PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PENGOLAHAN PRODUK IKAN TUNA BEKU DI UNIT PENGOLAHAN IKANPELABUHAN BENOA BALI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PENGOLAHAN PRODUK IKAN TUNA BEKU DI UNIT PENGOLAHAN IKAN PELABUHAN BENOA - BALI

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

BAB III BAHAN DAN METODE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

BAB III BAHAN DAN METODE

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODE PENELITIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

OTORITAS KOMPETEN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN UPT KIPM...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN,

FOOD SAFETY and QUALITY ( Keamanan Pangan dan Mutu ) Documentation and Implementation of Food Safety Management Systems in Fish Processing - L 3 1

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN QUALITY CONTROL PADA BAGIAN PRODUKSI PT INDOHAMAFISH DI PENGAMBENGAN

Unit Pengolahan Ikan Wajib Memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

Analisa Mikroorganisme

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C

DAFTAR ISI. ABSTRAK...i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH...iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR GAMBAR...

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

SISTEM INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PRODUK PERIKANAN TUJUAN EKSPOR. Sentul, 12 April 2017

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI BALI GUBERNUR BALI,

3 METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PENGOLAHAN PRODUK IKAN TUNA BEKU DI UNIT PENGOLAHAN IKANPELABUHAN BENOA BALI Nyoman Sutresni ¹* ),Made Sudiana Mahendra² ), I Wayan Redi Aryanta² ) ¹ ) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2) Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana, *) Email: nyoman.sutresni@yahoo.com ABSTRAK Sistem manajemen mutu dan kemanan pangan yang diterapkan saat ini adalah HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).Faktor penunjang yang menjadi pra-syarat keefektifan penerapan HACCP sebagai sebuah sistem pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasar (GMP dan SSOP).Untuk itu perlu diketahui tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP), tingkat penerapan HACCP serta strategi penerapan HACCP.Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. untuk mengetahui tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) serta tingkat penerapan HACCP adalah berdasarkan pada jumlah penyimpangan minor, mayor, serius dan kritis.penentuan strategi penerapan HACCP dengan menggunakan matrik analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan kelayakan dasar dan tingkat penerapan HACCP pada 15 unit pengolahan ikan yaitu, terdapat 9 unit pengolahan ikan dengan klasifikasi tingkat A (baik sekali) dan 6 unit pengolahan ikan dengan klasifikasi tingkat B (baik).strategi penerapan HACCP pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa-Bali yaitu strategi untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan serta kualitas lingkungan di lokasi penelitian. Artinya unit pengolahan ikan dilokasi penelitian harus menjaga dan mempertahankan posisi yang berada dalam kondisi yang baik serta melakukan perbaikan-perbaikan internal, baik yang menyangkut bidang produksi, kelembagaan serta pengelolaan lingkungan.dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa unit pengolahan ikan pada lokasi penelitian di Pelabuhan Benoa telah menerapkan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) serta penerapan HACCP dengan baik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk jaminan mutu dan keamanan pangan serta kualitas lingkungan perairan pantai di Pelabuhan Benoa. Kata kunci : Jaminan mutu, keamanan pangan,gmp, SSOP dan HACCP 1. PENDAHULUAN Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu usaha pengolahan juga dapat meningkatkan nilai tambah (value added ) produk tersebut.ikan Tuna adalah salah satu andalan ekspor hasil laut Indonesia. Mayoritas ekspor produk ikan tuna Indonesia adalah dalam bentuk beku (Nurjanah, 2011). Produksi ikan tuna walaupun mengalami peningkatan ekspor secara signifikan, produksi ikan tuna masih mendapatkan penolakan negara importir yang berhubungan dengan keamanan pangan. Pada tahun 2013 telah terjadi kasus penolakan produk perikanan Indonesia di negara mitra yaitu: Italia sebanyak 1 kasus, Jerman 2 (dua) kasus, Perancis 1 (satu) kasus, Spanyol 1 (satu) kasus, Korea 3 (tiga) kasus, Rusia 4 (empat) kasus dan Kanada 3 (tiga) kasus. Dari kasus-kasus tersebut yang menjadi alasan penolakan adalah kandungan Methyl mercury, Escherichia coli, Listeria, Heavy metals, Histamin dan sensory (decomposed) (BKIPM, 2014).Dalam mewujudkan jaminan mutu dan keamanan pangan, maka sistem manajemen mutu dan kemanan pangan yang diterapkan saat ini adalah HACCP(Hazard Analysis Critical Control Point) yaitu suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan pada kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya dapat timbul di berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahayabahaya tersebut (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), HACCP sebagai suatu sistem pengendalian mutu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus ditunjang oleh faktor-faktor lain yang menjadi dasar dalam menganalisis besar kecilnya resiko terjadinya bahaya. Faktor penunjang yang menjadi pra-syarat keefektifan penerapan HACCP sebagai sebuah sistem pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasarunit pengolahan yang meliputi; a) Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices/GMP), b)standar prosedur operasi sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure/SSOP). Sehinggga perlu untuk ECOTROPHIC 10 (1) : 41-45 ISSN : 1907-5626 41

