PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEBUN GELAP OPT SENANG KEBUN TERANG OPT HILANG. Oleh: Erna Zahro in

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012

BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

II. TINJAUAN PUSTAKA

REKOMENDASI UMUM PENGENDALIAN HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO 1) Oleh: Ir. Syahnen, MS 2) dan Muklasin, SP 3)

2. PENGHISAP BUAH HELOPELTIS

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

I. PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting

SERANGAN BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora) DI JAWA TIMUR Oleh: Tri Rejeki, SP. dan Yudi Yuliyanto, SP.

Asam Klorogenat Alternatif Atraktan Hama PBK

EFEKTIVITAS KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) TERHADAP TINGKAT SERANGAN PBK DI KABUPATEN KEPAHIANG PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan

PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENGENDALIAN HAMA PBK PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI DESA SURO BALI KABUPATEN KEPAHIANG ABSTRAK PENDAHULUAN

SERANGAN PENGGEREK BUAH KAKAO Conopomorpha cramerella Snellen. DI SENTRA PERKEBUNAN KAKAO JAWA TIMUR

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

ANCAMAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI WILAYAH JAWA TIMUR PADA BULAN AGUSTUS Oleh; Effendi WIbowo, SP dan Fitri Yuniarti, SP

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000)

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT Vascular Streak Dieback (VSD) PADA TANAMAN KAKAO DI PROPINSI SUMATERA BARAT ABSTRAK

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

PENGENDALIAN HAMA UTAMA KAKAO ( Conopomorpha cramerella dan Helopeltis spp.) DENGAN PESTISIDA NABATI DAN AGENS HAYATI

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

PENGENDALIAN HAMA UTAMA KAKAO (Conopomorpha cramerella dan Helopeltis spp.) DENGAN PESTISIDA NABATI DAN AGENS HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

Afrizon dan Herlena Bidi Astuti

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27

HAMA Helopeltis spp. PADA JAMBU METE DAN PENGENDALIANNYA

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

Budi Daya Kakao pada Kebun Campur

Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

PEMETAAN LOKASI PENANAMAN LADA DAN SERANGAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) DI PROPINSI LAMPUNG DAN PROPINSI BANGKA BELITUNG

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KAKAO UNTUK MENDUKUNG GERNAS KAKAO DI PROVINSI GORONTALO

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN

Ketersediaan klon kakao tahan VSD

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

TINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP

PERAN BBPPTP SURABAYA DALAM MENANGANI SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING KOMODITI PERKEBUNAN DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

PERANAN TEKNIK PEMANGKASAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH PADA KEBUN SUMBER BENIH KAKAO Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama)

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda

MANFAAT PENGGUNAAN ARACHIS PINTOI TERHADAP PEKEMBANGAN MUSUH ALAMI HAMA PENGGEREK BATANG (LOPHOBARIS PIPERIS MASH) DALAM BUDIDAYA LADA

Pemberantasan hama,penyakit dan gulma Pemberantasan OPT dilakukan secara terpadu.pengelolaan hama pada prinsipnya dilakukan dengan pendekatan

KAJIAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETANI DALAM MENGENDALIKAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI KECAMATAN BIRU-BIRU KABUPATEN DELI SERDANG

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

Budidaya Kakao PENDAHULUAN II. PERSIAPAN LAHAN III. PEMBIBITAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI

PENGELOLAAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Hama penyakit utama tanaman kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

Teknologi Budidaya Kedelai

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Dalam sistem pengendalian hama terpadu (PHT),

KEPADATAN POPULASI KEPIK PENGHISAP BUAH

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

ICASERD WORKING PAPER No.55

PENGARUH TEKNIK PENYELUBUNGAN BUAH KAKAO DENGAN PLASTIK TERHADAP SERANGAN HAMA Helopeltis sp.

