BAB I PENDAHULUAN. Suku Tionghoa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Saat ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang ber-bhineka Tunggal Ika,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri atas beraneka

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya di Indonesia saja melainkan di dunia karena kemajuannya yang pesat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

1 Universitas Kristen Maranatha. 1 (

BAB I PENDAHULUAN. bagian daerah lain, dan salah satunya adalah etnis Tionghoa. Sebagai etnis yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai warga negaranya. Dari beragam etnis yang menempati negara Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. etnis yang diakui secara resmi di Indonesia sejak masa Pemerintahan Reformasi

KATA PENGANTAR. Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang Maha Pengasih, yang telah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis yang tersebar di seluruh dunia.

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR SKEMA... xii. DAFTAR LAMPIRAN...

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Written by Imam S. Arizal Sunday, 06 February :39 - Last Updated Sunday, 06 February :49

Kata Pengantar. Sehubungan dengan Tugas Akhir (Skripsi) Fakultas Psikologi Universitas Kristen

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

BAB 1 PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. budaya Indonesia, namun tradisi-tradisi dari tanah asal masih tetap diterapkan

Tidak tertarik melakukan Ritual Sembahyang Imlek

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

Surat Paulus kepada Titus

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

Surat Paulus yang kedua kepada jemaat Tesalonika

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara geografis yang terdiri atas beribu-ribu pulau

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB I PENDAHULUAN. namun akhirnya menetap di Indonesia. Mereka berbaur dengan penduduk

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tersebar di berbagai pulau. Kondisi negara maritim dengan

BAB I. Pemaknaan Chinese Work Value Karyawan Pribumi Di Perusahaan Kepemilikan Etnis Tionghoa Di Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, karena

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

Tugas Seorang. Istri

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. terdapat berbagai provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Setiap

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang bersifat majemuk karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

1 1-4 Kepada yang kekasih saudara saya seiman Titus yaitu anak rohani

Angket Penelitian. I. Identitas Responden. 1. Nama : 2. Usia : 3. Pekerjaan : 4. Jenis kelamin : a. Laki- laki. b. Perempuan. 4. Etnis : a.

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai macam suku

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Penelitian oleh Ahmad Fauzi yang berjudul Pemahaman Masyarakat Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

Pernyataan pernyataan yang ada dalam kuesioner, mewakili 10 tipe values dengan rincian sebagai berikut : yang orisinil. diri saya sendiri.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

Sehubungan dengan tugas akhir (SKRIPSI) Fakultas Psikologi SCHWARTZ S VALUES PADA MAHASISWA DENGAN LATAR BELAKANG

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena banyaknya pulau yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

@UKDW BAB I. Latar Belakang Masalah. Tradisi sebagai Pembimbing Manusia

Surat Paulus yang kedua kepada jemaat Tesalonika

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suku Tionghoa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Saat ini jumlah suku Tionghoa di Indonesia mencapai 3,7% dari penduduk Indonesia (nikodemusyudhosulistyo.wordpress.com). Orang Tionghoa pada mulanya datang ke Indonesia dengan membawa serta kebudayaan dan nilai-nilai. Kebudayaan yang dibawa orang Tionghoa ke Indonesia antara lain berupa perayaan adat istiadat dan keagamaan, seperti perayaan Imlek, Cap Go Meh, Sembahyang Bacang, Perayaan Kue Bulan. Nilai-nilai yang dibawa oleh orang Tionghoa ke Indonesia dikenal sebagai Chinese Values, seperti berbakti kepada orang tua, bekerja keras, dan toleransi terhadap sesama (Bond, dalam Matthews, 2000) Hasil Konferensi Meja Bundar Tahun 1949 pasal 3 menyatakan bahwa orang Cina dan Arab yang lahir di Indonesia atau sedikitnya enam bulan bertempat tinggal di wilayah RI dan dalam waktu dua tahun sesudah tanggal 27 Desember 1949 menyatakan memilih menjadi warga negara Indonesia. Dampak Konferensi Meja Bundar 1949, etnis Tionghoa di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu Tionghoa Totok dan Tionghoa Peranakan. Istilah Totok diberikan kepada etnis Tionghoa yang lebih kuat memegang tradisi Tionghoa yang berasal dari nenek moyangnya, sedangkan istilah Tionghoa Peranakan diberikan kepada orang Tionghoa yang segala perbuatannya kurang menonjolkan kekhasannya sebagai 1

