Eva Nurmarini 1, Supriyanto Wagiman 2 dan Bandi Supraptono 3 1 Politeknik Pertanian Negeri, Samarinda. 2 Laboratorium Industri Hasil Hutan Fahutan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kusno Yuli Widiati Laboratorium Rekayasan dan Pengujian Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU IPIL (Endertia spectabilis Steenis & de Wit Sidiyasa) BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN DALAM BATANG

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

BAB V ANALISIS HASIL

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

Dwiyanto Purnomosidhi 1), Bandi Supraptono 1) dan Edi Sukaton 3)

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

Effect of Particle Layerson Mechanical Characteristics (MoE And MoR) Of Particle Board Of Ulin Wood (Eusideroxylon Zwageri T.Et.B)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB)

BAB III METODE PENELITIAN

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

DAFTAR ISI HALAMAN. vii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

PENGARUH POLA SAMBUNGAN DAN BANYAKNYA JUMLAH LAPISAN TERHADAP SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA PAPAN LAMINA KAYU MERANTI MERAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

C11. SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji 2. Pemilahan Contoh Uji

KAYU LAPIS BAMBU (BAMBOO PLYWOOD) DARI PEMANFAATAN LIMBAH KERAJINAN BILIK BAMBU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

PENGARUH COMPACTION RATIO TERHADAP SIFAT PAPAN LANTAI PARTIKEL KAYU JATI DAN SENGON

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

METODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

SIFAT FISIK MEKANIK PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis acq)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

SIFAT MEKANIK PAPAN GYPSUM DARI SERBUK LIMBAH KAYU NON KOMERSIAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

SIFAT FISIK DAN MEKANIS PAPAN SAMBUNG DARI KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii) DAN KAYU DURIAN (Durio zibethinus) DENGAN MENGGUNAKAN PEREKAT PV Ac

Transkripsi:

KETEGUHAN LENTUR STATIS DAN KETEGUHAN REKAT KAYU LAMINA DARI KAYU PALELE [CASTANOPSIS JAVANICA (BLUME.) A.DC.] DAN MALAU (PALAQUIUM QUERCIFOLIUM BURCKL.) Eva Nurmarini 1, Supriyanto Wagiman 2 dan Bandi Supraptono 3 1 Politeknik Pertanian Negeri, Samarinda. 2 Laboratorium Industri Hasil Hutan Fahutan Unmul, Samarinda. 3 Laboratorium Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Fahutan Unmul, Samarinda ABSTRACT. Modulus of Elasticity and Bonding Strength of Lamina Wood of Species of Palele (Castanopsis javanica (Blume) A. Dc.) and Malau (Palaquium quercifolium Burckl.). The research was aimed to determine product the lamina wood from species of Palele and Malau using some combination of wood species, types of glue (PVA and MUF) and number of layers (2 and 3 layers) as well as to assay the modulus of elasticity (MoE) and the bonding strength (DIN 52 187 79). The research resulted that the density of solid wood before gluing were 0.549 g/cm 3 (Palele) and 0.570 g/cm 3 (Malau). The moisture content from both species were 11.960% (Palele) and 11.046% (Malau). The values of shear strength, MoE and modulus of rupture (MoR) from the solid wood of Palele were lower than that of Malau. The highest density of lamina wood from the treatment of PVA + Tangential + Malau + Malau) was 0.582 g/cm 3, whereas the lowest density was from MUF + Radial + Palele + Palele) of 0.513 g/cm 3. The highest moisture content from the treatment of PVA + Radial + Malau + Malau was 12.248%, whereas the lowest moisture content was from PVA + Radial + Palele + Palele of 11.077%. The highest average value of shear strength and wood destroyer were obtained from PVA + Tangential + Malau + Malau of 7.640 N/mm 2 and 96%, respectively. The highest penetration of lamina wood was obtained from the treatment of PVA + Tangential + Malau + Malau of 584.769 µm; whereas the lowest penetration was from MUF + Radial + Palele + Palele of 188.327 µm. The highest value of MoE and MoR from 2 layers lamina wood were obtained from the treatment of PVA + Malau + Malau of 14651.745 N/mm 2 and 93.815 N/mm 2, respectively and the lowest value were obtained from MUF+Palele+Palele of 9529.066 N/mm 2 and 56.066 N/mm 2, respectively. The highest value of MoE and MoR from 3 layers of lamina wood were obtained from the treatment of PVA + Malau + Malau of 15661.524 N/mm 2 and 96.555 N/mm 2, respectively and the lowest value were obtained from the treatment of MUF + Palele + Palele of 9545.449 N/mm 2 (MoE) and MUF + Palele + Malau of 85.582 N/mm 2. Kata kunci: keteguhan lentur statis, keteguhan rekat, lamina, Palele, Malau. Efisiensi hasil hutan khususnya pemanfaatan kayu limbah kilang penggergajian, industri kayu lapis atau pemanfaatan kayu yang berdiameter kecil antara lain adalah mengolahnya dalam berbagai industri pengolahan kayu yang tidak mensyaratkan bahan baku kayu berukuran besar seperti pada industri pulp, papan partikel, papan blok atau kayu lamina. Selain itu, kayu lamina merupakan salah satu langkah efisiensi pemakaian sumberdaya hutan berupa kayu untuk memanfaatkan 24

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 25 kayu kurang dikenal (lesser known species). Kayu lamina adalah papan yang direkat dengan perekat tertentu secara bersama-sama dengan arah serat yang pararel. Dari potongan kayu kecil dapat dibuat kayu lamina dengan panjang dan tebal yang diinginkan dengan cara menyambung ujung papan dan merekatkan bagian sisinya (Subyakto, 1989). Kayu Malau (Palaquium quercifolium Burckl.) dan Palele (Castanopsis javanica (Blume.) A.Dc.) merupakan jenis kayu yang kurang dikenal atau belum banyak dimanfaatkan. Jenis-jenis kayu tersebut mempunyai kelas kerapatan yang sedang dan dapat dibuat kayu lamina. Jenis perekat yang digunakan disesuaikan dengan peruntukan kayu lamina nantinya. Perekat yang digunakan adalah Polivinil Acetat (PVA) dan Melamin Urea Formaldehide (MUF). Perekat PVA banyak digunakan dalam pembuatan kayu lamina dalam kegiatan industri kayu dan termasuk dalam tipe thermoplastic yang akan lebih baik penggunaannya untuk keperluan interior, sedangkan untuk pemakaian perekat Melamin Urea Formaldehide (MUF) lebih tahan terhadap air, stabil terhadap panas lebih tinggi dan kemampuan untuk mengikat pada temperatur yang rendah. Keteguhan rekat kayu lamina dipengaruhi bidang orientasi perekatan kayu yaitu bidang radial dan tangensial dan jumlah lapisan. Kayu lamina yang akan digunakan untuk bahan struktural bangunan harus diketahui kekuatannya seperti keteguhan lentur (MoE), keteguhan patah (MoR) dan keteguhan rekatnya dengan cara uji geser serta persentase kerusakan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan kadar air serta kerapatan kayu lamina dari jenis Malau dan Palele dengan kayu solidnya; mengetahui pengaruh kombinasi jenis kayu, jenis perekat dan bidang rekat terhadap keteguhan rekat geser kayu lamina; mengetahui persentase kerusakan kayu dan penetrasi perekat yang terjadi pada kayu lamina; mengetahui pengaruh kombinasi jenis kayu, jenis perekat dan jumlah lapisan terhadap keteguhan lentur (MoE) dan keteguhan patah (MoR). Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pemanfaatan kayu Malau dan Palele sebagai bahan baku kayu lamina sehingga diperoleh gambaran mengenai sifat fisik dan mekanik kayu lamina dilihat dari segi keteguhan rekat geser, kerusakan kayu, keteguhan lentur (MoE) dan keteguhan patahnya (MoR). METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di laboratorium Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman dan Bengkel Kerja Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Samarinda. Bahan penelitian berupa kayu Palele (P) dan Malau (M) masing-masing 3 pohon yang diambil dari hutan alam Desa Belayan, Kecamatan Kota Bangun Kutai Kartanegara. Bahan perekat yang digunakan yaitu Perekat Polivinil Acetat (PVA) dengan merk dagang Lem Rajawali S 3005 dan Melamin Urea Formaldehide (MUF) SM 288 didapat dari PT Mugitriman Intercontinental, Jambi. Peralatan yang digunakan antara lain: gergaji bundar, mesin ketam, mesin kempa dingin, alat pengujian (Universal Testing Machine), kompresor, tanur

