2 Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Izin Pemanfaatan Kayu; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati d

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.46/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

2016, No Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehut

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.73/Menlhk-Setjen/2015

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.45/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

2 Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi saat ini, maka penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal d

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

2016, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.42/MenLHK- Setjen/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hu

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Hasil Hutan Kayu. Penatausahaan. Perubahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan P

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

2 Pada Kementerian Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dima

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

2 II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan Pemungutan dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan Dana Reboisasi Penggantian Nilai Tegakan dan Ganti Rugi Tega

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG

2017, No Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan wajib menyusun rencana kerja untuk se

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

2017, No Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri pada Hutan

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tamb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.525, 2015 KEMEN-LHK. Kawasan Hutan. Perubahan Fungsi. Tata Cara. Perubahan.

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

2017, No /KUM.1/11/2016 tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya yang Berasal dari Hutan Hak; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

2015, No II/2008 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman dalam Kawasan Hutan Eks Perkebunan KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda serta Koperas

2 c. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.91/Menhut-II/2014 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN NEGARA

2015, No teknologi informasi berbasis web; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan P

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

this file is downloaded from

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negar

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. PNBP. Pemeriksaan. Wajib Bayar. Pedoman.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

this file is downloaded from

2015, No tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1251, 2015 KEMEN-LHK. Pemegang Izin Usaha. Hasil Hutan Kayu. Izin Pemanfaatan Kayu. Post Audit. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.46/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG PEDOMAN POST AUDIT TERHADAP PEMEGANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DAN Menimbang : a. IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu, penatausahaan hasil hutan kayu serta kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak oleh pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Izin Pemanfaatan Kayu telah diimplementasikan kebijakan sistem self assessment; b. bahwa untuk menguji ketaatan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Izin Pemanfaatan Kayu atas pelaksanaan self assessment sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pedoman Post Audit Terhadap Pemegang Izin Usaha

2 Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Izin Pemanfaatan Kayu; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesi Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

3 8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5056); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5506); 11. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019; 12. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 13. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang KementerianLingkunganHidupdanKehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 17); 14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.39/Menhut- II/2008 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tajhun 2008 Nomor 14); 15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut- II/2014 tentang Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dan Rencana Kerja pada Usaha Pemanfaatan

4 Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 687); 16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menmhut- II/2014 tentang Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dan Rencana Kerja Pada Izin Usaha Pemaanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 690); 17. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN POST AUDIT TERHADAP PEMEGANG IZIN USAHA PEMAANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DAN IZIN PEMANFAATAN KAYU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disebut IUPHHK adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dalam hutan alam atau dalam hutan tanaman pada hutan produksi. 2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam yang selanjutnya disebut IUPHHK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran. 3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disebut IUPHHK-HTI adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. 4. Izin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disebut IPK adalah izin menebang dan/atau mengangkut kayu sebagai akibat dari adanya kegiatan non kehutanan antara lain dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan telah dilepas, kawasan hutan produksi

