PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM LAUT DAM PESISIR DALAM WILAYAH KABUPATEN SELAYAR DENG AN

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 47 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELARANGAN PENEBANGAN, PEREDARAN DAN PERDAGANGAN KAYU DOLKEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PEMASUKKAN KAYU DARI LUAR DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERIJINAN PEMANFAATAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN LAHAN PERTAMBAKAN DI WILAYAH TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

KETENTUAN PEMELIHARAAN TERNAK BUPATI MAROS

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ATAS IJIN PENEBANGAN KAYU RAKYAT (IPKR) DAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU)

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DI KOTA BONTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN PASIR, KERIKIL, DAN BATU DI LINGKUNGAN SUNGAI DAN PESISIR

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG SURAT IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

PERATURAN KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN TAMBAK DI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 14 TAHUN : 2003 SERI :E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK ATAS PENGUSAHAAN BURUNG SRITI DAN ATAU WALET DI KABUPATEN JEMBRANA

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN, PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW)

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa hutan mangrove di Kota Bontang merupakan potensi sumber daya alam yang harus didayagunakan secara optimal agar dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah; b. bahwa kegunaan yang diperoleh dari padanya, antara lain sebagai perlindungan pantai terhadap angin, ombak dan abrasi, pencegahan intrusi air laut, tanggul alam terhadap ombak dan angin, pelestarian flora dan fauna, mempertahankan habitat biota perairan sehingga Pemerintah Daerah berkepentingan menjaga kelestariannya; c. bahwa hutan mangrove Kota Bontang telah mengalami kerusakan akibat dari pemanfaatan hutan mangrove yang tak terkendali, sehingga perlu dilakukan serangkaian upaya pengelolaan secara optimal; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang pengelolaan hutan mangrove. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427); 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 8. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 9. Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 175, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3896 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2000 Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3408); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Kewenangan Pemerintahan di Bidang Kehutanan kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 15. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 16. Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Pemerintah Kota Bontang; 17. Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 4) Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BONTANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kota Bontang; 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; 3. Kepala Daerah adalah Walikota Bontang; 4. Kas Daerah adalah kas daerah Kota Bontang; 5. Badan adalah badan hukum yang melakukan kegiatan usaha secara teratur dalam suatu kegiatan usaha untuk mencari keuntungan; 6. Hutan Mangrove adalah tipe hutan yang umumnya tumbuh dan berkembang pada tanah lumpur aluvial atau lempung, gambut, berpasir yang toleran terhadap air asin di sepanjang pantai, muara sungai, teluk dangkal, delta, bagian yang terlindung dari tanjung dan selat yang berada dalam jangkauan pasang surut (interdial) pada kawasan tropis dan subtropis; 7. Pengelolaan mangrove adalah kegiatan perencanaan, peruntukan, penggunaan, pelestarian dan pengawasan hutan mangrove yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan sedapat mungkin melibatkan peran serta masyarakat; 8. Pelestarian Hutan Mangrove adalah rangkaian upaya perlindungan terhadap hutan mangrove dengan cara pemeliharaan tanaman lama, penanaman dengan tanaman baru, dan permudaan yang dilakukan untuk melindungi mangrove dari kegiatan yang mengganggu pelestariannya; 9. Pemanfaatan hutan mangrove adalah kegiatan pengambilan manfaat dari hutan mangrove yang dilakukan oleh anggota masyarakat secara selektif dengan memperhatikan kelestarian sumber daya dan kelayakan pengusahaan hutan mangrove; 10. Intrusi adalah proses masuknya air laut ke dalam sistem perairan air tawar akibat terjadi ketidak sesuaian hidrologi; 11. Keanekaragaman hayati adalah keragaman dari semua spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, suatu proses-proses ekosistem dan ekologis dimana mereka menjadi bagiannya;

12. Keanekaragman genetik adalah keanekaragaman yang mencakup informasi genetik sebagai pembawa sifat keturunan dari semua makhluk hidup yang ada; 13. Keanekaragaman spesies adalah keanekaragaman organisme atau jenis yang mempunyai susunan yang tertentu; 14. Keanekaragaman ekosistem adalah keanekaragaman yang merujuk kepada keberadaan habitat. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Pengelolaan hutan mangrove berazaskan manfaat dan kelestarian, kerakyatan, keadilan, kebersamaan dan keterpaduan. Pasal 3 Tujuan pengelolaan hutan mangrove adalah : a. Melindungi dan melestarikan potensi serta fungsi hutan mangrove untuk seluruh kawasan yang ditetapkan sehingga keberadaannya sebagai sumber daya (aset) untuk pembangunan terus berlanjut; b. Memaksimalkan seluruh fungsi hutan mangrove; c. Meningkatkan pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove; d. Menjamin pemanfaatan yang berkeadilan dan lestari; e. Mengembangkan data dan informasi keanekaragaman hayati hutan mangrove serta potensi manfaatnya sebagai landasan utama bagi pengelolaan hutan mangrove secara lestari.

BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 Pengelolaan hutan mangrove meliputi pelestarian dan pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan dengan berdasarkan pada tata ruang kawasan pesisir dan disusun atas karakteristik, kesesuaian dan dengan memperhatikan keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem hutan mangrove. BAB IV PELESTARIAN Pasal 5 Panjang kawasan pantai berhutan mangrove minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah dari tepi pantai. Pasal 6 Setiap orang/badan dilarang : a. Melakukan penebangan atau memungut hasil hutan di kawasan pelestarian hutan mangrove tanpa memiliki hak atau izin dari Pejabat yang berwenang; b. Menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan mangrove yang diketahui atau patut diduga bearasal dari kawasan hutan mangrove yang diambil atau dipungut tidak sah; c. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon dalam kawasan hutan tanpa

izin pejabat yang berwenang; d. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan dan kelangsungan fungsi hutan mangrove; e. Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan atau satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang tanpa izin pejabat yang berwenang; f. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan pelestarian hutan mangrove; BAB V PEMANFAATAN Pasal 7 Pemanfaatan hutan mangrove diselenggarakan dengan memperhatikan pelestarian sumber daya alam dan kekayaan pengusahaannya. Pasal 8 (1) Pemanfaatan dalam kawasan hutan mangrove hanya dapat dilakukan untuk kegiatan-kegiatan secara terbatas meliputi : a. Kegiatan ekowisata; b. Kegiatan pendidikan dan penelitian; c. Kegiatan pengamanan hutan; d. Kegiatan lain yang berhubungan dengan kelautan yang tidak bertentangan dengan kelestarian hutan

mangrove. (5) Pengelola ekowisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang bersifat komersial wajib memberikan kontribusi langsung bagi pengelolaan hutan mangrove; (6) Pengaturan kegiatan sebagaimana dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 9 (1) Kegiatan di sekitar kawasan hutan mangrove harus sesuai dengan fungsi hutan mangrove; (2) Masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove berhak mendapat kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagai kompensasi atas pembatasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); (3) Batas kawasan sekitar kawasan hutan mangrove dan bentuk pengaturan kegiatan yang sesuai dengan fungsi hutan mangrove ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Pasal 10 Masyarakat berhak : a. Memperoleh kenikmatan, keindahan dan kenyamanan (tempat rekreasi) pada daerah terbatas; b. Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan kawasan hutan, dan informasi hutan mangrove; c. Memberi informasi, saran serta pertimbangan dalam

Pengelolaan hutan mangrove; d. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan hutan mangrove. Pasal 11 Masyarakat berkewajiban untuk : a. Memelihara fungsi hutan mangrove; b. Ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan hutan mangrove; c. Menyebarluaskan informasi yang berkaitan pengelolaan hutan mangrove kepada seseorang/masyarakat; d. Menjaga aset pengelolaan seperti papan pengumuman, pos dan lain-lain; e. Membantu pemerintah dalam mengamankan hutan dari kegiatan penebangan liar, pengubahan fungsi hutan, perburuan satwa dan tanaman serta melakukan upaya-upaya pengamanan sekitar hutan; f. Membantu melakukan rehabilitasi kawasan hutan; g. Melaporkan luas lahan di kawasan pelestarian hutan mangrove yang dikuasai; h. Menghijaukan lahan di kawasan pelestarian hutan mangrove yang dikuasai minimal 60% (enam puluh persen) dari luas lahan yang dikuasai. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 12

(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf a, b, c, d, dan f, diancam dengan pidana sebagaimana ketentuan pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999; (2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf e, diancam dengan pidana sebagaimana ketentuan pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999; (3) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 11 huruf d, g dan h Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000 (lima juta rupiah); (4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah kejahatan; (5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (2) dan (3) adalah pelanggaran. BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 13 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota Bontang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana; (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang yang diduga melanggar dan memeriksa tanda pengenal diri; d. Meminta keterangan dan barang bukti kepada orang dan atau badan sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan; e. Melakukan penyitaan benda atau surat; f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. Memanggil orang untuk didengar atau diperiksa sebagai tersangka dan/atau saksi; h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti dan atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum,

tersangka atau keluarganya; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (11) Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat berita acara setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan tersangka; b. Pemeriksaan rumah; c. Pemeriksaan benda; d. Pemeriksaan surat; e. Pemeriksaan saksi; f. Pemeriksaan tempat kejadian. (7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib mengirimkan berita acara yang dimaksud pada ayat 2 kepada Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Umum; (8) Hasil penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 Pasal ini dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri melalui Penyidik POLRI. BAB IX KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 14 Guna melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini dapat dibentuk Tim Pengawasan dan pengendalian yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB X

PENUTUP Pasal 15 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 16 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah. Disahkan di Bontang pada tanggal 1 September 2003 WALIKOTA BONTANG ANDI SOFYAN HASDAM Diundangkan di Bontang pada tanggal 2 September 2003 SEKRETARIS DAERAH KOTA BONTANG M. NURDIN LEMBARAN DAERAH KOTA BONTANG TAHUN 2003 NOMOR 8