TINJAUAN PUSTAKA. di mana penilaian pribadi juga memegang peranan. Diskresi kepolisian adalah suatu

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal ini diharapkan sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang : Kepolisian Negara Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*10218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 28 TAHUN 1997 (28/1997) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERAN POLISI DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang

PUSANEV_BPHN PERANAN POLRI MEMELIHARA KAMTIBMAS DAN MENEGAKKAN HUKUM. Oleh: Kombes Pol. DR. W. Marbun, S.H.,M.Hum Analis Utama Divkum Polri.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi setiap kejahatan. Hal ini dimaksudkan agar setiap tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERANAN POLRI DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP. Oleh : Ferdricka Nggeboe

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPOLISIAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

I. PENDAHULUAN. merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Diskresi Kepolisian Diskresi adalah suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinan serta lebih menekankan pertimbanganpertimbangan moral dari pada pertimbangan hukum. 1 Diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, di mana penilaian pribadi juga memegang peranan. Diskresi kepolisian adalah suatu wewenang menyangkut pengambilan suatu keputusan pada kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seorang anggota kepolisian. 2 Kekuasaan diskresi yang dimiliki polisi menunjukkan polisi memiliki kekuasaan yang besar karena polisi dapat mengambil keputusan di mana keputusannya bisa di luar ketentuan perundang-undangan, akan tetapi dibenarkan atau diperbolehkan oleh hukum. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Samuel Walker bahwa satu hal yang dapat menjelaskan berkuasanya kepolisian atau lembaga lain dalam melaksanakan tugas, yaitu adanya diskresi atau wewenang yang diberikan oleh 1 M. Faal. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian). Pradnya Paramita. Jakarta. 1991. hlm. 23. 2 F. Anton Susanto. Kepolisan dalam Upaya Penegakan Hukum di Indonesia. Rineka Cipta Jakarta. 2004.hlm. 12

hukum untuk bertindak dalam situasi khusus sesuai dengan penilaian dan kata hati instansi atau petugas sendiri. Pelaksanaan diskresi oleh polisi tampak terkesan melawan hukum, namun hal itu merupakan jalan keluar yang memang diberikan oleh hukum kepada polisi guna memberikan efisiensi dan efektifitas demi kepentingan umum yang lebih besar, selanjutnya diskresi memang tidak seharusnya dihilangkan. Diskresi tidak dapat dihilangkan dan tidak seharusnya dihilangkan. Diskresi merupakan bagian integral dari peran lembaga atau organisasi tersebut. Namun, diskresi bisa dibatasi dan dikendalikan, misalnya dengan cara diperketatnya perintah tertulis serta adanya keputusan terprogram yang paling tidak mampu menyusun dan menuntut tindakan diskresi. Persoalannya, keputusan-keputusan tidak terprogram sering muncul dan membuka pintu lebar-lebar bagi pengambilan diskresi 3 1. Batas Diskresi Kepolisian Diskresi meskipun dapat dikatakan suatu kebebasan dalam mengambil keputusan, akan tetapi hal itu bukan hal yang sewenang-wenang dapat dilakukan oleh polisi. Diskresi itu disamakan begitu saja dengan kesewenang-wenangan untuk bertindak atau berbuat sekehendak hati polisi. Menurut H.R. Abdussalam 4, tindakan yang diambil oleh polisi didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada prinsip moral dan prinsip kelembagaan, sebagai berikut: 3 Ibid. hlm. 17 4 H.R. Abdussalam. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu Agung, Jakarta. 2009, hlm. 51

a. Prinsip moral, bahwa konsepsi moral akan memberikan kelonggaran kepada seseorang, sekalipun ia sudah melakukan kejahatan. b. Prinsip kelembagaan, bahwa tujuan istitusional dari polisi akan lebih terjamin apabila hukum itu tidak dijalankan dengan kaku sehingga menimbulkan rasa tidak suka dikalangan warga negara biasa yang patuh pada hukum. Mengingat kekuasaan diskresi yang menjadi wewenang polisi itu sangat luas, maka diperlukan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh petugas, terutama di dalam menilai suatu perkara. Hal ini diperlukan guna menghindari penyalahgunaan kekuasaan mengingat diskresi oleh polisi didasarkan atas kemampuan atau pertimbangan subyektif pada diri polisi sendiri. Sebagai contoh di dalam melaksanakan KUHAP polisi sebelum mengadakan penyidikan didahului dengan kegiatan penyelidikan. Sesungguhnya fungsi penyelidikan ini merupakan alat penyaring atau filter terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi apakah dapat dilakukan penyidikan atau tidak. Untuk mencegah tindakan sewenang-wenang atau arogansi petugas yang didasarkan atas kemampuan atau pertimbangan subyektif. Menurut Satjipto Raharjo 5, tindakan diskresi oleh polisi dibatasi oleh: a. Asas keperluan, bahwa tindakan itu harus benar-benar diperlukan. b. Tindakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan tugas kepolisian. c. Asas tujuan, bahwa tindakan yang paling tepat untuk meniadakan suatu gangguan atau tidak terjadinya kekhawatiran terhadap akibat yang lebih besar. d. Asas keseimbangan, bahwa dalam mengambil tindakan harus diperhitungkan keseimbangan antara sifat tindakan atau sasaran yang digunakan dengan besar kecilnya gangguan atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak. 5 Satjipto Raharjo. Polisi Pelaku dan Pemikir. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1991.hlm. 12-13