26 Nurmarini dkk. (2008). Keteguhan Lentur Statis pengering, desikator, mikrotom, projection microscope, penggaris, jangka, kepik (untuk pemoles perekat), kaliper digital, timbangan analitik, gelas piala dan gelas pengaduk. Bahan baku berupa 3 batang pohon (tiap jenis) dengan tinggi bebas cabang 7 9 m, diameter 30 40 cm. Kemudian masing-masing batang dipotong dengan sistem quarter sawn pada arah tangensial untuk pengujian keteguhan lentur statis (MoE/MoR) menjadi potongan kayu berukuran 6x6x90 cm (kayu solid); 2,7x6x90 cm (kayu lamina 2 lapis) dan 1,8x6x90 cm (kayu lamina 3 lapis). Untuk pengujian keteguhan geser, batang dipotong pada arah radial dan tangensial, sedangkan untuk pengujian kadar air dan kerapatan kayu sebelum dan setelah perekatan digunakan potongan berukuran 2x2x2 cm. Balok-balok tersebut dikeringudarakan sampai diperoleh kadar air kering udara yang stabil kemudian dimasukkan ke dalam ruang konstan selama ±3 minggu dengan temperatur 20±2 C dan kelembapan udara 65±3% sampai mencapai kadar air ±12%. Contoh uji kayu lamina untuk pengujian keteguhan lentur statis menggunakan standar DIN 52 186 78. Perlakuan yang diberikan yaitu kombinasi jenis kayu (PP, MM dan PM), jenis perekat (PVA dan MUF) dan jumlah lapisan (2 dan 3 lapis). Jumlah perekat yang akan dilaburkan yaitu 0,04 g/cm 2. Selanjutnya pengempaan dingin dengan tekanan 10 bar (setara dengan 1 N/mm 2 ) selama 60 menit.dilanjutkan dengan pengelaman selama 24 jam. Contoh uji kayu lamina kemudian disimpan di dalam ruang konstan ± satu minggu. Contoh uji kayu lamina untuk pengujian keteguhan geser menggunakan standar DIN 52 1867-79. Perlakuan yang diberikan yaitu jenis perekat (PVA dan MUF), bidang rekat (radial dan tangensial) dan kombinasi jenis kayu (PP, MM dan PM). Proses selanjutnya sama dengan keteguhan lentur statis, tetapi dengan ukuran akhir contoh uji 5x5x5 cm (kayu solid) dan 2,5x5x5 cm (kayu lamina). Contoh uji kayu lamina untuk pengujian kerapatan dan kadar air kayu berukuran 2x2x2 cm dan hasil pengukuran yang diperoleh dihitung dengan menggunakan standar DIN 52 182 76 (kerapatan) dan DIN 52 183 77 (kadar air). Contoh uji kayu lamina untuk pengujian penetrasi perekat yang digunakan adalah contoh uji dari keteguhan geser yang diambil sebanyak 3 buah. Contoh uji dipotong pada bidang rekatnya dibuat dengan ukuran 2x2x2 cm sebanyak 1 buah. Hasil perhitungan keteguhan rekat dan kerusakan kayu ditabulasikan dan dianalisis berdasarkan rancangan Faktorial Acak Lengkap 2x2x3 untuk mengetahui pengaruh jenis perekat (a1 = Polivinil Acetat; a2 = Melamine Urea Formaldehide), bidang rekat (b1 = radial; b2 = tangensial), kombinasi kayu (c1 = Palele+Palele; c2 = Malau+Malau; c3 = Palele+Malau). Hasil perhitungan keteguhan lentur statis (MoE dan MoR) ditabulasikan dan dianalisis berdasarkan Faktorial Acak Lengkap 2x2x2 untuk mengetahui pengaruh perekat (p1 = Polivinil Acetat; p2 = Melamine Urea Formaldehide), kombinasi kayu (q1 = Palele+Palele; q2 = Malau+Malau) dan jumlah lapisan (r1 = 2 lapis; r2 = 3 lapis). Rancangan Faktorial 2x4 dalam Acak Lengkap digunakan untuk menganalisis pengaruh perekat (p) dan kombinasi kayu (q) terhadap keteguhan lentur dan keteguhan patah, baik 2 lapis maupun 3 lapis.