5 dengan cara tukar menukar kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan dengan izin pinjam pakai, dan Areal Penggunaan Lain yang telah diberikan izin peruntukan. 5. Self assessment adalah suatu sistem pemenuhan kewajiban pemegang IUPHHK dan atau IPK dalam pemanfaatan hasil hutan kayu, penatausahaan hasil hutan kayu dan pembayaran kewajiban penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas hasil hutan kayu yang direncanakan, dilaksanakan, dan dilaporkan sendiri. 6. Post audit adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan menyeluruh dan obyektif terhadap kegiatan pemanfaatan hasil hutan, penatausahaan hasil hutan dan kegiatan pemenuhan kewajiban pembayaran PNBP dengan cara mengintegrasikan data dan informasi teknis dan laporan keuangan pemanfaatan hutan produksiserta dokumen-dokumen pendukungnya, termasuk data dan informasi elektronik, untuk mengetahui ketaatan pemegang IUPHHK dan atau IPK terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang self assessment. 7. Pengawasan adalah kegiatan mencermati, menelusuri dan menilai ketaatan pemegang IUPHHK dan atau IPK terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang self assessment. 8. Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. 9. Bukti relevanadalah bukti yang menguatkan atau logis mendukung argument yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan post audit. 10. Bukti kompeten adalah bukti yang sah dan memenuhi persyaratan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan. 11. Bukti cukup material adalah bukti yang memenuhi syarat untuk mendukung hasil atau temuan post audit. 12. Tim Evaluasi Post Audit yang selanjutnya disebut Tim Evaluasi adalah Tim yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan Surat Keputusan yang diketuai oleh Direktur di bidang Usaha Hutan Produksi untuk melakukan evaluasi pemegang IUPHHK dan atau IPK yang akan ditetapkan sebagai obyek post audit dan evaluasi laporan hasil post audit bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal. 13. Tim Pelaksana Post Audit yang selanjutnya disebut Tim Pelaksana adalah tim yang tetapkan oleh Direktur Jenderal dengan Surat Tugas yang diketuai oleh Direktur di bidang Iuran dan Peredaran Hasil Hutan untuk melaksanakan post audit terhadap pemegang IUPHHK dan atau IPK yang ditetapkan sebagai obyek post audit.

6 14. Supervisor Post Audit yang selanjutnya disebut Supervisor adalah personil yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan Surat Tugas untuk memantau dan mengevaluasi serta memberikan arahan teknis kepada Tim Pelaksana agar pelaksanaan kegiatan post auditberjalan efektif tepat sasaran dan sesuai tujuan. 15. Laporan keuangan pemanfaatan hutan produksi adalah laporan penatausahaan keuangan kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu oleh pemegang IUPHHK dan atau IPK sesuai pedoman pelaporan keuangan pemanfaatan hutan produksi (DOLAPKEU-PHP). 16. Penggantian Nilai Tegakan yang selanjutnya disebut PNT adalah salah satu kewajiban selain PSDH dan DR yang harus dibayar kepada Negara akibat dari izin pemanfaatan kayu, penggunaan kawasan hutan melalui izin pinjam pakai, dan dari areal kawasan hutan yang telah dilepas /Areal Penggunaan Lain yang telah dibebani HGU yang masih terdapat hasil hutan kayu dari pohon yang tumbuh secara alami termasuk pada lahan milik/dikuasai sebelum terbitnya alas titel, dan kegiatan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 17. Data elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis. 18. Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh yang mampu memahaminya. 19. Buku besar adalah catatan transaksi keuangan untuk setiap perkiraan tertentu yang berfungsi sebagai dasar pembuatan neraca keuangan. 20. Jurnal adalah catatan semua bukti transaksi yang dikeluarkan dalam setiap aktifitas kegiatan transaksi secara kronologis waktu sesuai dengan urutan tanggal. 21. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggungjawab di bidang pengelolaan hutan produksi lestari. 23. Dinas Provinsi adalah instansi yang diserahi tugas dan tanggungjawab di bidang pengelolaan hutan produksi di wilayah provinsi.

7 24. Balai adalah unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal. 25. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan pembentukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. BAB II ASAS, MANFAAT, PRINSIP, MAKSUD DAN TUJUANPOST AUDIT Post audit berazaskan : a. obyektif dalam menilai fakta; Pasal 2 b. menjaga kerahasiaan data hasilpelaksanaan post audit; c. tanggung jawab menjaga kerahasiaan pemegang IUPHHK dan atau IPK sebagai objek post audit. Pasal 3 Manfaat pelaksanaan post audit, meliputi: a. teridentifikasinya ketaatan pemegang IUPHHK dan atau IPK terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang self assesment; b. menjadi dasar pelaksanaan kebijakan pengendalian pemanfaatan hutan produksi, penatausahaan hasil hutan kayu serta kewajiban pembayaran PNBP; c. tidak terjadi hilangnya/berkurangnya hak hak Negara atas hasil hutan; dan d. Hutan Produksi Lestari. Prinsip post auditberupa : Pasal 4 a. cermat, akurat, tepat, baik dan benar; b. temuan didukung dengan bukti yang relevan, kompeten dan cukup material. Pasal 5 Pelaksanaan Post audit dimaksudkan untuk menguji ketaatan pemegang IUPHHK dan atau IPK terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang self assessment sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pemanfaatan hasil hutan, penatausahaan hasil hutan kayu serta kewajibang pembayaran PNBP.

8 Pelaksanaan post audit bertujuan : Pasal 6 a. tertib pelaksanaan self assessmentpemanfaatan hasil hutan, penatausahaan hasil hutan kayu serta kewajibang pembayaran PNBP; b. optimalisasi penerimaan hak negara. Ruang lingkup post auditadalah : BAB III RUANG LINGKUP Pasal 7 a. kegiatan pemanfaatan hasil hutan dan penatausahaan hasil hutan kayu oleh pemegang IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, dan IPK; b. kegiatan pemenuhan terhadap kewajiban pembayaranpnbpoleh pemegang IUPHHK-HA,IUPHHK-HTI, dan IPK. Pasal 8 (1) Kegiatan pemanfaatan hasil hutan dan penatausahaan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, meliputi: a. timber cruising, pembuatan peta pohon dan pembukaan wilayah hutan; b. rencanakerja penebangan (RKT)atau pemanenan/rencana kerja pembukaan lahan; c. penebangan atau pemanenan; d. penandaan, pengukuran dan pengujian; e. pengangkutan/peredaran; f. pembuatan buku ukur; g. pembuatan laporan hasil produksi; dan h. penimbunan. (2) Kegiatan pemenuhan kewajiban pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, berupa pelunasan PSDH, DR dan/atau PNT. Pasal 9 Kegiatan post audit dilakukanterhadap pemegang IUPHHK dan atau IPK yang dalam pelaksanaan kegiatannya dapat mengakibatkan tidak terpungutnya hak-hak Negara atas hasil hutan kayu dan/atau dapat mengakibatkan hutan yang dikelola tidak lestari berdasarkan laporan bidang evaluasi atas :

9 a. hasil evaluasimelalui sistem Penatauasahaan Hasil Hutan Online (SIPUHH); b. hasil evaluasi laporan produksi melalui Sistem Informasi Produksi Hasil Hutan Alam Online (SIPHAO); c. hasil evaluasi laporan kinerja secara periodik melalui aplikasi pelaporan kinerja IUPHHK-HA (e-monev Kinerja PHA); d. rekomendasi laporan supervisi/pembinaan kinerja IUPHHK dan atau IPK; e. usulan Dinas Provinsi berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi IUPHHK dan atau IPK; f. usulan Balai berdasarkan hasil pemantauan IUPHHK dan atau IPK; g. hasil evaluasi pelaksanaan pemenuhan kewajiban pembayaran PNBP dan atau SIMPONI; dan atau h. hasil penelaahan berdasarkan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan. BAB IV ORGANISASIPOST AUDIT DAN URAIAN TUGAS Pasal 10 Struktur Organisasi Post audit terdiri dari : a. Penanggungjawab; b. Bidang Evaluasi; c. Bidang PelaksanaPost audit; dan d. Supervisor. Pasal 11 (1) Penanggungjawab Post audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a adalah Direktur Jenderal. (2) Penanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki tugas: a. menugaskan bidang Evaluasi melaksanakan evaluasi terhadap pemegang IUPHHK dan atau IPK untuk ditetapkan sebagai obyek postaudit; b. menetapkan pemegang IUPHHK dan atau IPKobyek postaudit berdasarkan pertimbangan bidang Evaluasi; c. menerbitkan Surat Tugas Tim Pelaksana Post auditdan Surat Pemberitahuan Post Audit kepada pemegang IUPHHK dan atau IPK obyek postaudit;

