TINJAUAN PUSTAKA. A. Obesitas. 1. Definisi. Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. tidak banyak melakukan aktivitas fisik dan menata pola makan agar menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB 1 PENDAHULUAN. udara termasuk oksigen. Secara alamiah paru-paru orang yang tinggal di

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI

SPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

Cara Mengukur Kapasitas dan Volume Paru-Paru

Sistem Pernapasan - 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh

Kurnia Eka Wijayanti

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

BAB VII SISTEM PERNAPASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

FAAL PERNAPASAN. Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Dewasa ini obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah utama di

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan lama sebesar 37%, perdarahan berlebihan sebesar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S.

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Sistem Pernafasan Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang belum dapat diselesaikan oleh negara-negara maju. dan berkembang di dunia. Studi pada tahun 2013 dari Institute for

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA. Laporan. Disusun untuk memenuhi tugas. Mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia.

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan

Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara. Anatomi Sistem Respirasi

Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru Anatomi Paru. Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses

HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernapasan merupakan sistem yang sangat penting dalam tubuh manusia. 17 Sistem

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru-paru terdiri dari bagian kanan dan kiri. Paru-paru kanan memiliki

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m 2 untuk

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatian soal 12.3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. komponen tersebut akan sangat mempengaruhi kinerja kerja seseorang,

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA

Obesitas dan Kapasitas Paru pada wanita. Obesity and Lung Capacity in Women

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

KISI KISI SOAL PRETEST DAN POST TEST. Ranah Kognitif Deskripsi Soal Jawaban

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

SISTEM PERNAFASAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

BAB I PENDAHULUAN. Organisme atau mahluk hidup memiliki bermacam-macam sistem jaringan

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas 1. Definisi Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan yang menyebabkan timbulnya resiko terhadap kesehatan (WHO, 2006). Obesitas juga merupakan keadaan dengan peningkatan jumlah lemak tubuh dari keadaan normal yang masih dapat diterima, disesuaikan dengan umur, jenis kelamin serta perkembangan tubuh. Peningkatan jumlah lemak tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah sel lemak, penambahan isi lemak pada masing-masing sel lemak atau gabungan keduanya (Rahmatullah, 2000). 2. Penyebab Obesitas Obesitas terjadi akibat mengonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Menurut beberapa literatur, obesitas disebabkan oleh banyak faktor, antara lain genetik, nutrisi, lingkungan, psikologi, hormonal, neurologis, dan sosial (Rahmatullah, 2000).

7 a. Faktor genetik Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Akan tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang dapat mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang (Farida El-Baz, 2009). b. Faktor lingkungan Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/ pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya (Farida El-Baz, 2009). c. Faktor psikis Apa yang ada di dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas (Farida El- Baz, 2009).

8 Ada dua pola makan abnormal yang dapat menjadi penyebab obesitas, yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan (Shils, 2006). d. Faktor obat-obatan Obat-obatan merupakan sumber penyebab signifikan dari terjadinya overweight dan obesitas iatrogenik. Obat-obat yang dapat menyebabkan obesitas diataranya adalah golongan steroid, antidiabetik (insulin, sulfonilurea), antihistamin, antihipertensi (α dan β-bloker), dan protease inhibitor (Shils, 2006). e. Faktor perkembangan Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, dapat memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah selsel lemak tidak dapat dikurangi, sehingga penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel (Farida El-Baz, 2009). f. Aktivitas fisik Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang orang yang tidak aktif memerlukan

9 lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas (Farida El-Baz, 2009). 3. Jenis- jenis Obesitas Berdasarkan letak timbunan lemak obesitas dapat dibagi menjadi dua (Emedicine Health, 2010), antara lain: a. Obesitas android atau tipe sentral Bila lemak banyak tertimbun di setengah bagian atas tubuh (perut, dada, punggung, muka). Pada umumnya umumnya tipe ini dialami oleh pria. b. Obesitas ginekoid atau tipe perifer Bila lemak tertimbun di setengah bagian bawah tubuh (pinggul dan paha). Kegemukan tipe ini biasanya banyak dialami oleh wanita. 4. Pengukuran Obesitas Penentuan kriteria obesitas ada berbagai macam, dan obesitas dapat ditentukan dengan cara langsung atau tidak langsung (Rahmatullah, 2000). a. Mengukur lemak tubuh 1) Underwater weight, pengukuran berat badan dilakukan di dalam air dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang tersisa.