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 27 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Kerapatan Kayu Solid Kadar air kayu dan kerapatan kayu solid dari kayu Palele dan Malau dtampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar Air dan Kerapatan Kayu Palele dan Malau Jenis r Kadar air Kerapatan Rata-rata (%) KV (%) Rata-rata (g/cm 3 ) KV (%) Palele 30 11,960 1,746 0,549 3,130 Malau 30 11,046 2,035 0,570 8,761 Keterangan: r = Jumlah ulangan. KV = Koefisien variasi Kadar air rata-rata pada Tabel 1 masih berada di bawah 12% dengan nilai koefisien variasi yang kecil, sehingga pengaruh perbedaan kadar air terhadap kekuatan kayu dapat diabaikan. Kadar air yang tinggi akan menghambat proses perekatan dan akan menurunkan nilai kekuatan rekatnya. Selain dilakukan pengukuran kadar air, juga dilakukan pengukuran kerapatan kayu. Kerapatan merupakan salah satu sifat yang penting dari kayu yang perlu diketahui karena kerapatan mempengaruhi kualitas kayu sebagai bahan bangunan, sedangkan kerapatan tergantung pada ketebalan dinding sel dan diameter rongga sel. Semakin tebal dinding sel dan diameter rongga sel, maka kerapatan kayu akan tinggi. Nilai rata-rata pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kayu Palele dan Malau dalam pembagian kelas kerapatan kayu menurut Anonim (1983), termasuk kayu berkerapatan sedang (0,41 0,59 g/cm 3 ) dan termasuk kelas kuat III. Kayu dengan kerapatan sedang bila dibuat kayu lamina akan dapat memperbaiki sifat elastisitas terutama bila digabungkan dengan kayu yang mempunyai kerapatan yang lebih tinggi. Koefisien variasi kerapatan kayu sebelum kayu direkatkan mempunyai nilai <10%. Hal ini menunjukkan, bahwa hasil pengujian dapat dianggap seragam dan penelitian dapat dilanjutkan untuk pengujian kekuatan kayu. Keteguhan Geser Kayu Solid Keteguhan geser kayu solid yang diperoleh dari kayu Palele dan Malau pada arah pengujian radial maupun tangensial ditampilkan pada Tabel 2. Rata-rata keteguhan geser kayu solid berkisar dari 9,124 9,713 N/mm 2. Keteguhan geser kayu Malau pada bidang tangensial menunjukkan nilai tertinggi daripada bidang radial. Tabel 2. Keteguhan Geser Kayu Palele dan Malau Keteguhan geser Jenis r Bidang radial Bidang tangensial Rata-rata (N/mm 2 ) KV (%) Rata-rata (N/mm 2 ) KV (%) Palele 10 9,124 1,153 9,290 5,255 Malau 10 9,486 3,148 9,713 5,383 Keterangan: r = Jumlah ulangan. KV = Koefisien variasi

28 Nurmarini dkk. (2008). Keteguhan Lentur Statis Demikian juga dengan kayu Palele terjadi hal yang sama. Pada bidang tangensial kerusakan biasanya terjadi pada daerah yang mempunyai persentase serat dengan dinding sel tipis lebih besar dibandingkan dengan dinding sel tebal karena daerah tersebut merupakan daerah yang lemah. Faktor kerapatan mempengaruhi hasil uji keteguhan geser, yaitu semakin tinggi kerapatan, maka nilai keteguhan geser juga semakin meningkat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kollmann dan Cote (1984) yang menyatakan, bahwa kerapatan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap sifat kekuatan kayu, termasuk kekuatan menahan gesernya. Kerapatan berkaitan dengan tebal dinding sel. Kerapatan yang tinggi mempunyai dinding sel kayu yang tebal, sehingga diperlukan kekuatan yang besar untuk menggeser kayu tersebut. Hasil penelitian Allo (2003) menunjukkan tebal dinding sel kayu Malau 6,73 m dan Rolika (2002) melaporkan, bahwa tebal dinding sel kayu Palele 3,81 m. Dari kedua data tersebut memperlihatkan bahwa dinding sel kayu Malau lebih tebal dibandingkan kayu Palele. Keteguhan Lentur (Modulus of Elasticity/MoE) dan Keteguhan Patah (Modulus of Rupture/MoR) Kayu Solid Nilai keteguhan lentur dan keteguhan patah pada kayu solid untuk jenis kayu Palele dan Malau ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Keteguhan Lentur dan Keteguhan Patah Kayu Palele dan Malau Jenis r Keteguhan lentur (MoE) Keteguhan patah (MoR) Rata-rata (N/mm 2 ) KV (%) Rata-rata (N/mm 2 ) KV (%) Palele 10 14440,372 10,582 80,315 9,182 Malau 10 15098,982 14,933 85,889 13,513 Keterangan: KV = Koefisien variasi. P = Palele. M = Malau. Nilai rata-rata keteguhan lentur dan keteguhan patah kayu Palele lebih kecil dari kayu Malau. Bila dilihat dari sifat anatomi kayunya, kayu Malau memiliki serat yang lebih panjang yaitu 1453,33 m (Allo, 2003) daripada kayu Palele sebesar 1220,23 m (Rolika, 2002). Semakin panjang serat, maka akan semakin lentur kayu tersebut. Kadar Air dan Kerapatan Kayu Lamina Hasil pengukuran kadar air kayu dan kerapatan kayu lamina setelah perekatan atau sebelum pengujian ditampilkan pada Tabel 4. Hasil pengukuran kadar air kayu lamina Palele dan Malau menunjukkan nilai rata-rata yang bervariasi. Bila dibandingkan dengan kayu solid, maka rata-rata kadar air kayu lamina Palele (11,960%) cenderung menurun, tetapi pada kayu lamina Malau nilai rata-ratanya naik (11,046%) (Tabel 1). Kenyataan ini dimungkinkan karena adanya proses perekatan dan pengempaan yang menyebabkan padatnya substansi kayu.