ECOTROPHIC VOLUME 10 NOMOR 1 TAHUN 2016 ISSN : 1907-5626 diketahui tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP), tingkat penerapan HACCP serta strategi penerapan HACCP pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di unit pengolahan ikan yang ada di Pelabuhan Benoa. Dengan menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan melalui penerapan HACCP, masyarakat dunia akan semakin yakin terhadap produk perikanan Indonesia. 2. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Sedangkan pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Metode dan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan triangulasi teknik,berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama, seperti observasi partisipatif, wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono, 2010). Penelitian ini dilakukan selama 5 (lima) bulan, yaitu pada bulan Januari 2015 sampai dengan Mei 2015. Penilaian penerapan kelayakan dasar dan penerapan HACCP pada 15 unit pengolahan ikan dengan produk akhir ikan tuna beku di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan checklist yang berdasarkan pada penyimpangan (deficiency).untuk menentukan tingkat penerapan kelayakan dasar dan tingkat penerapan HACCP berdasarkan penyimpangan (deficiency) yang ada pada 15 unit pengolahan ikan dengan produk akhir ikan tuna beku di lokasi penelitian mengacu pada peraturan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan selaku Otoritas Kompeten Nomor : PER.03/BKIPM/ 2011 tentang Pedoman Teknis Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM, 2011) bahwa penerapan HACCP dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Tingkat A (Baik Sekali) : Temuan ketidaksesuaian adalah kritis (kr) = 0, serius = 0, mayor (my) = maksimal 5 dan minor (mn) = maksimal 6. 2. Tingkat B (Baik) : Temuan ketidaksesuaian adalah kritis (kr) = 0, serius = maksimal 2, mayor (my) = maksimal 10 dan minor (mn) = maksimal 7 (Jumlah mayor dan serius tidak lebih dari 10). 3. Tingkat C (cukup) : Temuan ketidaksesuaian adalah kritis (kr) = 0, serius = maksimal 4, mayor (my) = maksimal 11 dan minor (mn) e 7. Metode dan teknik analisis data dalam penentuan strategi penerapan HACCP yaitu dengan menggunakan matrik analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT membandingkan antara faktor-faktor eksternal yang merupakan peluang (opportunity) dan ancaman (threath) dengan faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari 15 unit pengolahan ikan di Pelabuhan Benoa yang menjadi sampel didapatkan hasil bahwa sebanyak 9 unit pengolahan ikan yang penerapan kelayakan dasar (GMP,SSOP) serta HACCP dengan klasifikasi tingkat A (baik sekali) dan 6 unit pengolahan ikan dengan klasifikasi tingkat B (baik) dengan penyimpangan minor, mayor dan serius yang didominasi oleh;kurangnya kesadaran personil terhadap pencegahan kontaminasi silang dan kurang maksimalnya pengawasan petugas terhadap sarana dan prasarana yang digunakan selama proses produksi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013), menyatakan bahwa persyaratan pekerja yang menangani langsung proses penanganan dan pengolahan hasil perikanan adalah menggunakan pakaian kerja yang bersih, masker dan tutup kepala sehingga dapat menutupi hidung dan rambut secara sempurna demikian pula dengan peralatan dan perlengkapan yang digunakan berhubungan langsung dengan ikan yang diolah harus dirancang dan dibuat dari bahan tahan karat, tidak beracun, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi.kurang maksimalnya pengawasan petugas terhadappenyimpanan produk jadi di cold storage, Badan Standardisasi Nasional (2006), menyatakan bahwa penataan produk dalam gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata dan memudahkan pembongkaran. Kurang maksimalnya pemantauan terhadap limbah cair yang dihasilkan, menurut Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 Pasal 5 ayat 3 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007), bahwa penanggung jawab usaha yang membuang limbah ke lingkungan mempunyai kewajiban : (a) melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan sehingga tidak melampaui baku mutu lingkungan hidup, (b) mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dan (c) menyampaikan laporan hasil pemantauan paling lama 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernur dan instansi teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan.kurang maksimalnya program monitoring air internal yang dilakukan, BKIPM (2013), menyatakan bahwa 42

