AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

dokumen-dokumen yang mirip
AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

STATUS HUKUM ISTERI DARI PERKAWINAN SIRI YANG DICERAIKAN MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) DITINJAU DARI HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA.

KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Abdul Kholiq ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

ABSTRAK. Adjeng Sugiharti

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENETAPAN PERKAWINAN BEDA AGAMA (Analisis Putusan No. 109/Pdt.P/2014/PN.SKA)

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN PADA KANTOR CATATAN SIPIL TERHADAP HARTA BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

KEWAJIBAN PNS PRIA TERHADAP ANAK TIRI PASCA BERCERAI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU

AKIBAT HUKUM KEPAILITAN SUAMI/ISTRI TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI-ISTRI TANPA PERJANJIAN KAWIN. Oleh Putu Indi Apriyani I Wayan Parsa

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

KEABSAHAN PERJANJIAN NOMINEE KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pria dan wanita diciptakan oleh Tuhan untuk hidup berpasang-pasangan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN

KEWAJIBAN PELAPORAN DALAM HAL PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

AKIBAT HUKUM ATAS DIBATALKANNYA PERATURAN DAERAH MELALUI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

EKSISTENSI LEMBAGA PERKREDITAN DESA SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

PROSES PELAKSANAAN PERKAWINAN ANGGOTA TNI-AD DAN PERMASALAHANNYA (Studi di Wilayah KOREM 074 Warastratama)

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

RINGKASAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN PERKAWINAN TERHADAP STATUS ANAK

PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA

Transkripsi:

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN ABSTRACT oleh : Cyntia Herdiani Syahputri Ni Luh Gede Astariyani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana The writing is titled "Due Marriage Law Seen From Different Religions Act No. 1 of 1974" which aims to discuss the legal consequences of marriage as where different religions in Indonesia. In this study, using a normative research methods in the solution through a review of the rules - the rules that exist and examines various aspects of the written law. This paper describes the legal consequences perbdaan religion in the Marriage Act. Kesimpualn perkawianan that can pull in different religions have in langsungkan in society is not valid because the intent to deviate from the provisions of article 2, paragraph (1) and Article 8, paragraph (f) of the Marriage Law. Keywords : Marriage, Different Religions, Legal Due ABSTRAK Penulisan ini berjudul Akibat Hukum Perkawinan Berbeda Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang bertujuan untuk membahas bagaimana akibat hukum perkawinan berbeda agama di Indonesia. Dalam penulisan ini menggunakan Metode penelitian yuridis normatif yang dalam pemecahannya melalui penelaahan peraturan peraturan yang ada serta mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek. Tulisan ini menggambarkan akibat hukum perbedaan agama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Kesimpualan yang dapat di tarik dari perkawianan berbeda agama yang telah di langsungkan di masyarakat adalah tidak sah karena menyimpang dari maksud ketentuan pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 butir (f) UU Perkawinan. Kata Kunci : Perkawinan, Berbeda Agama, Akibat Hukum, I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja hanya manusia melainkan hewan dan tumbuhan, maka perkawinan merupakan suatu budaya yang beraturan dan mengikuti

perkembangan budaya manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat sederhanan budaya perkawinan sederhana, sempit dan tertutup, tetapi didalam masyarakat maju (modern) budaya perkawinannya maju, luas dan terbuka 1. Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya lingkungan di mata masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakat. Dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan. Seperti halnya aturan perkawinan bangsa Indonesia bukan saja di pengaruhi oleh adat setempat, tetapi juga dipengaruhi agama Hindu, Islam, Budha, Kristen, bahkan di pengaruhi oleh budaya perkawinan barat. Undang-undang Nomor 1 tahun1974 tentang perkawinan (UU Perkawinan) ditegaskan lebih jauh dalam pasal 2 ayat 1 yang menyatakan: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu dapat tinjauan dari UU Perkawinan menjelaskan bahwa tidak adanya perkawinan diluar hukum masing-masing agama kepercayaan. 1.2. TUJUAN Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yakni untuk mengetahui serta memahami Akibat hukum bagi masyarakat yang melakukan perkawinan berbeda agama di tinjau dari UU Perkawinan. II. ISI MAKALAH 2.1. METODE PENELITIAN Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma, undang- undang terkait dengan permasalahan yang di pahami. Landasan teoritis yang di gunakan adalah hukum sebagai norma hukum, teori-teori yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat serta undang-undang. Penelitian hukum normatif 1 Haliman Hadikusuma, H, 2007,Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung,Hal.1

terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum 2. 2.2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1. AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 Perkawinan antar orang-orang yang berbeda agamanya merupakan perkawinan antar seorang pria dan seorang wanita, yang karena beda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing, dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 3.Perkawinan dianggap sah apabila diakui oleh Negara, serta memenuhi syarat-syarat dan acara-acara yang ditentukan dalam hukum positif. Pelaksaan perkawianan di Indonesia diatur dalam UU Perkawinan. Tujuan perkawinan yang terdapat di dalam UU Perkawinan adalah perkawinan yang kekal bahagia dan ada keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga. Ketidakseimbangan dalam kehidupan rumah tangga bisa terjadi salah satunya adanya perbedaan agama atau perbedaan dalam melaksanakan upacara agama yang di pertahankan oleh suami dan istri didalam suatu rumah tangga. 4 Cara lain yang berlaku dalam hal perkawinan beda agama, pelaksanaan perkawinan yang di tempuh para pihak adalah dengan melangsungkan dan mencatatkan perkawinan tersebut di Kantor Catatan Sipil (KCS) dimana pihak calon suami dan calon istri tetap mempertahankan agamanya masing-masing. Masyarakat juga beranggapan perkawinan yang dilakukan di KCS sudah sah menurut hukum Negara, dan pelaksanaan perkawinan menurut hukum agamanya masing-masing diserahkan kepada kehendak pihak-pihak yang bersangkutan, yang menuturut mereka hanyalah menyangkut hukum agamanya saja. 5 Mengenai sahnya perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaanya yang diatur dalam Pasal 8 butir (f) Perkawinan dilarang antar dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin Misalnya, dalam ajaran 2 Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, Hal. 41 3 Rusli,SH dan R.Tama SH,1986, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya,Pionir Jaya,Bandung,Hal.17 4 Haliman Hadikusuma, H, 2007,Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung,Hal.18 5 Asmin,1986, Status Perkawinan Atar Agama, PT.Dian Rakyat, Cetakan Pertama, Jakarta,Hal.69

islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam yang pengaturannya terdapat dalam surat Al Baqarah (2):221. Selain itu juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang yang pengaturannya terdapat dalam surat I Korintus 6: 14-18. Dari pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, Sah atau tidaknya suatu perkawinan di tentukan oleh hukum agamanya masing-masing. Maka dengan lebih tegas lagi di sebutkan bahwah tidak ada perkawinan di luar hukum agamnya dan kepercayaan masing-masing itu merupakan syarat mutlak untuk menentukan sahnya suatu perkawinan. Akan tetapi adanya variasai berdasarkan agamanya dan kepercayaannya tersebut hanyalah mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksaan perkawinan yang khusus ditetapkan dalam hukum agamanya masing-masing, disamping syaratsyarat umum yang terdapat dalam UU Perkawinan. Setelah perkawinan dilaksanakan menurut hukum dan masing-masing agama dan kepercayaannya, yang berarti pelaksanan perkawinan tersebut sudah sah, maka mengenai akibat-akibat dari perkawinan itu selanjutnya diatur secara unifikasi di dalam UU Perkawinan dan peraturan-peraturan lainnya. Hal ini berarti undang-undang menyerahkan kepada masing-masing agamanya untuk menetukan cara-cara dan syarat-syarat pelaksanaan perkawinan tersebut (disamping cara-cara dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Negara). Selanjutnya mengenai pertimbangan bahwa perkawinan antara warganegara yang berbeda agama tersebut menurut ketentuan hukum yang berlaku dalam pasal 2 ayat (1) di sebutkan bahwa perkawinan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama; dan pasal 8 butir (f) pada UU Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,dilarang kawin. Sehingga walaupun tidak tegas disebutkan ; namun menyerahkan sepenuhnya kepada hukum agamanya masing-masing pihak untuk menentukan diperbolehkan atau dilarangnya perkawinan beda agama. Dan berdasarkan ketentuan agama-agama yang ada di Indonesia sebenarnya tidak mengenal perkawinan beda agama karena hukum masing-masing agama melarang perkawinan beda agama. Di tinjau dari UU Perkawinan, pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 butir (f) menyatakan dengan tegas bahwa perkawinan dilarang antar dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Dari ketentuan pasal-pasal diatas dapat dikatakan bahwa UUPerkawinan sebernanya tidak mengenal perkawinan berbeda agama karena hukum masing-masing agama melarang adanya perkawinan dengan perbedaan agama.

III. KESIMPULAN Perkawinan berbeda agama dilarang oleh UU Perkawinan karena perkawinan yang demikian tidak dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu. Akibat perkawianan berbeda agama yang telah di langsungkan di masyarakat adalah tidak sah karena menyimpang dari maksud ketentuan pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 butir (f) UU Perkawinan. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, 1993, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung Asmin,1986, Status Perkawinan Atar Agama, PT.Dian Rakyat, Cetakan Pertama, Jakarta Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta Haliman Hadikusuma, H, 2007,Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, CV Mandar Maju, Bandung Rusli, dan R.Tama SH,1986, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya,Pionir Jaya,Bandung Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan