PERFORMANSI SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULIPLE ACCESS PADA TEKNOLOGI RADIO OVER FIBER

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

Alfi Zuhriya Khoirunnisaa 1, Endah Budi Purnomowati 2, Ali Mustofa 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

STUDI PERANCANGAN SISTEM RoF-OFDM POLARISASI TIDAK SEIMBANG MENGGUNAKAN MODULASI QPSK DAN QAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Analisis Kinerja Jenis Modulasi pada Sistem SC-FDMA

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

I. PENDAHULUAN. kebutuhan informasi suara, data (multimedia), dan video. Pada layanan

ANALISIS REDUKSI PAPR MENGGUNAKAN ALGORITMA DISTORTION REDUCTION

JUDUL SKRIPSI : Pengaruh Fading Lintasan Jamak Terhadap Performansi High Speed Downlink Packet Access (HSDPA)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

Presentasi Tugas Akhir

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

Analisis Kinerja Sistem Komunikasi SC-FDMA Pada Kanal Mobile To Mobile

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

Analisis Unjuk Kerja Decision Feedback Equalizer Pada Sistem SCFDMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED MENGGUNAKAN ANTENA MIMO 2X2 PADA SISTEM LTE UNTUK MENINGKATKAN SPECTRAL EFFICIENCY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Application of Radio-Over-Fiber (ROF) in mobile communication

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Simulasi dan Analisis Performansi Algoritma Pengalokasian Resource Block dengan Batasan. Daya dan QualityofService pada Sistem LTE Arah Downlink

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

± voice bandwidth)

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

Pengenalan Teknologi 4G

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

Perancangan dan Analisis Desain Jaringan Mobile WiMax e di daerah Sub urban (Studi Kasus di Kota Kediri)

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

ANALISIS PENGARUH HANDOVER PADA MOBILE WIMAX UNTUK LAYANAN LIVE STREAMING

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

PERANCANGAN RADIO OVER FIBER PADA JARINGAN KOMUNIKASI AIR TRAFFIC CONTROL

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO KOPO KE NATA ENDAH KOPO UNIVERSITAS TELKOM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS UNJUK KERJA MODULASI EKSTERNAL OPTIS DALAM MODEL DETEKSI KOHEREN PADA SISTEM BASEBAND OVER FIBER

BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

PERBANDINGAN KINERJA ANTARA OFDM DAN OFCDM PADA TEKNOLOGI WiMAX

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN

Analisis Kinerja dan Kapasitas Sistem Komunikasi MIMO pada Frekuensi 60 GHz di Lingkungan dalam Gedung HIKMAH MILADIYAH

MEDIA TRANSMISI. Sumber: Bab 4 Data & Computer Communications William Stallings. Program Studi Teknik Telekomunikasi Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL

BAB III PERANCANGAN SFN

MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

Transkripsi:

