adalah produksi kayu yang berasal dari izin yang sah dengan ukuran diameter kurang dari 30 (tiga puluh) cm termasuk cerucuk, tiang jermal, tiang pancang, galangan rel, sisa pembagian batang, tonggak, cabang, kayu bakar, bahan arang, dan kayu bulat dengan diameter kurang dari 30 (tiga puluh) cm atau lebih yang direduksi karena mengalami cacat/gerowong lebih dari 40% (empat puluh persen). 11. Kayu Bahan Baku Serpih (BBS) adalah kayu bulat, kayu bulat kecil, bahan dan limbah pembalakan yang akan diolah menjadi serpih. 12. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang Bina Produksi Kehutanan. 14. Dinas Propinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Propinsi. 15. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Kabupaten/Kota. 16. Lembaga Penilai Independen (LPI) Mampu adalah badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas yang memiliki kompetensi untuk memberikan jasa penilai kinerja perusahaan industri primer hasil hutan kayu dan mendapat pengakuan dari Menteri. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN EVALUASI Pasal 2 (1) Evaluasi industri primer hasil hutan kayu dimaksudkan untuk : a. Memantau perkembangan kegiatan industri primer hasil hutan kayu secara periodik; b. Pengendalian terhadap setiap pelaksanaan kegiatan industri primer hasil hutan kayu sesuai kriteria penilaian; dan c. Bahan penyempurnaan kebijakan dalam rangka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri primer hasil hutan kayu. (2) Evaluasi industri primer hasil hutan kayu bertujuan untuk mewujudkan industri primer kehutanan yang tangguh, efisien dan kompetitif dengan memperhatikan kemampuan daya dukung hutan secara lestari. BAB III KRITERIA DAN PELAKSANAAN EVALUASI Pasal 3 (1) Kriteria yang dijadikans ebagai bahan penilaian dalam evaluasi industri primer hasil hutan kayu terdiri : a. Perizinan;

b. Pemenuhan bahan baku; c. Legalitas bahan baku; d. Kapasitas terpasang dan kapasitas izin; e. Efisiensi penggunaan bahan baku; f. Kesehatan finansial; g. Buku mutu lingkungan; h. Dokumen Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI); i. Pelaporan; dan j. Tenaga Kerja (2) Kriteria indikator dan tata cara evaluasi industri primer hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran Keputusan ini. Pasal 4 Evaluasi industri primer hasil hutan kayu dilakukan pada : a. Industri Penggergajian Kayu; b. Industri Veneer; c. Industri Kayu Lapis (plywood) dan Laminating Veneer Lumber (LVL); dan d. Industry Serpih Kayu (chipwood). Pasal 5 (1) Pelaksanaan evaluasi industri primer hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 untuk kapasitas produksi di atas 6.000 (enam ribu) m3 per tahun dapat dilakukan oleh Lembaga Penilai Independen (LPI) Mampu yang telah mendapat pengakuan dari Menteri. (2) Pelaksanaan evaluasi industri primer hasil hutan kayu untuk kapasitas produksi sampai dengan 6.000 (enam ribu) m3 per tahun dilakukan oleh Dinas Propinsi. (3) Dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengendalian atas evaluasi industri primer hasil hutan kayu yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan uji petik oleh Direktur Jenderal. (4) Hasil uji petik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada Pasal 2. BAB IV TATA WAKTU EVALUASI Pasal 6 Evaluasi terhadap industri primer hasil hutan kayu dilakukan paling kurang setiap 3 (tiga) tahun sekali terhitung sejak keputusan ini ditetapkan. BAB V PELAPORAN Pasal 7 (1) Hasil pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 dilaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan sebagai dasar penilaian kinerja industri primer hasil hutan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kinerja industri primer hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri tersendiri. Pasal 8

Dalam hal hasil evaluasi ditemukan adanya dugaan pelanggaran, maka diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 9 Tata cara evaluasi ijin usaha industri primer hasil hutan yang telah ada/diterbitkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan dilakukan sesuai dengan ketentuan Keputusan ini. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Juli 2002 MENTERI KEHUTANAN, ttd. MUHAMMAD PRAKOSA

LAMPIRAN KRITERIA INDIKATOR TATA CARA (PROSEDUR) EVALUASI A. PERSYARATAN 1. Perizinan 1. Izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; 2. Lokasi industri sesuai dengan yang tertera dalam izin usaha industri atau dokumen pendukung lainnya (perubahan pemegang izin yang telah dilegalisir oleh instansi berwenang) 1. Melakukan penelaahan izin usaha industri apakah sesuai dengan PP No. 34 Tahun 2002 dan KEPPRES 96 Tahun 2000 Jo. 118 Tahun 2000 Keputusan Menteri Kehutanan tentang Kriteria Industri Primer Hasil Hutan Kayu; 2. Melakukan pengecekan ke lokasi industri apakah lokasi industri sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam izin usaha industri yang dimiliki; 3. Melakukan penelahaan apakah terdapat perubahan izin yang menyangkut : kepemilikan, nama perusahaan, kapasitas izin industri ataupun lokasi industri 2. Pemenuhan Bahan Baku Volume pasokan bahan baku yang tercatat pada laporan penerimaan kayu bulat dan laporan mutasi kayu bulat (LMKB) selama periode satu tahun lebih kecil atau sama dengan kebutuhan bahan baku berdasarkan kapasitas izin. 1. Melakukan pemeriksaan buku RPBBI 3 (tiga) tahun terakhir; 2. Melakukan pemeriksaan terhadap realisasi pemenuhan bahan baku industri 3 (tiga) tahun terakhir atas: a. Laporan pemenuhan bahan baku berdasarkan LMKB dan Buku Registrasi Penerimaan Kayu Bulat hasil pengukuran oleh P3KB; b. Laporan realisasi produksi hasil hutan kayu olahan berdasarkan LMKO; c. Laporan realisasi pemasaran (Dalam negeri & Ekspor) termasuk kewajiban pemenuhan 5% (lima persen) kayu olahan untuk pasaran lokal; d. Menghitung besarnya penerimaan kayu bulat selama 3 (tiga) tahun terakhir; e. Menghitung besarnya (%) pasokan bahan baku dalam satu tahun yang berasal dari Pemegang izin yang sah seperti IUPHHK (HPH), IUP-HHK pada hutan tanaman

(HPHT/HPHTI), Hutan hak, hutan rakyat, pembelian bebas, lelang atau impor. 3. Legalitas Bahan Baku Semua pasokan bahan baku kayu bulat dan atau Bahan Baku Serpih (BBS) baik jumlah (batang dan volume), jenis dan asal bahan baku berasal dari sumber yang sah dan izin yang sah serta sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangundangan yang berlaku 1. Melakukan pemeriksaan realisasi 3 (tiga) tahun terakhir atas Laporan pemenuhan bahan baku berdasarkan LMKB dan Buku Registrasi Penerimaan kayu bulat hasil pengukuran oleh P3KB; 2. Melakukan uji silang dengan cara sampling berupa Lembar ke-2 SKSHH di industri dan lembar ke- 4 SKSHH di BS-PHH dan lembar pertama di Dinas Kehutanan (bila bahan baku berasal dari Propinsi yang sama), tentukan cocok atau tidak serta check keaslian dari dokumen yang ada; 3. Melakukan pengecekan lapangan atas kayu yang masuk ke industri pada saat evaluasi dilakukan sebagaimana dimaksud pada butir 1; 4. Melakukan penelahaan semua Keputusan yang mendukung rencana pemenuhan bahan baku tahun berjalan pada saat evaluasi apakah masih berlaku atau sudah berakhir; 5. Menentukan berapa jumlah kayu yangmasuk ke industri yang tidak didukung izin yang sah dan dokumen yang sah. B. PRODUKSI 1. Kapasitas Terpasang dan Kapasitas Izin Kapasitas Terpasang sama atau tidak melebihi Kapasitas Izin 1. Menilai realisasi kegiatan 3 (tiga) tahun terakhir atas : a. Laporan pemenuhan bahan baku; b. Laporan realisasi produksi hasil hutan kayu olahan; c. Laporan realisasi pemasaran (Dalam Negeri & Ekspor) 2. Menentukan nilai Recovery Rate (reference RR 50%); 3. Hitung kapasitas trpasang saat pemeriksaan; 4. Cross check dengan kapasitas masing-masing mesin utama dan Kapasitas Klin Drying yang ada;

2. Efisiensi Penggunaan Bahan Baku Nilai Recovery Rate (RR) untuk masingmasing jenis industri primer hasil hutan kayu dan RR tiap-tiap line ataupun jenis mesin 5. Menilai besarnya perluasan/ penambahan kapasitas yang dilakukan oleh industri. 1. Menelaah penggunaan bahan baku bulat untuk masing-masing jenis industri primer hasil hutan; 2. Menelaah pemanfaatan limbah hasil pengolahan tahap pertama pada masing-masing jenis industri primer; 3. Menelaah besarnya (%) limbah yang tidak dimanfaatkan dalam proses produksi; 4. Mendokumentasikan semua Recovery Rate untuk masingmasing jenis industri primer hasil hutan kayu dan RR tiap-tipa line ataupun jenis mesin. 3. Kesehatan Finansial Nilai Solvabilitas, Likuiditas dan Rentabilitas 1. Memeriksa neraca keuangan perusahaan 3 (tiga) tahun terakhir. 2. Menelaah Business Plan perusahaan sebagai bahan masukan. C. DAMPAK LINGKUNGAN 1. Baku Mutu Lingkungan D. ADMINISTRASI 1. Dokumen Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) 1. Industri mempunyai unit pengolahan limbah baik limbar cair maup un padat; 2. Industri telah menyusun AMDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Kewajiban mengajukan permohonan RPBBI setiap tahun sesuai batas waktu yang telah ditentukan dan revisi RPBBI. 1. Memeriksa apakah ada unit pengolahan limbah dan unit manajemen khusus yang menangani limbah; 2. Memeriksa apakah ada dokumen AMDAL (ANDAL, SEL, PIL, maupun PEL); 3. Memeriksa apakah AMDAL telah dijalankan oleh industri dengan baik dan benar. 1. Memeriksa apakah perusahaan telah membuat RPBBI sesuai ketentuan; 2. Memeriksa apakah RPBBI telah mendapat persetujuan/ pengesahan; 3. Memeriksa apakah RPBBI ada perubahan dari usulan semula; 4. Memeriksa apakah revisi atas RPBBI tersebut telah mendapat persetujuan/pengesahan.

2. Pelaporan Kewajiban Keteraturan Penyampaian : a. Laporan Mutasi Kayu Bulat; b. Laporan Mutasi Kayu Olahan Hasil Hutan Kayu; c. Laporan Realisasi Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI); d. Laporan realisasi pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan (RKL & RPL); e. Laporan realisasi kewajiban pemenuhan 5% (lima persen) kayu olahan untuk pasaran lokal. 3. Tenaga Kerja Tenaga kerja asing (TKA), jumlah tenaga kerja, jenis, umur, kualifikasi, tenaga teknis Memeriksa apakah LMKB, LMHHKO, Laporan Realisasi Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI), Laporan pelaksanaan RKL dan laporan pelaksanaan RPL serta kewajiban pemenuhan 5% (lima persen) kayu olahan untuk pasaran lokal telah dibuat dan disampaikan ke instansi berwenang setiap bulan, triwulanan dan tahunan. Memeriksa data administrasi ketenagakerjaan, tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja asing, yang meliputi : - Tenaga kerja tetap; - Tenaga kerja lepas; - Tenaga kerja kontrak; - Tenaga teknis MENTERI KEHUTANAN ttd. MUHAMMAD PRAKOSA