[ nama lembaga ] 2012

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

SISTEMATIKA LAPORAN MINGGUAN MAGANG KERJA Halaman Judul Halaman judul memuat laporan mingguan pada minggu ke-n, lokasi magang, serta judul kegiatan

Kajian keefektifan agen hayati Beauveria bassiana dan penyarungan buah dalam pengendalian hama PBK di Kalimantan Timur

Teknologi Perbanyakan Benih Mangga melalui Sambung Pucuk

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX

I PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa

Gambar 1. Nimfa Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003) Gambar 2. Imago betina Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003)

Teknis Budidaya Tanaman Kakao Ramah Lingkungan Dengan Teknologi Bio~FOB

PENINGKATAN SINERGITAS PENELITIAN ANTAR LEMBAGA Nur Amin 1 Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, UNHAS

Transkripsi:

PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 147

PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI PHT KAKAO DI SULAWESI SELATAN Siswanto dan Elna Karmawati Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan ABSTRAK Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di daerah Sulawesi Selatan. Rata-rata produksi kakao di daerah ini selama th 2005-2009 sebesar 126,685 ton atau sekitar 14.28% dari produksi nasional. Serangan hama dan penyakit merupakan salah satu kendala dalam budidaya kakao termasuk di daerah Sulawesi selatan. Hama dan penyakit utama yang ditemukan antara lain penggerek buah kakao, pengisap buah Helopeltis spp., penyakit busuk buah dan penyakit VSD. Untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) tersebut pendekatan Pengendalian Hama secara Terpadu (PHT) merupakan cara pendekatan yang tepat. Beberapa teknologi pengendalian OPT tersebut telah diketahui dan sudah diuji, namun belum banyak petani yang mengaplikasikannya. Untuk mempercepat adopsi teknologi PHT diperlukan upaya konkrit, antara lain melalui kegiatan diseminasi, bimbingan dan pelatihan serta demplot/show window pengelolaan kakao dengan teknologi PHT. Kata kunci: Pengendalian hama terpadu, organisme pengganggu tanaman, kakao PENDAHULUAN Kakao merupakan tanaman perkebunan yang mempunyai peranan penting bagi perekonomian nasional khususnya dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Luas areal kakao di Indonesia mencapai 1.462.000 ha dengan produksinya mencapai 1.315.800 ton/th. Kurang lebih 90% dari luas areal kakao di Indonesia merupakan perkebunan rakyat (Karmawati et al., 2010). Sentra produksi kakao di Indonesia terutama tersebar di Sulawesi yaitu sebesar 63.8% meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara (Ditjenbun, 2009). Luas pertanaman kakao di Sulawesi Selatan tahun 2002 mencapai 240.785 Ha dan sebagian besar dalam bentuk perkebunan rakyat dengan produksi mencapai 213.754 ton dan volume ekspor sebesar 204.366 ton (Nasaruddin, 2002). Tetapi pada tahun 2004 produktivitas kakao di Sulawesi Selatan menurun drastis, antara lain disebabkan serangan Helopeltis antonii. (Handoko dan Sundahri, 2004). Rata-rata produksi kakao di daerah ini selama tahun 2005-2009 sebesar 126,685 ton/th atau sekitar 14.28% dari produksi nasional. Selama periode tersebut produksi terus mengalami penurunan, dan tahun 2009 diperkirakan produksinya hanya sebesar 111,444 ton, turun dari tahun-tahun sebelumnya (Ditjenbun, 2009). Kehilangan hasil pada kakao akibat serangan OPT di lapang merupakan kendala yang cukup dominan pada budidaya kakao di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka serangan OPT itu sendiri maupun dari besarnya angka input biaya pengendalian dalam pengelolaan tanaman kakao. Kerugian hasil akibat serangan hama dan penyakit kakao setiap tahunnya mencapai 30-40%, sedangkan biaya pengendalian hama dan penyakit di perkebunan kakao di Indonesia rata-rata sebesar 40% dari komponen biaya produksi (Sulistyowati et al., 148 PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011