1 PERFORMANSI SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULIPLE ACCESS PADA TEKNOLOGI RADIO OVER FIBER Y. Reza Angga Sukma 1, Erfan Achmad Dahlan 2, Onny Setyawati. 3 Abstrak Radio over Fiber (RoF) adalah teknologi penggabungan antara sistem kabel dan nirkabel, dimana sisi nirkabel terletak pada pangiriman sinyal radio dari base station, sedangkan kabel terletak pada pengirimannya melalui serat optik. Makalah ini membahas performansi dari pengaplikasian Single Carrier Frequensy Division Multiple Access (SC-FDMA) pada teknologi RoF pada jaringan mobile Long Term Evolution (LTE) di sisi uplink. Performansi yang diamati pada penelitian ini adalah signal to noise ratio (SNR), kapasitas kanal, bit rate dan bit error rate (BER) dengan berdasarkan perubahan variabel bebas yaitu perubahan teknik modulasi, perubahan panjang gelombang, perubahan panjang serat optik atau jarak transmisi dan perubahan jenis cyclic prefix (CP) yang digunakan. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa panjang serat optik berbanding terbalik dengan nilai SNRsistem, kapasitas kanal dan bit rate tetapi berbanding terbalik dengan nilai BERsistem. Panjang gelombang 1nm lebih baik dibandingkan panjang gelombnag 149nm dan 131nm dalam perhitungan SNRsistem dengan nilai terbaiknya sebesar 34,436 db, kapasitas kanal dan BER tetapi panjang gelombang 131nm lebih unggul dalam perhitungan bit rate dari lambda 1nm dan 149nm yaitu dengan nilai terbaiknya sebesar,1 Gbps. Penggunaan CP,2 lebih baik daripada CP,729 dalam perhitungan SNRsistem dan kapasitas kanal dengan nilai terbaiknya masing-masing sebesar 34,436 db dan 319,29 Gbps, tetapi dalam perhitungan BERsistem CP,729 sedikit lebihbaik dengan nilai terbaiknya sebesar 1,97 x 1-12. Teknik modulasi 64-QAM menunjukkan performansi terbaik dalam perhitungan SNRsistem, kapasitas kanal maupun BERsistem dibandingkan teknik modulasi 16-QAM atau QPSK. broadband dengan kecepatan akses secara teoritis 1 Mbps pada sisi downlink dan Mbps padasisi uplink. LTE menggunakan dua jenis teknik multiple access yaitu Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) dengan cylic prefix untuk sisi downlink dan Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC- FDMA) dengan cylic prefix untuk sisi uplink [1][7]. Kedua teknik multiple access yang digunakan memberikan keorthogonalan antar user, mengurangi interferensi, serta mampu meningkatkan kapasitas kanal. Kekurangan dari teknologi ini adalah daerah cakupannya yang terbatas. Sistem SC-FDMA dianggap sebagai sistem OFDMA yang ditambahkan operasi DFT, dimana simbol data dalam domain waktu ditransformasi ke domain frekuensi dengan menggunakan operasi DFT. Ortogonalitas dari usernya yaitu setiap user ditempatkan pada subcarrier yang berbeda dalam domain frekuensi. Dalam OFDMA juga berlaku sistem ortogonalitas seperti diatas.karena dalam SC-FDMA transmisi sinyal secara keseluruhan merupakan single carrier signal, Peak-to- Average Power Ratio (PAPR) lebih rendah jika dibandingkan dengan OFDMA yang menghasilkan sinyal multicarrier [3]. Kata Kunci SC-FDMA, RoF, performansi, SNR, Kapasitas kanal, bit rate, BER. P I. PENDAHULUAN erkembangan teknologi telekomunikasi dapat dikatakan paling pesat dibandingkan dengan isu-isu lainnya di zaman ini. Salah satunya yang paling sering dikembangkan adalah mobile telecommunication atau nirkabel karena kepraktisan dan flesibilitasnya. Generasi terbarunya adalah 4G atau sering disebut Long Term Evolution (LTE). LTE adalah teknologi nirkabel keluaran terbaru 3GPP yang fokus pada wireless 1 Y. Reza Angga Sukma adalah mahasiswa Teknik Elektro Universitas Brawijaya; email: rezaangga92@gmail.com 2 Ir. Erfan Achmad Dahlan, MT. adalah staf pengajar Teknik Elektro Universitas Brawijaya 3 Dr-Ing. Onny Setyawati, ST., MT., M.Sc. adalah staf pengajar Teknik Elektro Universitas Brawijaya Gambar 1. Perbandingan Transmisi Simbol data QPSK pada OFDMA dan SC-FDMA [3]. Setelah dilakukan pentransmisian sinyal, setiap pelanggan harus dapat dipisahkan pada sisi penerima, tetapi pada kenyataannya proses ini tidak mudah karena propagasi gelombang di udara yang banyak menimbulkan masalah, seperti adanya pengaruh kanal multipath yang dapat menyebabkan terjadinya intersymbol interference (ISI). Oleh karena itu, pada setiap simbol SC-FDMA ditambahkan CP untuk menghindari terjadinya ISI. CP diperoleh dari menyalin bagian akhir dari tiap simbol dan kemudian akan diletakkan pada bagian awal simbol. CP bertindak sebagai guard interval diantara simbol yang berdekatan, apabila panjang dari guard interval yang dialokasikan lebih besar daripada