10 2) BOD POD merupakan ruang berbentuk telur yang telah dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah udara yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh. 3) DEXA (dual energy X-ray absorptiometry), menyerupai scaning tulang. Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh. Dua cara berikut lebih sederhana dan tidak rumit: Jangka kulit, ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang menyerupai forseps) (Farida El-Baz, 2009). Bioelectric impedance analysis (analisa tahanan bioelektrik), penderita berdiri di atas skala khusus dan sejumlah arus listrik yang tidak berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh, kemudian dianalisis (Rahmatullah, 2000). b. BMI (Body Mass Index) WHO menetapkan suatu pengukuran/ klasifikasi obesitas yang tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan. Metode yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah BMI (Body Mass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.

11 Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan yang diusulkan berdasarkan BMI pada Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000) Kategori Underweight Normal Overweight at risk obese I obese II BMI (kg/m2) < 18.5 kg/m2 18.5-22.9 kg/m2 23 kg/m2 23-24.9 kg/m2 25-29.9 kg/m2 30kg/m2 c. Penyebaran lemak Mengetahui jumlah total lemak di dalam tubuh adalah hal utama untuk mengetahui tingkat obesitas dan bahaya kesehatan yang ditimbulkannya, hal lain yang juga tak kalah penting adalah mengetahui distribusi atau lokasi lemak tersebut. Lemak yang berada di sekitar perut memberikan risiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan lemak di daerah paha atau bagian tubuh yang lain. Suatu metode yang sederhana namun cukup akurat untuk mengetahui hal tersebut adalah lingkar pinggang.

12 B. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan Komponen dari sistem pernapasan dibagi kedalam sistem pernapasan bagian atas dan sistem pernapasan bagian bawah. Sistem pernapasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring. Sistem pernapasan bagian bawah meliputi laring (kotak suara), trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus paru. Terdapat kantung tertutup berdinding ganda yang disebut kantung pleura, memisahkan tiap-tiap paru dari dinding toraks dan struktur di sekitarnya (Price, 2005). Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Pernapasan dapat dibagi menjadi empat peristiwa fungsional utama, yakni: 1) ventilasi paru yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru; 2) difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah; 3) transpor oksigen; dan 4) karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh keluar-masuk sel, dan pengaturan ventilasi (Guyton, 1997). Prinsip dasar mekanisme pernapasan diawali dengan proses inhalasi. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer sama dengan tekanan udara dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan intra-alveolar (Sloane, 2003). Oleh karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, tekanan intraalveolar harus lebih rendah dari tekanan atmosfer. Demikian juga dengan ekspirasi, tekanan intra-alveolar harus lebih tinggi daripada tekanan atmosfer (Sherwood, 2001).

13 Pada awitan inspirasi, otot-otot inspirasi, diafragma dan otot antar iga eksternal, terangsang untuk berkontraksi, sehingga terjadi pembesaran rongga toraks. Diafragma bergerak ke bawah dan memperbesar rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga toraks yang membesar. Paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara : 1) diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar dan memperkecil rongga dada, dan 2) depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada (Guyton, 1997). Sewaktu paru mengembang tekanan intra-alveolar menurun dan udara mengalir ke paru mengikuti penurunan gradient tekanan. Pada akhir inspirasi, otot-otot inspirasi melemas, diafragma kembali ke bentuknya yang seperti kubah; pada saat antar iga eksternus melemas, sangkar iga yang terangkat turun karena gravitasi; dan dinding dada dan paru yang teregang kembali menciut dan berkurang volumenya, tekanan intra-alveolar meningkat dan udara keluar mengikuti gradien tekanan (Sherwood, 2001). C. Volume dan Kapasitas Paru Pada orang dewasa sehat, rata-rata jumlah maksimum udara yang dapat dikandung oleh kedua paru adalah sekitar 5,7 liter pada pria (4,2 liter pada wanita). Bentuk anatomis, usia, distensibilitas paru, dan ada atau tidak penyakit paru mempengaruhi kapasitas paru total (Sherwood, 2001).

