Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang MUHADI, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Overpass (Flyover) vs Underpass

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan dasar dari suatu struktur atau konstruksi, baik itu

Bab 1. Pendahuluan Pengaruh variasi kepadatan awal terhadap perilaku kembang susut tanah lempung ekspansif di Godong -Purwodadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

I. PENDAHULUAN. Mendirikan bangunan di atas tanah lempung akan menimbulkan beberapa

I. PENDAHULUAN. bangunan, jalan (subgrade), tanggul maupun bendungan. dihindarinya pembangunan di atas tanah lempung. Pembangunan konstruksi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI MENGENAI FRIKSI ANTARA TIANG DAN BEBERAPA JENIS TANAH LEMPUNG YANG BERBEDA YANG DIPENGARUHI OLEH KADAR AIR, WAKTU, DAN JENIS MATERIAL

I. PENDAHULUAN. beban akibat konstruksi di atasnya, maka diperlukan perencanaan yang

KONSTRUKSI BANGUNAN TEKNIK

I. PENDAHULUAN. beban lainnya yang turut diperhitungkan, kemudian dapat meneruskannya ke

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diimbangi oleh ketersediaan lahan, pembangunan pada lahan dengan sifat tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

TANAH EKSPANSIF; Karakteristik & Pengukuran Perubahan Volume, oleh Dr. Agus Tugas Sudjianto, S.T., M.T. Hak Cipta 2015 pada penulis

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Bangunan yang direncanakan diatas suatu lapisan tanah liat lunak harus

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

BAB 1. PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dalam perencanaan bangunan bangunan teknik sipil.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

TANAH LEMPUNG NON EKSPANSIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh beratnya beban yang harus ditanggung oleh tanah berbutir halus.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan pembangunan rumah susun

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

I. PENDAHULUAN. berbagai bahan penyusun tanah seperti bahan organik dan bahan mineral lain.

BAB III DATA PERENCANAAN

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

PENGARUH PERAWATAN TERHADAP DAYA TAHAN BETON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia konstruksi, tanah menduduki peran yang sangat vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. kembang susut yang relatif tinggi dan mempunyai penurunan yang besar.

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH

PENGARUH KEDALAMAN ELEKTRODA METODE ELEKTROKINETIK TERHADAP PENGEMBANGAN TANAH LEMPUNG EKSPANSIF Rizla Sheila 1, Agus Setyo Muntohar 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanah selalu mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi

BAB I PENDAHULUAN. alternatif ruas jalan dengan melakukan pembukaan jalan lingkar luar (outer ring road).

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan konstruksi sipil, tanah mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :

Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai.

BAB I PENDAHULUAN. menerima dan menyalurkan beban dari struktur atas ke tanah pada kedalaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI MENGENAI KAPASITAS FRIKSI TIANG PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF YANG DITINJAU DARI KADAR AIR TANAH, WAKTU, DAN MATERIAL

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

Solusi Perbaikan Jalan Diatas Tanah Dasar Expansive Clay dengan sistim konstruksi FILADELFIA FLYING PRECAST SLAB

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERENCANAAN TYPE PONDASI TIANG PANCANG HOTEL RICH PALACE SURABAYA DENGAN ZONA GEMPA KUAT TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan kelas utama di Indonesia. Sebagai

PENGARUH SEMEN DAN CUACA TERHADAP KEMAMPUAN KEDAP AIR TANAH EKSPANSIF TERCAMPUR NANOMATERIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bangunan sipil terbagi atas dua bagian yaitu bangunan di atas tanah (upper

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI

KAJIAN MODEL PERILAKU SWELLING PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DENGAN POLA DUA DIMENSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : FATZY HERDYANTO TUTUP HARIYADI PONCO.W

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN KADAR AIR TERHADAP TEKANAN PENGEMBANGAN TANAH EKSPANSIF ARAH VERTIKAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Banten. Sumber-sumber gempa di Banten terdapat pada zona subduksi pada pertemuan

KAJIAN POTENSI KEMBANG SUSUT TANAH AKIBAT VARIASI KADAR AIR (STUDI KASUS LOKASI PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM TERPADU UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO)

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (Studi Kasus di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

