KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 64/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 146/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SUDAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 178/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK MALI MENGENAI KERJASAMA EKONOMI DAN TEKNIK

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 83/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPBULIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 1993 TENTANG PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

*35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 13 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam (selanjutnya disebut "Para Pihak"),

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 21/MEN/2006 TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN DALAM HAL TRANSIT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE LUAR NEGERI

K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003

2016, No Republik Indonesia Nomor 4152); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1983 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PELABUHAN II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

Transkripsi:

Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN *46909 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 10 TAHUN 1997 (10/1997) TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa di Amman, Yordania, pada tanggal 12 Nopember 1996 Pemerintah Republik Indonesia telah mendatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Yordania Hashimiah mengenai Pelayaran, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Yordania Hashimiah; b. bahwa sehubungan dengan itu, dan sesuai dengan Amanat Presiden Republik Indonesia kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-perjanjian dengan Negara Lain, dipandang perlu untuk mengesahkan Persetujuan tersebut dengan Keputusan Presiden; Mengingat: Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945; MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN. Pasal 1 Mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Yordania Hashimiah, mengenai Pelayaran, yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia di Amman, Yordania, pada tanggal 12 Nopember 1996, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Yordania Hashimiah yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggeris

sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini. Pasal 2 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1997 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. MOERDIONO *46910 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1997 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 15 PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Yordania Hashimiah (untuk selanjutnya disebut sebagai "Para Pihak"), Berkeinginan untuk mendorong, mengembangkan dan meningkatkan hubungan kerja sama antara kedua belah Pihak dalam bidang pelayaran, Berkeinginan memberikan kontribusi terhadap pengembangan hubungan pelayaran niaga antara kedua belah Pihak, Berdasarkan azas kesamaan, manfaat bersama dan saling menghormati kedaulatan masing-masing Pihak, dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam hukum internasional dan konvensi-konvensi internasional mengenai pelayaran, dan

Sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada kedua Pihak. MENYETUJUI HAL-HAL SEBAGAI BERIKUT: Pasal 1 DEFINISI Dalam Persetujuan ini yang dimaksud dengan: (1) Istilah "kapal dari salah satu Pihak" berarti kapal-kapal *46911 niaga yang berlayar dengan bendera kebangsaan dan didaftarkan disalah satu Pihak. Dalam istilah ini tidak termasuk: a) Kapal perang dan kapal-kapal negara yang digunakan untuk melayani kepentingan umum dan tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial; b) Kapal-kapal ikan. (2) Istilah "awak kapal" berarti mereka yang bekerja di kapal dari salah satu Pihak dan memiliki dokumen jati diri yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang dari Pihak tersebut seperti tercantum dalam Pasal 6 dari Persetujuan ini dan yang nama-namanya tercantum dalam daftar awak kapal tersebut. (3) Istilah "cabotage" berarti pengangkutan barang-barang dan penumpang antara pelabuhan-pelabuhan dari salah satu Pihak. Istilah "cabotage" termasuk setiap pengangkutan barang-barang yang walaupun disertai dokumen muatan barang terusan dan terlepas apapun asal atau tujuan, yang dikapalkan baik langsung maupun tidak langsung, pada pelabuhan-pelabuhan dari salah satu Pihak dalam rangka untuk dibawa ke pelabuhan lain di Pihak tersebut. Peraturan-peraturan yang sama berlaku bagi penumpang-penumpang sekalipun mereka membawa tiket terusan. (4) Istilah "penumpang" berarti orang-orang yang berada di kapal dari salah satu Pihak yang tidak dipekerjakan atau terikat dalam setiap bidang tugas di kapal dan yang namanya tercantum dalam daftar penumpang kapal tersebut. (5) Istilah "Pejabat yang berwenang" berarti badan atau perwakilan yang ditunjuk dari masing-masing Pihak, yang bertanggung jawab untuk urusan administrasi pelayaran niaga dan fungsi-fungsi lain yang terkait. Pejabat dari para Pihak adalah: - Untuk Pemerintah Republik Indonesia: Departemen Perhubungan