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 29 Tabel 4. Kadar Air dan Kerapatan Contoh Uji Kayu Lamina Perlakuan Kadar air Kerapatan Rata-rata (%) KV (%) Rata-rata (g/cm 3 ) KV (%) a1 b1 c1 (PP) 11,077 2,660 0,551 5,595 (PVA) (Radial) c2 (MM) 12,027 1,700 0,579 3,814 c3 (PM) 12,004 1,023 0,558 6,320 b2 c1 (PP) 12,188 4,478 0,554 6,605 (Tangensial) c2 (MM) 12,248 2,171 0,582 6,157 c3 (PM) 12,189 2,901 0,564 6,045 a2 b1 c1 (PP) 11,139 2,728 0,513 7,061 (MUF) (Radial) c2 (MM) 12,161 2,144 0,543 7,335 c3 (PM) 12,110 1,003 0,536 5,504 b2 c1 (PP) 11,691 3,142 0,520 7,784 (Tangensial) c2 (MM) 12,105 2,424 0,554 7,221 c3 (PM) 12,018 1,454 0,547 6,937 Keterangan: KV = Koefisien variasi. P = Palele. M = Malau. Kerapatan kayu lamina lebih tinggi bila dibandingkan dengan kayu solidnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh tekanan dan sifat bahan perekat yang diberikan. Selain itu peningkatan kerapatan juga diakibatkan masuknya perekat menembus selsel kayu yang rusak ataupun pori-pori kayu yang mengeras pada saat proses perekatan berlangsung. Perbedaan ini tentu akan mempengaruhi sifat-sifat mekanik yang akan diuji. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian untuk kayu Palele dan Malau dapat dianggap seragam dan memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian yaitu 12±1%. Keteguhan Geser, Kerusakan Kayu dan Penetrasi Perekat Kayu Lamina Hasil uji rekat kayu lamina berdasarkan uji keteguhan geser ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Keteguhan Geser, Kerusakan Kayu dan Penetrasi Perekat pada Kayu Lamina Keteguhan geser Kerusakan kayu Penetrasi perekat Perlakuan Rata-rata Rata-rata (N/mm 2 KV (%) ) (%) KV (%) (μm) KV (%) c1 6,038 17,205 15 35,136 258,400 19,153 b1 c2 7,254 5,712 92 8,574 500,522 14,852 a1 c3 5,817 6,596 23 21,002 419,992 15,517 c1 6,423 4,259 17 28,415 305,944 21,597 b2 c2 7,640 8,881 96 7,283 584,769 14,014 c3 6,712 6,882 25 28,284 538,060 15,856 c1 5,557 8,989 0 0 188,327 20,894 b1 c2 5,077 9,226 47 28,457 391,843 19,965 a2 c3 5,074 7,087 0 0 289,651 17,652 c1 6,008 7,166 0 0 272,222 20,394 b2 c2 6,803 6,234 85 12,707 495,727 8,099 c3 6,345 7,036 0 0 309,466 20,184 Keterangan: KV = Koefisien variasi. a1 = PVA. a2 = MUF. b1 = Bidang rekat radial. b2 = Bidang rekat tangensial. P = Palele. M = Malau.