2003). Hama dan penyakit utama tanaman kakao di Indonesia saat ini yaitu hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Busuk Buah Kakao, dimana keduanya berpengaruh langsung terhadap penurunan produksi kakao. Di daerah Sulawesi Selatan, hama PBK dan penyakit busuk buah juga merupakan OPT utama tanaman kakao. Hama utama lainnya yaitu Helopeltis sp. dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD). Hama pengisap buah Helopeltis sp. dan penyakit busuk buah terjadi hampir di semua propinsi kecuali penyakit VSD yang dilaporkan hanya terjadi di pulau Sulawesi (Ditjenbun, 2009). Berbagai teknologi pengendalian OPT ini telah tersedia namun upaya pengendalian yang dilakukan selama ini belum sepenuhnya menerapkan teknologi tersebut. Diperlukan percepatan adopsi teknologi PHT untuk menyelamatkan produksi kakao khususnya di Sulawesi Selatan melalui berbagai kegiatan antara lain kegiatan desiminasi, bimbingan dan pelatihan serta demplot/show window pengelolaan kakao dengan teknologi PHT. Hama dan Penyakit Utama Tanaman Kakao Hama PBK, Conopomorpha cramerella (Famili Gracillariidae:Ordo Lepidoptera) diketahui menyerang tanaman kakao di hampir seluruh daerah utama penghasil kakao di Indonesia. Serangan terjadi sejak buah muda sampai buah yang masak, menyebabkan penurunan produksi buah kakao hingga lebih dari 80% dan relatif sulit dikendalikan (Sulistyowati et al., 2003). Selain menurunkan produksi serangan hama ini juga menyebabkan kualitas biji menjadi rendah (Lim, 1992; Anshary, 2003). Hama PBK awalnya hanya diketahui menyerang tanaman kakao di Maluku bagian Utara dan kepulauan Sebatik di Kalimantan Timur. Selanjutnya pada tahun 1990an hama ini telah menyebar dengan cepat ke daerah lain di Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan daerah sentra produksi kakao lainnya (Puslit Koka, 2006; Ditjenbun, 2008). Hama ini dapat menurunkan hasil hingga 82% Selain PBK, hama yang sering dijumpai pada pertanaman kakao adalah Helopeltis spp. (Famili Miridae:Ordo Hemiptera). Pada tanaman kakao diketahui ada l ebih dari satu spesies Helopeltis, yaitu H. antonii, H. theivora dan H. claviver (Karmawati et al., 2010). Stadium yang merusak dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan imagonya yang menyerang buah muda dengan cara menusukkan alat mulutnya. Sambil mengisap cairan, kepik tersebut juga mengeluarkan cairan yang bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar tusukan. Selain buah, hama ini juga menyerang pucuk dan daun muda. Hama ini dapat menyebakan penurunan hasil 50-60%. Penyakit busuk buah disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora merupakan penyakit penting kakao di dunia terutama terjadi di daerah beriklim tropis dan sedang. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui percikan air hujan, persinggungan bagian sakit dengan bagian sehat, atau melalui agensia perantara seperti tikus, tupai atau binatang lainnya. Patogen ini menyerang daun, batang, pucuk, bantalan bunga dan terutama buah pada berbagai tingkatan umur. Buah-buah yang belum matang adalah yang paling peka terhadap serangan pathogen ini. Kerusakan paling besar terjadi pada umur 2 bulan sebelum buah matang (Ramlan, 2010). Kerugian yang diakibatkan dapat mencapai sekitar 50%. Penyakit VSD disebabkan oleh cendawan Oncobasidium theobromae, menyerang semua stadia tanaman mulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan. Penyakit ini menyebar melalui spora yang diterbangkan angin. Spora yang jatuh pada daun muda akan berkecambah jika tersedia air dan tumbuh masuk ke jaringan xylem. Gejala serangan yang terlihat adalah sari daun kedua atau ketiga dari titik tumbuh menguning dengan bercak-bercak PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 149