- Untuk Pemerintah Kerajaan Yordania Hashimiah: Kementrian Transport (6) Istilah "Indonesia", meliputi: wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Istilah "Kerajaan Yordania Hashimiah" meliputi: wilayah Kerajaan Yordania Hashimiah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangannya. Pasal 2 KEBEBASAN BERLALU LINTAS (1) Kapal-kapal dari masing-masing Pihak hanya boleh melayari pelabuhan-pelabuhan dari para Pihak yang terbuka untuk *46912 negara-negara asing dan melayani angkutan penumpang serta barang antar kedua negara. (2) Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini tidak berlaku untuk angkutan muatan dalam negeri (Cabotage) dan kegiatan-kegiatan yang dijamin untuk para Pihak sesuai dengan hukum dan peraturan masing-masing Pihak, terutama ketentuan-ketentuan pelayanan kepelabuhan, penundaan, pemanduan, salvage dan bantuan penyelamatan pelayaran, dan lainnya sebagaimana ditetapkan dalam hukum dan peraturan-peraturan tersebut. (3) Para Pihak menegaskan keterikatannya berdasarkan asas kebebasan berlayar dan setuju mencegah tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan kerugian dalam pengembangan pelayaran internasional. Pasal 3 KAPAL CHARTER Kapal-kapal charter berbendera Pihak ketiga yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran dari para Pihak dimungkinkan untuk menikmati jasa-jasa yang disepakati dalam Persetujuan ini. Pasal 4 PERATURAN MENGENAI KEPELABUHAN DAN PERAIRAN WILAYAH (1) Masing-masing Pihak menjamin kapal-kapal Pihak lainnya memperoleh perlakukan yang sama seperti yang diberikan terhadap kapal-kapalnya sendiri untuk singgah di pelabuhan, kebebasan untuk memasuki, berada dan meninggalkan pelabuhan, penggunaan fasilitas pelabuhan dan semua fasilitas terutama yang berkaitan dengan pelayaran kapal, awak kapal, penumpang dan muatannya. Ketentuan ini khususnya berlaku untuk memperoleh dermaga tambat dan kelancaran bongkar muat serta penggunaan fasilitas dok kering dan perbaikan.

(2) Masing-masing Pihak akan memberikan perlakuan yang tidak diskriminatip terhadap kapal-kapal dari Pihak lainnya berkaitan dengan tarip dan pungutan kepelabuhan sesuai dengan ketentuan tarip kepelabuhan yang berlaku. (3) Para Pihak, sesuai dengan ketentuan Undang-undang dan peraturan kepelabuhan yang berlaku padanya, akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi lamanya waktu kapal berada di pelabuhan masing-masing Pihak serta upaya penyederhanaan sesuai dengan prosedur administrasi, kepabeanan dan sanitasi yang berlaku di pelabuhan tersebut. (4) Masing-masing Pihak berhak untuk mengambil tindakan guna melindungi keamanan dan kesehatan umum atau mencegah penyakit dan wabah pes pada binatang dan tanaman. Pasal 5 PENGAKUAN TIMBAL BALIK ATAS SERTIFIKAT DAN DOKUMEN KAPAL LAINNYA *46913 (1) Masing-masing Pihak harus mengakui kebangsaan kapal dari Pihak lainnya berdasarkan dokumen-dokumen yang berada di atas kapal yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dari Pihak yang bersangkutan. (2) Dokumen-dokumen yang diterbitkan atau diakui oleh Pejabat yang berwenang dari salah satu Pihak atas kapal yang berbendera dari Pihak tersebut harus pula diakui oleh Pihak lainnya. (3) Kapal-kapal dari masing-masing Pihak yang memiliki sertifikat pengukuran dan diterbitkan berdasarkan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Tonase Kapal Tahun 1969, tidak perlu mendapat pengukuran ulang di pelabuhan Pihak lainnya. (4) Kapal dari masing-masing Pihak harus memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan kelaik-lautan kapal dan pencegahan pencemaran laut sesuai dengan ketentuan konvensi-konvensi internasional yang berlaku. Pasal 6 DOKUMEN PERJALANAN AWAK KAPAL (1) Masing-masing Pihak harus mengakui dokumen-dokumen jati diri awak kapal Pihak lainnya, yang diterbitkan dan diakui oleh para Pejabat yang berwenang. Dokumen-dokumen jati diri tersebut adalah "Paspor" dan "Buku Pelaut". (2) Apabila terjadi perubahan dokumen jati diri dari masing-masing Pihak, maka perubahan tersebut harus segera diberitahukan kepada Pihak lainnya. Pasal 7 KEDATANGAN, TRANSIT DAN PERSINGGAHAN AWAK KAPAL