30 Nurmarini dkk. (2008). Keteguhan Lentur Statis Rata-rata keteguhan geser kayu lamina lebih kecil bila dibandingkan dengan kayu solidnya (Palele: bidang radial 9,124 N/mm 2 dan bidang tangensial 9,290 N/mm 2, Malau: bidang radial 9,486 N/mm 2 dan bidang tangensial 9,713 N/mm 2 ) (Tabel 2). Nilai rata-rata keteguhan geser kayu lamina yang direkat dengan perekat PVA maupun MUF lebih tinggi pada bidang tangensial daripada bidang radial. Pada bidang tangensial, kerusakan biasanya terjadi pada daerah yang mempunyai persentase serat dengan dinding sel tipis lebih besar dibandingkan dengan dinding sel tebal karena daerah tersebut merupakan daerah yang lemah. Hasil analisis keragaman pengaruh perekat, bidang rekat dan kombinasi jenis kayu terhadap keteguhan geser kayu lamina berpengaruh sangat signifikan. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa antara keteguhan geser dengan kerusakan kayu tidak terdapat keterkaitan yang pasti. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh sifat anatomi kayu Palele dan Malau serta jenis perekat yang digunakan. Menurut pendapat Frϋhwald (1976) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang pasti antara keteguhan rekat dengan kerusakan kayu, karena persentase kerusakan kayu ditentukan oleh kerapatan kayu, penjangkaran perekat ke dalam kayu dan kandungan zat resin. Pemakaian PVA (a1c1) dan MUF (a2c1) pada kayu Palele tidak banyak perbedaan, hal ini terjadi karena kerusakan pada bidang rekat dan bukan pada kayu yang disebabkan oleh persentase pori lebih kecil dan dinding sel serat yang tipis dibandingkan pada jenis kayu Malau. Pemakaian PVA dan MUF pada kayu Malau terjadi perbedaan, baik nilai ratarata keteguhan geser maupun kerusakan kayu, karena kayu Malau memiliki persentase sel pori lebih tinggi dan dinding sel serat yang tebal dibandingkan dengan jenis Palele. Pada jenis Palele persentase sel pori 13,12% dan tebal dinding serat 3,81 μm, sedangkan pada jenis Malau mempunyai persentase sel pori 14,15% dan tebal dinding serat 6,73 μm. Tabel 5 juga memperlihatkan bahwa antara keteguhan geser dengan penetrasi perekat terdapat saling keterkaitan. Nilai keteguhan geser akan semakin tinggi karena semakin dalamnya penetrasi perekat yang dibantu adanya pengempaan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang penting dalam perekatan, yaitu struktur anatomi, arah serat dan dimensi utama dari permukaan tempat perekat dilaburkan. Kayu Malau memiliki struktur anatomi yang lebih baik daripada kayu Palele yang mana Kayu Malau mempunyai persentase pori 14,59%, diameter pori 198 µm, diameter lumen 19,22 µm, panjang serat 1453,33 µm dengan tebal dinding serat 6,73 µm (Allo, 2003), sedangkan kayu Palele yang mempunyai persentase pori 13,12%, diameter pori 107,14 µm, diameter lumen 16,76 µm, panjang serat 1220,23 µm, tebal dinding serat 3,81 µm (Rolika, 2002). Zat ekstraktif mempengaruhi daya pembasahan atau kemampuan permukaan kayu untuk mengabsorbsi bahan perekat. Kayu Palele mengandung zat ekstraktif terlarut dalam alkohol benzena 6,5454% dan sering terdapat tilosis pada pori-pori kayu yang dapat mengurangi permeabilitas kayu untuk diterobos bahan perekat dikarenakan tertutupnya saluran pori, sedangkan kayu Malau juga mengandung zat ekstraktif terlarut dalam alkohol benzena berkisar 3,23 3,4% tetapi jarang dijumpai tilosis pada pori-pori kayunya.

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 31 Keteguhan Lentur Statis (MoEdan MoR) Kayu Lamina Dua Lapis Pengujian keteguhan lentur statis dan keteguhan patah sangat diperlukan untuk menentukan besarnya beban yang akan mengenai kayu lamina 2 lapis ini. Keteguhan lentur statis dan keteguhan patah kayu lamina dilakukan dengan menggunakan 4 macam kombinasi kayu (Palele + Palele, Malau + Malau, Palele + Malau, Malau + Palele) dan 2 macam perekat (PVA dan MUF) ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Keteguhan Lentur Statis MoE dan MoR Kayu Lamina Dua Lapis Perlakuan MoE MoR Rata-rata (N/mm 2 ) KV (%) Rata-rata (N/mm 2 ) KV (%) p1 q1 (PPP) 9766,492 15,263 63,675 8,161 (PVA) q2 (MMM) 14651,745 11,413 93,815 4,601 q3 (PMP) 11109,738 16,662 85,995 10,678 q4 (MPM) 11602,020 8,829 87,597 5,208 p2 q1 (PPP) 9529,066 13,778 56,066 12,156 (MUF) q2 (MMM) 13968,208 10,261 81,554 6,023 q3 (PMP) 10155,914 9,640 79,625 5,226 q4 (MPM) 10693,061 10,345 80,768 9,321 Keterangan: KV = Koefisien variasi. P = Palele. M = Malau. Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa nilai keteguhan lentur statis kayu lamina 2 lapis pada perlakuan p1q2 (PVA, Malau + Malau) lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain, demikian juga dengan keteguhan patah. Hal ini berhubungan dengan kerapatan kayu Malau yang lebih tinggi dari Palele. Kayu Malau mempunyai dinding serat yang lebih tebal dibandingkan Palele. Tebal dinding serat merupakan salah satu yang mempengaruhi kerapatan yang berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Den Berger (1921) dan Kanasudirdja dkk. (1978) masing-masing dalam Anonim (1983) menyatakan, bahwa untuk kelas kuat III dengan keteguhan lentur adalah 90000 kg/cm 2, berarti kayu lamina yang dihasilkan mempunyai nilai keteguhan lentur sebesar 14651,745 N/mm 2 (14651745 kg/cm 2 ) lebih tinggi dari kayu solidnya dengan kelas kuat yang sama. Analisis keragaman faktorial dilakukan dan menunjukkan hasil bahwa faktor perekat dan kombinasi jenis kayu berpengaruh signifikan terhadap keteguhan lentur kayu lamina, sedangkan interaksi antara perekat dengan kombinasi jenis kayu tidak berpengaruh signifikan. Keteguhan Lentur Statis (MoE dan MoR) Kayu Lamina Tiga Lapis Keteguhan lentur statis kayu lamina 3 lapis ini dilakukan dengan menggunakan 4 macam kombinasi kayu (Palele + Palele + Palele, Malau + Malau + Malau, Palele + Malau + Palele, Malau + Palele + Malau) dan dengan 2 macam perekat (PVA dan MUF). Datanya ditampilkan pada Tabel 7. Pada tabel tersebut, nilai rata-rata tertinggi keteguhan lentur kayu lamina 3 lapis terdapat pada perlakuan p1q2 (PVA, Malau + Malau + Malau) yaitu 15661,524 N/mm 2 dan nilai rata-rata