10 d. menetapkan supervisor dengan Surat Tugas; e. menerima laporan hasil post audit setelah dievaluasi oleh bidang Evaluasi; dan f. menetapkan sanksi berdasarkan hasil evaluasi laporan post audit. (3) Bidang Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, diketuai oleh Direktur di bidang usaha hutan produksi, selanjutnya dalam pelaksanaannya membentuk Tim Evaluasi. (4) Tim Evaluasisebagaimana dimaksud pada ayat (3), memiliki tugas: a. melakukan evaluasi terhadap pemegang IUPHHK dan atau IPK untuk ditetapkan sebagai obyek post audit; b. menyampaikan kepada Direktur Jenderal atas hasil evaluasi pemegang IUPHHK dan atau IPKserta alasan alasan untuk ditetapkan sebagai obyek post audit; c. melakukan evaluasi laporan hasil post audit melalui ekpose oleh Tim Pelaksana; dan d. menyampaikan kepada Direktur Jenderal atas hasil evaluasi laporan post audit disertai dengan pertimbangan tindak lanjutnya. (5) Bidang Pelaksana Post audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, diketuai oleh Direktur di bidang Iuran dan Peredaran Hasil Hutan, selanjutnya dalam pelaksanaanpost audit, Direktur di bidang Iuran dan Peredaran Hasil Hutan membentuk Tim Pelaksana Post audit untuk diusulkan kepada Direktur Jenderal. (6) Tim Pelaksana Post auditsebagaimana dimaksud pada ayat (5), memiliki tugas : a. melakukan pemeriksaan administrasi dan fisik lapangan; b. membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP); c. membuat Berita Acara Penutup apabila pemegang IUPHHK/IPK tidak bersedia menandatangani BAP; d. membuat laporan kepada Direktur Jenderal; dan e. melaksanakan ekpose laporan hasil post audit di hadapan Tim Evaluasi. (7) Supervisor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, memiliki tugas: a. memberikan arahan kepada Tim Pelaksana agar pelaksanaan post audit efektif, tepat sasaran dan tujuan;

11 b. bersama-sama dengan Ketua Tim Pelaksana mengambil keputusan operasional untuk mengatasi permasalahan; c. memantau perkembangan terhadap pelaksanaan kegiatan post audit oleh Tim Pelaksana Post audit; d. mengevaluasi terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan post audit oleh Tim Pelaksana Post audit; dan e. mengusulkan perpanjangan waktu pelaksanaan post audit kepada Direktur Jenderal apabila diperlukan. BAB V TATALAKSANA Pasal 12 (1) Tim Evaluasi mengusulkan obyek post auditkepada Direktur Jenderal selaku penanggung jawab disertai dengan alasan-alasan. (2) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Direktur Jenderal menetapkan pemegang IUPHHK dan atau IPK obyek post audit. (3) Berdasarkan penetapan pemegang IUPHHK dan atau IPKobyek postaudit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan: a. Surat Tugas Tim Pelaksana yang berisi antara lain : 1. Penetapan personil Tim Pelaksana yang anggotanya terdiri dari personil pada Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Lingkup Direktorat Jenderal, Dinas Provinsi dan/atau KPHP, dan Balai; 2. Obyek post audit; 3. Sasaran post audit; dan 4. Waktu pelaksanaan. b. Surat Pemberitahuan Pelaksanaan post audit kepada pemegang IUPHHK/IPK obyek post audit. c. Surat Tugas Supervisor yang berisi antara lain : 1. Penetapan personil supervisor; 2. Obyek supervisi; dan 3. Waktu pelaksanaan. (4) Berdasarkan Surat Tugas dan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, Tim Pelaksana Post audit melaksanakan kegiatan post audit.

12 (5) Pelaksanaan post audit disupervisi oleh Supervisor yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c. (6) Tim Pelaksana post audit menyerahkan laporan hasil post audit dan BAP kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Iuran dan Peredaran Hasil Hutan. (7) Direktur Jenderal menugaskan Tim Evaluasi melakukan evaluasi atas laporan hasil post audit. (8) Tim Evaluasi melakukan evaluasi laporan hasil post audit melalui ekspose oleh Tim Pelaksana Post audit didampingi oleh Supervisor. (9) Tim Evaluasi menyampaikan hasil evaluasi laporan hasil post audit serta pertimbangan tindak lanjutnya kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Usaha Hutan Produksi. (10) Direktur Jenderal menetapkan sanksi berdasarkan hasil evaluasi laporan post audit. BAB VI PELAKSANAAN Bagian Kesatu Persiapan Pasal 13 (1) Tim Pelaksana Post audit dan Supervisor yang telah ditetapkan mengadakan rapat persiapan pelaksanaan. (2) Tim Pelaksana Post auditmembuat rencana kerja audit. (3) Tim Pelaksana Post audit melakukan pengumpulan data dan informasi awal termasuk data dan informasi elektronik adanya indikasi pelanggaran, melalui dokumen termasuk antara lain : a. Timber cruising, pembuatan peta pohon dan pembukaan wilayah hutan; b. Rencanakerja penebangan (RKT) atau pemanenan/rencana kerja pembukaan lahan; c. Produksi/penebangan; d. Pembuatan buku ukur; e. Pengangkutan/peredaran kayu bulat; f. Pembuatan laporan hasil produksi (LHP); g. PNBP;dan h. Laporan keuangan pemanfaatan hutan produksi.

13 Bagian Kedua Pelaksanaan Pasal 14 (1) Tim Pelaksana post audit melakukan pertemuan pembukaan dengan pemegang IUPHHK dan atau IPK untuk menjelaskan maksud dan tujuan pelaksanaan post audit. (2) Pemegang IUPHHK dan atau IPK obyek post audit menjelaskan Prosedur Operasional Standar (POS) kegiatan usaha pemanfaatan kepada Tim Pelaksana. (3) Tim Pelaksana post auditmelakukan auditkegiatan pemanfaatan hasil hutan, penatausahaan hasil hutan kayu serta kewajibang pembayaran PNBPmelalui pemeriksaan dokumen termasuk dokumen elektronik dan/atau fisik pada kegiatan: a. timber cruising, pembuatan peta pohon dan pembukaan wilayah hutan; b. rencana kerja penebangan (RKT) atau pemanenan/rencana kerja pembukaan lahan; c. penebangan atau pemanenan; d. penandaan, pengukuran dan pengujian; e. pembuatan buku ukur; f. pembuatan laporan hasil produksi; g. pengangkutan/peredaran kayu bulat; h. penimbunan; i. pembayaran kewajibanterhadap PNBP; j. laporan keuangan pemanfaatan hutan produksi yang dibuat berdasarkan Dolapkeu PHP, dan dokumen pendukungnya yang dapat berupa: 1. Buku besar; 2. Buku jurnal; 3. Bukti transaksi; 4. Dokumen lainnya. Pasal 15 (1) Hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani oleh seluruh anggota Tim Pelaksana dan pihak pemegang IUPHHK dan atau IPK obyek post audit.

14 (2) Dalam hal pemegang IUPHHK dan atau IPK obyek post audit tidak bersedia menandatangani hasil post audit Tim Pelaksana membuat Berita Acara Penutup yang mencantumkan alasan pemegang IUPHHK dan atau IPK tidak bersedia menandatangani BAP. (3) Tim Pelaksana post audit melakukan pertemuan penutupan dengan pemegang IUPHHKdan atau IPK obyek post audit. (4) Dalam pertemuan penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Tim Pelaksana menjelaskan secara singkat hasil post audit. Bagian Ketiga Pelaporan dan Evaluasi Pasal 16 (1) Penyusunan laporan hasil post auditdibuat berdasarkan data dan Berita Acara Pemeriksaan hasil post audit serta dokumen pendukungnya. (2) Laporan post audit disampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat 10(sepuluh) hari kerja terhitung sejak pertemuan penutupan dengan pemegang IUPHHK. (3) Direktur Jenderal menugaskan tim evaluasi untuk melakukan evaluasi laporan hasil post audit paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima laporan. (4) Tim Evaluasi melakukan evaluasi laporan post audit melalui ekpose oleh Tim Pelaksana didampingi oleh Supervisor paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak laporan post audit diterima. (5) Tim Evaluasi menyampaikan hasil pembahasan laporan post audit kepada Direktur Jenderal disertai dengan disertai pertimbangan tindak lanjutnya paling lambat 5(lima) hari kerja sejak evaluasi dilakukan. (6) Direktur Jenderal menetapkan pengenaan sanksi berdasarkan hasil evaluasi dan pertimbangan Tim Evaluasi. BAB VII SANKSI Pasal 17 (1) Pemegang IUPHHK-HA dikenakan sanksi denda administratif sebesar 10 (sepuluh) kali PSDH apabila melakukan pelanggaran: a. tidak melakukan penatausahaan hasil hutan; b. tidak melakukan pengukuran atau pengujian hasil hutan; c. menebang kayu yang melebihi toleransi target 5% (lima persen) dari total target volume yang ditentukan dalam RKTUPHHK; dan

