PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Prinsip Non-Refoulement

PENERAPAN PRINSIP THE BEST INTEREST OF THE CHILD PADA KEHIDUPAN ANAK YANG TERPAKSA BEKERJA DI INDONESIA

PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam

PENERAPAN ASAS TIDAK ADA EKSTRADISI UNTUK KEJAHATAN POLITIK TERHADAP PENOLAKAN PERMINTAAN EKSTRADISI

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 1

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA

KEGIATAN USAHA FOTOKOPI DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 1

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

PENERAPAN PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA HUKUMAN MATI

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

PENGATURAN HUKUM WAJIB DAFTAR PESERTA BPJS BAGI TENAGA KERJA PERUSAHAAN

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

PENGADAAN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA (PPPK) DALAM FORMASI APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

Oleh : I Putu Sabda Wibawa I Dewa Gede Palguna Program Kekhususan: Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

Oleh. Roberta Kristine. Anak Agung Ngurah Yusa Darmadhi. Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN OUTSOURCING JIKA PERUSAHAAN TIDAK MEMBERIKAN TUNJUNGAN HARI RAYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

MEKANISME PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PUSAT DAN KEUANGAN DAERAH YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

PRINSIP NON-REFOULEMENT DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA. Jun Justinar

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN E-COMMERCE DAN EKSISTENSI ELECTRONIC SIGNATURE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA PT. TRICON BANGUN SARANA DI JAKARTA UTARA

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

AKIBAT HUKUM BAGI DEBITUR YANG TELAH MENANDATANGANI PERJANJIAN STANDAR KREDIT PADA BPR TATA ANJUNG SARI DENPASAR

PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO MODERN MINIMARKET

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

nasionalitas Masing-masing negara menganut kaidah yang berbeda-beda mengenai nasionalitas, misal: ius sangunis, ius soli.

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

PERKAWINAN CAMPURAN DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

STATUS HUKUM ISTERI DARI PERKAWINAN SIRI YANG DICERAIKAN MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) DITINJAU DARI HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA.

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

PROBLEMATIKA YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Oleh A.A. Alit Mas Putri Dewanti Edward Thomas Lamury Hadjon Program Kekhususan Hukum Internasional ABSTRACT

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

III.METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

HAK-HAK NORMATIF PEKERJA PADA PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

FUNGSI LEGISLASI DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MODAL VENTURA (VENTURE CAPITAL COMPANY) DALAM HAL PERUSAHAAN PASANGAN USAHA MENGALAMI PAILIT

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN BARANG ELEKTRONIK REKONDISI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

Transkripsi:

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Non refoulement principle is the basis of international protection for the refugees that listed in the Article 33 of the Convention Relating to the Status of Refugees 1951 and therefore binding on all of the states who participating in the convention. This principle prohibits the state to drive the refugees to their homeland where their lives would be endangered. However, it s often to happen that the state, which is not a party of the 1951 convention, become a destination of the refugees. Therefore, this paper will describe the application of non refoulement principle as the basis of international protection for the refugees and also its implementation on the state that are not the parties in 1951 convention. Key words : Non Refoulement, Refugees, the 1951 Convention. ABSTRAK Prinsip non refoulement merupakan dasar dari perlindungan internasional terhadap pengungsi yang tercantum dalam Pasal 33 Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951 dan oleh karenanya mengikat semua negara yang merupakan peserta konvensi tersebut. Prinsip ini melarang negara untuk mengusir pengungsi ke negara asalnya dimana kehidupannya akan terancam. Namun seringkali negara yang bukan merupakan peserta Konvensi Tahun 1951 juga menjadi tempat tujuan para pengungsi. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas mengenai penerapan prinsip non refoulement sebagai dasar perlindungan terhadap pengungi dan juga penerapannya dalam negara yang bukan merupakan peserta Konvensi Tahun 1951. Kata Kunci : Non Refoulement, Pengungsi, Konvensi Tahun 1951. I. PENDAHULUAN Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951 (Konvensi Tahun 1951) menyatakan bahwa pengungsi adalah orang-orang yang berada di luar negara kebangsaannya atau tempat tinggalnya sehari-hari, yang mempunyai ketakutan beralasan akan mendapat penganiayaan dikarenakan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan di dalam kelompok sosial tertentu atau memiliki pendapat politik tertentu. 1 1 UNHCR, 2007, Melindungi Pengungsi & Peran UNHCR, UNHCR, (selanjutnya disingkat UNHCR I), Hal. 10. 1