Langkah kebijaksanaan yang diambil polisi itu biasanya sudah banyak dimengerti oleh komponen-komponen fungsi di dalam sistem peradilan pidana. terutama oleh jaksa. Menurut M. Faal 6, langkah kebijaksanaan yang diambil oleh polisi itu. Biasanya dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: a. Penggunaan hukum adat setempat dirasa lebih efektif dibanding dengan hukum positif yang berlaku. b. Hukum setempat lebih dapat dirasakan oleh para pihak antara pelaku, korban dan masyarakat. c. Kebijaksanaan yang ditempuh lebih banyak manfaat dari pada semata-mata menggunakan hukum positif yang ada. d. Atas kehendak mereka sendiri. e. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum Adanya diskresi kepolisian akan mempermudah polisi di dalam menjalankan tugasnya, terutama pada saat penyidikan di dalam menghadapi perkara pidana yang dinilai kurang efisien jika dilanjutkan ke proses selanjutnya. Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, prinsip-prinsip penggunaan kekuatan sebagai batas dalam tindakan kepolisian (diskresi) adalah: a. Legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku b. Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi c. Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon 6 M. Faal. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian).Pradnya Paramita. Jakarta. 1991. hlm. 26-27.

anggota polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/ penderitaan yang berlebihan d. Kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota polri diberi kewenangan untuk bertindak atai tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum e. Preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan f. Masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahaya terhadap masyarakat. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memeliahara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Dalam melaksanakan tugas di lapangan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sering dihadapkan pada situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak, sehingga perlu melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. Pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan denga aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

2. Perlindungan, Bantuan Hukum dan Pertanggungjawaban Diskresi Kepolisian Perlindungan dan bantuan dalam diskresi kepolisian terdapat pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yang menyatakan bahwa anggota Polri yang menggunakan kekuatan dalam pelaksanaan tindakan kepolisian sesuai dengan prosedur yang berlaku berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum oleh Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa hak anggota Polri tersebut wajib diberikan oleh institusi Polri. Pertanggung jawaban dalam diskresi kepolisian terdapat pada Pasal 13, yaitu sebagai berikut: 1) Setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya. 2) Dalam hal pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang didasarkan pada perintah atasan/pimpinan, anggota Polri yang menerima perintah tersebut dibenarkan untuk tidak melaksanakan perintah, bila perintah atasan/pimpinan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3) Penolakan pelaksanaan perintah atasan/pimpinan untuk menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dapat dipertanggungjawabkan dengan alasan yang masuk akal. 4) Atasan/pimpinan yang memberi perintah kepada anggota Polri untuk melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, harus turut

bertanggung jawab atas resiko/akibat yang terjadi sepanjang tindakan anggota tersebut tidak menyimpang dari perintah atau arahan yang diberikan. 5) Pertanggungjawaban atas resiko yang terjadi akibat keputusan yang diambil oleh anggota Polri ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan/penyidikan terhadap peristiwa yang terjadi oleh Tim Investigasi. 6) Tim Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibentuk sesuai ketentuan yang berlaku. Pengawasan dan pengendalian dalam diskresi kepolisian terdapat pada Pasal 14 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yaitu: 1) Setiap pimpinan sebelum menugaskan anggota yang diperkirakan akan menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib memberikan arahan kepada anggota yang ditugaskan mengenai penggunaan kekuatan. 2) Setiap anggota yang menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib memperhatikan arahan pimpinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) dan menjadikannya sebagai pertimbangan dalam menerapkan diskresi kepolisian 3) Setiap pelaksanaan tindakan kepolisian yang menggunakan kekuatan, anggota Polri yang melaksanakan penggunaan kekuatan kekuatan wajib secara segera melaporkan pelaksanaannya kepada atasan langsung secara tertulis dalam bentuk formulir penggunaan kekuatan 4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat: (a) tanggal dan tempat kejadian; (b) uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka,

sehingga memerlukan tindakan kepolisian; (c) alasan/pertimbangan penggunaan kakuatan; (d) evaluasi hasil penggunaan kekuatan; (e) akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan tersebut. 5) Informasi yang dimuat dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk: (a) bahan laporan penggunaan kekuatan; (b) mengetahui tahapan penggunaan kekuatan yang telah digunakan; (c) mengetahui hal-hal yang terkait dengan keselamatan anggota Polri dan/atau masyarakat; (d) bahan analisa dan evaluasi dalam rangka pengembangan dan peningkatan kemampuan professional anggota Polri secara berkesinambungan; (e) bahan pertanggungjawaban hukum penerapan penggunaan kekuatan; (f) bahan pembelaan hukum dalam hal terjadi gugatan pidana/perdata terkait penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh anggota Polri yang bersangkutan. B. Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa kepolisian merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran: 1) Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. 2) Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tugas pokok Kepolisian adalah: 1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