2 maksimum delay spread pada kanal (T Cp ), maka tidak akan terjadi ISI. Maksimum delay spread didapat dari selisih delay antara panjang sinyal path yang terpanjang dan terpendek.[4] Sedangkan media lain yaitu teknologi kabel, contohnya serat optik dapat menjangkau jarak yang cukup jauh maupun dalam gedung tetapi apabila perancangan kabel terlalu jauh dapat menyebabkan noise dan rugi-rugi yang besar pula saat transmisi data. Memberikan solusi dari permasalahan tersebut, muncul teknologi yang dikembangkan yaitu merupakan intregasi antara nirkabel dan kabel dalam satu infrastruktur yaitu teknologi Radio over Fiber (RoF). Permintaan kebutuhan data rate yang tinggi serta tuntutan broadband yang terus meningkat beberapa tahun terakhir ini, menjadikan teknologi RoF kandidat yang menjanjikan untuk jaringan nirkabel maupun kabel. Tingginya biaya yang diperlukan apabila penggunaan dua teknologi ini secara terpisah memerlukan integritas untuk menyatukan dua jaringan ini dalam satu infrastruktur []. Perhatian utamanya adalah mengirimkan kedua sinyal frekuensi baik radio frequency (RF) dan base band (BB) pada panjang gelombang tunggal melalui serat tunggal dengan cara yang hemat biaya dan performasi yang tangguh [6]. Pada RoF, sinar laser dimodulasi oleh sinyal radio dan dikirimkan melalui media serat optik. Modulasi ini bersifat analog karena sinyal kariernya adalah sinyal analog. Konfigurasi dasar dari jalur serat optik analog terdiri dari interface bidirectional, yaitu transmitter laser analog serta penerima photodiode yang terletak pada base station atau remote antenna unit, yang dipasangkan dengan transmitter laser analog serta penerima photodiode yang terletak pada radio processing unit. Satu atau lebih serat optik menghubungkan RAU dengan sentral. Jumlah base station (BS) dan remote antena unit dapat dikurangi untuk mendapatkan daya yang lebih rendah serta bandwidth yang lebih lebar. Maka dari itu, integrasi antara nirkabel serta jaringan optik menjadi solusi untuk mengurangi biaya pengiriman suara dan data, sementara menaikkan kapasitas jaringan [2]. Pada penelitian ini akan dianalisis performansi SC- FDMA pada teknologi RoF dengan parameter-parameter yang diamati adalah SNRsistem, kapasitas kanal, bit rate dan BERsistem dengan ruang lingkup: 1. Standarisasi teknologi LTE yang digunakan mengacu pada 3GPP release 8. 2. Media transmisi yang digunakan adalah serat optik single mode. 3. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software Matlab 7...342 (R27b). 4. Performansi yang diukur adalah performasi uplink dari user melalui radio access point atau radio access unit (RAP)/(RAU) selanjutnya melalui fiber dan menuju BTS utama. II. METODOLOGI PENELITIAN Kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian yang bersifat analisis terhadap performansi SC- FDMA terhadap teknologi RoF yang didasarkan pada studi literatur.. Transmisi data dilakukan pada sisi uplink. Susunan langkah yang akan dilakukan untuk mendapatkan solusi dari permasalahan dalam penelitian ini, yaitu studi literatur, pengambilan data, perhitungan dan analisis data, serta pengambilan kesimpulan dan saran. Data skunder yang yang digunakan mencakup konsep dasar RoF dan SC-FDMA, parameter teknologinya pada LTE release 8, serta perameter pengaplikasian SC-FDMA pada RoF. Metode perhitungan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan beberapa nilai parameter dari data sekunder sesuai dengan standar LTE yang kemudian diolah dalam rumusrumus menggunakan bantuan software matlab 7...342 (R27b). Berikut ini langkah-langkah perhitungan untuk mendapatkan kinerja yang diinginkan: Gambar 2. Diagram Alir Perhitungan Kinerja Sistem a. Kanal noise pada RoF Sebelum menghitung noise pada sistem ini, perlu dicari nilai bandwidth sistem terlebih dahulu menggunakan persamaan (Hara, 23) : =...! (1) B sistem Mulai Masukan Nilai α, l f,b,, $ %, $ ', $ %, G op, m, I D, L wl (PL) Menghitung bandwidth sistem melalui persamaan (1) Menghitung SNR melalui persamaan (2) (3) keluaran SNR sistem SC- FDMA pada RoF Menghitung kapsitas kanal dengan persamaan (4) Keluaran kapasitas kanal sistem Masukan nilai ( τsumber), ( τreceiver) Menghitung dispersi material dengan persamaan () Menghitung dispersi total dengan persamaan (6) Menghitung bit rate dengan persamaan (7) Keluaran bit rate Menghitung BER sistem dengan persamaan (8) Keluaran BER sistem SC- FDMA pada RoF Selesai = bandwidth sistem (Hz)

