BAB II LANDASAN TEORI. tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif (Sumarwan, 2004:289). Sama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG KEPUASAN PELANGGAN, KUALITAS PELAYANAN, PENGARUH DIMENSI KUALITAS PELAYANAN TERHADAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga layanan internet banking serta telephone banking (Hart dan Smith,1998).

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui. Kotler, 2000) dalam bukunya (Tjiptono, 2007:2)

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan konsumen dengan harga yang pantas (reasonable). Perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Suatu hal yang banyak menarik perhatian manusia dewasa ini adalah

BAB II URAIAN TEORITIS. Kepuasan Para Pengguna Jasa Kereta Api pada PT. Kereta Api (Persero) Medan

BAB I PENDAHULUAN. dan penghasilan masyarakat menambah kesadaran pelanggan untuk mendapatkan

I. PENDAHULUAN. Pasar menjadi semakin luas dan peluang ada dimana-mana, namun sebaliknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH MANAJEMEN KUALITAS DALAM PERUSAHAAN JASA. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Mutu Dosen Pengampu: Drs. Ketut Sudharma, M.

BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS. teori merupakan hal yang perlu dikemukakan sebelumnya. dipergunakan atau dipakai dalam rangka pemecahan masalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat mencapai

BAB II URAIAN TEORITIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis retail merupakan jenis bisnis yang sudah lama ada di dalam pasar. Bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Jasa pada umumnya memiliki karakteristik yang berbeda jika

Bisma, Vol 1, No. 6, Oktober 2016 SERVICE PERFORMANCE PADA HOTEL GRAND MAHKOTA PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. penjualan adalah aspek pemasaran (Kotler, 2009:10) mengemukakan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Faizah, Nadia Rizqiyatul. & Suryoko, Sri. & Saryadi. Dengan judul Pengaruh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada

yang akan datang (Anderson et al.,1994). Menurut Hoffman dan Bateson (1997) kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas layanan dari suatu

BABA II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. yang sangat berarti pada kualitas pelayanan sehingga mempengaruhi pada tingkat

BAB II LANDASAN TEORI. tempat, organisasi dan gagasan (Kotler, 2001:347). Dari definisi diatas. 1. Intangibility (tidak dapat dilihat, dirasakan).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya

BAB VII KUALITAS JASA DAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kualitas pelayanan

Bisma, Vol 1, No. 8, Desember 2016 KUALITAS PELAYANAN JASA PERCETAKAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA PT TRI JAYA MANDIRI

BAB 2 LANDASAN TEORI. anything that can be offered to a market to satisfy a want or need. Artinya, produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Selvy Normasari dkk (2013) mengenai Pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari hari dengan luas ruang penjualan ±

BAB I PENDAHULUAN. produk atau harapan-harapannya. Kotler (1997: 36). Meningkatnya derajat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, baik sektor

TOTAL QUALITY MANAGEMENT dan KEPUASAN PELANGGAN DALAM JASA PARIWISATA Oleh Iis prasetyo, MM

BAB I PENDAHULUAN. pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema. Eresto, Ecinema, Elounge, 7 KTV dan Banquet Service.

BAB I PENDAHULUAN. liburan yang menggabungkan beberapa produk. Selain berurusan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Layanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks teori perilaku konsumen, kepuasan lebih banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perbaikan pada beberapa komponen pada sebuah kendaraan. perawatan dan perbaikan salah satu elemen kendaraan misal bengkel Dinamo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagaimana suatu perilaku terbentuk dan factor apa saja yang mempengaruhi.

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan dan telah dimanfaatkan oleh para investor dari dalam negeri maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketatnya persaingan. Masing-masing restoran harus mampu menyediakan

ANALISA PENGARUH KUALITAS JASA TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ALFABANK DI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia bisnis telah semakin ketat. Setiap perusahaan saling

BAB I PENDAHULUAN. teliti. Terutama tentang suka atau tidaknya konsumen terhadap barang dan jasa. yang ditawarkan dan alasan yang mendasarinya.