hijau. Daun-daun akhirnya gugur sehingga tampak gejala ranting gundul. Tangkai daun yang terserang bila dipotong terlihat 3 buah noktah berwarna coklat kehitaman. Bila ranting dibelah membujur terlihat garis-garis coklat pada jaringan xylem. Kerugian akibat penyakit ini bervariasi 3-60%. Teknologi PHT Tanaman Kakao Berdasarkan UU no. 12 tahun 1992 dan PP no. 6 tahun 1995, Kegiatan penanganan OPT dilaksanakan dengan menerapkan system Pengendalian Hama Terpadu dan pelaksanaannya merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Dalam budidaya kakao, upaya Pengendalian OPT juga dianjurkan untuk dilakukan secara terpadu. Komponen teknologi PHT yang diperlukan meliputi al.: 1. Penggunaan varietas tahan 2. Teknik Pemangkasan yang tepat pada tanaman kakao dan penaung 3. Sanitasi 4. Konservasi dan Pemanfaatan musuh alami 5. Aplikasi pestisida biologi/hayati dan atau 6. Aplikasi pestisida kimia secara tepat dan bijaksana 1. Penggunaan varietas tahan Penggunaan varietas unggul pada budidaya kakao saat ini merupakan prioritas utama yang harus diikut sertakan dalam satu paket budidaya. Beberapa varietas unggul baru telah dihasilkan dan telah diuji coba, antara lain DR 1, DR 2, dan DR 3. Dalam kaitan dengan serangan OPT khususnya penyakit busuk buah beberapa klon menunjukkan cukup tahan yaitu klon DRC 16 (kakao mulia), Sca 6, Sca 12 dan hibrida Sca 6 x DRC 16, Sca 89 x DRC 16, ICS 60 x DRC 16 (kakao lindak) (Sulistyowati et al., 2003). Untuk penyakit VSD, telah dihasilkan dan diuji hibrida dan klon toleran yaitu DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, ICS 60 x Sca 6, Sca 12 x ICS 6, klon DRC 15, klon KEE₂ (Karmawati et al., 2010). Di lapangan, khususnya di tingkat petani penggunaan varietas unggul maupun varietas toleran hama penyakit tertentu masih belum banyak digunakan. Hal ini nampaknya didasarkan pada tingkat kesadaran dan pengetahuan petani yang masih minim akan arti penting varietas unggul. Selain itu belum tersedianya bahan tanaman unggul yang mudah dijangkau oleh petani di daerah, terutama di luar Jawa. Kalaupun tersedia, petani juga harus mempertimbangkan perbedaan harga yang cukup jauh antara bibit unggul dan bibit local yang banyak tersedia di daerah. Keterbatasan modal seringkali juga menjadi penyebab petani menanam jenis atau klon kakao asalan yang lebih murah dan tersedia di sekitarnya. Untuk mengatasi hal ini perlu kiranya pemerintah maupun lembaga dan perusahaan terkait membangun sentra sentra pengembangan benih unggul berupa kebun-kebun entres baru baik local maupun introduksi dibeberapa sentra produksi kakao serta memperbanyak penangkar-penangkar benih kakao yang professional. 2. Teknik Pemangkasan yang tepat pada tanaman kakao dan penaung Selama masa tanaman kakao belum menghasilkan, pemeliharaan ditunjukkan kepada pembentukan cabang yang seimbang dan pertumbuhan vegetative yang baik. Disamping itu pemangkasan pohon pelindung tetap juga dilaksanakan agar percabangan dan dedaunannya tumbuh tinggi dan baik. Serta pemangkasan pohon pelindung sementara harus dilakukan agar 150 PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011

tidak menutupi tanaman kakao dan menghalangi sinar matahari serta menimbulkan persaingan dengan tanaman utama dalam mendapatkan air dan hara. Tanaman pelindung sementara ini biasanya sudah tidak perlukan lagi bila percabangan tanaman kakao tumbuh kearah samping dan sudah cukup lebat. Selain pada tanaman pelindung, pemangkasan juga diperlukan pada tanaman kakaonya sendiri untuk menghasilkan bentuk pertumbuhan yang baik dan produktif serta mempunyai umur ekonomis yang panjang. Dalam kaitannya dengan keberadaan hama dan penyakit, pemangkasan diperlukan untuk mengurangi kelembaban sehingga dapat menekan perkembangan hama dan penyakit. Beberapa hama dan penyakit kakao mempunyai korelasi yang signifikan dengan kondisi liingkungan yang lembab dan rimbun/teduh, antara lain penyakit yang disebabkan oleh jamur seperti busuk buah dan VSD. Hama PBK dan Helopeltis spp. juga berkembang biak dengan baik pada tajuk-tajuk tanaman kakao tertutup rapat dan rimbun. Melihat manfaat pemangkasan untuk perkembangan dan produktivitas kakao serta dalam menekan serangan hama dan penyakit penting, maka perlu pemangkasan ini dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan SOP nya. 3. Sanitasi Lingkungan Sekitar Sanitasi merupakan tindakan pembersihan areal perkebunan kakao dari sampah seperti ranting, cabang dan daun serta bahan lain seperti sisa-sisa kulit buah hasil panen termasuk juga buah kakao yang terserang hama penyakit yang tidak diinginkan yang dikhawatirkan akan menjadi sarang atau sumber berkembang biaknya hama dan penyakit. Disamping itu dilakukan juga pembersihan terhadap gulma atau rumput, biasanya pada tanaman kakao yang telah menghasilkan atau tajuk tanaman kakao yang sudah besar mampu membatasi pertumbuhan rumput atau gulma. Dalam kaitannya untuk Pengendalian hama dan penyakit kakao secara terpadu, tindakan sanitasi sangat diperlukan. Untuk mencegah serangan hama PBK, tindakan sanitasi yang sering dilakukan yaitu dengan melakukan pembersihan buah terserang yang sudah dipanen. Buah kemudian dibelah, buah busuk, kulit buah, plasenta dan sisa panen lainnya yang bergejala dimasukkan ke dalam lobang tanah pada hari panen kemudian ditutup tanah setebal 20-30 cm (karmawati et al.,2010). Tindakan ini dilakukan untuk mencegah agar hama PBK yang ada dalam sampah tersebut tidak berkembang dan keluar menyerang buah di pohon sehingga memutus siklus hama tersebut. Tindakan sanitasi untuk mengatasi penyakit busuk buah oleh Phytophthora palmivora dapat dilakukan dengan melakukan pemanenan buah-buah yang menunjukkan gejala terserang kemudian dibenam dalam lobang tanah sedalam 30 cm. Pemanenan buah terserang ini minimal dilakukan 4 minggu sekali, idealnya satu minggu sekali. Selanjutnya panen buah sehat dilakukan setiap 2 minggu akan mencegah perkembangan spora di kebun (Jackson and Wright, 2001). Menurut Dakwa et al.( 1988) dalam Opoku et al. (2007) bahwa membuka buah-buah yang terserang dengan interval 10 hari adalah efektif, meskipun kurang menguntungkan. Buah-buah yang sakit yang telah dipanen kemudian dibenam dalam tanah. Tindakan sanitasi dapat juga dilakukan dengan membersihkan lingkungan sekitar pertanaman tersebut dari sampah dan gulma serta tanaman lain yang merupakan tempat berkembangnya hama dan penyakit. PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 151