Penerapan Hazard Analysis Ceitical Control Point (HACCP) Pada Proses Pengolahan Produk Ikan Tuna Beku... [Nyoman Sutresni., dkk.] frekuensi monitoring pengujian air dan es yang dilakukan oleh unit pengolahan ikan (dalam rangka own check) harus sesuai kriteria yaitu frekuensi pengambilan dan pengujian sampel untuk monitoring air secara internal (own check) dilakukan terhadap masing-masing kran (outlet) dengan minimal frekuensi 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk parameter mikroba dan 1(satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk parameter kimia wajib. Belum lengkapnya identifikasi bahaya yang tercantum dalam analisis bahaya pada manual HACCP, menurut Cato (1998), menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan apakah bahaya adalah signifikan untuk tujuan HACCP adalah kemungkinan terjadinya suatu penyakit yang merugikan dan tingkat keparahan, bahaya yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi seperti kematian dari adanya bakteri Clostridium botulinum, demikian pulamenurut Afoakwa, et al. (2013), bahwa analisis bahaya dilakukan dengan melakukan tiga tahap kegiatan yang terdiri dari; menyusun daftar semua potensi bahaya (fisik, kimia dan mikrobiologi) yang mungkin terjadi selama pemrosesan, mengevaluasi potensi bahaya berdasarkan tingkat keparahan dan kemungkinan terjadinya bahaya dan terakhir menunjuk langkahlangkah pencegahan atau kontrol diterapkan untuk setiap bahaya.tingkat penerapan kelayakan dasar pada proses pengolahan ikan tuna beku di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan untuk tingkat penerapan HACCP disajikan pada tabel 2. Untuk melihat posisi tingkat penerapan kelayakan dasar dan tingkat penerapan HACCP pada masing-masing unit pengolahan ikan di lokasi Tabel 1.Tingkat Penerapan Kelayakan Dasar pada proses pengolahan ikan tuna beku di unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa-Bali Jumlah Penyimpangan No. Lokasi Penelitian Tingkat Fasilitas Minor Mayor Serius Kritis 1. L1 0 4 1 0 B (Baik) 2. L2 1 4 1 0 B (Baik) 3. L3 0 3 0 0 A (Baik Sekali) 4. L4 1 4 1 0 B (Baik) 5. L5 0 3 0 0 A (Baik Sekali) 6. L6 1 6 1 0 B (Baik) 7. L7 1 3 0 0 A (Baik Sekali) 8. L8 1 4 1 0 B (Baik) 9. L9 0 3 0 0 A (Baik Sekali) 10. L10 1 3 0 0 A (Baik Sekali) 11. L11 1 6 1 0 B (Baik) 12. L12 0 3 0 0 A (Baik Sekali) 13. L13 0 3 0 0 A (Baik Sekali) 14. L14 1 3 0 0 A (Baik Sekali) 15. L15 1 3 0 0 A (Baik Sekali) Tabel 2.Tingkat Penerapan HACCP pada proses pengolahan ikan tuna beku di unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa-Bali Jumlah Penyimpangan No. Lokasi Penelitian Tingkat Fasilitas Minor Mayor Serius Kritis 1. L1 0 6 1 0 B (Baik) 2. L2 1 6 1 0 B (Baik) 3. L3 0 5 0 0 A (Baik Sekali) 4. L4 1 6 1 0 B (Baik) 5. L5 0 4 0 0 A (Baik Sekali) 6. L6 1 8 1 0 B (Baik) 7. L7 1 4 0 0 A (Baik Sekali) 8. L8 1 6 1 0 B (Baik) 9. L9 0 4 0 0 A (Baik Sekali) 10. L10 1 4 0 0 A (Baik Sekali) 11. L11 1 8 1 0 B (Baik) 12. L12 0 5 0 0 A (Baik Sekali) 13. L13 0 4 0 0 A (Baik Sekali) 14. L14 1 5 0 0 A (Baik Sekali) 15. L15 1 5 0 0 A (Baik Sekali) 43