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat. Dalam menghadapi situasi tersebut, maka perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era persaingan global yang berkembang saat ini, muncul berbagai

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan pelanggan yang menguntungkan. Dua sasaran pemasaran adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibuat antara kedua belah pihak yaitu pihak penanggung dan pertanggung

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keputusan Pembelian Keputusan pembelian merupakan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif (Sumarwan, 2004:289). Sama halnya yang dijelaskan oleh Setiadi (2003:415) pengambilan keputusan konsumen adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan (choice), yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berprilaku (BI). Untuk memahami pembuatan keputusan pembelian konsumen, terlebih dahulu harus dipahami sifat-sifat keterlibatan konsumen dengan produk atau jasa (Sutisna, 2003:11). Memahami tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk atau jasa berarti pemasar berusaha mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan seseorang merasa harus terlibat atau tidak dalam pembelian suatu produk atau jasa. 2.1.1 Konsep Keputusan Pembelian Keputusan pembelian yang dilakukan oleh para konsumen melalui lima tahap yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Jelaslah bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan memiliki dampak yang lama setelah itu. Namun para konsumen tidak selalu melewati seluruh lima urutan tahap ketika membeli produk. Mereka bisa melewati atau

membalik beberapa tahap. Akan tetapi model dalam Gambar 2.2 menyajikan satu kerangka acuan, karena ia merebut kisaran perimbangan sepenuhnya yang muncul ketika seorang konsumen menghadapi pembelian baru dengan keterlibatan yang tinggi (Kotler dan Keller, 2008:235) Gambar 2.1 Model Proses Keputusan Pembelian a. Pengenalan Kebutuhan Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Pemasar perlu mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan suatu jenis produk sehingga dapat mengembangkan strategi pemasaran. b. Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak, dan dapat dibagi ke dalam dua level rangsangan. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini, orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang mungkin mulai aktif mencari informasi lebih banyak seperti mencari bahan bacaan, menelpon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok : sumber pribadi, sumber komersial, sumber publik, dan sumber pengalaman.

c. Evaluasi Alternatif Evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Evaluasi alternatif muncul karena banyaknya alternatif pilihan, dan disini konsumen akan memilih merek yang akan memberikan manfaat yang diharapkannya. Seberapa rumit proses evaluasi alternatif yang dilakukan konsumen sangat tergantung kepada model pengambilan keputusan yang dijalani konsumen. Jika pengambilan keputusan adalah kebiasaan (habit), maka konsumen hanya membentuk keinginan untuk membeli ulang produk yang sama seperti yang telah dibeli sebelumnya. Apabila konsumen tidak memiliki pengetahuan mengenai produk yang akan dibelinya, mungkin konsumen lebih mengandalkan rekomendasi dari teman atau kerabatnya mengenai produk yang akan dibelinya. Konsumen tidak berminat untuk repot-repot melakukan evaluasi alternatif. Apabila produk yang akan dibeli berharga mahal dan berisiko tinggi, maka konsumen akan mempertimbangkan banyak faktor dan terlibat dalam proses evaluasi alternatif yang ekstensif (Sumarwan, 2004:302). d. Keputusan Pembelian Menurut Kotler dan Keller (2008:242) ada dua faktor yang dapat mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal: (1). Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen dan (2).

Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain tersebut akan semakin dekat hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan menyelesaikan tujuan pembeliannnya. Faktor kedua adalah faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti: pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan pembelian. e. Perilaku Pasca Pembelian Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen berikutnya. Jika konsumen merasa puas maka ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang merasa puas cenderung akan mengatakan hal-hal yang baik mengenai suatu produk terhadap orang lain. Sebaliknya apabila konsumen merasa tidak puas, maka konsumen akan memungkinkan melakukan salah satu dari dua tindakan ini yaitu membuang produk atau mengembalikan produk tersebut atau mereka mungkin berusaha untuk mengurangi ketidakpuasan dengan mencari informasi yang mungkin memperkuat nilai produk tersebut. 2.1.2 Tipe Pengambilan Keputusan Konsumen Sebagian konsumen mungkin melakukan lima langkah keputusan seperti yang telah dijelaskan di atas, sebagian hanya melalui beberapa langkah, dan sebagian mungkin hanya melakukan langkah pembelian saja. Tipe pengambilan

keputusan konsumen umumnya dibagi menjadi tiga kategori : pemecahan masalah yang diperluas (extensive problem solving), pemecahan masalah terbatas (limited problem solving), pemecahan masalah rutin (routininized response behavior). Tipe pengambilan keputusan konsumen dapat dijelaskan sebagai berikut (Sumarwan, 2004:292) : 1. Pemecahan masalah yang diperluas (extensive problem solving) Ketika konsumen tidak memiliki kriteria untuk mengevaluasi sebuah kategori produk atau merek tertentu pada kategori tersebut, atau tidak membatasi jumlah merek yang akan dipertimbangkan ke dalam jumlah yang mudah dievaluasi, maka proses pengambilan keputusannya bisa disebut sebagai pemecahan masalah yang diperluas. Disini konsumen membutukan informasi yang banyak untuk menetapkan kriteria dalam menilai merek tertentu. Konsumen juga membutuhkan informasi yang cukup mengenai masingmasing merek yang akan dipertimbangkan. Pemecahan masalah yang diperluas biasanya dilakukan pada pembelian barang-barang tahan lama dan barang-barang mewah. Dalam kondisi seperti ini, konsumen akan melakukan pencarian informasi yang intensif serta melakukan evaluasi terhadap beberapa atau banyak alternatif. Proses tidak berhenti sampai pada tahap pembelian. Konsumen juga akan melakukan evaluasi setelah membeli dan menggunakan produk tersebut. Bila ia merasa puas, ia akan mengkomunikasikan kepuasannya tersebut kepada orang-orang sekelilingnya. Ia akan merekomendasikan pembelian kepada orang lain. Bila ia kecewa, seringkali kekecewaannya disampaikan kepada orang lain dengan nyaring. Ia akan menghambat orang lain untuk melakukan pembelian barang atau produk yang