3 T s = durasi simbol SC-FDMA (s) T sub = durasi simbol masing-masing subcarrier (s) disebut juga useful symbol length T cp = durasi cyclic prefix (s) R tot = laju bit total yang tersedia (bps) M = jumlah kemungkinan sinyal N = jumlah subcarrier α cp = faktor cyclic prefix b. Signal to Ratio (SNR) Dalam teknologi radio over fiber (RoF), terdapat dua macam propagasi, nirkabel dan kabel. Maka SNR total sistem merupakan hasil dari dua propagasi tersebut, maka persamaannya adalah (Fernando X.N., 24) : ()* = dengan: ' +, -.,/ 1 23 4/67 89 4 : ;1 < =>?/67 @ 673/67 67 A 4/67 B C (2) SNR = signal to noise ratio (db) m = indeks modulasi optik I D = arus DC rata-rata yang terdeteksi E [s 2 (t)] = daya masukan RF (daya pancar) (dbm) L op =rugi-rugi total dalam saluran serat optik E[n 2 op (t)] = total noise saluran optik L wl =rugi-rugi propagasi (PL) G op = gain amplifier optik ()*DEDFGH I= 1 log 1 ()* (3) c. Kapasitas kanal sistem Dalam teorema Shannon, besarnya kapasitas kanal diperoleh dari persamaan berikut (Wilson, 1996) : ( ) C = B sistem log 2 1 + SNR sistem (4) dengan : C = kapasitas kanal sistem (bps) B sistem = bandwidthsistem(hz) SNR sistem = signal to noise ratio sistem (db) d. Dispersi Dispersi serat optic single mode yang terjadi RoF adalah dispersi bahan. Dispersi material disebabkan oleh variasi indeks bias dengan panjang gelombang untuk serat (Mohamed, et al., 211) = O.l. Dm () O Dm l = dispersi bahan (ps) = lebar spektrum sumber optik (nm) = koefisien dispersi bahan (ps/nm.km) = a. Bit rate Bit rate yang dibahas dalam penelitian ini merupakan bit rate sistem di dalam saluran optik saja, hal ini dirumuskan dalam (Xavier Fernando, 24) : sistem = P sumber + receiver + mat (6) R = 1.S T sistem (7) L = panjang serat optik c = kecepatan cahaya λ = lebar spectral sumber optik λ = panjang gelombang yang digunakan U 9 = turunan kedua dari indeks bias terhadap panjang UV gelombang τ = disperse g. Bit Error Rate (BER) BER (bit error rate) bit merupakan nilai ukur kualitas sinyal yang diterima untuk sistem transmisi data digital. BER juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bit error terhadap total bit yang diterima. Nilai BER dipengaruhi oleh signal to noise ratio sistem. BER sistem dinyatakan dalam (Hara, 23) : ( SNR sistem ) 1 BER = erfc 2 dengan : BER = bit error rate sistem SNR sistem = signal to noise ratio sistem (db) Erfc (x) =fungsi kesalahan dari variabel (x) III. PEMBAHASAN DAN HASIL Bab ini membahas dan menganalisis perhitungan mengenai performansi SC-FDMA pada teknologi RoF. Analisis yang akan dilakukan meliputi parameter Signal to Noise Ratio (SNR), kapasitas kanal, bit rate dan Bit Error Rate (BER). variabel bebas yang digunakan untuk perhitungan dalam penelitian yaitu panjang serat optik ( km km), teknik modulasi (QPSK, 16-QAM dan 64-QAM), jenis cyclic prefix (short dan long/extended) dan yang terakhir adalah panjang gelombang (133nm, 149nm dan 1nm). Jaringan LTE telah menggunakan Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) pada kanal uplink. Pada penelitian ini, transmisi data dilakukan pada sisi uplink, dan pada kanal bandwidth 1 MHz. Hasil perhitungan, analisis, dan pembahasan diuraikan sebagai berikut : A. Analisis Signal to Ratio (SNR) Teknologi RoF pada SC-FDMA SNR adalah perbandingan sinyal yang diterima di sisi receiver dengan noise dan rugi-rugi total di seluruh sistem. Di sub bab ini, pada analisis SNR digunakan spesifikasi mobile LTE standar 3GPP release 8. Selain itu juga digunakan spesifikasi RoF. Kanal noise yang digunakan dalam menghitung SNR terdiri atas kanal optik dan kanal wireless. Kanal wireless terdiri dari noise AWGN dan rugi-rugi propagasi ruang bebas. Perhitungan SNR sistem ini akan digunakan tiga teknik modulasi yaitu QPSK, 16-QAM dan 64-QAM sebagai salah satu variabel bebas untuk mencari nilai parameter SNR. Selain itu juga digunakan dua jenis CP yang dibedakan dan tiga jenis panjang gelombang pada tiap teknik modulasi yang berbeda. (8) dengan:

4 Gambar 3. Grafik hubungan panjang serat optic dengan SNR dengan CP =,729 teknik modulasi QPSK 3 3 3 3 2 1 1 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik Terhadap SNR sistem QPSK CP=,729 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik Terhadap SNR sistem 16-QAM CP=,729 Untuk analisis perubahan nilai yang disebabkan oleh penggunaan CP short dan extended akan diambil salah satu contoh grafik pada gambar 6 yaitu pada 64-QAM Meskipun perbedaan nilainya sangat tipis, tetapi dapat diketahui nilainya bila dibandingkan dengan gambar, penggunaan CP extended,2 memiliki nilai lebih baik dibandingkan CP,729. Pada panjang serat optik yang sama misalnya km dan panjang gelombang 1 nm nilai SNR sistem untuk CP =,729 didapatkan sebesar 19,419 db sedangkan pada CP =,2 didapatkan nilai 19, 436 db. 3 3 2 1 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik Terhadap SNR sistem 64-QAM CP=,2 1 2 1 1 Gambar 4. Grafik hubungan panjang serat optic dengan SNR dengan CP =,729 teknik modulasi 16-QAM Gambar 6. Grafik hubungan panjang serat optic dengan SNR dengan CP =,2 teknik modulasi 64-QAM Dari ketiga teknik modulasi yang digunakan, nilai SNR terbaik ialah pada teknik modulasi 64-QAM yaitu dengan nilai maksimalsebesar 34,436 db di panjang gelombang 1 nm dan jarak km serta CP yang digunakan adalah,2. 3 3 2 1 1 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik Terhadap SNR sistem 64-QAM CP=,729 B. Analisis Kapasitas Kanal Serat Optik Teknologi RoF pada SC-FDMA Dalam perhitungan kapasitas kanal sistem diperlukan nilai SNR sistem yang sudah dihitung sebelumnya. Perhitungannya menggunakan rumus (4). 14 12 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik Terhadap Kapasitas Kanal QPSK CP=,2 Gambar. Grafik hubungan panjang serat optic dengan SNR dengan CP =,729 teknik modulasi 64-QAM Pada Gambar 3, 4 ataupun menunjukkan bahwa pada tiga teknik modulasi yang digunakan di sistem ini, panjang serat optik berbanding terbalik dengan nilai SNR sistem, hal ini terjadi karena rugi-rugi yang terjadi dalam proses transmisi semakin besar. Selain itu, pada panjang serat optik yang sama, nilai SNR sistem untuk panjang gelombang 1 nm lebih unggul dibandingkan dengan panjang gelombang 149 nm dan 131 nm karena nilai L op yang dihasilkan lambda 1 nm paling besar diantara dua lambda lainnya sesuai dengan persamaan rugi-rugi optik L op. K a p a s i t a s K a n a l ( G b p s ) 1 8 6 4 2 Gambar 7. Grafik hubungan kapasitas kanal terhadap panjang serat optik dengan CP =,2 pada teknik modulasi QPSK

