BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB II DASAR TEORI. Desorp/melepaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI

Perhatikan siklus dasar refrigerasi adsorpsi di bawah ini.

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan,

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III DESAIN SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

Maka persamaan energi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

REFRIGERAN & PELUMAS. Catatan Kuliah: Disiapakan Oleh; Ridwan

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

FISIKA TERMAL Bagian I

- - KALOR - - Kode tujuh3kalor - Kalor 7109 Fisika. Les Privat dirumah bimbelaqila.com - Download Format Word di belajar.bimbelaqila.

BAB II LANDASAN TEORI

Fisika Dasar I (FI-321)

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

2.1 TEORI SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

BAB II LANDASAN TEORI

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor

Titik Leleh dan Titik Didih

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi Sistem pendinginan adsorpsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap. Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi. Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem pendingin adsorpsi digunakan adsorben dan generator bertekanan rendah, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga adsorben dan generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak kompresi tersebut, sistem pendingin adsorpsi memerlukan masukan energi panas. Gambar 2.1. Proses Pemanasan Kolektor dengan tenaga surya [1]

Panas sering disebut sebagai energi tingkat rendah (low level energy) karena panas merupakan hasil akhir dari perubahan energi dan sering kali tidak didaur ulang. Pemberian panas dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan kolektor surya, biomassa, limbah, atau dengan boiler yangmenggunakan energi komersial. Komponen utama mesin pendingin adsorpsi adalah generator, kondensor, dan evaporator. Evaporator memegang peranan penting sebagai tempat refrigeran yang akan digunakan untuk mendinginkan fluida atau benda yang akan didinginkan. 2.2. Evaporator Evaporator dalam sistem refrigerasi adalah alat penukar kalor yang memegang peranan penting di dalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media sekitarnya Tujuan sistem refrigerasi adalah untuk membebaskan panas dari fluida seperti udara, air atau beberapa benda yang lain. Evaporator diletakkan dibagian unit pendingin dari lemari pendingin dan akan bersentuhan langsung dengan media yang akan didinginkan, yaitu air. Cairan metanol akan menguap pada saat temperatur adsorben naik atau pada saat pemanasan adsorben. Metanol akan mencair dikondensor dan cairannya akan terkumpul kembali di evaporator, dan malam hari temperatur adsorben akan turun perlahan lahan dan akan menyerap metanol. Akibatnya metanol akan menguap dan menyerap kalor dari sekitarnya sehingga temperatur akan turun.

2.3. Perpindahan Kalor Didalam Evaporator a. Koefisien Perpindahan Kalor Faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan kalor adalah kecepatan aliran fluida atau benda yang akan didinginkan, disamping itu makin besar luas bidang benda yang hendak diinginkan atau dekat dengan bidang pendingin juga mempengaruhi koefisien perpindahan kalor. Untuk temperatur penguapan refrigeran, temperatur benda atau fluida yang akan didinginkan akan dipengaruhi oleh kecepatan aliran dari zat yang hendak didinginkan. Di dalam evaporator, banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan perbedaan ratarata temperatur, makin besar perbedaan temperatur, makin kecil ukuran penukar kalor (luas bidang perpindahan kalor) yang bersangkutan, namun dalam hal tersebut diatas, temperatur penguapannya menjadi rendah. b. Kapasitas (Q) Pendingin di dalam Evaporator Kapasitas suatu mesin pendingin ialah kemampuan mesin tersebut untuk menyerap panas dari benda yang didinginkan, umumnya dinyatakan dalam Kkal/jam atau Btu/jam. Satuan lain yang sering dipakai ialah Ton Of Refrigeration (TR) atau Refrigeration Ton (RT). Satuan ini dihitung berdasarkan panas pencairan 1 ton es selama 24 jam.[3]. Dimana tiap 1 lb es yang mencair membutuhkan panas 144 btu, maka :