14 Volume udara dalam paru-paru dan kecepatan saat inspirasi dan ekspirasi dapat diukur menggunakan spirometer (Guyton, 1997). Spirometri terdiri atas sebuah drum yang dibalikkan di atas bak air, dan drum tersebut diimbangi oleh suatu beban. Dalam drum terdapat gas untuk bernapas, biasanya udara atau oksigen; dan sebuah pipa yang menghubungkan mulut dengan ruang gas (Sherwood, 2001). Gambar 1. Kurva Spirometri Kurva siprometri adalah sebuah spirogram yang menunjukkan perubahan volume paru pada berbagai kondisi pernapasan. 1. Volume Paru (Sherwood, 2001) a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang masuk dan keluar paruparu selama ventilasi normal biasa. VT pada orang dewasa muda sehat berkisar 500 ml untuk laki laki dan 380 ml untuk perempuan.

15 b. Volume cadangan inspirasi (VCI) adalah volume udara ekstra yang masuk ke paru paru dengan inspirasi maksimum di atas inspirasi tidal. VCI berkisar 3000 ml. c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang dapat dikeluarkan pada akhir ekspirasi tidal normal. VCE biasanya berkisar 1.200 ml pada laki -laki dan 800 ml pada wanita. d. Volume residual (VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat. Volume residual penting untung kelangsungan aerasi dalam darah pada saat jeda pernapasan. Rata-rata volume ini pada laki-laki sekitar 1.200 ml dan perempuan 1000 ml. e. Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dari paru yang terinflasi maksimal saat detik pertama ekshalasi maksimum. Nilai normalnya sekitar 80% KV. 2. Kapasitas Paru (Sherwood, 2001) a. Kapasitas residual fungsional (KRF) adalah penambahan volume residual dan volume cadangan ekspirasi (KRF=VR + VCE). Kapasitas ini merupakan jumlah udara sisa dalam sistem respiratorik setelah ekspirasi normal. Nilai rata-ratanya adalah 2.200 ml. b. Kapasitas inspirasi (KI) adalah penambahan volume tidal dan volume cadangan inspirasi (KI=VT+VCI). Nilai rata-ratanya adalah 3.500 ml. c. Kapasitas vital (KV) adalah penambahan volume tidal, volume cadangan inspirasi, dan volume cadangan ekspirasi (KV=VT+VCI+VCE). Kapasitas vital merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dengan kuat setelah inspirasi

16 maksimum. Kapasitas vital dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti postur, ukuran rongga toraks, dan komplians paru. Nilai rata-ratanya sekitar 4.500 ml. d. Kapasitas paru total (KTP) adalah jumlah total udara yang dapat ditampung dalam paru dan sarna dengan kapasitas vital ditambah volume residual (KTP=KV+VR). Nilai rata-ratanya adalah 5.700 ml. D. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Faal Paru Berbagai faktor normal yang ikut mempengaruhi dan menentukan besarnya parameter ventilasi paru individu normal telah diketahui, antara lain: 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) tinggi badan, 4) berat badan terutama tingkat kegemukan seseorang, 5) suhu badan individu saat perneriksaan, 6) kelembaban udara, 7) olahraga, 8) posisi atau perubahan posisi tubuh saat pemeriksaan dan sebagainya (Rahmatullah, 1999). Kapasitas vital laki -laki besar lebih besar daripada kapasitas vital wanita. Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang

17 bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton, 1997). Tabel 2. Nilai Standar Kapasitas Paru Umur(th) laki-iaki Perempuan 4 700 600 5 850 800 6 1070 980 7 1300 1050 8 1500 1350 9 1700 1550 10 1950 1740 11 2200 1950 12 2540 2150 13 2900 2350 14 3250 2480 15 3600 2700 16 3900 2700 17 4100 2750 18 4200 2800 19 4300 2800 20 4320 2800 21 4320 2800 22 4300 2800 23 4280 2790 24 4250 2780 25 4220 2770 26 4200 2760 27 4180 2740 28 4150 2720 29 4120 2710 30 4100 2700 31-35 3990 2640 36-40 3800 2520 41-45 3600 2390 46-50 3410 2250 51-55 3240 2160 56-60 3100 2060 61-65 2970 1960 Sumber : Herry Koesyanto, 2005