2) Menegakkan hukumdan 3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, memiliki fungsi yaitu: 1) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan 2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan 3) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan 4) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional 5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum 6) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa 7) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya 8) Melaksanakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian 9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia

10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang 11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian 12) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, wewenang Kepolisian adalah: 1) Menerima laporan dan/atau pengaduan 2) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum 3) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakatantara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar. 4) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsaaliran yang dimaksud adalah semua atau paham yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik Indonesia. 5) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian 6) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan 7) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian

8) Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang 9) Mencari keterangan dan barang bukti 10) Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional 11) Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat 12) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat 13) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang: 1) Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya 2) Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor 3) Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor 4) Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik 5) Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam 6) Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan 7) Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian

8) Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional 9) Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait 10) Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional 11) Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. Penyelenggaraan tugas sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam proses pidana diatur dalam Pasal 16, di mana Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: 1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan 2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan 3) Membawa dan menghadapkan orang pada penyidik dalam rangka penyidikan 4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri 5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat 6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi 7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara 8) Mengadakan penghentian penyidikan 9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum

10) Mengajukan permintaan secara langsung pada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana 11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik Pegawai Negeri Sipil serta menerima hasil penyidikan dari penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum 12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindakan lain tersebut adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat yaitu tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, slaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan dilakukan, harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa serta menghormati Hak Asasi Manusia. C. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan 7 7 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001. hlm. 22

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. 8 Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, menurut Andi Hamzah 9 adalah sebagai berikut: 1) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan. 2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana 3) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP. 8 P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996. hlm. 16. 9 Andi Hamzah. Op Cit. hlm. 25-27

4) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.Tindak Pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan pasif. Unsur-unsur tindak pidana menurut Andi Hamzah 10 adalah sebagai berikut: a. Kelakuan dan akibat (perbuatan) b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana d. Unsur melawan hukum yang objektif e. Unsur melawan hukum yang subyektif. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. 10 Ibid. hlm. 29

D. Tindak Pidana Lalu Lintas Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sangat sulit di prediksi kapan dan dimana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya mengakibatkan trauma, cidera, ataupun kecacatan tetapi dapat mengakibatkan kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan 11 Berdasarkan defenisi tentang kecelakaan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang tidak disangka-sangka atau diduga dan tidak diinginkan disebabkan oleh kenderaan bermotor, terjadi di jalan raya, atau tempat terbuka yang dijadikan sebagai sarana lalu lintas seerta mengakibatkan kerusakan, luka-luka, kematian manusia dan kerugian harta benda. Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut jumlah kenderaan yang terlibat digolongkan menjadi 12 : a. Kecelakaan tunggal, yaitu kecelakaan yang hanya melibatkan satu kenderaan bermotor dan tidak melibatkan pemakai jalan lain, contohnya seperti menabrak pohon, kenderaan tergelcincir, dan terguling akibat ban pecah. 11 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya.Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 1995. hlm 35. 12 Ibid. hlm 36.

b. Kecelakaan ganda, yaitu yaitu kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu kenderaan bermotor atau dengan pejalan kaki yang mengalami kecelakaan di waktu dan tempat yang bersamaan. Karakteristik kecelakaan menurut jenis tabrakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut 13 : a. Angle (RA), tabrakan antara kenderaan yang bergerak pada arah yang berbeda namun bukan dari arah yang berlawanan. b. Rear-End (RE), kenderaan yang menabrak kenderaan lain yang bergerak searah. c. Sideswipe (Ss), kenderaan yang bergerak yang menabrak kenderaan lain dari samping ketika kenderaan berjalan pada arah yang sama atau pada arah yang berlainan. d. Head-On (Ho), kenderaan yang bertabrakan dari arah yang berlawanan namun bukan Sideswipe, hal ini sering disebut masyarakat luas suatu tabrakan dengan istilah adu kambing. e. Backing, tabrakan yang terjadi pada saat kenderaan mundur dan menabrak kenderaan lain ataupun sesuatu yang mengakbiatkan kerugian. Dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan lalu lintas dapat menimpa sekaligus atau hanya beberapa hanya diantaranya. Berikut kondisi yang digunakan untuk mengklasifikasikan korban lalu lintas yaitu: 14 a. Meninggal dunia adalah korban kecelakaan lalu lintas yang dipastikan meninggal dunia akibat kecelakaan laulintas dalam jangka paling lama 30 hari stelah kecelakaan tersebut. b. Luka berat adalah korban kecelakaan yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat di inap di rumah sakit dalam jangka lebih dari 30 hari sejak terjadi kecelakaan. Suatu kejadian digolongkan cacat tetap jika sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat digunakan sama sekali dan tidak dapat pulih kembali untuk selama-lamanya (cacat permanen/seumur hidup). c. Luka ringan adalah korban yang mengalami luka-luka yang tidak memerlukan rawat inap atau harus diinap lebih dari 30 hari. 13 Ibid. hlm 37. 14 Ibid. hlm 38.