Konservasi dan Pemanfaatan Musuh Alami Konservasi musuh alami umumnya dilakukan untuk mengatasi OPT jenis hama. Konservasi musuh alami dapat dilakukan melalui pengembangan teknik pengelolaan ekosistem yang tidak berdampak negatif terhadap musuh alami. Hal ini berkaitan erat dengan sistem PHT yang merupakan penjabaran dari strategi pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam konservasi musuh alami, pengelolaan pestisida dalam Pengendalian hama mempunyai arti yang sangat penting. Aplikasi pestisida yang tidak bijaksana, terutama pestisida yang berspektrum lebar akan menyebabkan tingkat populasi musuh alami akan menurun, sehingga tidak dapat berperan mengatur populasi hama. Berbagai hasil penelitian konservasi musuh alami umumnya menunjukkan pentingnya arti pengelolaan pestisida dalam pengendalian hama. Apabila aplikasinya tidak bijaksana, terutama pestisida yang berspekrum lebar, tingkat populasi musuh alami akan menurun, sehingga tidak dapat berperan sebagai pengatur populasi hama (Arifin, 1999). Upaya konservasi musuh alami pada pertanaman kakao dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain penerapan budidaya tanaman sehat yang mendorong berperannya musuh alami, dan pengumpulan dan pemeliharaan musuh alami seperti semut hitam untuk hama PBK dan Helopeltis. Usaha melestarikan musuh alami dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: 1) Pendayagunaan teknik budidaya tanaman sehat yang mendorong berperannya musuh alami, misalnya penanaman varietas tahan, sanitasi selektif dan penanaman dengan sistem tumpangsari, 2) Pengumpulan dan pemeliharaan kelompok telur. Parasitoid telur yang muncul dibiarkan lepas ke pertanaman, sedangkan telur yang menetas menjadi ulat, dimusnahkan, 3) Penggunaan pestisida secara bijaksana. Pestisida digunakan secara selektif, sebagai pilihan terakhir apabila populasi hama tidak dapat dikendalikan dengan cara lain dan apabila berdasarkan hasil pemantauan, populasi hama telah melampaui ambang kendali (Arifin, 1999) Hama PBK mempunyai musuh alami antara lain semut hitam, Dolichoderus thoracicus dan jamur entomopatogen, Beauveria bassiana. Peningkatan populasi semut hitam dapat dilakukan dengan cara menyediakan sarang buatan berupa lipatan daun kelapa dan koloni kutu putih sebagai sumber makanan semut. Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Penyakit ini disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan, dan biasanya penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah hujan tinggi dengan kondisi lembab. 5. Pengendalian hayati dengan musuh alami dan pestisida nabati Pengendalian hayati hama PBK dapat dilakukan dengan memanfaatkan semut hitam, Dolichoderus thoracicus juga dapat dilakukan dengan aplikasi jamur entomopatogen B. bassiana dan parasitoid telur Trichogrammatoidea spp. (Sulistyowati et al., 2003; Karmawati et a., 2010). Junianto dan Sulistyowati (2000) dalam Sulityowati (2003) menyatakan bahwa penyemprotan bioinsektisida B. bassiana isolate Bb 725 pada buah kakao muda dan cabang horizontal dengan dosis 50 100 gr spora/ha sebanyak lima kali mampu menekan serangan PBK 54 60,5% dan tidak berpengaruh terhadap musuh alami dan serangga berguna lain. Selain B. bassiana, aplikasi jamur Paecilomyces fumosoroseus dan bakteri Bacillus thuringiensis mampu menekan serangan hama PBK. Sedangkan untuk Pengendalian penyakit busuk buah kakao menurut Sri-Sukamto (2003) aplikasi Trichoderma spp cukup baik 152 PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011