18 Selain itu, berdasarkan pada tinggi badan seseorang dapat ditaksir besar kapasitas vitalnya. Orang yang semakin tinggi cenderung mempunyai kapasitas vital paru yang lebih besar dari orang yang tinggi badannya rendah. Pada pria kapasitas vital prediksi = (27,63-0,112 U) TB, sementara pada wanita kapasitas total prediksi = (21,78-0,101 U) TB. U merupakan umur dalam tahun dan TB adalah tinggi badan dalam cm (Pinzon, 1999). Olahraga merupakan kegiatan yang menyebabkan perubahan besar dalam sistem sirkulasi dan pernapasan. Kedua hal tersebut berlangsung bersamaan dan terpadu sebagai bagian dari respons homeostatic (Indriawati, 2005). Pada penelitian yang dilakukan pada dua kelompok siswa, yaitu olahragawan dan non-olahragawan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata nilai kapasitas vital paksa (KVP) paru (Rahmatullah, 1999). Selain faktor fisiologis tersebut, fungsi atau parameter ventilasi paru juga dapat dipengaruhi oleh konsumsi rokok dan penyakit atau kondisi kesehatan (Indriawati, 2005). Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,721 ml untuk non perokok, 38,4 ml untuk bekas perokok dan 41,7 ml untuk perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar daripada pengaruh debu yang hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2009).

19 E. Perubahan Faal Paru pada Obesitas (Setiyanto, 2005) 1. Perubahan mekanika respirasi/kemampuan regangan paru Obesitas, khususnya pada penderita obesity hiperventilation syndrome (ORS), menyebabkan penurunan kemampuan regangan (compliance) paru, dinding thorax, dan system pernafasan secara keseluruhan. Penurunan compliance ini disebabkan oleh bertambahnya volume darah pulmoner dan kolapsnya saluran napas terminal. Kelebihan berat badan memberikan beban tambahan pada thorax dan abdomen dengan akibat peregangan yang berlebihan pada dinding thorax. Selain itu, otot-otot pernapasan harus bekerja lebih keras untuk menghasilkan tekanan negatif yang lebih tinggi pada rongga pleura untuk memungkinkan aliran udara masuk saat inspirasi. Pada penderita obesitas sederhana (simple obesity, tanpa ORS) compliance paru mungkin normal atau mendekati normal. Dengan demikian diduga ada mekanisme lain yang menyebabkan timbulnya perubahan compliance pada penderita ORS. 2. Peningkatan tahanan sistem pernapasan Tahanan sistem pernapasan secara keseluruhan mengalami peningkatan pada penderita obesitas. Pada penderita obesitas sederhana peningkatan terjadi sekitar 30%, sedangkan pada penderita ORS dapat mencapai 100%. Peningkatan ini kemungkinan besar berkaitan dengan peningkatan tahanan pada saluran napas kecil (bukan saluran napas besar) karena ternyata volume paru berkurang. Dengan demikian rasio FEV/FVC akan tetap normal (selama tidak dijumpai penyakit paru obstruksif). Tahanan

20 ini makin meningkat bila penderita berbaring terlentang karena beban masa yang ditimbulkan oleh lemak di daerah supra-iaring pada saluran napas, dan peningkatan aliran darah pulmoner, yang pada akhirnya mengakibatkan saluran napas makin menyempit. Pada posisi terlentang juga terjadi penurunan kapasitas residual fungsional (functional recidual capasity (FRC)) yang akan menambah tahanan saluran napas. 3. Perubahan pola pernapasan/respiratory drive Sebagian besar penderita obesitas adalah eukapnik. Namun sebagian kecil di antaranya (terutama penderita ORS) mengalami peningkatan PaCO2 secara kronis. Baik kelompok penderita obesitas sederhana maupun ORS mengalami perubahan pola pernapasan, namun masing-masing memiliki pola yang berbeda. Sebagai usaha untuk mengompensasi peningkatan beban pada otot pernapasan, penderita obese mengalami peningkatan respiratory drive yang mengakibatkan peningkatan ventilasi semenit (minute ventilation (Ve). Penderita obese eukapnik mengalami peningkatan frekuensi napas sekitar 25%-40% dibandingkan orang normal, sedangkan volume tidalnya (Vt) tetap normal baik pada saat istirahat maupun saat aktivitas fisik. Eukapnia juga tetap dipertahankan akibat terjadi peningkatan rangsangan saraf pada otot pernapasan, dan peningkatan respons pernapasan terhadap hipoksia. Penderita obese eukapnik juga mengalami perubahan central breath timing (penurunan waktu ekspirasi) sebagai akibat perubahan compliance sistem pernapasan. Penderita obesitas sederhana menunjukkan penurunan respon pernapasan terhadap CO2 dibandingkan penderita non-obese. Dibandingkan penderita

