BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan,

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas serta

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

Tujuan Instruksional Khusus

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Perubahan social. Menurut Kingsley Davis, bahwa perubahan social ini merupakan bagian dari perubahanperubahan

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. individu, kelompok maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan,

MATERI 6 HUBUNGAN INTERAKSI DAN DINAMIKA SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Powered by TCPDF (

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL

MAKALAH INTERAKSI SOSIAL

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB I P E N D A H U L U A N

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011

BAB II. Tinjauan Pustaka. pendapatan atas tenaga kerja dan lahan.di tingkat rumah tangga,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

Komunikasi dan Proses Perubahan Sosial

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

BUPATI KLUNGKUNG PROVINSI BALI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

10. Kunci : A Pembahasan : Dalam proses interaksi sosial maka harus melibatkan 2 orang atau lebih, dimana dari kedua belah pihak ada yang memberikan s

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan perekonomian. bajak, pemilik anggrek membutuhkan pot-pot anggrek, pemilik hotel

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pola Adaptasi Sosial Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi (Gerungan,1991:55). Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua disebut penyesuaian diri yang allopstatis (allo artinya yang lain, palstis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya pasif yang mana kegiatan pribadi di tentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya aktif, yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan (Karta Sapoetra,1987:50). Menurut Suparlan (Suparlan,1993:20) adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Syarat-syarat dasar tersebut mencakup: 1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya). 2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah).

3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh). Menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni: 1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. 3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan. 5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem. 6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah. Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut, Aminuddin menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu (Aminuddin, 2000: 38), di antaranya: a. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. b. Menyalurkan ketegangan sosial. c. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. d. Bertahan hidup.

Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Suyono (1985), pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut diatas, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adatistiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan. Bagi manusia, lingkungan yang paling dekat dan nyata adalah alam fisioorganik. Baik lokasi fisik geografis sebagai tempat pemukiman yang sedikit banyaknya mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya, maupun kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya, keduanya merupakan lingkungan alam fisio-organik tempat manusia beradaptasi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Alam fisio organik disebut juga lingkungan eksternal. Adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal merupakan fungsi kultural dan fungsi sosial dalam mengorganisasikan kemampuan manusia yang disebut teknologi. Keseluruhan prosedur adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal, termasuk keterampilan, keahlian teknik, dan peralatan mulai dari alat primitif samapai kepada komputer elektronis yang secara bersama-sama memungkinkan pengendalian aktif dan mengubah objek fisik serta lingkungan biologis untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. (Alimandan, 1995:56).

Stategi adaptasi yang dilakukan dalam masyarakat pasca bencana alam dapat dilakukan dengan penanggulangan bencana alam yang tepat, agar masyarakat bisa aktif kembali pasca bencana alam. Besarnya potensi ancaman bencana alam yang setiap saat dapat mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia serta guna meminimalkan risiko pada kejadian mendatang, perlu disikapi dengan meningkatkan kapasitas dalam penanganan dan pengurangan risiko bencana baik di tingkat Pemerintah maupun masyarakat. Sejauh ini telah tersedia perangkat regulasi penanggulangan bencana, yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007 yang memberikan kerangka penanggulangan bencana, meliputi prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. Aktivitas penanggulangan bencana yang menjadi prioritas utama meliputi: mitigasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi. 1. Mitigasi yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah apa yang akan terjadi terutama berdampak negatif pada lingkungan akibat bencana alam. 2. Rehabilitasi yaitu pemulihan kembali yang dilakukan terhadap kerusakankerusakan berupa fisik dan infrastruktur akibat bencana alam. 3. Rekontruksi yaitu membangun kembali dari kerusakan kerusakan yang terjadi akibat bencana alam. Penaggulangan bencana yang telah ditetpakan pemerintah dibuat guna membangun kembali daerah yang terkena bencana menggingat indonesia rawan akan bencana alam.

2.2 Perubahan Sosial Setiap kehidupan manusia akan mengalami perubahan. Perubahan itu dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola prilaku, perekonomian, lapisanlapisan sosial dalam masyarakat, interaksi sosial dan yang lainya. Perubahan sosial terjadi pada semua masyarakat dalam setiap proses dan waktu, dampak perubahan tersebut dapat berakibat positif dan negatif. Terjadinya perubahan merupakan gejala yang wajar dalam kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas. Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat secara suka rela atau di pengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial terjadi pada dasarnya karena ada anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupanya yang lama dan menganggap sudah tidak puas lagi atau tidak memadai untuk memenuhi kehidupan yang baru. Menurut Gillin dan Gillin (Abdulsyani,2002:163) perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Selain itu, Selo Soemardjan berpendapat bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang memepengaruhi sistem sosial lainya, termasuk didalam nilai-nilai, sikap, dan pola

prilaku antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. (Soerjono Soekanto,2007:263). Soerjono Soekanto (2000:338) berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan. Misalnya kondisi-kondisi ekonomis, teknologis dan geografis, atau biologis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya, satu atau semua akan menghasilkan perubahan-perubahan sosial. Adapun yang menjadi ciri-ciri perubahan sosial itu sendiri antara lain: a. Perubahan sosial terjadi secara terus menerus b. Perubahan sosial selalu diikuti oleh perubahan-perubahan sosial lainnya c. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri d. Setiap masyarakat mengalami perubahan (masyarakat dinamis) Faktor Penyebab Perubahan Sosial: Perubahan sosial tidak terjadi begitu saja. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi berpendapat bahwa perubahan sosial dapat bersumber dari dalam masyarakat (internal) dan faktor dari luar masyarakat (eksternal). 1. Faktor internal