meskipun tidak sebaik fungisida tembaga, namun dari sisi kesehatan lingkungan dan pengembangan produk organic sangat diperlukan. Selain penggunaan musuh alami Pengendalian OPT kakao dapat dilakukan dengan pestisida nabati. Beberapa ekstrak tumbuhan dilaporkan cuckup efektif menekan populasi hama kakao, seperti ekstrak biji/daun mimba, Beberapa pestisida nabati yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama PBK dan Helopeltis antara lain daun tembakau, sirih hutan, biji/daun mimba, umbi gadung, biji srikaya/nona sebrang, daun gamal, biji jarak. 6. Aplikasi pestisida kimia secara tepat dan bijaksana Hingga saat ini penggunaan pestisida kimia masih banyak dilakukan petani untuk melindungi tanaman kakao dari serangan OPT. Hal tersebut dilakukan karena petani tidak mau ambil resiko kehilangan hasil. Disamping itu cara ini mudah dan praktis, barangnya mudah didapat di pasaran, serta hasilnya cepat kelihatan. Alasan lain karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran petani akan kelestaraian lingkungan sekitar. Dalam konsep PHT, penggunaan pestisida kimia juga merupakan salah satu komponen di dalamnya. Akan tetapi penggunaan pestisida merupakan pilihan terakhir apabila cara lain sudah tidak mampu mengatasi. Penggunaan pestisida harus dilakukan secara tepat (tepat waktu, jenis tanaman, jumlah/dosis, sasaran/opt aplikasi, tempat dan alat) dan bijaksana. Penggunaan pestisida harus secara selektif untuk mengembalikan populasi hama pada tingkat keseimbangannya. Selektivitas pestisida didasarkan atas sifat fisiologis, ekologis, dan cara aplikasi. Penggunaan pestisida diputuskan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang kendali. Pestisida yang dipilih harus yang efektif dan direkomendasikan (Arifin, 1999). Percepatan Penerapan PHT pada Tanaman kakao Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam Pengendalian OPT kakao dan dengan melihat kelebihan dan kekurangan komponen teknologi yang ada pada kondisi agroekosistem yang berbeda, maka strategi Pengendalian OPT yang paling tepat adalah dengan Pengendalian secara terpadu. Hasil Pengendalian Hama Terpadu pada tanaman kakao di Kalimantan Timur terutama untuk mengatasi hama PBK dan Helopeltis sp. meliputi penggunaan komponen pemangkasan, pemupukan berimbang, penyiangan, panen sering, penimbunan limbah kakao dan pengerodongan buah dapat mengurangi serangan PBK dari 41,29% menjadi 15% dan meningkatkan persentase buah sehat hingga 18,66% serta menekan populasi Helopeltis sp. hingga 24% (Mujiono et al., 2011). Penerapan paket teknologi PHT juga telah dilakukan untuk Pengendalian hama PBK, tikus dan penyakit busuk buah di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi barat dengan komponen PHT yang diterapkan meliputi pengerodongan buah muda, panen sering, sanitasi, pemupukan, pemangkasan dan pengembangan semut hitam. Hasil pendapatan petani pelaksana paket PHT meningkat hingga mencapai Rp 13.376.180,- jauh lebih besar dibanding petani non PHT yaitu Rp 9.115.000,- (Taufik dan Sjafaruddin, 2009). Berdasarkan pengalaman tersebut sehingga untuk hama PBK, PHT yang disarankan meliputi cara kultur teknik melalui pangkasan bentuk, pemupukan berimbang, panen sering yang diikuti dengan sanitasi, pengendalian hayati dengan semut hitam dan jamur B. bassiana, penyelubungan buah, dan penggunaan insektisida piretroid bila serangan sudah melampaui PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 153

ambang kerusakan. Sedang untuk penyakit busuk buah komponen PHT meliputi sanitasi, mengurangi kelembaban tanaman dengan pemangkasan tanaman kakao dan penaung, menanam tanaman tahan, sanitasi dengan membersihkan buah terserang dan penggunaan pestisida bila perlu. Untuk mendorong petani kakao mau melakukan teknologi PHT tersebut perlu langkah-langkah operasional yang nyata melalui kegiatan-kegiatan yang melibatkan langsung petani dengan inisiasi pemerintah atau lembaga terkait yang kompeten. Hasil kajian BBP2TP th 2009, untuk percepatan adopsi teknologi diperlukan 3 strategi yaitu 1) pelibatan petani, 2) fasilitasi permodalan dan 3) pendampingan teknologi. Percepatan adopsi teknologi dengan system transfer teknologi dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan salah satunya melalui pendekatan kerjasama petani penyuluh-peneliti. Kerjasama ketiganya ini mempunyai peran masing-masing dan dapat mempercepat umpan balik dari petani langsung ke peneliti maupun ke penyuluh (Hendayana, 2009). Kegiatan diseminasi untuk percepatan adopsi teknologi PHT tersebut dapat diawali dengan pertemuan dan sosialisasi tentang perlunya Pengendalian secara tepat dan terpadu serta aman terhadap lingkungan. Selanjutnya dilakukan demplot dengan melibatkan langsung petani untuk berperan aktif di dalamnya, serta dilakukan pelatihan-pelatihan yang mendukung. Untuk keberlanjutan program kegiatan demplot dilakukan pendampingan teknologi agar berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Anshary, A. 2003. Potency klon kakao tahan penggerek buah Conopomorpha cramerella dalam Pengendalian hama terpadu. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Bogor, 17-18 September 2002. Arifin, M. 1999. Pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian hama utama tanaman teh, kopi, dan kelapa. Seminar Pemasyarakatan PHT Tanaman Perkebunan. Dinas Perkebunan Kabupaten Bogor, 4-5 Agustus 1999. 19 p. Ditjenbun, 2009. Peta penyebaran Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) utama tanaman kakao. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kemenerian Pertanian Handoko dan Sundahri, 2004. Potensi Nikotin Tembakau sebagai Pestisida Nabati untuk Pengendalian Helopaltis antonii Pada Tanaman Kakao Hendayana, R., 2009. Strategi percepatan adopsi untuk mendukung pembangunan pertanian. www.scribd.com. Jan 2009. Jackson, G.V.H. and Wright, J.G. 2001. Black pod and canker of cocoa. Pest Advisory Leaflet No. 7. Plant Protection Service. Secretariat of The Pacific Community. Karmawati, E., Z. Mahmud, M. Syakir, J. Munarso, K. Ardana dan Rubiyo. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 92 hal Lim, GT. 1992. Biology, Ecology and control of cocoa podborer, Conopomorpha cramerella (Snellen). In: Keane, PJ, Putter CAJ (eds). Cocoa pest and disease management in Southest Asia and Autralasia. FAO Plant Production and protection paper. Mujiono,Tarjoko dan Samuji, 2011. Dampak Pengendalian Hama Terpadu Kakao terhadap Serangan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramella (Sn.)) (Lepidoptera : Gracillariidae) dan Helopeltis sp. (Hemiptera : Miridae). http// jurnal pei-pusat 154 PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011

Opoku, I.Y., Assuah, M.K. and Aneani, F. 2007. Management of black pepper pod disease of cocoa with reduced number of fungicide application and crop sanitation. African Journal of Agricultural Research, 2(11):601-604. Ramlan, 2010. Pengelolaan Penyakit Busuk Buah kakao. Prosiding Seminar Ilmiah PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010. Pp. 380-387. Sulistyowati, E., Junianto,Y.D., Sri-Sukamto, Wiryadiputra, S., Winarto,L. dan Primawati, N. 2003. Analisis status penelitian dan pengembangan PHT pada pertanaman kakao. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Bogor, 17-18 September 2002. Taufik, M. dan M. Sjafaruddin. 2009. Kajian kelembagaan dan Pengendalian hama terpadu pada usaha tani kakao di kabupaten Polewali Mandar. www. BBP2TP.litbang.deptan.go.id. Wardojo, 1980. The cocoa pod borer. A major hidrance to cocoa development. Indonesia Agricultural Research Development of Journal. 2: 1-4. PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 155