K a p a s i t a s K a n a l ( G b p s ) K a p a s i t a s K a n a l ( G b p s ) 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 3 3 2 1 1 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik Terhadap Kapasitas Kanal 16-QAM CP=,2 Gambar 8. Grafik hubungan kapasitas kanal terhadap panjang serat optik dengan CP =,2 pada teknik modulasi 16-QAM Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik Terhadap Kapasitas Kanal 64-QAM CP=,2 B i t R a t e ( G b p s ) 24 22 2 18 16 14 12 1 C. Analisis Bit rate Kanal Optik Teknologi RoF pada SC-FDMA Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik Terhadap Bit Rate Sistem 8 Gambar 1. Grafik hubungan bit rate terhadap panjang serat optik Gambar 1 menjelaskan hubungan antara panjang serat optik dengan bit rate pada kanal optik. Baik pada panjang gelombang 131 nm, 149 nm ataupun 1 nm didapatkan bahwa panjang serat optik berbanding terbalik dengan nilai bit rate sistem kanal optik. Semakin pendek panjang serat optik yang digunakan maka nilai bit rate sitem semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin pendek panjang serat optik yang digunakan maka semakin kecil pula nilai dispersi material suatu sistem sehingga nilai bit rate semakin besar. Gambar 9. Grafik hubungan kapasitas kanal terhadap panjang serat optik dengan CP =,2 pada teknik modulasi 64-QAM Gambar 7, 8 dan 9 menunjukan bahwa nilai kapasitas kanal yang terbaik diantara tiga teknik modulasi yang digunakan adalah pada teknik modulasi 64-QAM. Terjadi demikian karena hasil perhitungan SNR sistem pada teknik modulasi 64-QAM juga menunujukkan nilai yang terbaik sehingga nilai kapasitas kanalnya juga sama. Ditunjukkan pada grafik pula bahwa nilai kapasitas kanal berubah secara logaritmik terhadap panjang serat optik. Semakin besar panjang serat optik yang digunakan, nilai kapasitas sistem semakin kecil, karena nilai SNR sistem serta bandwidth untuk serat optiknya juga semakin kecil. Sedangkan pada panjang serat optik sama, CP sama pada semua teknik modulasi yang digunakan didapatkan bahwa nilai kapasitas kanal sistem dengan panjang gelombang 1 nm memiliki nilai lebih baik dibandingkan 131 nm dan 149 nm sebab pada panjang gelombang 131 nm dan 149 nm nilai SNR sistem lebih kecil akibat dari koefisien redaman optic yang lebih besar, tetapi bandwidth sistem lebih besar karena koefisien dispersi panjang gelombangnya lebih kecil. Untuk pengaruh penggunaan CP diketahui dengan perbedaan nilai yang sangat tipis CP =,2 memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan CP =,729. D. Analisis Bit Error Rate (BER) Teknologi RoF pada SC-FDMA Bit Error Rate (BER) adalah perbandingan nilai bit yang salah saat proses transmisi berlangsung, dihitung di sisi receiver. BER diharapkan memiliki nilai yang sekecil mungkin agar diperoleh kualitas sinyal yang baik. Oleh karena itu, BER sistem tergantung pada ukuran kualitas sinyal (SNR sistem ) yang diterima. Dari gambar 11, 12 dan 13 dapat diketahui bahwa nilai BER sistem berbanding lurus dengan panjang serat optik, dengan kata lain semakin panjang serat optik maka nilai BER juga semakin besar pada ketiga teknik modulasi yang digunakan. B E R ( x 1 - ) 3 3 2 1 1 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik pada QPSK Terhadap BER sistem dengan CP =,729 Gambar 11. Grafik hubungan BER terhadap panjang serat optik dengan CP =,729 pada teknik modulasi QPSK

