SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU ILLEGAL LOGGING Oleh : Wayan Satria Pramana Putra Gde Made Swardhana A.A. Ngr. Yusa Darmadi Program Kekhususan Hukum Pidana Universitas Udayana Abstrak: This paper entitled Criminal Sanctions Against Illegal Logging Actors. This paper uses normative analysis method. Refers to the rate ofdeforestation ratein Indonesiais gettingworse,illegallogging is acriminaloffensewith global implications. Many ways toanticipatethe widespreadcrime.thatone way tomake therulesthat govern itand providemaximumpunishmentto theperpetrators. Penal systemisthe most appropriate waytopreventand solvecrimeof illegallogging. Key words: Illegal Logging, rules,maximum punishment, Penal system Makalah ini berjudul "Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Illegal Logging". Makalah ini menggunakan metode analisis normatif. Mengacu pada tingkat laju pengerusakan hutan di Indonesia yang semakin memburuk,illegal logging merupakan kejahatan yang memiliki pengaruh global. Banyak cara untuk mengantisipasi agar kejahatan tidak semakin meluas. Salah satu caranya adalah dengan membentuk peraturan yang mengatur hal itu dan memberikan hukuman maksimal kepada pelaku. Sistem Pidana adalah cara yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi kejahatan Illegal logging. Kata kunci : Illegal Logging, Pengaturan, Hukuman maksimal, Sistem pidana I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu bagian dari alam, dan alam sendiri terdiri dari lingkungan yang tidak hidup dan yang hidup. Hutan merupakan kata yang memiliki makna yang sama dengan suatu kata dalam bahasa inggris, yaitu forrest yang berarti suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung-burung hutan. 1 Sumber data yang beragam serta perbedaan metode dan klasifikasi, akan menyulitkan penghitungan laju perubahan tutupan hutan setiap tahunnya. Sebagai contoh, analisis FAO (Food and Agricultural Organisation) mengatakan tutupan hutan 1 Salim,H.S., 2004,Dasar-Dasar Hukum Kehutanan (Edisi Revisi), Sinar Grafik, Jakarta, h. 41. 1
Indonesia pada tahun 2005 hanya sekitar 88,5 juta hektar atau sekitar 48,8% dari total luas lahan dan 46,5% dari total luas wilayah. 2 Selain oleh karena alam, kerusakan hutan juga dapat terjadi karena penyerobotan kawasan, penebangan liar, pencurian hasil hutan dan pembakaran hutan. 3 Illegal logging merupakan penyumbang terbesar laju kerusakan hutan.sejauh ini hingga tahun 2012 belum ada sama sekali peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Illegal Logging secara khusus. Selama ini pengaturan mengenai Illegal Logging tersebar dalam beberapa peraturan yang hanya sekedarnya saja dan tanpa adanya penjelasan lebih terperinci bahwa memang hutan harus dilindungi agar tidak terjadinya bencana. Peraturan dengan sanksi yang berat seperti pidana sebagai satu-satunya upaya terakhir yang dapat dijadikan pencegah terjadinya Illegal Logging. Salah satu sanksi pidana bisa berupa pidana penjara. Keadaaninilah yang menjadi latar belakang dari penulisan penelitian ini. Dengan melihat efek dari Illegal Logging yang begitu dahsyat dan juga melihat kepada peraturan atau hukum sebagai salah satu cara untuk menanggulangi Illegal Logging. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum mengenai Illegal Logging dan juga sanksi pidananya serta untuk mencegah terjadinya Illegal Logging. selain itu juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dan juga wacana bagi para pihak yang terkait untuk membentuk suatu peraturan yang khhusus mengatur mengenai Illegal Logging dan mempergunakan hukum dalam penyelesaian suatu perkara. II. ISI MAKALAH A. Metode Penulisan ini mempergunakan jenis penelitian normatif dan mempergunakan pendekatan terhadap undang-undang dan juga pendekatan historis. Yaitu pendekatan yang mengkaji terhadap peraturan-peraturan yang terkait serta mengumpulkan bahanbahan hukum dari waktu kewaktu yang berupa buku-buku hukum. 2 Laporan Tahunan FAO, 2010, URL: http://www.fao.org/docrep/013/i1757e.pdf, (Cited 2012 Mei. 12) 3 Alam Setia Zain, 1997,Hukum Lingkungan Konservasi Hutan Dan Segi-Segi Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, h. 41-64 2
B. Hasil dan Pembahasan a. Keberadaan Pengaturan Illegal Logging Membahas permasalahanillegal Loggingsebenarnya merupakan sebuah permasalahan yang sangat berdampak besar sehingga bila ditelusuri permasalahan mengenai Illegal Logging seharusnyamasuk pada kejahatan luar biasa seperti halnya pada kejahatan korupsi, narkotika dan juga terorisme. Kenyataannya banyak yang menganggap bahwa kasus lingkungan merupakan hal yang sepele karena tidak terasa langsung akibat yang ditimbulkan melainkan akan terasa beberapa waktu kemudian. Persoalan mengenai lingkungan tidak hanya menjadi permasalahan dalam negeri saja melainkan menjadi persoalan yang mendunia oleh karena sebab dan akibat yang di ciptakan tidak bisa dikaitkan dengan lingkungan yang ada disekitarnya saja. Pengaturan mengenai pelanggaran Illegal Logging di Indonesia akan kita temukan pada Undang-Undang kehutanan yakni Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan pasal 50 ayat (1), ayat (2), ayat (3) huruf (e).pada undang-undang terkait yang lainnya tidak ada yang mencantumkan mengenai pengaturan Illegal Loggingsehingga akan sangat susah dan akan menyebabkan semakin banyaknya kejahatan yang akan terjadi terkait dengan kayu.dengan demikian sangat sulit untuk menemukan tatanan pengaturan hukum terkait dengan illegal logging sehingga nantinya hakim yang menangani tindak kejahatan ini harus menemukan hukumnya melalui konstruksi hukum. Konstruksi hukum adalah suatu perbuatan yang bersifat mencari asas hukum yang menjadi dasar peraturan hukum yang bersangkutan. 