PERATURAN MENTERI KEUANGAN 203/PMK.011/2008 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN,

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 of 5 21/12/ :02

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/ PMK.010/201 7 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta dalam rangka melaksanakan ketentuan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-19/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Pabrikan Rokok "A" dalam Masan Pajak November 2000 melakukan kegiatan sebagai berikut :

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 134/PMK.04/2007 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-19 / BC / 1997 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 52 /BC/2012

P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2010

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 96/PMK.04/2010 TENTANG


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 29 /BC / 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131/PMK.011/2013 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.010/2015

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 147/PMK.010/2016 TENT ANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR : KEP-19/BC/1999 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

IMPORTASI BARANG KENA CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI MEMUTUSKAN :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-17/BC/1998 TENTANG

BAB III GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROKOK DAN PERKEMBANGAN CUKAI TEMBAKAU DI INDONESIA. A. Perkembangan Industri Rokok di Indonesia

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16 /BC/2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

TENTANG PELUNASAN CUKAI MENTERI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 117/PMK.04/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 111/PMK.04/2008 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA CUKAI YANG SELESAI DIBUAT MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.04/2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG

NOMOR 115/PMK.04/2008 TENTANG PENCACAHAN DAN POTONGAN ATAS ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL MENTERI KEUANGAN,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG

235/PMK.04/2009 PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. MESIN. Pelinting. Sigaret. Pengawasan. Penggunaan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI DI BIDANG CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2009 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH

Procedure Of Procurement, Registration Of Order And In-Cash Settlement Of Tobacco Excise At Regional Custom And Excise Office Of Panarukan Situbondo

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P 14/BC/2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-15/BC/2008 TENTANG

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERA TURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174/PMK.03/2015 TENT ANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PMK.04/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 /PMK.04/2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 106/PMK.04/2007 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR KEMBALI BARANG YANG TELAH DIEKSPOR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PAJAK ROKOK PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

2017, No Transfer ke Daerah dan Dana Desa, persetujuan atas pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau untuk provinsi/kabupaten/kota yang d

Transkripsi:

MENTERII<:EUANGAN I,E PUI3LH< SALINAN PERATURAN MENTERI NOMOR 203/PMK.011/2008 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERI, Menimbang Mengingat bahwa dalam rangka melaksanakan keten~an Pasal5 ayat (5) Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentangcukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, periu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif Cukai HasH Tembakau; 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 2. Keputusan Presiden Nomor 20jP Tahun 2005; MEMUTUSKAN: Menetapkan PERATURAN MENTERI TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU. BABI KETENTUAN UMUM Pasall Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum. 2. Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik.

MENTERII<EUANGAN 3. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan ciua dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 4. Sigaret Kretek Mesin yang selanjutnya disingkat SKM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik ash maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. 5. Sigaret Putih Mesin yang selanjutnya disingkat SPM adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. 6. Sigaret Kretek Tangan yang selanjutnya disingkat SKT adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik ash maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. 7. Sigaret Kretek Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SKTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik ash maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita. cukai, tanpa menggunakan mesin. 8. Sigaret Putih Tangan yang selanjutnya disingkat SPT adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.. 9. Sigaret Putih Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SPTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.

MENTERI 10. Sigaret Kelembak Menyan yang selanjutnya disebut KLM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/ atau kemenyan ash maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. 11. Cerutu yang selanjutnya disebut CRT adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-iembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 12. Rokok Daun atau Klobot yang selanjutnya disebut KLB adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot),.atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 13. Tembaku Iris yang selanjutnya disebut TIS adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 14. Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya yang selanjutnya disingkat HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam angka 4 sampai dengan angka 13 yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan seiera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 15. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 16. Importir Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau yang selanjutnya disebut Importir adalah orang pribadi atau badan hukum yang memasukkan barang kena cukai berupa hasil tembakau ke dalam daerah pabean. 17. Batasan harga jual eceran per batang atau gram adalah rentang harga jual eceran per batang atau gram atas masing-masing jenis hasil tembakau produksi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan Importir yang ditetapkan Menteri. 18. Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi penjualan yang terjadi pada tingkat konsumen akhir. 19. Produksi Pabrik adalah produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai.