2 orang Tionghoa (Coppel, 1994: 33). Terbaginya etnis Tionghoa menjadi dua kelompok berpengaruh terhadap dipilihnya agama Katolik sebagai kesadaran adanya konflik budaya karena mereka sudah melepaskan diri dari Cina. Pemerintahan Presiden Soeharto, pada masa pemerintahannya telah menetapkan beberapa kebijakan yang mengatur warga Tionghoa di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah ketetapan No. XXXII/MPRS/1966 menetapkan pembatasan pers dalam bahasa asing bukan huruf latin (misalnya Tionghoa) hanya dimungkinkan satu penerbitan oleh pemerintah, INPRES No. 14 Tahun 1967 mengenai larangan pelaksanaan kebudayaan Tionghoa secara besar-besaran, dan penutupan semua sekolah berbahasa Tionghoa (Tan, 1999). Ketiga kebijakan pemerintah tersebut memberikan dampak terkikisnya kebudayaan dan nilai-nilai Tionghoa bagi keturunan Tionghoa yang masih menetap di Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, beliau mengeluarkan Keppres No 6/2000 yang isinya mengenai pencabutan instruksi presiden no 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Pada tahun 2003, Presiden Megawati menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional. Kedua kebijakan tersebut memberikan pengaruh terhadap penghayatan value (nilai) pada etnis Tionghoa di Indonesia yaitu value melakukan ritual dan menghormati tradisi Tionghoa. Dampak keputusan pemerintah mengenai pencabutan larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina, serta dijadikannya Imlek sebagai hari libur nasional juga dirasakan oleh warga Tionghoa yang tinggal di Kota Purwakarta. Warga keturunan Tionghoa di Purwakarta yang tergabung dalam Yayasan X

3 mulai berani untuk merayakan perayaan Tionghoa secara terbuka, seperti perayaan Imlek. Imlek merupakan perayaan tahun baru Cina, yang awalnya merupakan perayaan untuk menyambut pergantian musim di Cina. Imlek biasanya dirayakan dengan menyalakan kembang api, melakukan aktrasi Barongsai di depan Kelenteng dan memasang atribut Imlek. Hal tersebut memberikan dampak memperkuat penghayatan value bagi warga keturunan Tionghoa Purwakarta untuk melakukan ritual dan menghormati tradisi Tionghoa. Yayasan X Kota Purwakarta merupakan sebuah yayasan yang memiliki tujuan untuk menjaga keutuhan tradisi dan nilai-nilai Tionghoa. Hal tersebut diungkapkan oleh Thio Seng Taw, Mantan Ketua Penyelenggaraan Agama Budha dan Tradisi Tionghoa, menurutnya Yayasan X merupakan suatu wadah untuk menjaga agar tradisi-tradisi Tionghoa tidak hilang dan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Dalam perannya menjaga keutuhan tradisi dan nilai-nilai Tionghoa, Yayasan X menyelenggarakan upacara-upacara adat Tionghoa dan mengundang warga Tionghoa yang termasuk di dalam anggota Yayasan X untuk hadir, melestarikan tarian Barongsai. Keberadaan Yayasan X untuk melestarikan kebudayaan Tionghoa dapat meningkatkan derajat kepentingan Chinese Values warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Purwakarta khususnya values melakukan ritual sosial keagamaan dan upacara sesuai tradisi Tionghoa dan memegang teguh tradisi Tionghoa. Yayasan X membantu warga keturunan Tionghoa di Purwakarta untuk mendapatkan informasi mengenai berita pernikahan dan kematian anggotanya, sehingga hampir seluruh anggota Yayasan X yang mendapatkan informasi