(1) Setiap orang yang memiliki jati diri sebagaimana tersebut pada Pasal 6 dapat turun ke darat dan tinggal di pelabuhan tempat kapalnya sementara berlabuh tanpa memerlukan visa, asalkan namanya tercantum dalam daftar awak kapal yang diberikan oleh Nahkoda kapal yang bersangkutan kepada Pejabat pelabuhan setempat. (2) Baik dalam hal turun ke darat maupun kembali ke kapal, yang bersangkutan harus taat kepada peraturan pengawasan yang berlaku. (3) Pada saat tinggal di pelabuhan atau perairan dari Pihak lain, para awak kapal harus mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dari Pihak lain tersebut. (4) Para awak kapal diijinkan untuk menghubungi Pejabat Konsuler atau Perwakilan Diplomatik mereka untuk menyelesaikan setiap urusan yang mereka perlukan. (5) Para awak kapal dari kapal masing-masing Pihak secara timbal balik diijinkan turun ke darat selama kapalnya berlabuh di pelabuhan Pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasionalnya. (6) Para awak kapal dari kapal salah satu Pihak yang memerlukan perawatan kesehatan diijinkan untuk tinggal di wilayah Pihak *46914 lainnya selama waktu yang diperlukan untuk perawatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pihak lain tersebut. (7) Para awak kapal dari kapal masing-masing Pihak boleh memasuki wilayah atau melakukan perjalanan melintasi wilayah Pihak lain untuk tujuan kembali ke kapal semula, pemulangan atau untuk alasan lain yang dapat diterima oleh pejabat berwenang dari Pihak lain setelah menyelesaikan persyaratan-persyaratan yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional yang berlaku di Pihak lain tersebut. (8) Para Pihak berhak untuk melarang setiap orang yang memiliki dokumen pelaut sebagaimana dimaksud di atas untuk singgah di wilayahnya karena tidak diinginkan. Pasal 8 PENERAPAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERHADAP AWAK KAPAL (1) Lembaga Peradilan dari salah satu Pihak tidak mempunyai wewenang untuk ikut campur dalam urusan perdata yang berkaitan dengan kontrak jasa kemaritiman dari salah satu awak kapal dari Pihak lain kecuali atas seijin Pejabat Diplomatik atau Konsuler yang berwenang dari negara bendera kapal. (2) Dalam hal awak kapal dari salah satu Pihak terlibat sesuatu pelanggaran di atas kapal yang sedang berada di wilayah perairan Pihak lainnya, Pejabat dari negara dimana kapal