Kapasitas mesin pendingin pada umumnya ditentukan tiga hal, yaitu; jumlah refrigeran yang diuapkan tiap jam, temperatur penguapan refrigeran didalam evaporator, jenis refrigeran yang digunakan. 2.4. Jenis Evaporator Berdasarkan bentuk dan permukaan koilnya, evaporator dibagi menjadi 3 macam, yaitu : 1. Evaporator Pipa Telanjang ( Bare Tube Evaporator ) 2. Evaporator Pelat ( Plate Surface Evaporator ) 3. Evaporator Bersirip ( Finned Evaporator) Berdasarkan bentuk dan penggunaannya, evaporator dibagi menjadi beberapa macam, yaitu : 1. Evaporator jenis expansi kering Cairan refrigeran yang diexpansikan melalui katup expansi pada waktu masuk ke evaporator sudah dalam keadaan campuran cair dan uap, sehingga keluar dari evaporator dalam kering. Karena sebagian besar evaporator terisi oleh uap refrigeran, maka perpindahan kalor yang terjadi tidak begitu besar, jika dibandingkan dengan keadaan dimana refrigeran dimana evaporator terisi oleh refrigeran cairan. Evaporator jenis ini tidak memerlukan cairan refrigeran dalam jumlah yang besar, disamping itu jumlah minyak pelumas yang tertinggal di dalam evaporator sangat kecil. Jumlah refrigeran yang masuk kedalam evaporator dapat diatur oleh katup expansi sehingga semua refrigeran meningggalkan evaporator dalam bentuk uap jenuh, dan bahkan dalam keadaan superpanas.

2. Evaprator jenis super basah Evaporator jenis setengah basah adalah evaporator dengan kondisi refrigeran diantara diantara evaporator jenis expansi kering dan evaporator jenis basah. Dalam evaporator jenis ini, selalu terdapat refrigeran cair dalam pipa penguapnya. Oleh karena itu, laju perpindahan kalor dalam evaporator jenis setengah basah lebih tinggi dari pada yang dapat diperoleh pada jenis expansi kering, tetapi lebih rendah dari pada yang diperoleh pada jenis basah. Pada jenis basah expansi kering, refrigeran masuk dari bagian atas dari koil sedangkan pada evaporator jenis setengah basah, refrigeran dimasukkan dari bagian bawah koil evaporator. 3. Evaporator jenis basah Dalam evaporator jenis basah, sebagian dari jenis evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Proses penguapannya terjadi seperti pada ketel uap. Gelelmbung refrigeran yang terjadi karena pemanasan akan naik, pecah pada permukaan cair atau terlepas dari permukaannya. Sebagian refrigeran kemudian masuk ke dalam akumulator yang memisahkan uap dari cairan maka refrigeran yang ada dalam bentuk uap sajalah yang masuk ke dalam kompresor. Bagian refrigeran cair yang dipisahkan di dalam akumulator akan masuk kembali ke dalam evaporator bersama sama dengan refrigeran (cair) yang berasal dari kondensor. Tabung evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Cairan refrigeran menyerap kalor dari fluida yang hendak didinginkan (air larutan garam), yang mengalir di dalam pipa uap refrigeran yang terjadi dikumpulkan di bagian atas dari evaporator sebelum masuk ke kompresor. Tinggi permukaan cairan refrigeran

yang ada di dalam evaporator diatur oleh pelampung. Jumlah refrigeran yang dimasukkan ke dalam tabung evaporator di sesuaikan dengan beban pendingin. 2.5. Adsorpsi Adsorpsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu larutanfluida akan lebih terkonsentrasi pada permukaan suatu padatan tertentu (adsorbent). Dengan cara ini, komponen-komponen dari suatu larutan, baik itu dari larutan gas ataupun cairan, bisa dipisahkan satu sama lain. Adsorpsi melibatkan proses perpindahan massa dan menghasilkan kesetimbangan distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel. Pemisahan dari suatu larutan tunggal antar cairan dan fasa yang diserap membuat pemisahan larutan dari fasa curah cair dapat dilangsungkan. Gambar 2.2. penyerapan suatu zat oleh zat pengadsorpsi.[6] Fasa penyerap disebut sebagai adsorben. Bahan yang banyak digunakan sebagai adsorben adalah karbon aktif, molecular sieves dan silika gel. Permukaan adsorben pada umumnya secara fisika maupun kimia heterogen dan energi ikatan sangat mungkin berbeda antara satu titik dengan titik lainnya. Pada

praktiknya, proses adsorpsi bisa dilakukan secara tunggal namun bisa pula merupakan kelanjutan dari proses pemisahan dengan cara distilasi. 2.5.1. Jenis-Jenis Adsorpsi 1. Adsorpsi Fisik Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang terjadi akibat gaya interaksi tarikmenarik antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Adsorpsi ini melibatkan gaya-gaya Van der Wals (sebagai kondensasi uap). Jenis ini cocok untuk proses adsorpsi yang membutuhkan proses regenerasi karena zat yang teradsorpsi tidak larut dalam adsorben tapi hanya sampai permukaan saja. 2. Adsorpsi Kimia Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi akibat interaksi kimia antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Proses ini pada umumnya menurunkan kapasitas dari adsorben karena gaya adhesinya yang kuat sehingga proses ini tidak reversibel.[6] 2.5.2. Kinetika Adsorpsi Kinetika adsorpsi berhubungan dengan laju reaksi. Hanya saja, kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas sifat penting dari permukaan zat. Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat diketahui dengan mengukur perubahan konsentrasi zat teradsorpsi tersebut. Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh kecepatan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat

didefinisikan sebagai banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan waktu. Kecepatan atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya : Macam adsorben Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate) Luas permukaan adsorben Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate) Temperatur 2.5.3. Kesetimbangan Adsorpsi Fasa kesetimbangan antara cairan dan fasa yang diserap oleh satu atau lebih komponen dalam proses adsorpsi merupakan faktor yang menentukan di dalam kinerja proses adsorpsi tersebut. Dalam hampir semua proses, faktor ini jauh lebih penting daripada laju perpindahan. Peningkatan kapasitas stoikiometrik adsorben memiliki pengaruh yang lebih besar daripada peningkatan laju perpindahan. 2.5.4. Isoterm Adsorpsi Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi.[7] 1. Isoterm Brunauer, Emmet, and Teller (BET) Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi

bahwa molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di permukaannya.[7] 2. Isoterm Freundlich Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben. 2.5.5. Prinsip Kerja Siklus Adsorpsi Siklus adsorpsi menggunakan dua jenis zat yang umumnya berbeda, zat pertama disebut penyerap sedangkan yang kedua disebut refrigeran. Proses adsorpsi dipengaruhi tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan rendah yang meliputi proses penguapan di evaporator dan penyerapan di adsorben dan tekanan tinggi yang meliputi proses pembentukan uap di generator dan pengembunan di kondensor. Efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat dari kombinasi proses pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat tekanan tersebut. Proses yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan yang terjadi pada siklus kompresi uap. Siklus adsorpsi dioperasikan oleh kalor karena

hampir sebagian besar operasi berkaitan dengan pemberian kalor untuk melepaskan uap refrigeran. Generator menerima kalor dan membuat uap dan membuat uap refrigeran terpisah dari adsorben menuju ke kondensor, pada kondensor terjadi pelepasan kalor ke lingkungan sehingga fasa refrigeran berubah dari uap menjadi cair, ketika memasuki evaporator temperaturnya akan berada di bawah temperatur lingkungan. Pada komponen evaporator inilah terjadi proses pendinginan suatu produk dimana kalornya diserap oleh refrigeran untuk selanjutnya menuju adsorben. 2.6. Adsorben Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori adsorben biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luar. Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembaliuntuk proses adsorpsi. Karbon aktif yang merupakan contoh dari adsorpsi, yang biasanya dibuat dengan cara membakar tempurung kelapa atau kayu dengan persediaan udara yang terbatas. Tiap partikel adsorben dikelilingi oleh molekul yang diserap karena terjadi interaksi tarik menarik. 2.6.1 Unjuk Kerja Adsorben Adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang baik untuk adsorpsi dilihat dari sisi waktu. Lama operasi terbagi menjadi dua, yaitu waktu

penyerapan hingga komposisi diinginkan dan waktu regenerasi / pengeringan adsorben. Makin cepat dua varibel tersebut, berarti makin baik unjuk kerja adsorben tersebut. 2.6.2 Penggolongan Adsorben 2.6.2.1. Berdasarkan Sifatnya Terhadap Air Adsorben merupakan bahan yang digunakan untuk menyerap komponen dari suatu campuran yang ingin dipisahkan. Secara umum, hal yang mempengaruhi kinerja adsorben adalah struktur kristalnya (zeolit dan silikat) dan sifat dari molekul adsorben tersebut. Zeolit dalam jumlah yang banyak telah ditemukan baik dalam bentuk sintetis ataupun alami. Berikut adalah klasifikasi umum adsorben. Tabel 2.1.Penggolongan adsorben berdasarkan kemampuan menyerap air [4] Jenis Penyusun Struktur Hidrofobik Polimer Karbon Aktif Moleculer sieve Karbon Silikat Hidrofolik Silika Gel Zeeolit : 3A(KA), 4A(NaA), 5A(CaA), 13X(NaX) Mordenite, Chabazite, dll