Pada umumnya, negara tidak diminta untuk mengijinkan orang asing masuk ke wilayahnya. Pengungsi merupakan pengecualian dari aturan ini. 2 Prinsip non refoulement sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951 merupakan aspek dasar hukum pengungsi yang melarang negara untuk mengusir atau mengembalikan seseorang ke negara asalnya dimana kehidupan dan kebebasannya akan terancam, dan oleh karenanya mengikat semua negara yang menjadi peserta Konvensi Tahun 1951. 3 Namun seringakali dalam keadaan yang terdesak, para pengungsi segera memilih untuk meninggalkan negara asalnya dan mencari perlindungan di negara yang mereka rasa aman tanpa tahu apakah negara tersebut merupakan negara peserta Konvensi Tahun 1951 atau bukan. Tujuan dari penulisan ini, di samping untuk mengetahui tentang prinsip non refoulement sebagai dasar perlindungan pengungsi, juga untuk mengetahui apakah prinsip non refoulement juga berlaku di negara yang bukan merupakan peserta Konvensi Tahun 1951. II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Jenis penelitian karya tulis ini adalah jenis penelitian hukum normatif, hal ini karena meneliti tentang asas-asas hukum. Selain itu, penelitian hukum normatif mencakup: penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 4 Sumber data penelitian ini adalah data sekunder mencakup bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. 5 Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan sejarah, pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep. Analisis terhadap bahan-bahan hukum yang diperoleh dilakukan dengan cara deskriptif, analisis dan argumentatif. 6 2 UNHCR, 2005, Pengenalan tentang Pelindungan Internasional: Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR, Departemen Perlindungan Internasional: UNHCR, (selanjutnya disingkat UNHCR II), Hal.. 100. 3 Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta Timur, Hal. 120. 4 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal. 14. 5 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, Hal. 96. 6 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta, h.93. 2

2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1 PRINSIP NON REFOULEMENT SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI Pengungsi merupakan orang yang berada dalam keadaan yang sangat rentan. Mereka tidak mendapatkan perlindungan dari negaranya sendiri, bahkan seringkali pemerintahnya sendiri yang mengancam akan menganiaya mereka. 7 Dalam keadaan seperti itu, masyarakat internasional melakukan upaya-upaya yang diperlukan guna menjamin dan memastikan bahwa hak-hak dasar seseorang tetap dilindungi dan dihormati. Pada status perlindungan internasional tersebut, seseorang yang dalam kapasitas sebagai pengungsi, wajib mendapat proteksi atas hak-hak dasarnya sebagai manusia. 8 Pengungsi berhak atas sejumlah hak seperti perlindungan dan bantuan yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Salah satu perlindungan yang paling mendasar dari penanganan pengungsi adalah pengungsi dapat menikmati perlindungan dari pemulangan yang sewenang-wenang ke negara dimana mereka menghadapi resiko penganiayaan. Prinsip ini dikenal dengan prinsip non refoulement dan seringkali hal ini disebut sebagai tonggak dari perlindungan internasional terhadap pengungsi. 9 Hak ini secara khusus dijelaskan dalam Pasal 33 ayat 1 dari Konvensi Tahun 1951, yaitu: Tidak satupun dari Negara-negara Yang Mengadakan Perjanjian akan mengusir atau mengembalikan seorang pengungsi dengan cara apapun ke perbatasan wilayah-wilayah dimana kehidupan atau kebebasannya akan terancam oleh karena suku, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politiknya. 10 Pengecualian dari prinsip non refoulement dijabarkan dengan sempit. Pengecualian hanya boleh diterapkan dalam keadaan tertentu seperti tersebut dalam Pasal 33 ayat 2 Konvensi Tahun 1951. Syarat-syarat dalam pasal tersebut hanya boleh diterapkan jika pengungsi yang dimaksud merupakan ancaman yang serius terhadap keamanan negara dimana ia mencari suaka atau orang tersebut telah diputuskan oleh pengadilan yang tidak mungkin naik banding lagi untuk kejahatan yang sangat serius dan selanjutnya masih menjadi ancaman bagi masyarakat di negara dimana ia mencari 7 UNHCR I, op.cit, Hal. 7. 8 Wagiman, op.cit, Hal. 51-52. 9 UNHCR, 2005, Penentuan Status Pengungsi: Mengenali Siapa itu Pengungsi, UNHCR, (selanjutnya disingkat UNHCR III), Hal. 15. 10 Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951, Pasal 33 ayat 1. 3

suaka. Penerapan pasal pengecualian ini mensyaratkan diterapkannya prosedur yang menjamin diikutinya proses pemeriksaan yang ketat. Namun Pasal 33 ayat 2 Konvensi Tahun 1951 tidak dapat diterapkan jika pemindahan orang yang bersangkutan mengakibatkan penganiayaan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau sangat merendahkan. Larangan diterapkannya refoulement merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari larangan untuk menyiksa dan melakukan berbagai perlakuan buruk sesuai Pasal 3 Konvensi PBB 1984 tentang Anti Penyiksaan, Pasal 7 Hukum Internasional 1966 mengenai Hak Sipil dan Politik dan hukum hak asasi regional. 11 2.2.2 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Prinsip non refoulement merupakan aspek dasar dari hukum pengungsi dan telah dikembangkan menjadi kebiasaan hukum internasional. Ini berarti bahwa prinsip tersebut bersifat mengikat bagi setiap negara meskipun belum menjadi peserta penandatanganan Kovensi Tahun 1951. 12 Prinsip tersebut dibangun atas dasar ketidakberpihakan serta tanpa diskriminasi. Bantuan kemanusiaan terhadap pengungsi tidak boleh dialihkan dengan alasan-alasan politis atau kemiliteran dan yang pertama memiliki kewenangan terkait dengan prinsip non refoulement adalah negara penerima. 13 Mengenai penerapan hukum kebiasaan internasional disebutkan juga dalam Pasal 38 Konvesi Wina Tahun 1969 dimana pada intinya menetapkan bahwa hukum kebiasaan internasional mengikat bagi semua negara. 14 Prinsip non refoulement oleh beberapa ahli hukum internasional dikategorikan sebagai ius cogens, dimana ius cogens dapat diartikan sebagai suatu norma dasar hukum internasional. Norma dasar hukum internasional menurut Konvensi Wina 1969 yaitu suatu norma yang diterima dan diakui oleh masyarakat internasional sebagai suatu norma yang tidak boleh dilanggar dan hanya bisa diubah oleh norma dasar hukum internasional baru yang sama sifatnya. 15 Oleh karena tersebut, prinsip non refoulement harus tetap diterapkan di suatu negara dimana pengungsi mencari perlindungan, 11 UNHCR III, op.cit, Hal. 16. 12 UNHCR III, loc.cit. 13 Wagiman, op.cit, Hal. 120. 14 Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi Kasus Hukum Internasional, PT. Tatanusa, Jakarta, Hal. 186. 15 Wagiman op.cit, Hal. 123. 4

walaupun negara tersebut bukan merupakan negara peserta penandatanganan Konvensi Tahun 1951. III. KESIMPULAN Penerapan terhadap prinsip non refoulement sebagai bentuk perlindungan terhadap pengungsi diantaranya: a. Prinsip non refoulement sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951 merupakan aspek dasar hukum pengungsi yang melarang negara untuk mengusir atau mengembalikan seseorang ke negara asalnya dimana kehidupan dan kebebasannya akan terancam b. Prinsip non refoulement merupakan aspek dasar dari hukum pengungsi dan telah dikembangkan menjadi kebiasaan hukum internasional sehingga prinsip ini harus tetap diterapkan di suatu negara dimana pengungsi mencari perlindungan, walaupun negara tersebut bukan merupakan negara peserta penandatanganan Konvensi Tahun 1951. DAFTAR PUSTAKA Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951. Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta. Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal. 14. Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi Kasus Hukum Internasional, PT. Tatanusa, Jakarta. UNHCR, 2007, Melindungi Pengungsi & Peran UNHCR, UNHCR., 2005, Penentuan Status Pengungsi: Mengenali Siapa itu Pengungsi, UNHCR., 2005, Pengenalan tentang Pelindungan Internasional: Melindungi Orangorang yang Menjadi Perhatian UNHCR, Departemen Perlindungan Internasional: UNHCR. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta Timur. 5