Perubahan sosial dapat disebakan oleh perubahan-perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Adapun faktor tersebut antara lain: 1. Perkembangan ilmu pengetahuan, Penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan, baik berupa teknologi maupun berupa gagasan-gagasan menyebar kemasyarakat, dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima serta menimbulkan perubahan sosial. 2. Kependudukan, faktor ini berkaitan erat dengan bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk. 3. Penemuan baru untuk memenuhi kebutuhannya, manusia berusaha untuk mencoba hal-hal yang baru. Pada suatu saat orang akan menemukan suatu yang baru baik berupa ide maupun benda. Penemuan baru sering berpengaruh terhadap bidang atau aspek lain. 4. Konflik dalam masyarakat, adanya konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat menyebabkan perubahan sosial dan budaya, pertentangan antara indvidu, individu dengan kelompok maupun antar kelompok sebenarnya didasari oleh perbedaan kepentingan. 2. Faktor eksternal Perubahan sosial disebabkan oleh perubahan-perubahan dari luar masyarakat itu sendiri seperti: 1. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, Adanya interaksi langsung (tatap muka) antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan menyebabkan saling berpengaruh. Disamping itu, pengaruh dapat

berlangsung melalui komunikasi satu arah, yakni komunikasi masyarakat dengan media-media massa. 2. Peperangan, Terjadinya perang antar suku atau antar negara akan berakibat munculnya perubahan-perubahan pada suku atau negara yang kalah. Pada umumnya mereka akan memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan oleh masyarakatnya, ataupun kebudayaan yang dimilikinya kepada suku atau negara yang mengalami kekalahan. 3. Perubahan dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia, terjadinya gempa bumi, topan, banjir besar, gunung meletus dan lain-lain mungkin menyebabkan masyarakat-masyarakat yang mendiami daerahdaerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan kemungkinan masih bertahan di daerahnya tersebut. Hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatanya karena masyarakatnya harus memulai kehidupan baru kembali. Sebab yang bersuber dari lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri. 2.3 Mobilitas Sosial Didalam sosiologi, proses keberhasilan seseorang mencapai jenjang status sosial yang lebih tinggi atau proses kegagalan seseorang hingga jatuh di kelas sosial

yang lebih rendah itulah yang disebut mobilitas sosial. Dengan demikian, jika kita berbicara mengenai mobilitas sosial hendaknya tidak terlalu diartikan sebagai bentuk perpindahan dari tingkat yang lebih rendah ke suatu tempat yang lebih tinggi karena mobilitas sosial sesungguhnya dapat berlangsung dalam dua arah. Sebagaian orang berhasil mencapai status yang lebih tinggi, beberapa orang mengalami kegagalan, dan selebihnya tetap tinggal pada ststus yang dimiliki orang tua mereka. Menurut horton dan hunt (1987), lembaga sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainya. Mobilitas sosial bisa berupa peningkatkan atau penurunan dalam segi status sosial dan (biasanya) termasuk juga segi penghasilan, yang dapat dialami oleh beberapa individu atau oleh keseluruhan anggota kelompok. Tingkat mobilitas sosial pada masing-masing masyarakat berbeda-beda. Masyarakat yang sistem kelas sosialnya terbuka maka mobilitas sosial masyarakatnya akan cenderung tinggi. Tetapi sebaliknya pada sistem kelas sosial tertutup seperti masyarakat feodal atau masyarakat bersistem kasta maka mobilitas sosial warga masyarakatnya akan cenderung sangat rendah dan sangat sulit diubah atau bahkan sama sekali tidak ada. Jenis mobilitas sosial Dalam mobilitas sosial secara prinsip dikenal dua macam, yaitu mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal. 1. mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial kekedudukan sosial lainya yang tidak sederajat

(sukato,1982:244). Sesuai dengan arahnya, karena itu dikenal dua jenis mobilitas sosial vertikal, yakni: a. Gerak sosial yang meningkat (social climbing), yakni gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi. b. Gerak sosial yang menurun (social sinking) yakni gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial tertentu ke kelas sosial lain kebih rendah posisinya. Menurut Soedjatmoko (1980), mudah tidaknya seseorang melakukan mobilitas vertikal salah satunya ditentukan oleh kekakuan dan keluwesan struktur sosial dimana orang itu hidup. Seseorang yang memiliki bekal pendidikan yang tinggi bergelar doktor atau MBA, misalnya hidup di lingkungan masyrakat yang menghargai profesionalisme, besar kemungkinan akan lebih mudah menembus batasan-batasan lapisan sosial dan naik pada kedudukan lebih tinggi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Berbeda dengan mobilitas sosial vertikal yang berarti perpindahan dalam jenjang status yang berbeda, 2. mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Dalam mobilitas sosial horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang ataupun objek sosial lainnya.