4 tersebut dapat hadir. Kegiatan menyebarkan informasi yang dilakukan oleh Yayasan X mencerminkan Chinese Values, yaitu values bertoleransi terhadap orang lain, hidup harmonis, dan solider dengan orang lain. Yayasan X juga memiliki kegiatan untuk merayakan Ceng Beng dan Sembahyang Rebutan. Ceng Beng adalah sembahyang kepada nenek moyang setiap tanggal tiga bulan tiga tahun Imlek untuk bersembahyang dan menghormati leluhur yang telah meninggal. Sembahyang Rebutan dilaksanakan untuk memberi makan kepada roh-roh yang kelaparan. Melaksanakan Ceng Beng dan Sembahyang Rebutan dapat meningkatkan Chinese Values pada diri masyarakat Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta, khususnya values berbakti kepada orang tua, melakukan ritual sosial keagamaan dan upacara sesuai tradisi Tionghoa, dan menghormati tradisi Tionghoa. Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada bulan Juli 2011 di Kota Purwakarta terhadap 15 orang warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik untuk memperoleh gambaran mengenai sebarapa banyak orang Tionghoa yang masih melakukan tradisi dan budaya Tionghoa, diperoleh hasil 13 orang (86,66%) masih menjalankan tradisi Tionghoa dan 2 orang (13,33%) sudah tidak menjalankan tradisi Tionghoa sama sekali. Dari 13 orang Tionghoa yang beragama Katolik di Kota Purwakarta yang masih menjalankan tradisi, diperoleh gambaran 7 orang (53,84%) mengaku masih menjalankan tradisi mempersiapkan meja sembahyang leluhur seperti pada saat sembahyang Imlek dan Ceng Beng, meskipun mereka kurang mengerti makna yang dimaksud dari tradisi mempersiapkan meja sembahyang tersebut. Sebanyak 4 orang (30,76%) mengaku

5 masih mengikuti setiap tradisi Tionghoa seperti Imlek, Ceng Beng, Perayaan Onde, yang telah dipersiapkan oleh orang tua maupun saudara mereka. Sebanyak 2 orang (15,38%) mengaku hanya merayakan perayaan besar saja seperti Imlek dengan membagikan angpao kepada kerabat yang usianya lebih muda dan Ceng Beng. Berdasarkan hasil survei diatas, maka sapat disimpulkan bahwa sebagian besar warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta masih melaksanakan Chienese Values yaitu values menjalankan upacara sesuai tradisi Tionghoa. Masuknya agama Katolik di dalam kehidupan warga keturunan Tionghoa mempengaruhi Chinese Values yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik. Tidak adanya larangan yang pasti mengenai boleh atau tidak diperbolehkanya warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik untuk melaksanakan upacara dan tradisi Tionghoa menimbulkan kebingungan. Sebagian menganggap bahwa melaksanakan upacara dan tradisi Tionghoa setelah masuk ke dalam agama Katolik merupakan suatu dosa atau kesalahan, sebagian lainnya menganggap bahwa hal tersebut bukan merupakan dosa atau kesalahan selama tetap berpegang kepada Tuhan Yesus. Warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta memiliki Chinese Values dan Catholic Values. Chinese Values dan Catholic Values ada yang sejalan dan ada pula yang tidak sejalan. Chinese Values yang sejalan dengan Catholic Values akan dapat meningkatkan derajat kepentingan Chinese Values yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa di Yayasan X Kota Purwakarta. Namun, Chinese Values yang tidak sejalan dengan

6 Catholic Values akan dapat menurunkan derajat Chinese Values. Chinese Values (nilai-nilai Tionghoa) yang sejalan dengan Catholic Values (nilai-nilai Katolik) di antaranya ialah nilai untuk menghormati orang tua dan di dalam Catholic Values terdapat penghormatan kepada Bunda Maria sebagai Bunda Kristus. Dalam Chinese Values terdapat nilai untuk solidaritas terhadap sesama dan di dalam Catholic Values terdapat perintah untuk mencintai sesama manusia. Dalam Chinese Values terdapat nilai untuk menjaga kesucian pada wanita dan pada Catholic Values terdapat nilai untuk tidak berzinah. Akan tetapi Chinese Values ada pula yang tidak sejalan dengan Catholic Values. Beberapa Chinese Values yang dianggap bertentangan dengan Catholic Values diantaranya melakukan ritual sosial keagamaan dan upacara sesuai tradisi Tionghoa, melakukan timbal balik dan membalas budi jika mendapatkan pertolongan atau hadiah dari orang lain, menata hubungan berdasarkan status dari yang tinggi sampai yang rendah dan memberikan perlakuan yang berbeda bagi orang yang berbeda posisinya, cinta kepada tanah leluhur (Tiongkok), membalas kebaikan dengan kebaikan dan membalas dendam jika mendapatkan kejahatan, memegang teguh tradisi Tionghoa, ingin menimbulkan kesan baik, menghormati tradisi Tionghoa. Chinese Values yang sejalan dengan Catholic Values dapat meningkatkan derajat kepentingan Chinese Values, sedangkan apabila Catholic Values yang tidak sejalan dengan Chinese Values maka akan menurunkan derajat Chinese Values yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta.