serupa. Singkatnya pemecahan masalah yang diperluas adalah tipe pengambilan keputusan yang melalui lima langkah tahapan pengambilan keputusan konsumen. 2. Pemecahan masalah terbatas (limited problem solving) Pada tipe keputusan ini, konsumen telah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek pada kategori tersebut. Namun konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu konsumen hanya membutuhkan tambahan informasi untuk bisa membedakan antara berbagai merek tersebut. Konsumen menyederhanakan proses pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan konsumen memiliki waktu dan sumber daya yang terbatas. 3. Pemecahan masalah rutin (routininized response behavior) Konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan dibelinya. Ia juga telah memiliki standar untuk mengevaluasi merek. Konsumen sering kali hanya mereview apa yang telah diketahuinya. Konsumen hanya membutuhkan informasi yang sedikit. Dengan kata lain pemecahan masalah rutin adalah jenis pengambilan keputusan yang diperlihatkan oleh konsumen yang sering mengadakan pembelian barang dan jasa, biaya murah, dan membutuhkan sedikit pencarian dan waktu keputusan. 2.2 Kualitas Jasa atau Layanan 2.2.1 Definisi Kualitas Pelanggan mendefinisikan kualitas dengan berbagai cara. Kualitas didefinisikan sebagai memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Heizer dan

Render (2006), mendefinisikan kualitas sebagai kemampuan produk atau jasa memenuhi kebutuhan pelanggan. Dikatakan pula sebagai totalitas tampilan dan karakteristik produk atau jasa yang berusaha keras dengan segenap kemampuannya memuaskan kebutuhan tertentu (Russel dan Taylor : 2003). Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2008), kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. 2.2.2 Definisi Kualitas Jasa atau Pelayanan Definisi kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Kualitas pelayanan (Service Quality) seperti yang dikatakan oleh Parasuraman, et, all (1998), dikutip oleh Lupiyoadi yaitu, seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang mereka terima atau peroleh. Sementara menurut Rangkuti (2004:28), kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan konsumen. Salah satu model kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) seperti yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry seperti yang dikutip oleh Lopiyoadi (2001) dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa, reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas.

SERVQUAL (Service Quality) dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas pelayanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. 2.2.3 Dimensi Kualitas Jasa Salah satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL oleh Parasuraman (1988) yang melibatkan 800 pelanggan (yang terbagi dalam empat perusahaan) berusia 25 tahun ke atas, disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut (dalam Kotler dan Keller 2008). 1. Berwujud (Tangible), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan

keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. 2. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan akurasi yang tinggi. 3. Ketanggapan (Responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Jaminan dan kepastian (Assurance), yaitu pengetahuan kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy). 5. Empati (Empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Grobroos dalam Tjiptono (2005) ada tiga kriteria pokok untuk kualitas pelayanan, yaitu outcome-related, process-related, dan image-related criteria. Dan ketiga unsur tersebut masih dapat dijabarkan lagi dalam enam dimensi, yaitu: 1. Professionalism and skills Kemampuan, pengetahuan, ketrampilan pada penyedia jasa, karyawan, system operasional, dan sumber daya fisik, dalam memecahkan masalah pelanggan secara professional 2. Attitudes and Behavior Pelanggan merasa bahwa perusahaan menaruh perhatian dan berusaha untuk membantu dalam memecahkan masalah pelanggan secara spontan dan senang hati. 3. Accessibility and Flexibility Penyediakan pelayanan oleh perusahaan yang dirancang dan dioperasionalkan agar pelanggan mudah mengakses dengan mudah serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan. 4. Reliability and Trustworthiness Pelanggan bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya. 5. Recovery Proses pengambilan tindakan oleh perusahaan untuk mengendalikan situasi dan mencari pendekatan yang tepat bila pelanggan ada masalah.