21 obesitas sederhana, penderita ORS mengalami peningkatan frekuensi napas sebesar 25% dan penurunan Vt sebesar 25%. Penurunan Vt menyebabkan gangguan ventilasi alveolar. Perubahan mekanika dinding thorax atau gangguan fungsi otot pernapasan menyebabkan berkurangnya kemampuan penderita untuk mengoreksi PaCO2 selama manuver hiperventilasi volunter. Selain itu, didapatkan pula penurunan respon tekanan oklusi rongga mulut terhadap perubahan CO2. Keduanya mengindikasikan bahwa pada penderita ORS terjadi perubahan pola pernapasan akibat abnormalitas respiratory drive. Secara umum, penderita ORS memiliki gangguan respon pernafasan terhadap perubahan CO2 dan hipoksia yang lebih berat dibandingkan penderita obesitas sederhana. 4. Kekuatan dan ketahanan otot pernapasan Kekuatan otot-otot inspirasi dan ekspirasi mungkin sedikit terganggu pada penderita ORS. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, namun diduga berkaitan dengan infiltrasi lemak pada otot-otot dan peregangan berlebihan pada otot diafragma. Ketahanan otot-otot pernapasan yang diukur dengan manuver ventilasi volunter maksimal (maximal voluntary ventilation (MVV)) juga menurun. 5. Gangguan pertukaran gas Gangguan pertukaran gas pada obesitas tergantung pada derajat keparahan obesitas, apakah penderita termasuk obesitas sederhana atau OHS. Penderita obesitas ring an hingga sedang memiliki PaCO2 yang normal.

22 Penderita dengan obesitas sederhana mengalami penurunan PaCO2 dan perbedaan tekanan oksigen alveolar dan arteri yang makin lebar. Abnormalitas tersebut makin parah pada penderita OHS. Penderita OHS mengalami hipoksemia, baik pada siang maupun malam hari. Hipoksemia ini disebabkan oleh ketidaksetaraan ventilasi/perfusi (V/Q) dan shunting pada bagian paru (khususnya bagian basal) yang mengalami atelektasis dan oklusi saluran napas tetapi masih tetap mendapatkan perfusi yang normal. Dibandingkan penderita obesitas sederhana, pada penderita OHS didapatkan fraksi shunting yang lebih besar (±40% curah jantung) dan rasio V/Q yang lebih rendah. Hipoventilasi ikut berperan pada terjadinya hipoksemia pada penderita OHS. Hipoksemia ini makin berat bila penderita berbaring terlentang, karena FRC (Forced Residual Capasity) akan makin berkurang.pada penderita OHS PaCO2 meningkat. Hal ini mungkin disebabkan oleh abnormalitas respiratory drive dan peningkatan beban kerja pernapasan. Pada kondisi dimana terjadi peningkatan baban kerja pernapasan yang berlebihan maka hipoventilasi dan toleransi terhadap PaCO2 yang lebih tinggi merupakan mekanisme kompensasi untuk mencapai efisiensi energi. Kemoreseptor pada susunan saraf pusat kemudian menyesuaikan diri terhadap peningkatan PaCO2 yang menyebabkan berkurangnya respiratory drive. Beberapa faktor yang lain, termasuk OSAS, diameter saluran napas bagian atas yang kecil, dan obesitas sendiri ikut berperan pada patogenesis OHS.