7 Chinese Values yang tidak sejalan dengan Catholic Values membuat warga Keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta menjadi bingung. Kebingungan yang dirasakan warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik adalah apabila mereka tidak menjalankan tradisi Tionghoa seperti yang diajarkan oleh orang tua maka mereka akan merasa bersalah kepada leluhur sedangkan bila menjalankan tradisi Tionghoa, beberapa tradisi bertentangan dengan Catholic Values yang dianutnya, hal tersebut diungkapkan oleh salah satu warga keturunan Tionghoa dalam wawancara. Seperti contohnya apabila ia tidak menaruh meja abu di dalam rumah, ia akan dianggap tidak menghormati orang tua dan leluhur. Namun apabila ia menaruh meja abu di rumah, hal tersebut menandakan bahwa ia percaya kepada jenazah atau leluhur yang akan melindungi mereka dan hal ini bertentangan dengan Catholic Values yang meyakini bahwa keselamatan hanya datang dari Tuhan. Dengan menaruh meja abu di rumah, ia telah menjalankan value berbakti kepada orang tua. Maka Chinese Values yang dimiliki orang tersebut akan naik. Kebingungan juga dirasakan pada saat warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik melakukan sembahyang di meja sembahyang menjelang hari raya Ceng Beng dan Sembahyang Rebutan. Warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta diajarkan oleh orang tua mereka untuk berdoa menghormati leluhur yang sudah meninggal dengan menyiapkan meja sembahyang, menyiapkan makanan untuk leluhur dan berdoa menggunakan Hio. Menghormati leluhur, terutama orang tua yang sudah meninggal dapat meningkatkan Chinese Values yang dimiliki oleh warga

8 keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta. Tetapi menyiapkan meja sembahyang, menyiapkan makanan untuk arwah leluhur yang telah meninggal dan berdoa kepada leluhur dengan menggunakan hio tidak sejalan dengan Catholic Values. Catholic Values mengharuskan umatnya untuk tidak menyembah berhala dan berdoa hanya kepada Tuhan. Menyembah berhala yang dimaksud adalah apabila dalam berdoa di depan meja sembahyang, tidak ditujukan kepada Tuhan tetapi kepada arwah leluhur agar mendapatkan berkah. Values yang tidak sejalan tersebut dapat menurunkan derajat kepentingan Chinese Values yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta, khususnya values berbakti kepada orang tua, melakukan upacara sesuai tradisi Tionghoa dan menghormati tradisi Tionghoa. Dalam melaksanakan upacara dan tradisi Tionghoa seperti Imlek, Ceng Beng dan Sembahyang Rebutan, warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X selalu berusaha untuk merayakan perayaan tersebut dengan meriah tetapi tidak terlalu mewah. Misalnya pada saat Imlek, upacara diadakan dengan sederhana dan dmeriahkan hanya dengan tarian Barongsai dan menyalakan kembang api pada malam pergantian tahun. Hal tersebut sesuai dengan salah satu Chinese Values yaitu hemat. Selain itu, keadaan mereka sebagai warga minoritas di Kota Purwakarta menjadikan mereka harus toleransi juga terhadap orang lain yang tidak ikut merayakan. Sikap untuk toleransi terhadap orang lain tersebut mencerminkan Chinese Values yaitu menyesuaikan dengan lingkungan dan situasi dan solider dengan orang lain dan stabilitas dalam hidup