MENTERI 20. Batasan Jumlah Produksi Pabrik adalah batasan produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai, dalam satu tahun takwim sebelum Tahun Anggaran berjalan. 21. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 23. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Cukai. BABII PENGGOLONGANPENGUSAHAPABRIK Pasal 2 (1) Pengusaha Pabrik hasil tembakau dikelompokkan dalam golongan pengusaha berdasarkan masing-masing jenis dan jumlah produksi hasil tembakau, sesuai Batasan Jumlah Produksi Pabrik sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini. (2) Penyesuaian kenaikan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau wajib dilakukan oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau pada saat Produksi Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang bersangkutan. (3) Dalam hal hasil produksi dalam satu tahun takwim kurang dari. Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau, Pengusaha Pabrik hasil tembakau dapat mengajukan permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau kepada Kepala Kantor. (4) Permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat bulan Januari tahun takwim berikutnya sebelum dokumen pemesanan pita cukai pertama kali diajukan. (5) Atas permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor menetapkan keputusan menerima atau menolak permohonan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

MENTERI (6) Dalam hal permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hash tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikabulkan, Kepala Kantor menerbitkan keputusan penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau. (7) Dalam hal permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hash tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor memberikan surat dengan menyebutkan alasan penolakan. (8) Penurunan golongan Pengusaha Pabrik hash tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan untuk satu tingkat lebih rendah dari golongan Pengusaha Pabrik hash tembakau sebelumnya. BABIII TARIFCUKAI Pasal 3 (1) Tarif cukai hash tembakau ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan batang atau gram hash tembakau. (2) Penetapan tarif cukai hash tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan: a. golongan pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);dan b. Batasan harga jual eceran per batang atau gram yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 4 (1) Penetapan Batasan harga jual eceran per batang atau gram dan tarif cukai per batang atau gram setiap jenis hash tembakau dari masing-masing golongan Pengusaha Pabrik hashtembakau adalah sebagaimana ditetapkim dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini. (2) Untuk dapat digolongkan dalam penetapan tarif cukai per batang atau gram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap jenis hash tembakau ditentukan berdasarkan jenis, jumlah produksi, dan:

MENTERI a. harga jual eceran yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dan masih berlaku, yang ditetapkan oleh Kepala Kantor kecuali harga jual eceran hasil tembakau yang diberikan kepada karyawan Pabrik dan pihak ketiga; b. harga jual eceran yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau untuk hasil tembakau merek baru; atau c. harga jual eceran yang mengalami kenaikan. Pasal 5 (1) Untuk penggolongan dalam Batasan harga jual eceran per batang atau gram, hasil akhir perhitungan harga jual eceran per batang atau gram dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan Rp 1,00 (satu rupiah). (2) Harga jual eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b atau huruf c dibulatkan ke atas dalam kelipatan Rp 25,00 (dua puluh lima rupiah) per kemasan. Pasal 6 Harga jual eceran merek baru dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir tidak boleh lebih rendah dari harga jual eceran yang masih berlaku atas merek hasil tembakau yang dimilikinya dalam satuan batang atau gram untuk jenis hasil tembakau yang sarna. Pasal 7 Tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 ayat (2) masing-masing Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir ditetapkan oleh Kepala Kantor dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan tarif cukai hasil tembakau. Pasal 8 (1) Keputusan mengenai penetapan tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dinyatakan batal, apabila selama lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang bersangkutan:

MENTERI a. tidak pernah merealisasikan pemesanan pita cukainya dengan menggunakan dokumen pemesanan pita cukai; atau b. tidak pernah merealisasikan ekspor hash tembakaunya dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang kena cukai yang belum dhunasi cukainya dari pabrik hash tembakau untuk tujuan ekspor. (2) Untuk dapat menggunakan kembali penetapan tarif cukai hash tembakau atas merek hash tembakau yang dinyatakan batal sebagaimana dimaksud pada ayat (I), Pengusaha Pabrik hash tembakau atau Importir harus mengajukan kembali permohonan mengenai penetapan tarif cukai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Pengusaha Pabrik hash tembakau atau Importir tidak dapat menurunkan harga jual eceran yang masih berlaku atas merek hash tembakau yang dimilikinya. Pasal 9 (1) Dalam hal Harga Transaksi Pasar telah melampaui Batasan harga jual eceran per batang atau gram diatasnya, Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir mengajukan penyesl,1aian tarif cukai. (2) Dalam hal Harga Transaksi Pasar berada pada posisi Batasan harga jual eceran per batang atau gram tertinggi pada masingmasing jenis hash tembakau telah melampaui 5% (lima persen) dari harga jual eceran yang berlaku atau harga yang tercantum dalam pita cukai, Pengusaha Pabrik hash tembakau atau Importir wajib mengajukan permohonan penyesuaian kenaikan harga jual eceran sebagai dasar perhitungan PPN hasil tembakau. (3) ApabHa berdasarkan hash pemantauan Pejabat Bea dan Cukai pada wilayah dan dalam periode pemantauan tertentu kedapatan Harga Transaksi Pasar telah melampaui Batasan harga jual eceran per batang atau gram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/ atau telah melampaui 5% (lima persen) dari harga jual eceran yang berlaku atau harga yang tercantum dalam pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Cukai atas nama Direktur Jenderal memberitahukan hal tersebut kepada Pengusaha Pabrik hash tembakau atau Importir yang bersangkutan dengan surat pemberitahuan.