STUDI PARAMETER PERENCANAAN STONE COLUMN UNTUK PERBAIKAN BEARING CAPACITY DAN SETTLEMENT PADA TANAH LEMPUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya Cibarusah Cikarang, Kabupaten Bekasi merupakan jalan kolektor

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

STUDI PARAMETER UJI KONSOLIDASI MENGGUNAKAN SEL ROWE DAN UJI KONSOLIDASI KONVENSIONAL TANAH DAERAH BANDUNG (012G)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. Dalam pelaksanaan suatu proyek baik proyek besar maupun proyek kecil selalu

2015 PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME PADA NILAI KUAT GESER DAN SWELLING TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI LOKASI PROYEK JABABEKA CIKARANG

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

Transkripsi:

Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat Tanah liat ekspansif termasuk material berbutir halus yang banyak menimbulkan masalah bagi bangunan-bangunan teknik sipil, khususnya bagi struktur bawah. Penelitian mengungkap lebih dari 60% tanah bawah di Indonesia merupakan jenis tanah laterit (tanah dengan indeks plastisitas >30%) yang mempunyai sifat kembang susut yang besar, dimana daerah Surabaya barat termasuk salah satu lokasi yang tanah bawahnya rentan terhadap peristiwa kembang susut (swell-shrinkage). Semakin tinggi indeks plastisitas tanah liat ekspansif, semakin tinggi pula potensi pengembangannya. Menyadari hal tersebut, potensi dan efek kembang susut tanah perlu dipertimbangkan dengan seksama untuk menghindarkan kerusakan struktur bangunan yang terletak diatas ataupun didalam tanah. Untuk memberikan pemahaman lebih lanjut, berikut ini disajikan ulasan singkat mengenai tanah liat ekspansif a.l. sbb. : A. Investigasi & Survey Untuk mengidentifikasi sifat ekspansif/ kembang susut tanah liat, investigasi tanah yang dilaksanakan harus mencukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Survey terhadap lingkungan sekitar juga diperlukan untuk mengetahui faktor 2 apa saja yang dapat menyebabkan perubahan/ fluktuasi kadar air tanah ekspansif pada lokasi setempat. Nelson & Miller (1992) mengemukakan 3 fase utama dalam investigasi lapangan, a.l. sbb. : 1) Reconnaissance survey adalah tahap awal, a.l. pengumpulan peta, foto medan, foto udara, data/ pengalaman 2 setempat sehubungan dengan permasalahan kembang susut tanah liat setempat. 2) Preliminary investigation bertujuan untuk melakukan konfirmasi lebih lanjut apakah tanah bawah lokasi ybs. bersifat kembang susut. Investigasi meliputi pengambilan sampel tanah, test laboratorium, dan analisis awal yang selanjutnya dapat dipakai untuk mengidentifikasi karakteristik dan klasifikasi contoh2 tanah tsb. Investigasi lebih lanjut dapat dilakukan, jika preliminary investigation mengungkapkan potensi kembang susut contoh2 tanah tsb. 3) Detailed investigation meliputi penentuan properties/ parameter tanah dan perkiraan besar kembang-susut (swelling potential, %). Pada tahap ini, pengujian perlu

dilakukan pada sampel tanah dengan tingkat ketergangguan (disturbance) yang minim. Pengambilan sampel tanah tak terganggu harus dilakukan dengan hati-hati dan dilakukan oleh teknisi handal yang berpengalaman. Gambar 1. Skema investigasi lapangan (Nelson & Miller, 1992). B. Interaksi Fisika Kimia Dan Kandungan Mineralogi Nelson & Miller (1992) mengungkapkan pula beberapa faktor yang mempengaruhi sifat dan besarnya tekanan pengembangan, dimana interaksi fisika kimia antar butiran dan kandungan mineralogi merupakan faktor 2 berpengaruh seperti diuraikan Gambar 2, sbb. : Gambar 2. Mekanisme diffuse double layer (Budhu, 2000).