ECOTROPHIC VOLUME 10 NOMOR 1 TAHUN 2016 ISSN : 1907-5626 Gambar 1. Tingkat penerapan kelayakan dasar dan tingkat penerapan HACCP pada unit pengolahan ikan di lokasi penelitian Pebuhan Benoa-Bali penelitian Pelabuhan Benoa-Bali dapat di gambarkan dalam sebuah peta sebaran yang disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan matrik analisis SWOT, dimana faktor internal yang berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan(weaknesses)serta faktor eksternal yang berupa peluang (opportunities)dan ancaman (threath), maka didapatkan strategi untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan serta kualitas lingkungan di lokasi penelitian antara lain : 1. Penyesuaian ruang lingkup serta frekuensi pengujian air pada proses produksi untuk lokasi penelitian L1, L2, L4, L6, L8 dan L11. 2. Peningkatan kapasitas pelatihan serta jaminan kesehatan bagi karyawan bagian produksi untuk lebih meningkatkan kesadarannya terhadap pencegahan kontaminasi silangdi unit pengolahan ikan pada semua lokasi penelitian. 3. Pelaksanaan pemantauan terhadap limbah cair yang dihasilkan sesuai Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 pada lokasi L3, L5, L7, L9, L10, L12, L13, L14 dan L15. 4. Pembuatan sistem pengolahan limbah cair sebelum dibuang ke perairan umum untuk L1, L2, L4, L6, L8 dan L11. 5. Peningkatan ketelitian dalam menganalisis bahaya, yaitu dalam menganalisis potensi bahaya mempertimbangkan kemungkinan penyebab terjadinya bahaya, tingkat keparahan yang mempengaruhi konsumen, ketahanan ketika terkena bahaya, perhatian terhadap mikroba yang dapat berkembangbiak dan bertahan hidup pada produk, adanya racun, bahan kimia atau benda asing. Risiko keamanan pangan yang harus diperiksa meliputi aspek keamanan kontaminasi bahan kimia, aspek keamanan kontaminasi fisik dan aspek keamanan kontaminasi biologis termasuk di dalamnya mikroba. 6. Peningkatan efektivitas pelaksanaan prosedur verifikasi pada L1, L2, L4, L6, L8 dan L11. 4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP, SSOP) pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di 15 unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa- Bali,terdapat 9 (Sembilan) unit pengolahan ikan yang tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) dengan klasifikasi tingkat A (baik sekali) dan6 (enam) unit pengolahan ikan dengan klasifikasi tingkat B (baik), karena pada 6 unit pengolahan ikan ini masih terdapat satu buah temuan serius, yaitu limbah cair belum ditangani secara higinis dan 44