9 dan memiliki ketenangan dalam bersikap dan berperilaku, dan hidup harmonis dan dapat menyesuaikan diri dengan orang lain. Warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta melakukan Chinese Values melakukan timbal balik dan membalas budi jika mendapatkan pertolongan atau hadiah dari orang lain. Sudah menjadi tradisi yang diajarkan oleh orang tua mereka, apabila mereka mendapatkan hadiah dari orang lain, misalkan hadiah atas kelahiran seorang anak, maka pada saat orang yang memberi hadiah tersebut juga memiliki keturunan maka akan dibalas dengan memberikan hadiah. Tindakan tersebut dapat meningkatkan values yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa di Yayasan X serta menjaga kekompakan. Warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta sebagian besar membuka usaha. Dengan membuka usaha sendiri, mereka sudah meningkatkan derajat Chinese Values yaitu rajin bekerja, keuletan, memiliki pemikiran sendiri dan mengembangkan pemikiran tersebut, dan memiliki kekayaan. Dalam menjalankan usaha tersebut, mereka ada yang memiliki beberapa orang pegawai. Cara mereka memperlakukan pegawainya dengan tetap menjaga hubungan antara pemilik usaha dengan pegawai. Hal tersebut menunjukkan tetap terjaganya value menata hubungan berdasarkan status dari yang tinggi sampai yang rendah dan memberikan perlakuan yang berbeda bagi orang yang berbeda posisinya. Beberapa dari pemilik usaha tersebut tetap menjaga hubungan dengan pegawainya, misalnya pada saat bulan puasa beberapa diantara pemilik toko memberikan jam pulang lebih awal kepada pegawainya.

10 Tindakan tersebut mencerminkan Chinese Values kebaikan hati yang tetap didampingi oleh ketegasan dan wibawa, solider terhadap orang lain, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi. Chinese Values yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta ada yang sejalan dan dan tidak sejalan dengan Catholic Values. Menurut warga warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta, kadang mereka mengalami situasi dimana antara Chinese Values dan Catholic Values tidak sejalan. Cara mereka mengatasinya adalah dengan memilih menjalankan salah satunya. Dengan adanya Chinese Values yang sejalan dan tidak sejalan dengan Catholic Values membuat Chinese Values yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta memiliki derajat yang berbeda-beda di setiap valuenya. Akan terdapat value yang menjadi sangat penting, penting, dan kurang penting. Warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik yang memiliki orang tua dan saudara kandung yang juga beragama Katolik memungkinkan warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik memiliki Chinese Values yang lebih tinggi dibandingkan dengan warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik yang tidak memiliki orang tua atau saudara sekandung yang tidak beragama Katolik. Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti seperti apa gambaran Chinese Values warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta.

11 1.2 Identifikasi Masalah Masalah yang ingin diketahui pada penelitian ini adalah seperti apa gambaran Chinese Values pada warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X kota Purwakarta. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah ingin memperoleh gambaran mengenai Chinese Values warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X kota Purwakarta. 1.3.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai hirarki Chinese Values warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta dan adanya keterkaitan antara faktor-faktor yang berpengaruh dengan Chinese Values. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Memberikan informasi kepada peneliti lain yang memiliki keinginan untuk meneliti Chinese Values.

12 Memberi sumbangan pengetahuan bagi bidang ilmu Psikologi (khususnya Psikologi Lintas Budaya) mengenai gambaran Chinese Values pada warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X kota Purwakarta. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberi informasi bagi warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik mengenai Chinese Values dalam dirinya yang dapat dimanfaatkan untuk menambah pemahaman tentang dirinya sehingga dapat menentukan sikap yang tepat dalam menjalankan nilai-nilai Tionghoa yang selaras dengan nilai-nilai Katolik dan melestarikan budaya Tionghoa di Kota Purwakarta. Memberikan informasi bagi pengurus yayasan X untuk dimanfaatkan dalam membuat kebijakan bagi penyusunan program pelestarian tradisi dan nilai-nilai Tionghoa agar tidak berkonflik dengan nilai-nilai dan budaya lain, khususnya nilai dan budaya Katolik.. 1.5 Kerangka Pikir Pada mulanya, orang Tionghoa datang ke Indonesia dengan membawa kebudayaan dan nilai-nilai. Kebudayaan dan nilai-nilai tersebut diwariskan secara turun menurun dari orang tua kepada keturunan mereka. Nilai-nilai tersebut disebut sebagai Chinese Values. Chinese Values yang dianut oleh etnis Tionghoa bersifat universal, bersumber dari Confucian (Hofstede, 1991). Chinese Values yang dimiliki oleh etnis Tionghoa terdiri dari 40 values, yaitu : Berbakti kepada