Pada skala mikroskopis, tanah lempung umumnya memiliki bentuk pipih, permukaan mineral lempung didominasi oleh keberadaan ion negatif (anion) yang akan cenderung menarik ion positif (kation). Fenomena tersebut selanjutnya dikenal dengan teori diffuse double layer (DDL). Kandungan mineral juga memegang peranan penting terhadap sifat dan potensi kembang susut, dimana mineral yang umumnya ditemukan pada tanah lempung adalah kaolinite, illite dan montmorillonite. Struktur lapisan dari ketiga mineral tersebut kedapatan cukup berbeda seperti diilustrasikan Gambar 3 sbb. : Gambar 3. Struktur lapisan kaolinite, illite, dan montmorillonite (Budhu, 2000). Nampak bahwa mineral montmorillonite memiliki layer pengikat yang lemah dan mudah terisi air, sehingga lempung dengan kandungan montmorillonite dan tingkat konsentrasi anion yang tinggi akan memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi pula, yang selanjutnya menyebabkan tanah lempung mengalami perubahan volume yang cukup besar. Air yang terabsorbsi tsb. selanjutnya mengisi celah/ pori diantara butiran 2 lempung (lihat Gambar 4) dan menyebabkan tanah mengembang ke arah atas. Sedangkan illite dan kaolinite tidak bersifat aktif, namun dapat menyebabkan perubahan volume jika ukuran partikel kedapatan sangat halus. Gambar 4. Kondisi butiran lempung pada saat menyerap air (Yong, 2001).

C. Zona Aktif Victorine, et. al. (1997) menyatakan bahwa perubahan volume tanah ekspansif jarang terjadi di elevasi tanah yang cukup dalam., perubahan volume hanya terjadi di kedalaman 2 permukaan tanah akibat perubahan kadar air. Suatu zona yang mengalami fluktuasi kadar air tanah yang umumnya terjadi akibat perubahan iklim/ cuaca (hujan & kemarau) selanjutnya didefinisikan sebagai zona aktif. Area Surabaya Barat diperkirakan memiliki kedalaman zona aktif yang berkisar antara 5-8 m. Gambar 4 menunjukkan profil kadar air yang berada pada zona aktif dengan berbagai macam kondisi iklim dan pengaruh adanya pavement dipermukaan tanah pada profil kadar air. Gambar 4. Profil kadar air tanah pada zona aktif (Ning Lu & Likos, 2004). Selain faktor perubahan iklim, kondisi kadar air di permukaan lapisan tanah akan berubah jika dilakukan pembangunan struktur yang bersifat menahan kadar air (moisture barrier) seperti lantai atau pavement. Keberadaan moisture barrier ini akan meniadakan evapotranspiration (penguapan) air yang selanjutnya memberikan pengaruh terhadap nilai kadar air dan menyebabkan pendangkalan zona aktif. Perubahan kondisi kadar air lainnya dapat diakibatkan oleh adanya sistem drainasi. Tersedianya sistem drainasi yang memadai tentunya akan mengurangi resiko terjadinya perubahan kadar air yang signifikan, sehingga potensi kembang susut juga dapat direduksi.

D. Potensi Permasalahan Tanah Ekspansif Pada Struktur Bawah Tanah Jika nantinya direncanakan konstruksi bangunan ataupun pembangunan struktur bawah tanah di area Surabaya Barat, kondisi yang membuat tanah ekspansif mengalami kontak dengan air perlu dihindarkan. Disamping memberikan tekanan pengembangan ke arah atas, akibat adanya pembasahan oleh air, tanah ekspansif juga akan mengalami penurunan kuat gesernya (pelunakan, softening). Sebaliknya, pada saat terjadi penurunan kadar air akibat penguapan, tanah ekspansif akan mengalami penyusutan/ pemampatan tanah yang tentunya berpotensi menyebabkan kerusakan struktur diatas maupun dibawah permukaan tanah. Berikut ini diuraikan beberapa potensi permasalahan yang seringkali timbul pada struktur 2 bawah tanah pada tanah ekspansif, a.l. sbb. : 1) Pondasi Tiang (Pile Foundation) Selain ditujukan untuk menahan gaya aksial tekan akibat pembebanan struktur diatasnya, pondasi tiang sebaiknya didesain pula untuk mampu menahan gaya uplift di kedalaman zona aktif. Tekanan pengembangan dari tanah ekspansif dapat menimbulkan deformasi ke arah atas (heaving) ataupun dorongan lateral terhadap pondasi tiang lain yang telah terinstal sebelumnya. Dampak dari pergerakan tanah tersebut akan berpengaruh terhadap kapasitas dukung tiang seperti digambarkan pada Gambar 5, sbb. : Gambar 5. Gaya 2 pondasi tiang yang mengalami heaving (Haggerty & Peck, 1971). Dalam kondisi ekstrim, heaving dan pergerakan lateral tanah dapat menyebabkan tegangan tarik dan geser yang berlebihan yang selanjutnya dapat memicu retak/ patahnya