6 B E R ( x 1 - ) Gambar 12. Grafik hubungan BER terhadap panjang serat optik dengan CP =,729 pada teknik modulasi 16-QAM B E R ( x 1 - ) 6 4 3 2 1 6 4 3 2 1 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik pada 16-QAM Terhadap BER sistem dengan CP =,729 Grafik Pengaruh Panjang Serat Optik pada 64-QAM Terhadap BER sistem dengan CP =,729 Gambar 13. Grafik hubungan BER terhadap panjang serat optik dengan CP =,729 pada teknik modulasi 64-QAM Berdasarkan gambar 11, 12 dan 13 diketahui bahwa teknik modulasi 64-QAM menunjukkan performasi terbaiknya bila ditinjau dari nilai BER sistemnya. Nilai BER sistem terbaik adalah 1,97 X 1-12 untuk panjang gelombang 1 nm dan panjang serat optik km CP =,729 dan teknik modulasi 64-QAM. IV. KESIMPULAN Berdasarkan perhitungan dan analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada pengaplikasian teknologi RoF di jaringan SC-FDMA sisi uplink mobile LTE penggunaan teknik modulasi yang berbeda akan berpengaruh pada nilai SNR, kapasitas kanal dan BER sistem. Maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada ketiga teknik modulasi yang digunakan didapatkan nilai SNR sistem untuk panjang gelombang 1 nm lebih tinggi dibandingkan SNR untuk panjang gelombang 148 nm dan 131 nm.. Pada teknik modulasi 64-QAM nilai SNR sistem tertinggi untuk panjang gelombang 1 nm adalah 34,436 db sedangkan untuk panjang gelombang 149 nm adalah 32,436 db dan pada panjang gelombang 131 nm adalah 26,936 db. 2. Pada tiga teknik modulasi yang digunakan SNR sistem memiliki performansi terbaik pada saat CP yang digunakan adalah,2 dibandingkan dengan CP =,729 yaitu sebesar 34,436 db dan 34,419 db sebagai nilai tertingginya. 3. Pada tiga teknik modulasi yang digunakan, semakin panjang serat optik yang digunakan, nilai kapasitas kanal semakin kecil. kapasitas kanal tertinggi adalah 319,29 Gbps pada panjang serat optik km dengan CP =,2 teknik modulasi 64-QAM panjang gelombang 1 nm, sedangkan nilai kapasitas kanal terendah adalah 1,27 Gbps yang terjadi saat panjang gelombang 131 nm pada panjang serat optik km teknik modulasi QPSK pada kedua CP yang digunakan. 4. Nilai rata-rata kapasitas kanal pada simulasi ini mencapai nilai terbaik pada saat teknik modulasi yang digunakan adalah 64-QAM dibandingkan dengan QPSK dan 16-QAM. Nilai maksimumnya adalah 319,29 Gbps.. Nilai BER sistem akan semakin tinggi seiring dengan semakin panjang serat optik yang digunakan baik pada teknik modulasi QPSK, 16-QAM maupun 64- QAM. Nilai BER sistem tertinggi pada simulasi ini adalah 1,64 x 1-3 terjadi di panjang serat optik 3 km, CP =,2, panjang gelombang 131 nm dan teknik modulasi QPSK. Dan nilai terendah BER sistem adalah 1,97 x 1-12 terjadi di panjang serat optik km, CP =,729, panjang gelombang 1 nm dan teknik modulasi 64-QAM. 6. Nilai BER sistem untuk panjang gelombang 1 nm menunjukkan performa terbaik dibanding panjang gelombang 149 nm dan 131 nm karena nilai rata-ratanya terkecil dibandingkan dua lainnya, dengan nilai terbaiknya sebesar 1,97 x 1-12. 7. Nilai rata-rata BER sistem memiliki nilai ratarataterbaik saat CP yang digunakan ialah,729 di tiga teknik modulasi yang digunakan, meskipun perbedaannya relatif kecil dengan CP =,2 dengan nilai terbaiknya yaitu 1,97 x 1-12. 8. Ditinjau dari rata-rata nilai BER sistem nya teknik modulasi 64-QAM adalah yang paling bagus dibandingkan dengan QPSK dan 16-QAM. Dengan masing-masing nilai terbaiknya secara berurutan adalah 1,97 x 1-12, 1, x 1-11 dan 4 x 1-9. DAFTAR PUSTAKA [1] IEEE 82.16 Broadband Wireless Access Working Group. (21, Jul.) Channel Models for Fixed Wireless Applications. [Online]. http://www.ieee82.org/ 16/tg3/contrib/82163c-1_29r4.pdf [2] Fernando, Xavier. 29. Radio over Fiber-An Optical Technique for Wireless Access. IEEE Communications Society. [3] Holma, Harri and Antti Toskala. 29. LTE for UMTS - OFDMA and SCFDMA Based Radio Access. UK: British Library [4] Hyung G. Myung. 29. Single Carrier FDMA a New Air interface for LTE. New York : John Wiley & Sons, Inc. [] Mohamed, Abd El Naser A., et al. (211). High transmission performance of radio over fiber systems over traditional optical fiber communication systems using different coding. formats for long haul applications. International Journal of Advances in Engineering & Technology (IJAET), ISSN: 2231-1963. [6] Ng oma, A. 22. Design of a Radio-over-Fibre System for Wireless LANs, Technische Universiteit Eindhoven [7] PT. IXIA. November 29. Sigle Carrier Frequency Division Multiple Access in LTE.Calabasas.http://www/ixia.com/