13 orang tua (patuh kepada orang tua, menghormati orang tua, menghormati dan menghargai leluhur yang telah meninggal, menafkahi dan menghidupi orang tua); rajin bekerja; bertoleransi terhadap orang lain; hidup harmonis; rendah hati, dirak sombong; setia kepada atasan, jujur; melakukan ritual sosial keagamaan, upacara sesuai tradisi Tionghoa; melakukan timbal balik dan membalas budi jika mendapatkan pertolongan atau hadiah dari orang lain; kebaikan hati; mencapai pengetahuan yang tinggi; solider terhadap orang lain, kompak, bersatu; moderat; memiliki pemikiran sendiri dan mengembangkan pemikiran tersebut; menata hubungan berdasarkan status dari yang tinggi sampai yang rendah dan memberikan perlakuan yang berbeda posisinya; memiliki rasa kebenaran; kebaikan hati yang tetap didampingi oleh ketegasan, otoritas, dan wibawa; tidak mementingkan persaingan dengan orang lain; tenang, mantap, tidak panik dalam menghadapi masalah, tidak ceroboh; tidak korupsi; cinta kepada tanah leluhur (Tiongkok); kesungguhan, tulus hati; menjaga diri agar tetap bersih, luhur, murni; hemat; kegigihan; sabar; membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan; merasa kebudayaan sendiri (Tionghoa) sebagai yang lebih unggul; menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi; berhati-hati; dapat dipercaya; tahu malu; mempunyai sopan santun; puas dengan posisi atau keadaan yang dimiliki sekarang; konservatif, memegang teguh tradisi Tionghoa; ingin menimbulkan kesan baik, jaga image, jaga gengsi; menghargai persahabatan; menjaga keperawanan dan kesucian pada wanita; tidak banyak keinginan, tidak banyak permintaan, tidak mengikuti keduniawian; menghormati tradisi Tionghoa; memiliki kekayaan. (Bond, 1987)

14 Chinese Values yang dimiliki oleh orang Tionghoa diwariskan kepada keturunan mereka. Chinese Values diwariskan kepada keturunan mereka dalam bentuk tradisi dan nilai-nilai. Values adalah belief mengenai tujuan yang diinginkan yang mengarahkan perilaku spesifik (Schwartz & Bilsky, 1990; Schwartz, 1992), sehingga dapat memberikan pengarahan yang kuat dalam proses kognitif seseorang (Schwarz, 1992). Schwartz dan Bilsky menemukan lima ciri values yaitu values merupakan sebuah konsep atau belief; merupakan suatu kondisi akhir yang diinginkan; mengarah pada suatu situasi spesifik; memandu evaluasi terhadap orang-orang, perilaku, dan kejadian; dan tersusun dalam derajat kepentingan yang berbeda-beda (Schwarz & Bilsky, 1990, dalam Berry, 1997) Warga keturunan Tionghoa khususnya warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta dalam bermasyarakat berbaur dengan berbagai etnis dari suku non Tionghoa. Berbaurnya masyarakat Tionghoa dan masyarakat non Tionghoa memberikan dampak terjadinya enkulturasi dan akulturasi. Enkulturasi sebagai suatu perubahan yang merupakan hasil kontak langsung individu dengan budaya aslinya. Warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik mengalami enkulturasi dengan budaya aslinya yaitu budaya Tionghoa, belajar untuk melakukan hal-hal yang dianggap penting oleh budaya Tionghoa seperti menghormati leluhur, berbakti kepada orang tua, melalui proses mempelajari budaya tersebut. Dalam proses enkulturasi, warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik mendapatkan pengaruh dari orang tua (vertical transmission), orang dewasa lain (oblique transmission) dan teman sebaya (horizontal transmission). Chinese Values dari orang-orang tersebut akan diterima