23 6. Peningkatan beban kerja pernapasan Beban kerja pernapasan adalah banyaknya energi yang dibutuhkan dalam proses pernapasan. Untuk mengukur banyaknya energi yang dibutuhkan tersebut digunakan ukuran antara berupa banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh otot-otot pernapasan untuk tiap liter ventilasi (oxygen cost). Pada penderita obesitas berat oxygen cost meningkat beberapa kali lipat. Secara keseluruhan terjadi peningkatan beban kerja pernapasan pada penderita obesitas karena peningkatan oxygen cost, penurunan kemampuan regangan jaringan paru (compliance), peningkatan tahanan sistem pernapasan, peningkatan nilai ambang beban inspirasi akibat massa jaringan lemak yang berlebihan. Penderita OSAS (obesity sleep apneu syndrome) juga mengalami peningkatan tahanan saluran napas di daerah faring dan nasofaring yang berkorelasi dengan indeks masa tubuh (IMT) dan semakin meningkatkan beban kerja pernapasan. Penderita obesitas sederhana mengalami peningkatan beban kerja pernapasan sebesar 60% dibandingkan orang normal, sedangkan penderita OHS mengalami peningkatan sebesar 250%. 7. Berkurangnya toleransi aktivitas fisik Kebanyakan penderita obesitas mengalami hambatan untuk melakukan aktivitas fisik. Beberapa mekanisme berperan pada berkurangnya toleransi aktivitas fisik tersebut. Sebagian besar penelitian tentang aktivitas fisik dan obesitas dilaksanakan pada penderita obesitas sederhana. Laju metabolisme tubuh pada saat istirahat mengalami peningkatan. Penderita obese mengonsumsi oksigen 25% lebih banyak

24 dibandingkan non-obese. Hal ini makin bertambah saat penderita melakukan aktivitas fisik. Banyaknya energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan massa tubuh merupakan salah satu penyebab meningkatnya beban metabolisme untuk menghasilkan kerja ringan hingga sedang. Perubahan mekanika dinding thorax dan abdomen ikut berperan pada peningkatan beban kerja ventilasi. Hal ini akan memicu semakin meningkatnya denyut jantung dan frekuensi pernapasan pada saat puncak aktivitas fisik, walaupun aktivitas fisik yang dikerjakannya hanya submaksimal. Dengan demikian penderita obese akan mengalami penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik walaupun kondisi kardiovaskulernya cukup sehat. Konsumsi oksigen maksimal (VO2 max) yang dinyatakan dalam ml/kg berat badan/menit adalah rendah dan berbanding terbalik dengan persentase lemak tubuh. Perbandingan nilai ambang anaerobik terhadap berat badan juga menurun. Semua perubahan tersebut menimbulkan sensasi sesak napas dan mengakibatkan penderita obese cenderung mengurangi tingkat aktivitas fisiknya (deconditioning). Faktor kardiovaskuler juga ikut berperan. Penderita hipoksemia kronik denganltanpa gangguan pernapasan saat tidur akan mengalami hipertensi pulmoner. Akibatnya akan timbul gangguan fungsi ventrikel kanan dan kiri pada saat aktivitas. Disfungsi diastolik juga dapat terjadi bila terdapat hipertensi, iskemia miokard, penyakit mikrovaskuler (biasanya terkait dengan diabetes) seringkali dijumpai pada penderita obesitas. Gangguan muskuloskeletal (misalnya kesulitan berjalan dan rasa nyeri akibat artritis) akan makin membatasi aktivitas penderita. Semua faktor tersebut

25 menyebabkan menurunnya kapasitas fungsional penderita obesitas berat akan makin sulit melaksanakan aktivitas sehari-hari. Mekanisme penurunan toleransi aktivitas fisik pada obesitas, yaitu: a. Peningkatan laju metabolisme saat istirahat dan saat aktivitas b. Beban metabolisme yang tinggi untuk menggerakkan massa tubuh c. Perubahan mekanika dinding thorax dan abdomen d. Rendahnya cadangan ventilasi dan kardiovaskuler e. Rendahnya nilai ambang anaerobic f. Sesak napas g. Hipertensi pulmoner h. Disfungsi diastolic i. Iskemia miokard j. Penyakit pembuluh darah tepi / mikrovaskuler k. Abnormalitas musculoskeletal l. Kecemasan