15 d. menebang kayu yang melebihi toleransi sebesar 5% (lima persen) dari volume per kelompok jenis kayu yang ditetapkan dalam RKTUPHHK. (2) Pemegang IUPHHK-HA dikenakan sanksi denda administratif sebesar 15 (lima belas) kali PSDH apabila melakukan pelanggaran: a. menebang kayu yang dilindungi; b. menebang kayu sebelum RKTUPHHK disahkan/disetujui; c. menebang kayu untuk pembuatan koridor sebelum izin atau tidak sesuai dengan izinpembuatan koridor; d. menebang kayu dibawah batas diameter yang diizinkan; e. menebang kayu di luar blok tebangan yang diizinkan; f. menebang kayu untuk pembuatan jalan bagi lintasan angkutan kayu di luar blok RKTUPHHK/tidak sesuai dengan rencana, kecuali dengan izin dari pejabat yang berwenang. (3) Pemegang IUPHHK-HTI dikenakan sanksi denda administratif sebesar 10 (sepuluh) kali PSDH apabila melakukan pelanggaran: a. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan; b. tidak melakukan pengukuran atau pengujian hasil hutan. (4) Pemegang IPK dikenakan sanksi denda administratif sebesar 15 (lima belas) kali PSDH dan ditambah melunasi PSDH, DR dan PNT, apabila: a. melakukan penebangan di luar areal IPK tetapi masih di dalam areal izin peruntukan; b. melakukan pembukaan lahan dengan tidak melaksanakan secara bertahap sesuai dengan rencana kerja pembukaan lahan tahunan yang telah ditetapkan dalam izin pinjam pakai kawasan hutan; c. melakukan penebangan sebelum IPK diterbitkan; dan/atau d. tidak membuat LHP atas kayu yang ditebang. Pasal 18 Sanksi denda administratifsebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dikenakan kepada pemegang IUPHHK dan atau IPK apabila hasil temuan post auditmemenuhi persyaratan bukti yang dapat berupa: a. bukti fisik, bukti yang diperoleh dari pengukuran dan penghitungan fisik secara langsung; b. bukti dokumen, bukti yang berisi informasi tertulis seperti buku besar, jurnal, bukti asli transaksi, dan informasi tertulis lainnya.

16 Pasal 19 Tata cara pengenaan sanksi mengikuti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengatur tata cara pengenaan sanksi administratif di bidang pemanfaatan hutan produksi, penatausahaan hasil hutan kayu serta kewajiban pembayaran PNBP. BAB VIII KETENTUAN LAIN Pasal 20 Penanggungjawab, Bidang Evaluasi, Bidang Pelaksana post audit, dan Supervisor Post Audit diberikan insentifatas peningkatan PNBP berdasarkan hasil post audityang besarnya proporsional sesuai dengan tanggungjawabnya dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 21 Pedoman teknis pelaksanaan post audit ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 22 Kegiatan Post Audit dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) BAB IX PENUTUP Pasal 23 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

17 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2015 MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, SITI NURBAYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Agustus 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY