BAB IV. berdasarkan kepada firman Allah yang termaktub dalam al Qur'an dan sunnah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB II TAUKIL WALI NIKAH DALAM HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. 1. jumlah rukun pernikahan. Namum perbedaan tersebut bukanlah dalam hal

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

Seorang Bapak Tidak Boleh Memaksa Putrinya Menikah

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

H}AD}A>NAH ANAK BELUM MUMAYYIZ KEPADA AYAH

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN WALI HAKIM OLEH KEPALA KUA DIWEK JOMBANG TANPA UPAYA MENGHADIRKAN WALI NASAB

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB DAN TENTANG STATUS WALI DALAM PERKAWINAN

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. Alamat : Jl. AES Nasution Gang Samudin Rt 11 Rw 02

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Islam mengajarkan berbagai macam hukum yang menjadikan aturanaturan

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM DALAM PROSES PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB V KOMPARASI ANTARA FIKIH DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN TENTANG STATUS WALI ANAK PEREMPUAN HASIL NIKAH SIRI. 1. Status pernikahannya adalah sah.

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PENUNJUKKAN WALI NIKAH DALAM PERKAWINAN MUALLAF

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Semua manusia dan makhluk lainnya diciptakan oleh Allah swt. saling

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Munakahat (Studi di Kecamatan Sebangau Kuala Kabupaten Pulang Pisau). Hasil

و ك ان ر ب ك ق د ي ر ا{ ٥٤ { Islam. 3 Allah swt berfirman dalam QS. Al-Furqa>n (25) ayat 54: BAB II

SATON SEBAGAI SYARAT NIKAH DI DESA KAMAL KUNING

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Kembali Harta yang Sudah Dihibahkan (Studi Komparatif)

Kaidah Fiqh. Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan

Hukum Onani. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Syaikh Muhammad al-utsaimin rahimahullah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI I TENTANG TATA CARA RUJUK SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PERATURAN MENTERI AGAMA NO.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Umumnya bentuk atau cara perceraian karena talak,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. wali menempati kedudukan yang sangat penting dalam pernikahan. Seperti

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PENOLAKAN PERMOHONAN WALI HAKIM OLEH KEPALA KUA KECAMATAN NGETOS

BAB IV. perkawinan itu terpenuhi. Hal pokok dalam perkawinan adalah ridhanya laki-laki

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

ار ا خ ط ب ا خ ذ ك ى ا ي ر اأ ة ف ق ذ ر أ ر ب غ ض ي ا ذ ع ا ن ك اح ا ف ه ف ع م. )ر ا اح ذ اب دا د(

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 0051/Pdt.P/PA.Gs/2010 TENTANG WALI ADLAL KARENA PERCERAIAN KEDUA ORANG TUA

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. Selain ayat al-qur an juga terdapat sunnah Rasulallah SAW yang berbunyi:

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK

P E N E T A P A N. Nomor : 44/Pdt.P/2012/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB IV A. ANALIS HUKUM ISLAM TENTANG STATUS HAK WARIS. elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

BAB IV. PERSPEKTIF IMAM SYAFI'I TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA GRESIK TENTANG CERAI GUGAT KARENA SUAMI MAFQU>D NO: 0036/PDT. G/2008/PA Gs.

Kaidah Fiqh. Perbedaan agama memutus hubungan saling mewarisi juga waii pernikahan. Publication: 1434 H_2013 M KAIDAH FIQH: PERBEDAAN AGAMA

A. Analisis Praktek Jual Beli Mahar Benda Pusaka di Majelis Ta lim Al-Hidayah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB II LANDASAN TEORI PEMBIAYAAN EKSPOR IMPOR MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diucapkan sebagai bentuk perjanjian suami atas isterinya, diucapkan

BAB I PENDAHULUAN. pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi Negara

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERNIKAHAN DENGAN MENGGUNAKAN WALI HAKIM KARENA ORANG TUA DI LUAR NEGERI DI DESA DAMPUL TIMUR KECAMATAN JRENGIK KABUPATEN SAMPANG A. Analisis Tentang Praktik Pernikahan Dengan Menggunakan Wali Hakim Karena Orang Tua Di Luar Negeri di Desa Dampul Timur Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang Islam adalah agama dan jalan hidup bagi semesta alam yang berdasarkan kepada firman Allah yang termaktub dalam al Qur'an dan sunnah Rasulullah. Ada beberapa seperangkat peraturan yang mengikat pada kehidupan manusia dari berbagai aspek kehidupan manusia menjadi tetap beradab dan bernilai ibadah jika saja semua praktik itu di orientasikan kepada Tuhan. Merujuk dalam ikatan pernikahan dalam Islam terkandung beberapa nilai yang bersifat sakral, di mulai dari pertama (khitbah) sampai ia menjadi suami-istri, tidak lepas dari berbagai nilai dan aturan yang bersifat religius yang harus ditaati. Namun dalam skripsi ini lebih menitik beratkan pada pembahasan wali nikah dimana seorang wali berada di luar negeri dan tidak bisa menjadi wali di Desa Dampul Timur Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang sehingga perwaliannya langsung diwakilkan kepada wali hakim tanpa menggunakan urutan wali selanjutnya. Adapun wali dalam pernikahan yang terjadi di Desa Dampul Timur Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang merupakan sebuah pernikahan yang 61

62 langsung diwakilkan kepada wali hakim dikarenakan wali nasab ada diluar negeri. Dalam pernikahan kata taukil berbentuk masdar, berasal dari kata wakkalayuwakkilu taukilan yang berarti penyerahan atau pelimpahan. 1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia taukil atau pelimpahan kekuasaan adalah bermakna proses, cara, perbuatan melimpahkan (memindahkan) hak wewenang. 2 Sedangkan kata al-waka<<lah atau al-wika<lah adalah perwakilan. Yang menurut bahasa berarti al-hifz, al-kifa<yah, ad-daman dan attafwi<d yang berarti penyerahan, pendelegasian dan pemberian mandat. 3 Dari segi makna secara etimologi, baik tauki<l maupun waka<lah tidak terdapat perbedaan. Karena keduanya berasal dari satu kata yang sama, yaitu wakala. Adapun pengertian tauki<l atau waka<lah menurut istilah syara dalam perspektif berbagai mazhab adalah sebagai berikut: 4 Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wakalah adalah seseorang menempati diri orang lain dalam hal tasarruf (pengelolaan). Ulama Malikiyah mengatakan, al-waka<lah adalah seseorang menggantikan (menempati) tempat orang lain dalam hak dan kewajiban, kemudian dia mengelola pada posisi itu. Ulama Hanabilah mengatakan, al-waka<lah adalah permintaan ganti seseorang 1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus, (Yogyakarta: PP Al Munawir, 1984), 1579. 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 594. 3 Hendi Suhendi, Fiqh Mu amalah, 231. 4 Abdul Rahman al-juzayriy, Kitab al-fiqh ala Mazahib al-arba ah juz III, 167-168.

63 yang memperbolehkan adanya tasarruf yang seimbang pada pihak lain, yang di dalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Allah SWT. dan hak-hak manusia. Sedangkan menurut Ulama Syafi iyah al-waka<lah berarti sesorang yang menyerahkan urusannya kepada orang lain agar orang yang mewakilinya itu dapat melaksanakan sesuatu urusan yang diserahkan kepadanya selama yang menyerahkan masih hidup. Dari beberapa definisi berbagai ulama tersebut, dapat disimpulkan bahwa al-waka<lah adalah penyerahan urusan seseorang kepada orang lain (wakilnya) untuk melaksanakan suatu urusan, kemudian wakil tersebut menempati posisi yang mewakilkan (muwakkil) dalam hak dan kewajiban yang kemudian berlaku selama muwakkil masih dalam keadaan hidup. Dalam hukum perkawinan Islam dimungkinkan adanya waka<lah. Perwakilan di dalam pernikahan seperti halnya perwakilan pada seluruh akad. Bagi seorang atau kedua mempelai yang berhalangan sehingga tidak dapat hadir di majelis akad dapat mewakilkan kepada orang lain. Bagi, mempelai putra berhak mewakilkan kepada orang lain dan mempelai putri yang diwakili oleh wali nikah dapat pula mewakilkan kepada orang lain. Wali mempelai putri mewakilkan kepada orang lain untuk menikahkan perempuan yang di bawah perwaliannya, dikenal dengan istilah tauki<l wali nikah, yang berarti penyerahan wewenang wali nikah kepada orang lain yang memenuhi syarat untuk menempati posisi wali tersebut sebagai pihak yang mewakili (wakil) mempelai perempuan dalam akad nikah.

64 Wakil dalam akad nikah hanya berkedudukan sebagai duta yang menyatakan sesuatu atas nama yang mewakilkan, yaitu yang diberi wewenang oleh wali nikah (muwakkil) untuk menikahkan calon mempelai putri. Kemudian setelah akad nikah selesai maka berakhir pula tugas wakil. Pada dasarnya tauki<l wali nikah dapat terjadi secara lisan. Namun, untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Hendaknya dilakukan secara tertulis dan dipersaksikan oleh orang lain. Kemudian dalam hal pelimpahan kuasa, juga terdapat ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam pasal 1792 BW, bahwa pemberian kuasa diartikan sebagai suatu perjanjian dengan nama seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.. 5 Tetapi pada kenyataannya yang terjadi Di Desa Dampul Timur Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang tentang perwakilan nikah bagi wali hakim yang wali nasabnya ada di luar negeri tidak diwakilkan dan tidak berbentuk surat perjanjian dari wali nasab kepada wali hakim hanya secara otomatis langsung dilimpahkan kepada wali hakim tanpa ada penyerahan kepada wali hakim selain itu dalam urutan perwaliannya tidak diurutkan kepada wali berikutnya tetapi langsung kepada wali hakim. Padahal dalam urutan wali, wali hakim merupakan urutan wali terakhir. 5 Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, 457.

65 Adapun dasar disyari atkan waka<lah diatur dalam Al-Qur an Surat al-kahfi ayat 19 yang berbunyi:. Artinya: Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu.. 6 Adapun maksud dari ayat tersebut bahwa ketika seseorang tidak bisa mengurus urusannya dalam suatu hal maka hendaklah mewakilkan dengan menuyuruh wakil dari muwakkil tersebut untuk menggantikan urusannya kepada wakil dalam suatu urusan. Oleh karena itu problematika kehidupan manusia senantiasa dimulai sejak manusia memahami dan dapat mengenal arti kehidupan, begitupun manusia sebagai subyek maupun obyek dalam mengembangbiakkan manusia yang lain dan media yang dipakai dalam Islam adalah dengan adanya sebuah ikatan pernikahan, tanpa adanya pernikahan hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah tidak dibenarkan, bahkan hasil produksinya mendapatkan predikat lebel tidak halal alias 6 Departemen Agama RI, Al-Qu an dan Terjemahnya, (Bandung: CC J-ART, 2004),. 445.

66 haram (zina). Sebelum menginjak lebih jauh dalam jenjang persoalan pernikahan ada beberapa rukun serta kewajiban yang harus dilakukan, termasuk wali nikah. Ada sebagian ulama' berpendapat pernikahan tanpa wali nikah adalah tidak sah, maka otomatis wali nikah adalah sangat dibutuhkan dalam pernikahan dan argumen ini, disertai dengan beberapa argumentasi analitik yang sulit untuk dibantah. Sedangkan pada sisi yang lain mengatakan tanpa wali nikah pun dalam pernikahan tetap sah dengan syarat harus memuhi kriteria lain. Di sinilah penulis mencoba mengulas dari hasil interpretasi ulama' yang cukup aktual dan kontroversial, untuk di jadikan sebagian rujukan dan untuk mengetahui lebih dalam tentang pernikahan, karena realitas yang terjadi, ada sebagian pernikahan dengan tanpa menghadirkan wali nikah, tetapi dengan kriteria yang lain yang harus dipenuhi dan pemahaman seperti ini di kalangan suatu hal yang masih tidak lazim di dalam tardisi intelektual Islam Indonesia dan masih terdapat banyak praktek-praktek yang cukup janggal seperti wali yang ada di luar negeri. Seperti yang telah diketahui bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan sangat suci, ia merupakan dambaan setiap pemuda dan pemudi. Namun di dalam mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah dan sembarangan, karena di dalam pernikahan ada rukun-rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, apabila kurang salah satu rukun atau syaratnya maka menurut kesepakatan ulama fiqih tidak sah pernikahan tersebut. Di antara rukun-rukun nikah yang harus dipenuhi adalah sebagaimana berikut:

67 1. Wali. 2. Dua orang saksi. 3. Akad. 4. Mahar. Adapun salah satu rukunnya adalah adanya wali dari pihak perempuan. Apabila rukun ini tidak terpenuhi bahkan cenderung diabaikan maka sia-sialah pernikahan yang dilaksanakan, sehingga seorang laki-laki belum resmi memiliki seorang wanita yang dinikahinya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: عن عاي شة أن رسول االله صلى االله عليه وسلم قال :لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل (رواه ( احمد Artinya: Dari Aisyah Radhiyallahu anha bahwasanya Rasulullah RA. bersabda, Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil. 7 Sabdanya yang lain, ع ن ع اي ش ة أ ن ر س ول ال له ص لى ال له ع ل ي ه و س لم ق ال أ يم ا ام ر أ ة ن ك ح ت ب غ ي ر إ ذ ن و ل يه ا ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ) الترمذي) رواه 7 Ibnu Hajar Atsqalani, Terjemah Hadits Bulughul Maram, dialih bahasakan oleh Prof. Drs. KH. Masdar Helmi, (Bandung: CV. Gema Risalah Press. 1994), 334.

68 Artinya: Dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal. 8 Dalam Kifayah al Akhya<r, sebuah kitab fiqih yang lazim digunakan di dalam mazhab Syafi iyah, disebutkan bahwa urutan wali nikah adalah sebagai berikut: 1. Ayah kandung. 2. Ayah dari ayah (Kakek). 9 3. Saudara laki-laki seayah dan seibu (saudara kandung) 4. Saudara laki-laki seayah. 5. Anak laki-laki dari saudara sekandung yang laki-laki. 6. Anak laki-laki dari saudara seayah. 7. Saudara laki-laki ayah (paman). 10 8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu). 11 Daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga jika ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wali pada nomor urut berikutnya. Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin kepada urutan yang setelahnya. Penting untuk, 312. 8 Ibid., 135. 9 Imam Nawawi Al-Majmu sarh Al-Muhaddzab (Beirut Dar al-fikr th. 1425 H/ 2005) juzl 17 10 Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini Al-Hushaini Kifayah al-akhyar fi Hilli Ghayah al-ikhtisar (Damaskus, Dar al-khair th. 1994 M). Maktabah Syamilah. 11 Abdullah bin Qudamah Al-Maqdisi Al-Kafi fi Fiqhi Ibnu Hanbal. Maktabah Syamilah.

69 diketahui bahwa seorang wali berhak mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain, 12 meski tidak termasuk dalam daftar para wali. Hal itu biasa sering dilakukan di tengah masyarakat dengan meminta kepada tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari wali yang sah. Dan untuk itu harus ada akad antara wali dan orang yang mewakilkan. Akan tetapi sebaliknya apabila pihak wanita mewakilkan kepada orang lain tanpa ijin dari wali maka pernikahannya tidak sah. Sebagai contoh, ketika dalam kondisi di mana seorang ayah kandung tidak bisa hadir dalam sebuah akad nikah, maka dia bisa saja mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain yang dipercayainya, meski bukan termasuk urutan dalam daftar orang yang berhak menjadi wali. Sehingga bila akad nikah akan dilangsungkan di luar negeri dan semua pihak sudah ada kecuali wali, karena dia tinggal di Indonesia dan kondisinya tidak memungkinkannya untuk ke luar negeri, maka dia boleh mewakilkan hak perwaliannya kepada orang yang samasama tinggal di luar negeri itu untuk menikahkan anak gadisnya. Namun hak perwalian itu tidak boleh dirampas atau diambil begitu saja tanpa izin dari wali yang sesungguhnya. Bila hal itu dilakukan, maka pernikahan itu tidak syah dan harus dipisahkan saat itu juga. Hukum yang telah dijelaskan di atas mengenai kedudukan wali yang sangat urgen dalam pernikahan, apakah hukum tersebut hanya berlaku bagi seorang perempuan yang masih dalam keadaan perawan. 12 Imam Nawawi Al-Majmu sarh Al-Muhaddzab (Beirut Dar al-fikr th. 1425 H/ 2005) juz 17, 318.

70 B. Analisis Tentang Hukum Islam Terhadap Praktik Pernikahan Dengan Menggunakan Wali Hakim Karena Orang Tua Di luar Negeri Di Desa Dampul Timur Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang Dalam menentukan orang-orang yang berhak menjadi wali bagi seorang mempelai wanita, maka perlu memperhatikan tertib-tertib para wali (tartibul awliya<'), yang dengan itu bisa dikategorikan macam-macam wali antara lain : 13 1. Wali nasab, yaitu wali nikah karena ada hubungan nasab dengan calon isteri yang akan nikah. 2. Wali mu tiq, yaitu wali nikah karena memerdekakan wanita yang akan menikah. Wali mu tiq baru berhak menjadi wali nikah kalau wali nasab sudah tidak ada. 3. Wali hakim, yaitu wali nikah yang dilakukan oleh penguasa terhadap wanita yang wali nasabnya karena sesuatu hal tidak ada, baik karena tidak punya, karena sudah meninggal, atau karena menolak menjadi wali. 4. Wali muhakkam, yaitu wali nikah yang diangkat oleh kedua calon mempelai untuk menikahkannya karena tidk ada wali nasab, tidak ada wali mu tiq, dan tidak ada wali hakim. Dari keempat macam wali tersebut, di Indonesia hanya berlaku dua, yaitu wali nasab dan wali hakim, hal ini bisa kita dapatkan pada kompilasi hukum 13 Abdullah Kelib, Hukum Islam, (Semarang; PT Tugu Muda Indonesia, 1990), 11.

71 Islam Indonesia bagian III, pasal 20, ayat ke 2, yang hanya menggolongkan wali nikah kepada nasab dan hakim. Adapun urutan wali nasab dalam kompilasi hukum Islam pada bagian III pasal ke 21, tidak jauh berbeda dengan urutan yang diberikan oleh Jumhur ulama, hanya, dalam pembagiannya, hukum kompilasi membagi menjadi empat bagian dengan memasukkan kerabat paman pada urutan ketiga, dan membedakannya dengan saudara laki-laki kandung kakek, lebih jelasnya akan kami paparkan urutan wali nasab sesuai yang tertulis dalam kompilasi hukum Islam: 1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. 2. Kelompok saudara laki-laki sekandung atau seayah dan keturunan laki-laki mereka. 3. Kelompok kerabat paman. Yaitu saudara laki-laki ayah sekandung atau seayah dan keturunan laki-laki mereka. 4. Kelompok saudara laki-laki kakek. Sekandung atau seayah dan keturunan laki-laki mereka. 14 Adapun urut-urutan wali nasab menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut: a. Laki-laki yang menurunkan calon isteri dari arah bapak, yaitu: (1) Bapak, (2) Kakek (ayahnya ayah) dst. ke atas. 14 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Cet ke III, (Jakarta:Bulan Bintang, 1993), 101

72 b. Laki-laki keturunan bapak, yaitu: (1) Saudara laki-laki sekandung, (2) Saudara laki-laki seayah, (3) anak laki-laki dari saudara sekandung, (4) anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dst. ke bawah dengan catatan dalam hal sama derajatnya didahulukan yang sekandung. c. Laki-laki keturunan kakek, yaitu (1) Paman (saudaranya ayah) sekandung, (2) Paman (saudaranya ayah) sebapak, (3) Anak laki-laki paman sekandung, (4) Anak laki-laki paman seayah dst ke bawah dengan catatan dalam hal sama derajatnya didahulukan yang sekandung. Wali nasab yang lebih dekat kepada calon isteri disebut wali aqrab sedangkan yang lebih jauh dari wali aqrab disebut wali ab ad (الولى الاقرب ( Selama ada wali aqrab, maka wali ab ad tidak berhak (الولى الابعد ( menjadi wali, hal ini pun sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam pada bagian dan pasal yang sama dengan menambahakan penjelasan, apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama, yaitu sekandung atau seayah, maka mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah dengan mengutamakan yang lebih tua dan yang memenuhi syarat-syarat wali. Di dalam bahan ajar fiqih munakahat, dijelaskan pula bahwa, Hak perwalian berpindah dari wali aqrab kepada wali ab ad apabila: 15 (1) wali aqrab tidak beragama Islam, sedangkan calon isteri beragama Islam. (2) wali aqrab orang fasik. 15 Tiham dan Sohari Sahrari, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah lengkap, Cet Ke II, (jakarta: Rajawalui Pers, 2010), 97.

73 (3) wali aqrab belum balig. (4) wali aqrab gila. (5) wali aqrab bisu dan tuli yang tidak bisa diajak bicara dengan isyarat dan tidak bisa menulis. Di dalam buku hukum perkawinan Islam, K.H. Ahmad Azhar Basyir menjelaskan bahwa wali yang lebih jauh hanya berhak menjadi wali apabila wali yang lebih dekat tidak ada atau tidak memenuhi syarat wali. Apabila wali yang lebih dekat sedang bepergian atau tidak ada di tempat, maka wali yang jauh hanya dapat menjadi wali apabila mendapat kuasa dari wali yang lebih dekat tersebut. Apabila pemberian kuasa dari wali dekat tidak ada, maka perwalian pindah kepada sultan (kepala Negara) atau yang diberi kuasa oleh kepala Negara, yang disebut sebagai wali hakim. Dalam kompilasi hukum Islam bagian III pasal 23, lebih di spesifikasi, bahwa perwalian berpindah pada wali hakim dengan dua ketentuan: a. apabila bila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin hadir atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau enggan menjadi wali maka perwaliannya berpindah kepada wali hakim. b. dalam hal wali nasab enggan, maka wali hakim baru bisa bertindak setelah adalah keputusan pengadilan mengenai hal tersebut. Setelah mengetahui beberapa sebab yang ada, maka akan didapatkan segi perbedaan antara apa yang di jelaskan oleh K.H. Ahmad Azhar Basyir dan apa yang tertulis di dalam Kompilasi Hukum Islam, dimana dalam kompilasi

74 tidak menyebutkan wali yang jauh termasuk dalam kategori wali nasab bisa menjadi pengganti wali yang dekat apabila ada izin dari wali yang dekat ketika ia berhalangan hadir. Dalam bahan ajar fiqih munakahat, di jelaskan beberapa ketentuan berpindahnya perwalian kepada wali hakim dengan lebih terperinci dan penggolongannya lebih banyak, sehingga terdapat penambahan ketentuan berpindahnya perwalian, diantaranya : 1. Walinya sendiri yang akan menikah padahal wali yang sederajat tidak ada. 2. Walinya sakit pitam atau ayan. 3. Walinya dipenjara dan tidak dapat ditemui. 4. Walinya dicabut haknya menjadi wali oleh Negara (mahju<r alaih). 5. Walinya bersembunyi atau tawari. 6. Walinya sombong dan bermahal diri. Pelaksanaan perkawinan ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu berdasarkan Pasal 1 huruf b Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 disebutkan di dalamnya bahwa wali hakim dapat bertindak ssebagai wali nikah bagi calon mempelai wanita yang tidak mempunyai wali nikah dan dalam Pasal 4 disebutkan bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan ditunjuk sebagai wali hakim dalam wilayahnya dan apabila berhalangan, maka kedudukannya digantikan oleh wakil atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. Dalam hal ini Kepala Kantor Urusan Agama Jrengik bertindak sebagai wakil dari wali nikah yang berhak untuk menikahkan calon mempelai wanita.