6. Reputation and Credibility Keyakinan pelanggan bahwa operasi dari perusahaan dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya. 2.2.4 Hubungan Kualitas Produk dengan Keputusan Pembelian Menurut Fandy Tjiptono (2005) kualitas produk mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sikap konsumen, dimana kualitas produk memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Kualitas produk yang diberikan perusahaan harus sesuai dengan jenis produk dan kondisi perusahaan, karena kesalahan dalam melakukan sistem pemasaran yang diberikan kepada konsumen dapat menurunkan tingkat keputusan pembelian konsumen, bahkan dapat berdampak pada image yang kurang baik bagi perusahaan dan memberi peluang kepada pesaing untuk masuk serta membuka kemungkinan konsumen akan beralih pada perusahaan pesaing. Kualitas merupakan faktor ketertarikan berdasarkan logika atau pertimbangan. Bila konsumen merasa akan mendapatkan kepuasan dari suatu produk, karena mutunya tinggi atau berkualitas baik, maka konsumen tersebut akan tertarik untuk membeli produk tersebut. Menurut Schiffman dan Kanuk (1994), konsumen percaya bahwa berdasarkan evaluasi mereka terhadap kualitas produk akan dapat membantu mereka untuk mempertimbangkan produk mana yang akan mereka beli. Beberapa penelitian telah mencoba untuk mengintegrasikan kualitas produk sebagai dasar pembelian produk oleh konsumen

dan sebuah studi menunjukan bahwa dengan adanya kualitas produk akan menyebabkan pembelian yang semakin tinggi. 2.3 Harga Menurut Monroe (1990) harga merupakan pengorbanan ekonomis yang dilakukan pelanggan untuk memperoleh produk atau jasa. Harga adalah salah satu faktor penting konsumen dalam mengambil keputusan untuk melakukan transaksi atau tidak. Persepsi harga (price perceptions) berkaitan dengan bagaimana informasi harga dipahami seluruhnya oleh konsumen dan memberikan makna yang dalam bagi mereka. 2.3.1 Hubungan Persepsi Harga dengan Keputusan Pembelian Pada saat pelanggan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap harga dari suatu produk maka akan sangat dipengaruhi oleh perilaku pelanggan itu sendiri (Sumarwan, 2004). Pergeseran-pergeseran paradigma, dinamika gaya hidup, serta berbagai perubahan lingkungan lain telah memberi dampak pada bagaimana konsumen memandang harga produk/jasa yang akan dikonsumsinya. Harga menimbulkan berbagai interpretasi di mata konsumen. Konsumen akan memiliki interpretasi dan persepsi yang berbeda-beda tergantung dari karakteristik pribadi (motivasi, sikap, konsep diri, dsb), latar belakang (sosial, ekonomi, demografi, dll), pengalaman (belajar), serta pengaruh lingkungannya. Dengan demikian penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan murah, mahal atau biasa saja, dari setiap individu tidaklah sama, karena tergantung persepsi individu yang dilatarbelakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu. Pelanggan

dalam menilai harga suatu produk, bukan hanya dari nilai nominal secara absolut tetapi melalui persepsi pada harga. Suatu perusahaan perlu memonitor harga yang ditetapkan oleh para pesaing agar harga yang ditetapkan oleh perusahaan tidak terlalu tinggi atau sebaliknya, sehingga harga yang ditawarkan dapat menimbulkan keinginan konsumen untuk melakukan pembelian. 2.4 Word of Mouth Definisi secara sederhana Word of Mouth atau WOM adalah tindakan penyedia informasi apapun terkait produk oleh konsumen kepada konsumen lain. WOM menurut WOMMA (Word of Mouth Marketing Assoctation) adalah suatu aktifitas di mana konsumen memberikan informasi mengenai suatu merek atau produk kepada konsumen lain. Dan Word of Mouth Marketing adalah kegiatan pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan hingga menjual merek suatu produk kepada calon konsumen lainnya (Sumardy dkk., 2011:71). Dari seluruh media promosi baik itu Above The Line maupun Below The line, WOM merupakan aktivitas promosi yang tingkat pengendaliannya oleh pemasar sangat rendah tetapi memberikan dampak yang sangat luar biasa terhadap produk atau merek perusahaan. Perusahaan dapat mendorong dan memfasilitasi percakapan dari mulut ke mulut tersebut dengan terlebih dahulu memastikan bahwa produk atau merek dari perusahaan memang unik, inovatif dan patut menjadi conversation product sehingga terciptalah WOM yang positif yang pada ujungnya akan menghasilkan penjualan bagi perusahaan. Iklan menempatkan