MENTERI (4) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penerimaan surat pemberitahuan sebagaimaria dimaksud pada ayat. (3), Pengusaha Pabrik hasil tembakau, Importir, atau kuasanya tidak memberikan sanggahan atau mengajukan permohonan, Direktur Cukai atas nama Direktur Jenderal memberitahukan hal tersebut kepada Kepala Kantor untuk melakukan penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau. Pasal10 Tarif cukai dan batasan harga jual eceran terendah per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau yang diimpor adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. BABIV KETENTUANLAIN-LAINDAN KETENTUANPERALIHAN Pasalll Harga jual eceran per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau untuk tujuan ekspor ditetapkan sarna dengan harga jual eceran per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau dari jenis dan merek hasil tembakau yang sarna, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri. Pasal12 (1) Kepala Kantor wajib melakukan penagihan atas kekurangan perhitungan pembayaran cukai dan pungutan negara lainnya, yang pelaksanaan pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang terjadi akibat: a. kenaikan golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasa12 ayat (2);dan/ atau b. penggolongan harga jual eceran per batang atau gram sebagaimana dimaksud dalam Pasa14 ayat (1).

MENTERI (2) Atas kekurangan perhitungan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai sanksi administrasi berupa denda. Pasal13 Lampiran I sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 ayat (1), Lampiran II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dan Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam Pasal10, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal14 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan tarif cukai hasil tembakau diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal15 Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Kepala Kantor menetapkan tarif cukai untuk masing-masing harga jual eceran yang masih berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/KMK04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK04/2007, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal16 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar Dan Tarif Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK04/2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal17 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal1 Februari 2009.

MENTERI Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta. pada tanggal 9 Desernber 2008 JY.1ENTERI ttd. SE.I MULYANI INDRAWATI

MENTERI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI NOMOR 2'OJ /PMK.Oll/2.0.D.8. TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU GOLONGAN PENGUSAHA PABRIK HASIL TEMBAKAU Jenis Golongan Batasan Jumlah Produksi Pabrik Pengusaha Pabrik I Golongan III I SKTF. KLM Lebih SKM SPM dari 500 juta II batang tetapi tidak lebih dari 2 milyar Lebih Tidak HPTL CRT atau TIS dari SPTF lebih KLB Tanpa 2dari milyar Tanpa 2 500 milyar batang juta I batang Tanpa batanp; batasan II II jumlah produksi MENTERI ttd. SRI MULYANI INDRAWATI

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI NOMOR ZQ3 /PMK.Oll/.20.08.. TENTANG TARIF CUKAI HASILTEMBAKAU BATASAN HARGA JUAL ECERAN DAN TARIF CUKAI PER BATANG ATAU GRAM HASIL TEMBAKAU BUATAN DALAM NEGERI hash tembakau Golongan Batasan harga jual per eceran batang atau gram atau per gram batang Tarif cukai Golongan pengusaha pabrik 380 50 9.000 54 230 185 SKM SPM Paling rendah Rp 600 375 Lebih sampai dengan dari Rp 450 600 450 170Lebih 290Lebih 135 200Lebih 130SKT 150 280 40 75Paling SKTF atau rendah SPTF Paling rendah 600 sampai dengan 550 254 349 Lebih dari 590 300 379 630Rp 630 210Lebih 260 175 19 21 Lebih Lebih KLM KLB TIS dari Rp 630 380 Rp 250 Paling sampai 234 dengan 149 Rpsampai 660 430 dari Rp 50.000 sampai dengan Rp 100.000 100 250 1.200 HPTL CRT Tanpa dari rendah Rp 250 Lebih Rp Rp180 dari 40 sampai Rp 20.000 dengan sampai Rp dengan 250 149 Rp 100.000 dengan 20.000 10.000 660Rp Rp 25050.000 Lebih dari Rp 5.000 180sampai dengan Rp Rp Paling rendah Rp 275 20.000 Lebih dari Rp 100.000 MENTERI ttd. SIn MULYANI INDRAWATI Kepal

MENTERI LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI NOMOR 20.3....jPMK.Oll/20.08. TENTANG TARIF CUKAI HASILTEMBAKAU No. TARIF CUKAI DAN HARGA JUAL ECERAN MINIMUM HASIL TEMBAKAU YANG DIIMPOR Batasan HJE terendah batang. Tarif Cukai atau per gram batang per atau gram Jenis Hasil Tembakau 200 290 21 25 17 100 SKTF HPTL KLM SKM SPM KLB CRT atau TIS SPTF Rp Rp Rp 100.000 251 601 661 180 275 Rp Rp 290 591 661 1. MENTERI ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Kepal