32 Nurmarini dkk. (2008). Keteguhan Lentur Statis terendah 9545,449 N/mm 2 pada perlakuan p2q1 (MUF, Palele + Palele + Palele), demikian juga dengan nilai rata-rata keteguhan patah kayu lamina 3 lapis, terlihat bahwa pada perlakuan p1q2 lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain yaitu 96,555 N/mm 2. Tabel 7. Keteguhan Lentur Statis (MoE dan MoR) Kayu Lamina Tiga Lapis Perlakuan MoE MoR Perekat Kombinasi kayu Rata-rata (N/mm 2 ) KV (%) Rata-rata (N/mm 2 ) KV (%) p1 q1 (PPP) 9859,826 10,479 90,032 2,408 (PVA) q2 (MMM) 15661,524 16,195 96,555 13,881 q3 (PMP) 12649,355 10,702 88,239 10,526 p2 (MUF) q4 (MPM) 14592,592 4,289 92,220 11,312 q1 (PPP) 9545,449 7,804 86,070 6,525 q2 (MMM) 14113,098 10,312 90,803 9,096 q3 (PMP) 11809,933 10,238 85,582 8,072 q4 (MPM) 12481,835 7,291 90,036 5,611 Keterangan: KV = Koefisien variasi. P = Palele. M = Malau. Kerapatan kayu mempengaruhi kekuatan akhir kayu lamina yang dihasilkan dan untuk mengetahui pengaruh jenis perekat dan kombinasi jenis kayu terhadap keteguhan lentur dan keteguhan patah kayu lamina 3 lapis, dilakukan analisis keragaman dengan hasil yang menunjukkan bahwa kombinasi jenis kayu (Q) berpengaruh sangat signifikan terhadap keteguhan lentur kayu lamina 3 lapis, jenis perekat (P) dan interaksi PQ tidak berpengaruh signifikan, sedangkan jenis perekat (P) tidak berpengaruh signifikan, kombinasi jenis kayu (Q) sangat berpengaruh signifikan dan interaksi antara jenis perekat dengan kombinasi jenis kayu (PQ) berpengaruh signifikan terhadap keteguhan patah kayu lamina. Kombinasi jenis kayu (Q) dan interaksi (PQ) dipengaruhi oleh kerapatan kayu dan sifat perekat. Keteguhan Lentur Statis (MoE dan MoR) Kayu Lamina Dua dan Tiga Lapis Kayu lamina dibuat berdasarkan bahan perekat PVA dan MUF dengan jenis kayu Palele dan Malau dan jumlah lapisannya 2 dan 3 lapis. Nilai rata-rata keteguhan lentur statis dan keteguhan patah ditampilkan pada Tabel 8. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa nilai rata-rata tertinggi keteguhan lentur kayu lamina terdapat pada perlakuan p1q2r2 (PVA, kombinasi Malau, 3 lapis) dengan nilai sebesar 15661,524 N/mm 2 demikian juga dengan keteguhan patah kayu lamina dengan nilai sebesar 96,555 N/mm 2. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh jenis perekat, kombinasi jenis kayu dan jumlah lapisan terhadap keteguhan lentur dan keteguhan patah kayu lamina, dilakukan dengan uji analisis keragaman dengan hasil bahwa faktor kombinasi jenis kayu (Q) tidak berpengaruh signifikan, sedangkan P, PQ, PR dan PQR berpengaruh signifikan dan jumlah lapisan (R) dan interaksi QR berpengaruh sangat signifikan