4 Pentingnya suatu aturan hukum yang khusus ini diperuntukkan bagi pencegahan serta penanggulangan terjadinya kejahatan illegal logging di Indonesia. Apabila suatu saat ada pelaku tindak kejahatan illegal logging bebas oleh karena tidak adanya aturan yang mengatur maka akan sangat berdampak negatif bagi kehidupan di alam semesta dan juga keseimbangan keadaan suatu negara. Perlu kiranya ada suatu kebijakan pemerintah dalam hal ini membentuk suatu Undang-Undang yang mengatur tentang illegal loggingserta perlunya memberikan pemahaman dan penyamaan persepsi bahwa memang benar kasus illegal loggingakan menjadi suatu ancaman besar bagi kehidupan. 4 R.Soeroso, 2007, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.111. 3
b. Ketepatan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Illegal Logging Melihat pada KUHP ada beberapa unsur-unsur yang erat kaitannya dengan kejahatan Illegal Logging. KUHP terlebih dahulu dipergunakan sebelum adanya Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.Secara umum kaitannya dengan unsur-unsur tindak pidana umum yang terdapat didalam KUHP yang dapat nantinya dikelompokkan kedalam bentuk kejahatan secara umum seperti pencurian, penggelapan, pemalsuan, pengerusakan, penadahan, penyelundupan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap perbuatan tersebut dikenakan pidana seperti yang tercantum dalam Pasal 50 jo. Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 yang sekarang dilihat bahwa ancaman pidananya lebih berat dibandingkan dengan menggunakan KUHP.Sanksi pidana yang tepat di berikan kepada pelaku tindak kejahatan illegal logging seharusnya tidaklah dirumuskan dengan menggunakan penggabungan yang kaku, namun sebaiknya dengan menggunakan pilihan sehingga nantinya akan memberikan kelonggaran pada tahap pengaplikasian dengan lebih mendalami permasalahan tersebut sebelum di terapkan. Dengan adanya perumusan sanksi pidana yang secara pilihan akan dapat lebih memberikan pilihan untuk menjatuhkan pidana pokok yang berupa pidana denda ataupun penjara sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya dan juga yang menjadi tujuannya melakukan kejahatan sehingga nantinya hakim akan lebih mudah melihat dan menjatuhkan vonis sanksi pidana yang tepat kepada pelaku illegal logging. Selain itu juga perlu diperhatikan rasa keadilan yang hendaknya harus terpenuhi melalui sanksi pidana yang akan dijatuhkan. Apabila dilakukan oleh pejabat maka sanksi pidana yang harus lebih berat. Mengacu kepada uaraian tentang undang-undang kehutanan maupun juga undang-undnag yang lain dan juga KUHP serta dampak-dampak yang ditimbulkan akibat kejahatan tersebut yang tidak hanya berdampak pada ekonomi semata namun termasuk di dalamnya sosial, budaya dan ekologi, maka pidana yang dijatuhkan harus yang seberat-beratnya selain itu juga kerugian negara yang ditanggung juga harus diperhitungkan didalamnya sehingga harus dikembalikan kedalam keadaan semula dengan waktu yang tidak boleh terlalu lama. 4
III. Kesimpulan A. Simpulan 1. Tatanan pengaturan hukum positif terhadap illegal logging terdapat pada Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pada pasal 50 ayat (1), ayat (2), ayat (3) huruf (c) dan (e), selain daripada itu pengaturan menganai illegal logging tidak ada. 2. Telah terjadi kekosongan norma mengenai illegal logging. Adapun sanksi pidana yang tepat dapat diberikan kepada para pelaku illegal logging yakni hukuman yang seberat-beratnya disertai dengan ganti kerugian untuk melakukan pemulihan pada hutan yang dirusak akibat perbuatannya melakukan illegal logging. Tindak pidana illegal logging yang dilakukan oleh pegawai negeri ataupun pejabat yang berwenang maka sanksi pidana yang diberikan harus lebih berat lagi. B. Saran 1. Perlu adanya suatu aturan yang lebih mengkhusus lagi untuk mengatur mengenai illegal logging kedalam suatu peraturan perundang-undangan. 2. Selain itu sanksi yang diberikan harus merupakan sanksi pidana dengan sedikit innovasi yaitu pemberian sanksi yang seberat-beratnnya dan disertai dengan ganti kerugian untuk biaya pemulihan terhadap hutan yang dirusak. Pidana harus mampu mencegah terjadinya illegal logging dengan memperhatikan subjeknya jadi tidak hanya pelaku yang berhubungan langsung dengan kayu tersebut melainkan harus ditelusuri yang menjadi otak dibalik serangkaian kejahatan illegal logging. DAFTAR PUSTAKA Salim,H.S., 2004, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan (Edisi Revisi), Sinar Grafik, Jakarta, Soeroso, R., 2007, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, Zain, Alam Setia, 1997, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan Dan Segi-Segi Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, Laporan Tahunan FAO, 2010, URL: http://www.fao.org/docrep/013/i1757e.pdf, (Cited 2012 Mei. 12) 5