konsumen sebagai objek, sedangkan WOM menjadikan konsumen sebagai subjek. Iklan mengorbankan konsumen untuk kesuksesan perusahaan, sedangkan WOM menempatkan konsumen sebagai bagian dari kesuksesan perusahaan. Konsumen lebih memilih membeli merek yang sama dengan yang dibeli temannya. Kredibilitas media semakin turun. Saat ini konsumen semakin pintar untuk tidak langsung percaya pada sebuah iklan. Salah satu penyebabnya, karena iklan sudah terlalu banyak dan semua membicarakan tentang hal yang sama. 2.4.1 Dimensi Word of Mouth Godes dan Mayzlin (2004) mengemukakan dua elemen yang dapat digunakan untuk mengukur WOM, yaitu : 1. Volume : Seberapa sering orang membicarakan atau merekomendasikan. Semakin banyak percakapan yang terjadi, tentunya akan semakin banyak orang yang mengetahui tentang hal tersebut. 2. Dispersion : Berapa banyak orang berbeda yang membicarakan. Word of Mouth yang kurang menyebar (diskusi hanya berfokus pada populasi yang terbatas dan homogeny) akan lebih sedikit dampaknya jika dibandingkan dengan word of mouth yang tersebar luas. Menurut Sernovitz (2009) terdapat lima dimensi dari Word of Mouth (WOM), yaitu : 1. Talker : siapa orang yang memberikan informasi mengenai produk / jasa. 2. Topics : informasi atau topik yang dibicarakan mengenai produk. 3. Tools : perlengkapan yang diperlukan untuk mempermudah konsumen dalam melakukan WOM.

4. Taking part : partisipasi perusahaan dalam proses WOM ini. 5. Tracking : pengawasan dari perusahaan terhadap proses WOM yang terjadi sehingga perusahaan dapat mengantisipasi terjadinya WOM negatif mengenai produk. 2.4.2 Hubungan Word of Mouth Communication dengan Keputusan Pembelian WOM menjadi bagian penting dalam studi pemasaran mengingat bahwa komunikasi dalam WOM mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Di sisi lain, kekuatan WOM juga bertambah mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang senang berinteraksi dan berbagi dengan sesamanya, termasuk masalah preferensi pembelian. WOM mampu menyebar begitu cepat bila individu yang menyebarkannya juga memiliki jaringan yang luas. WOM adalah suatu sarana komunikasi pemasaran yang efektif, murah, dan kredibel (Kartajaya, 2007). WOM juga penting karena esensi pemasaran adalah mempromosikan dengan meyakinkan untuk kemudian diakhiri dengan keputusan pembelian. Bahkan pelanggan yang paling berharga itu bukanlah pelanggan yang paling banyak membeli, melainkan pelanggan yang paling banyak beraktivitas word of mouth dan mampu membawa pelanggan yang lain untuk membeli di perusahaan kita, tanpa memperhatikan banyaknya pembelian yang pelanggan-pelanggan tersebut lakukan sendiri. Konsumen lebih mempercayai Word of Mouth dalam menilai sebuah produk, dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka dibandingkan iklan. Cerita dan pengalaman seseorang menggunakan sebuah produk terdengar lebih

menarik yang bisa mempengaruhi pendengarnya untuk ikut mencoba produk tersebut. Kita seperti tidak pernah merasa bosan mendengarkan cerita dari teman ataupun anggota keluarga tentang pengalamannya menggunakan sebuah produk atau jasa. 2.5 Penelitian Terdahulu Dalam beberapa penlitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu menunjukkan bahwa variabel Produk, Kualitas Pelayanan, Harga, Promosi dan word of mouth mempengaruhi keputusan pembelian yang konsumen inginkan. Menurut Raka (2012), beberapa hal yang mempengaruhi keputusan pembelian di Toko Grosir Handphone yang dilakukan oleh konsumen adalah variabel word of mouth. Varibel tersebut secara signifikan mempengaruhi peningkatan penjualan. Sedangkan menurut Diska (2012) menyatakan bahwa yang variabel yang secara signifikan mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian di Alfamart adalah Kualitas Pelayanan, Harga, dan Promosi. Ketiga variabel tersebut berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal serupa juga dinyatakan oleh Tri Wibowo dan Sri Purwanti (2012) bahwa Variabel Produk, Harga, dan Promosi berpengaruh Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota. Dari beberapa penelitian tersebut dan didukung oleh teori pemasaran jasa, maka pada penelitian ini variabel yang akan diteliti dalam hal peningkatan penjualan paket Tour pada Biro Perjalanan wisata Tritura Tour adalah : Kualitas Layanan, Harga, dan word of mouth (WOM).