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 33 terhadap keteguhan lentur, sedangkan pada keteguhan patah uji analisis menunjukkan bahwa interaksi PQ (jenis perekat dan kombinasi jenis kayu) tidak berpengaruh signifikan terhadap keteguhan patah kayu lamina, interaksi PR (jenis perekat dan jumlah lapisan) berpengaruh signifikan. Tabel 8. Keteguhan Lentur Statis (MoE dan MoR) Kayu Lamina Dua dan Tiga Lapis p1 (PVA) p2 (MUF) Perlakuan MoE MoR (N/mm 2 ) KV (%) (N/mm 2 ) KV (%) q1 (Palele) r1 (2 lapis) 9766,492 15,263 63,675 8,161 r2 (3 lapis) 9859,826 10,478 90,032 2,408 q2 (Malau) r1 (2 lapis) 14651,745 11,413 93,815 4,601 r2 (3 lapis) 15661,524 16,195 96,555 13,881 q1 (Palele) r1 (2 lapis) 9529,066 13,778 56,066 12,156 r2 (3 lapis) 9545,449 7,804 86,070 6,525 q2 (Malau) r1 (2 lapis) 13968,208 10,261 81,554 6,023 r2 (3 lapis) 14113,098 10,312 90,803 9,096 Perlakuan faktor P (jenis perekat), Q (kombinasi jenis kayu), Q (jumlah lapisan), interaksi QR (perlakuan faktor kombinasi jenis kayu dan jumlah lapisan) dan interaksi PQR (perlakuan jenis perekat, kombinasi jenis kayu, dan jumlah lapisan) berpengaruh sangat signifikan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kerapatan kayu solid Palele dan Malau sebelum perekatan menunjukkan bahwa kedua kayu tersebut merupakan kayu berkerapatan sedang. Kadar air kayu keduanya memenuhi standar untuk pembuatan kayu lamina karena kadar airnya masih berada di bawah 12%. Keteguhan geser, keteguhan lentur (MoE) dan keteguhan patah (MoR) kayu solid Palele nilainya lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu Malau. Perekat, bidang rekat dan kombinasi jenis kayu berpengaruh terhadap kerapatan dan kadar air kayu lamina. Nilai kerapatan dan kadar air kayu lamina bila dibandingkan dengan kayu solid cenderung meningkat pada kayu Malau tetapi pada kayu Palele nilainya menurun. Keteguhan geser dan kerusakan kayu dipengaruhi oleh perekat, bidang rekat dan jumlah lapisan. Perekat, bidang rekat dan kombinasi jenis kayu berpengaruh terhadap penetrasi perekat. Keteguhan geser berkaitan dengan penetrasi perekat ke dalam kayu. Semakin dalam penetrasi perekat ke dalam kayu, maka nilai keteguhan geser kayu lamina makin tinggi pula. Perekat, jenis kayu dan jumlah lapisan berpengaruh terhadap MoE dan MoR kayu lamina. Semakin banyak jumlah lapisan dengan tebal kayu yang sama, maka akan menghasilkan keteguhan lentur dan keteguhan patah yang tinggi.

34 Nurmarini dkk. (2008). Keteguhan Lentur Statis Secara umum menunjukkan, bahwa penggunaan perekat PVA yang direkatkan pada bidang tangensial, kombinasi kayu Malau + Malau dengan jumlah kayu lamina 3 lapis menunjukkan kekuatan yang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Saran Perlakuan khusus pada kayu Palele untuk memperbaiki kekuatan kayunya perlu dilakukan, hal ini berhubungan dengan kandungan zat ekstraktif di dalam kayu yang dapat mempengaruhi proses perekatan. Temperatur pengempaan perlu ditingkatkan bila menggunakan perekat Melamin Urea Formaldehide (MUF), sehingga proses pengikatan perekat dapat lebih baik sehingga dapat meningkatkan kualitas kayu lamina. Penelitian pendahuluan sangat diperlukan sebelum dilakukan penelitian selanjutnya seperti pengumpulan data-data zat ekstraktif jenis kayu, ph kayu dan perekat, serta viskositas dari perekat yang akan diteliti. DAFTAR PUSTAKA Allo, N.T. 2003. Variasi Struktur Anatomi Kayu Malau (Palaquium quercifolium Burckl.) Berdasarkan Ketinggian Tempat dan Arah Radial dalam Batang. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Anonim. 1983. Indonesian Timbers. Direktorat Jenderal Kehutanan, Jakarta. Frühwald, A. 1976. Adhesive Testing Procedure and Bonding Strength Testing Equipment. Kollmann, F.F.P. dan W.A. Cote Jr. 1984. Principles of Wood Science and Technology, Vol. 1. Solid Wood. Springer-Verlag, Berlin. Rolika, W. 2002. Variasi Struktur Anatomi pada Arah Vertikal dan Arah Radial Batang Kayu Palele (Castanopsis javanica (Blume.) A. Dc). Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Subyakto. 1989. Tinjauan tentang Pemanfaatan Kayu di Masa Depan. Duta Rimba 111-112/XV.