Mobilitas sosial memungkinkan orang untuk menduduki jabatan yang sesuai dengan keinginannya, tetapi terdapat juga beberapa kerugian disamping manfaatnya. Beberapa kerugian akibat adanya mobilitas sosial antara lain adalah memungkinkan terjadinya ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan di benak seseorang karena impian yang didambakan tidak semuanya dapat dicapai dengan mudah. Secara rinci horton dan hunt (1987), mencatat beberapa konsekuensi negatif dari mobilitas sosial vertikal seperti kecemasan akan terjadinya penurunan status bila terjadi mobilitas menurun, ketegangan dalam mempelajari peran baru dari status jabatan yang meningkat, keretakan hubungan antara anggota kelompok primer yang semula karena seseorang bepindah ke status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah. Mobilitas sosial dapat merenggangkan ikatan sosial yang sudah lama terjalin, sehingga memungkinkan pula terjadinya keterasingan di antara warga masyarakat. Perubahan mobilitas yang terjadi dalam masyarakat dapat diterima masyarakat bila telah melakukan penyesuaian atau adaptasi.(suyanto 2010: 207-213) 2.4 Human capaital dalam mengatasi kemiskinan akibat bencana alam. Teori human capital adalah suatu pemikiran yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk capital atau barang modal sebagaimana barangbarang modal lainnya, seperti tanah, gedung, mesin, dan sebagainya. Menurut Moskowitz, R. and Warwick D(1996) berpendapat, bahwa human capital yang mengacu kepada pengetahuan, pendidikan, latihan dan keahlian masyarakat. (http://infohumancapital.blogspot.com/2010/03/pengertian-dan-pengukuran-humancapital.html diakses 25 mei 2011 pukul 12.32wib)

Akibat perkembangan dan perubahan yang semakian pesat human capital, bukanlah lagi memposisikan manusia sebagai modal layaknya mesin, sehingga seolah-olah manusia sama dengan mesin, sebagaimana teori human capital terdahulu. Namun setelah teori ini semakin meluas, maka human capital justru bisa membantu pengambil keputusan untuk memfokuskan pembangunan manusia dengan menitikberatkan pada investasi pendidikan (termasuk pelatihan) dalam rangka peningkatan mutu organisasi sebagai bagian pembangunan bangsa. Penanganan SDM sebagai human capital menunjukkan bahwa hasil dari investasi non fisik jauh lebih tinggi dibandingkan investasi berupa pembangunan fisik. Investasi tersebut (human capital) dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh tingkat konsumsi yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Walaupun kontroversi mengenai diperlakukannya human resources sebagai human capital belum terselesaikan, namun beberapa ekonom klasik dan neo-klasik seperti Adam Smith, Von Threnen, dan Alfred Marshall sependapat bahwa human capital terdiri dari kecakapan-kecakapan yang diperoleh melalui pendidikan dan berguna bagi semua anggota masyarakat. Kecakapan-kecakapan tersebut merupakan kekuatan utama bagi pertumbuhan ekonomi. Pembangunan modal manusia diyakini tidak hanya dapat meningkatkan pembangunan produktivitas dan pertumbuhan, namun juga berperan sentral dalam mempengaruhi distribusi pendapatan disuatu perekonomian. Dengan demikian, pembangunan modal manusia berdampak pada pengentasan kemiskinan. Modal manusia tidak hanya diidentifikasi sebagai kontributor kunci dalam pertumbuhan dan pengurangan kemiskian, sehingga kurangnya investasi dalam perkembangan ilmu

pengetahuan (human knowldage) dapat berdampak pada rendahnya kemampuan masyarakat untuk berkreativitas dan meningkatkan kreativitasnya. (http://www.prosiding_diskusi_intellectual_capital_dan_pembangunan.pdf diakses25 mei 2011,pukul13.03wib) Rendahnya kualitas SDM Indonesia diperburuk oleh fakta kemiskinan yang dihadapi masyarakat indonesia. Masih rendahnya SDM menjadi tantangan dan kendala yang sangat serius dalam pembangunan di Indonesia, dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan keterampilan yang masih sangat rendah pada masyarakat. Jika hal ini terus terjadi maka semakin banyak masyarakat miskin di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah maupun masyarakat perlu berupaya dan melakukan pemberdayaan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Sumber daya manusia dapat dikembangkan melalui pembangunan maupun pelatihan yang diberikan pada masyarakat agar bisa bertahan hidup. Ketika terjadi bencana alam human capital sangat berperan penting dan besar dalam masyarakat agar tetap bisa bertahan hidup.