Penerapan Hazard Analysis Ceitical Control Point (HACCP) Pada Proses Pengolahan Produk Ikan Tuna Beku... [Nyoman Sutresni., dkk.] ramah lingkungan,untuk itu perlu melakukan pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sehingga tidak melampaui baku mutu lingkungan hidup. 2. Tingkat penerapan HACCP pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di 15 unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa- Bali,terdapat 9 (Sembilan) unit pengolahan ikan yang tingkat penerapan HACCP dengan klasifikasi tingkat A (baik sekali)dan6 (enam) unit pengolahan ikan dengan klasifikasi tingkat B (baik), karena pada 6 unit pengolahan ikan ini masih terdapat satu buah temuan serius, yaitu belum pernah melakukan pemantauan terhadap limbah cair yang dihasilkan sebelum dibuang ke lingkungan, sehingga perlu melakukan pengujian terhadap limbah cair yang dihasilkan sebelum dibuang ke lingkungan. 3. Strategi penerapan HACCP pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa-Bali yaitu strategi untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan serta kualitas lingkungan di lokasi penelitian. Artinya unit pengolahan ikan dilokasi penelitian harus menjaga dan mempertahankan posisi yang berada dalam kondisi yang baik serta melakukan perbaikanperbaikan internal, baik yang menyangkut bidang produksi, kelembagaan serta pengelolaan lingkungan demi tercapainya kapabilitas yang tinggi serta menunjang kelancaran ekspor hasil perikanan bagi unit pengolahan ikan yang ada di lokasi penelitian Pelabuhan Benoa. 4.2. Saran 1. Disarankan kepada pihak unit pengolahan ikanuntuk melakukan peningkatan kapasitas pelatihan karyawan dan memperketat pengawasan terhadap sarana yang terkait dengan kegiatan proses produksi. 2. Dalam upaya pengelolaan lingkungan, perlu adanya kerjasama antara PT. Persero Pelindo III selaku pengelola pelabuhan Benoa dengan pengusaha (pihak unit pengolahan ikan) yang ada di Pelabuhan Benoa untuk mengusahakan sistem pengelolaan air limbah yang lebih efektif, misalnya dengan sistem sanimas (Sanitasi Masal). 3. Perlu dilakukan penelitian mengenai kualitas perairan pantai di kawasan pelabuhan Benoa untuk peneliti selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Afoakwa, E.O., Mensah-Brown, H., Budu, A.S. and Mensah, E. 2013. Risk Assessment of Vacuum- Packed Pouched Tuna Chunks During Industrial Processing Using ISO 22.000 and HACCP Systems. International Food Research Journal 20 (6) : 3357-3371. Badan Standardisasi Nasional. 2006.Tuna Steak Beku Bagian 3: Penanganan dan Pengolahan,SNI 01-4485.3-2006. BSN: Jakarta. BKIPM. 2011. Peraturan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Nomor : PER. 03/BKIPM/2011 Tentang Pedoman Teknis Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. KKP : Jakarta. BKIPM. 2013. Petunjuk Teknis Persyaratan Air dan Es untuk Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan. KKP: Jakarta. BKIPM. 2014. Perkembangan Data Kasus Penolakan Ekspor Produk Perikanan Indonesia. KKP: Jakarta. Cato, J.C. 1998. Seafood Safety; Economics of HACCP Proggrammes, Fish Utilization and Marketing Service, Fishery Industries Division, FAO Fisheries Departement, Rome, Italy. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.19/MEN/2010 Tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. KKP: Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52 A/KEPMEN-KP/2013 Tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. KKP: Jakarta. Nurjanah. 2011. Pengetahuan dan Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan. IPB Press: Bogor. Pemerintah Provinsi Bali. 2007. Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Rangkuti. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta : Bandung. Wiryanti, J dan H. T. Witjaksono. 2001. Konsepsi HACCP. Jakarta. 45