15 dan diinternalisasikan oleh warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik. Proses enkulturasi yang berhasil pada warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X Kota Purwakarta, menjadi pribadi yang kompeten di dalam budaya Tionghoa. Mereka akan mampu untuk melakukan ritual keagamaan dan kepercayaan Tionghoa, dan menjalankan Chinese Values. Akulturasi terjadi ketika sekelompok individu yang memiliki budaya yang berbeda mengalami kontak langsung secara terus-menerus, yang menghasilkan perubahan dalam pola budaya asli pada salah satu atau kedua kelompok (Herskovits, 1938). Warga keturunan Tionghoa mengalami akulturasi melalui interaksinya dengan orangorang yang berasal dari agama Katolik, sehingga dapat memengaruhi struktur value system dan derajat kepentingan Chinese Values yang dimilikinya. Sosialisasi dilakukan melalui proses pembelajaran dan pembentukan individu yang disengaja sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perilaku yang sesuai dengan budaya setempat. Ketika transmisi budaya dari orang-orang yang memiliki etnis yang sama dengan warga keturunan Tionghoa dilakukan secara sengaja dan terencana, berarti terjadi proses sosialisasi yaitu pembentukan yang sesuai dengan budaya Tionghoa. Resosialisasi terjadi ketika proses perubahan perilaku individu melalui proses pengajaran datang dari luar individu itu sendiri. Terdapat tiga cara dalam mentransmisikan budaya yaitu vertical transmission yang berasal dari orang tua, horizontal transmission yang berasal dari teman sebaya dan oblique transmission yang berasal dari orang dewasa lain atau isntitusi tertentu. Ketiga transmisi tersebut dibagi kedalam tiga hirarki, yaitu sangat penting, penting, dan kurang penting. Sangat penting yaitu ketika value

16 tersebut dihayati dan dilakukan, penting yaitu ketika value tersebut dihayati namun tidak dilakukan, dan kurang penting yaitu ketika value tersebut tidak dihayati dan tidak dilakukan. Dalam vertical transmission (transmisi vertikal), orang tua mentransmisikan nilai budaya, kemampuan, belief, dan motif kepada keturunan mereka. Warga Keturunan Tionghoa yang beragama Katolik belajar untuk menginternalisasi nilai tertentu melalui interaksinya dengan orang tuanya. Contohnya, orang tua Tionghoa yang mengajarkan anaknya nilai untuk menghormati leluhur dengan menaruh meja abu di rumah, anak tersebut akan menginternalisasikan bahwa menjalankan value menghormati leluhur merupakan suatu value yang penting. Dalam horizontal transmission (transmisi horisontal), individu belajar dari interaksi sehari-hari yang dilakukannya dengan teman sebaya dalam masa perkembangannya dari lahir hingga dewasa. Warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta yang banyak mengalami kontak dengan teman sebaya yang berasal dari etnis Tionghoa pada umumnya akan memiliki derajat kepentingan Chinese Values yang sangat penting dibandingkan dengan warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta yang banyak mengalami kontak dengan teman sebaya yang berasal dari etnis lain. Dalam oblique transmission (transmisi diagonal), terjadi proses belajar dalam diri individu dari orang dewasa lain dan institusi, baik yang berasal dari budaya sendiri maupun dari budaya lain. Proses tersebut dapat terjadi dengan kerabat, tetangga, ataupun guru di sekolah. Warga keturunan Tionghoa yang

17 beragama Katolik di Purwakarta yang banyak berinteraksi dengan kerabat, tetangga, maupun guru keturunan Tionghoa, memungkinkan Chinese Values yang dimiliki warga keturunan Tionghoa beragama Katolik tersebut akan menjadi penting. Sebaliknya apabila kerabat, tetangga, maupun guru yang bukan berasal dari etnis Tionghoa, Chinese Values di dalam diri orang tersebut mungkin akan menjadi kurang penting derajatnya Chinese Values warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta juga dipengaruhi oleh adanya faktor internal. Faktor internal pertama yang memengaruhi Chinese Values adalah strategi akulturasi. Warga keturunan Tionghoa mengalami akulturasi saat melakukan interaksi sehari-hari dengan masyarakat sekitar. Berry (1970) membedakan jenis strategi akulturasi yang dapat digunakan oleh individu atau kelompok menjadi empat macam, yaitu: asimilasi, integrasi, separasi, dan marginalisasi. Asimilasi terjadi ketika warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta tidak ingin memelihara budaya asli serta melakukan interaksi dan menyesuaikan diri dengan agama Katolik. Integrasi terjadi ketika warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta mempertahankan budaya aslinya yaitu budaya Tionghoa sekaligus menyesuaikan diri dengan agama Katolik. Separasi terjadi ketika munculnya suatu keinginan pada warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta untuk menghindari interaksi dengan agama Katolik dan cenderung mempertahankan budaya aslinya. Marginalisasi terjadi ketika warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta memiliki minat kecil untuk

18 melestarikan budaya aslinya dan sedikit minat untuk melakukan interaksi dengan agama Katolik. Faktor internal lainnya yang dapat memengaruhi Chinese Values adalah agama yang dianut oleh warga keturunan Tionghoa. Warga keturunan Tionghoa yang memilih Katolik sebagai agama yang dianutnya akan mengalami akulturasi dari budaya asli Tionghoa menjadi bercampur dengan nilai-nilai yang dibawa dari agama Katolik. Hal ini akan memengaruhi derajat kepentingan Chinese Values tertentu yang berbeda-beda pada warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik. Warga keturunan Tionghoa yang memeluk agama Katolik apabila menilai Chinese Values tertentu bertentangan dengan Catholic Values, akan membuat Chinese Values tersebut dalam dirinya memiliki derajat kepentingan yang kurang penting. Sebaliknya, jika ajaran Chinese Values memiliki values yang sejalan dengan Catholic Values, derajat kepentingan Chinese Values dalam diri warga keturunan Tionghoa tersebut akan menjadi sangat penting. Gereja Katolik tidak menggariskan dengan gamblang peraturan yang pasti mengenai apa yang boleh maupun tidak boleh dilakukan oleh warga Tionghoa untuk menjalankan tradisi dan nilai-nilai kebudayaannya. Romo Joannes Yandhie Buntoro dalam mengatakan memegang dan melestrarikan tradisi yang menjadi bagian dari budaya Tionghoa diartikan sebagai pelestarian budaya yang sarat dengan simbol-simbol dan nilai-nilai pemaknaan yang bertujuan membawa pada kebaikan bagi lingkungan, hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan tanpa menanggalkan identitasnya sebagai orang Katolik. Perbedaan

19 tafsiran mengenai Chinese Values ini membuat derajat kepentingan Chinese Values dapat saja berbeda-beda antar individu Tionghoa yang beragama Katolik. Faktor internal lain lagi yang memengaruhi values adalah jenis kelamin. Sistem kekerabatan orang Tionghoa bersifat patrilineal. Mereka memerlukan ahli waris laki-laki untuk meneruskan garis keturunan keluarga. Anak laki-laki yang dipandang berhak mewarisi harta pusaka keluarga serta mengurus sesajian untuk leluhurnya. Laki-laki dan perempuan memiliki persepsi yang berbeda dalam menentukan nilai-nilai apa yang penting bagi dirinya, misalnya nilai-nilai kekuasaan, tradisi, universalisme, dan prestasi (Lyons, 2005). Kedudukan wanita pada jaman dahulu adalah sangat rendah. Setelah menikah, wanita harus tunduk kepada suami dan mertua mereka. Mereka tidak memiliki kehidupan di luar rumah. Keadaan seperti itu pada jaman sekarang sudah berubah. Wanita dapat memasuki perkumpulan-perkumpulan, sekolah tinggi, dan membantu suaminya dalam hal ekonomi (Koentjaraningrat, 1993). Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

20 Budaya etnis Tionghoa Oblique Transmission Enkulturasi umum dari orang dewasa lain Sosialisasi spesifik dari orang dewasa lain Vertical Transmission Enkulturasi umum dari orang tua Spesifikasi spesifik dari orang tua (pengasuhan) Budaya etnis lain Oblique Transmission Akulturasi umum dari orang dewasa lain Resosialisasi spesifik dari orang dewasa lain Horizontal Transmission Enkulturasi umum dari teman sebaya Sosialisasi spesifik dari teman sebaya Faktor Internal Warga Keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Yayasan X di Purwakarta Chinese Values Horizontal Transmission Akulturasi umum dari teman sebaya Resosialisasi spesifik dari teman sebaya Strategi akulturasi Agama Sangat penting penting kurang penting Jenis Kelamin Skema 1.1. Kerangka Pikir

21 1.6 Asumsi Dari uraian di atas, diasumsikan bahwa : Orang Tionghoa yang beragama Katolik mengalami transmisi budaya. Akulturasi menyebabkan terjadinya perubahan hirarki Chinese Values pada orang Tionghoa yang beragama Katolik. Hirarki Chinese Values pada warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik di Purwakarta dipengaruhi pula oleh faktor-faktor internal yaitu strategi akulturasi, agama dan jenis kelamin.