pondasi tiang, khususnya pada lokasi sambungan antar elemen 2 tiang yang tidak dilas dengan baik. Salah satu solusi yang dapat dipakai untuk mereduksi potensi kegagalan pondasi tiang adalah penggunaan friction reducer dalam bentuk bitumen, plastik, ataupun geo-gundle yang membungkus sebagai selimut tiang di zona aktif. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan mereduksi gesekan tiang dengan tanah yang secara otomatis mereduksi besar gaya uplift yang dipikul oleh pondasi tiang. 2) Terowongan (Tunnel) Menyadari perilaku tidak menguntungkan tanah ekspansif pada uraian sebelumnya, pembangunan struktur terowongan sebisa mungkin dihindarkan dari lokasi 2 dengan tingkat potensi pengembangan yang tinggi. Namun, bila rute terowongan ternyata harus melewati area 2 yang kurang menguntungkan tsb., maka struktur terowongan perlu direncanakan terhadap tekanan pengembangan dan penurunan yang akan diakibatkan oleh perubahan volume tanah ekspansif tsb. Gambar 6. Contoh skematik konfigurasi terowongan (U.S. Department of Transportation-Federal Highway Administration, 2009). Beberapa solusi yang dapat dipakai untuk meminimalkan efek swelling pada terowongan adalah merencanakan struktur lining yang kedap air dengan tingkat kekakuan yang tinggi (ketebalan dapat mencapai 60-80 cm) untuk memberikan resistensi yang memadai terhadap tekanan pengembangan tanah ekspansif. Solusi lainnya adalah dengan

menginstal beton bertulang (plane reinforced concrete) konvensional pada bagian invert (dasar terowongan yang dipakai sebagai landasan/ track kendaraan, lihat Gambar 6). Tekanan pengembangan akan tereduksi akibat berat sendiri struktur beton bertulang ditambah dengan berat struktur lining yang didesain cukup tebal. Pemasangan instrumentasi (inklinometer, piezometer, extensometer, dll.) untuk keperluan monitoring menjadi hal yang tak dapat dielakkan untuk memantau dan menjamin stabilitas struktur terowongan. Hal lain yang tak kalah penting untuk dijadikan pertimbangan adalah perencanaan stand-up time dan penentuan elevasi muka air tanah yang akurat. Jika terowongan dibangun diatas muka air tanah, stand-up time lebih ditentukan oleh kuat geser tanah dan kuat tarik struktur lining, sedangkan jika kondisi terowongan direncanakan dibawah muka air tanah, stand-up time lebih ditentukan oleh koefisien permeabilitas tanah, mengingat penetrasi/ kebocoran air ke dalam terowongan akan menimbulkan permasalahan yang pelik. E. Penutup Tanah ekspansif merupakan salah satu tanah bermasalah yang mendominasi area Surabaya Barat yang sedang berkembang pesat. Manyadari sifat/ perilaku kembang susut yang merugikan tersebut, perencanaan bangunan 2 dan struktur bawah tanah pada lokasi setempat perlu direncanakan dengan baik. Untuk mereduksi besarnya tekanan pengembangan (swelling pressure) dan potensi pengembangan (swelling potential) tanah ekspansif di Surabaya Barat, diperlukan investigasi dan studi kelayakan pada lokasi setempat, akuisisi data 2 dengan kualitas dan kuantitas yang mencukupi, perencanaan dan analisis yang komprehensif, dan tindakan 2 antisipatif (perbaikan tanah, perkuatan struktur, dll.) yang perlu dilakukan sebelum dan selama proses konstruksi. Oleh : Yehezkiel A. Sucipto, Foundation Engineer, Testana Engineering, Inc., Surabaya.