berada tidak dapat mengajukan proses pidana terhadap awak kapal tersebut tanpa sepengetahuan Pejabat Diplomatik atau Konsuler dari negara yang bendera kapalnya digunakan, kecuali: a. Akibat dari pelanggaran tersebut mempunyai dampak terhadap wilayah negara dimana kapal berada, atau b. Pelanggaran tersebut dapat membahayakan ketertiban atau keamanan umum, atau c. Pelanggaran tersebut telah melibatkan seseorang yang bukan merupakan awak kapal, atau d. Diperlukan proses pidana untuk memberantas peredaran obat-obatan yang ilegal. (3) Ketentuan ayat (2) dari pasal ini tidak mengurangi hak dari Pejabat yang berwenang dalam segala hal yang berkaitan dengan penerapan perundang-undangan mengenai masuknya orang asing, kepabeanan, kesehatan masyarakat, dan ketentuan lain mengenai pengawasan keselamatan kapal dan kepelabuhan, perlindungan dan pengamanan terhadap kehidupan manusia dan barang. Pasal 9 KECELAKAAN DI LAUT (1) Apabila kapal dari salah satu Pihak kandas atau mengalami sesuatu kerusakan di wilayah perairan atau yang berdekatan dengan wilayah Pihak lainnya, maka Pejabat yang berwenang dari Pihak lain tersebut: *46915 a. Harus memberitahukan kepada Pejabat Diplomatik atau Konsuler dari negara bendera kapal untuk mengambil tindakan sesuai fungsi jabatan yang ada padanya. b. Harus memberikan perlindungan yang diperlukan dan bantuan kepada awak kapal dan penumpang serta kapal dan muatannya sebagaimana ditentukan dalam hukum dan peraturan masing-masing Pihak. (2) Muatan dan barang-barang yang dibongkar atau diselamatkan dari kapal yang mengalami kecelakaan seperti tersebut pada ayat (1) pasal ini, sepanjang tidak digunakan atau dikonsumsi di wilayah Pihak lainnya, tidak dikenakan bea. Pasal 10 KERJA SAMA Tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban secara internasional, masing-masing Pihak sepakat akan hal-hal sebagai berikut: a) Mengembangkan hubungan maritim antara organisasi pelayaran dan perusahaan pelayaran masing-masing Pihak dan menjalin kerjasama yang erat dalam menghilangkan kendala-kendala yang dapat menghambat pertumbuhan lalu lintas angkutan laut diantara kedua belah Pihak.

b) Melaksanakan pertukaran dan pelatihan staf dari berbagai kegiatan maritim, pertukaran informasi untuk mempercepat dan memperlancar arus barang baik dalam pengangkutan melalui laut maupun di pelabuhan serta memperkuat kerja sama armada niaga diantara kedua belah Pihak. c) Melaksanakan pertukaran dokumen dan rekomendasi yang berkaitan dengan navigasi dan perlintasan melalui selat dan wilayah perairan. d) Melakukan kerja sama dalam bidang pengembangan pelabuhan, pembangunan, perbaikan dan penghancuran (demolition) kapal. Pasal 11 KONSULTASI Masing-masing Pihak dapat mengusulkan penyelenggaraan pertemuan konsultasi dalam setiap hal untuk kepentingan timbal balik. Pasal 12 PENYELESAIAN PERSELISIHAN Perselisihan yang timbul berkenaan dengan penafsiran atau pelaksanaan Persetujuan ini harus diselesaikan secara musyawarah melalui konsultasi antara para Pihak. Pasal 13 MULAI BERLAKU, MASA BERLAKU DAN PEMBATALAN PERSETUJUAN (1) Persetujuan ini mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan terakhir oleh masing-masing Pihak setelah memenuhi prosedur hukum yang berlaku. (2) Persetujuan ini akan tetap berlaku untuk jangka waktu 5 *46916 (lima) tahun dan akan terus berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya dan seterusnya kecuali salah satu Pihak memberitahukan secara tertulis untuk mengakhiri Persetujuan ini 6 (enam) bulan sebelum Persetujuan ini berakhir. Pasal 14 PERUBAHAN Persetujuan ini dapat diubah setiap saat bila dianggap perlu, berdasarkan kesepakatan kedua belah Pihak melalui saluran diplomatik. SEBAGAI BUKTI, yang bertanda-tangan di bawah ini yang diberi kuasa oleh Pemerintah masing-masing, telah menandatangani Persetujuan ini. Dibuat di Amman pada tanggal 12 Nopember 1996, dalam rangkap dua, dalam tiga naskah asli, masing-masing dalam bahasa Indonesia,

bahasa Arab dan bahasa Inggris, semua naskah mempunyai hukum yang sama. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran, naskah dalam bahasa Inggris akan dipergunakan. Untuk Pemerintah Republik Indonesia ttd. Untuk Pemerintah Kerajaan Yordania Hashimiah ttd.