2.6.2.2. Berdasarkan Bahannya Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Adsorben Organik Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati. Adsorben ini digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben. 2. Adsorben Anorganik Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama. Dalam penelitian ini adsorben yang digunakan adalah karbon aktif. Karbon aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi

kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Gambar 2.3. karbon aktif [4] Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m 2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang disarankan untuk sekali pakai. Menurut SII No.0258-79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti yang tercantum pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif.[6]. Jenis Persyaratan Bagian yang hilang pada pemanasan 950 o C. Maksimum 15% Air Maksimum 10% Abu Maksimum 2,5% Bagian yang tidak diperarang Tidak nyata Daya serap terhadap larutan Minimum 20% Karbon aktif terbagi atas 2 tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai penyerap uap. 1. Arang aktif sebagai pemucat. Biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai 1000 A 0 yang digunakan dalam fase cair. Umumnya berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan dan membebaskan pelarut dari zat zat penganggu dan kegunaan yang lainnya pada industri kimia dan industri baru. Arang aktif ini diperoleh dari serbuk serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.

2. Arang aktif sebagai penyerap uap. Biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara 10-200 A 0. Tipe porinya lebih halus dan digunakan dalam fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut atau katalis pada pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini dapat diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur keras. Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. 2.7. Refrigerant Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya untuk mengambil panas dari evaporator dan membuangnya di kondensor. Karakteristik termodinamika refrigerant antara lain meliputi temperature penguapan, tekanan penguapan, temperatur pengembunan. Untuk keperluan suatu jenis pendinginan (misal untuk pendinginan udara atau pengawet beku) diperlukan refrigeran dengan

karakteristik termodinamika yang tepat. Adapun syarat-syarat untuk refrigerant adalah : 1. Tidak dapat terbakar atau meledak bila tercampur dengan udara, pelumas dan sebagainya. 2. Tidak menyebabkan korosi terhadap bahan logam yang dipakai pada sistem mesin pendingin. 3. Mempunyai titik didih dan kondensasi yang rendah. 4. Perbedaan antara tekanan penguapan dan tekanan penguapan ( kondensasi ) harus sekecil mungkin. 5. Mempunyai panas laten penguapan yang besar, agar panas yang diserap evaporator yang sebesar-besarnya. 6. Konduktivitas thermal yang tinggi. Dalam penelitian ini bahan refrigeran yang digunakan adalah metanol. Metanol dipilih karena memiliki kelebihan sebagai berikut : 1. Pada tekanan atmosfir metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap. 2. Sangat efisien. 3. Tidak korosif terhadap besi atau baja. 4. Dapat dgunakan sistem adsorpsi dan kompresi. Secara fisik Metanol merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol, dapat bercampur dengan air, etanol, chloroform dalam perbandingan berapapun, hygroskopis, mudah menguap dan mudah terbakar dengan api.

Gambar 2.4. Metanol Spesikasi metanol yang di gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Rumus molekul Produksi Index No. : CH3OH : Merck KGaA Jerman : 603-001-00-X Kemurnian : 99.9 % Keasaman Massa molar : 0,0002 meq/g : 32.04 g/mol Density : 0,791-0793 g/cm 3 Titik didih Titik leleh Kelarutan dalam air Viskositas : 64-65 0 C : -97,8 0 C : Sangat larut : 0.59 Mpa pada suhu 20 0 C 2.8. Kalor (Q) Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan, yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika

benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah (dingin).kuantitasenergi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran kalordihitung dalamsatuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha. [2]. 2.8.1. Kalor Laten Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah [2] : Dimana : Q L = Kalor laten zat (J) Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg) m = Massa zat (kg) Pers (2.1) 2.8.2. Kalor sensibel Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai panas sensible. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang

dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut. [2]. Dimana : Qs = Kalor sensibel zat (J) Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg. K) ΔT = Beda temperatur (K) Pers (2.2) 2.8.3. Perpindahan Kalor Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal. Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi [2]. 1. Konduksi Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudo yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam

yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Fourier telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu [2] : Pers. (2.3) Dimana : Q = laju aliran energi (W) A = luas penampang (m 2 ) t = beda suhu (K) L = panjang (m) k = konduktivitas termal (W/mK) Persamaan untuk laju perpindahan kalor konduksi secara umum dinyatakan dengan bentuk persamaan diferensial di bawah ini [4]: Pers. (2.4) Dimana : dt/dx = Laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x 2. Konveksi Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah dipanaskan dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Bila perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami (natural convection) dan bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa (forced convection). Besarnya konveksi tergantung pada : a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A). b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida ( T).

c. koefisien konveksi (h) Persamaan laju perpindahan kalor secara konveksi telah diajukan oleh Newton pada tahun 1701 yang berasal dari pengamatan fisika. [2]. Dimana : h c = koefisien konveksi (W/m 2o C) t s = suhu permukaan ( 0 C) t f = suhu fluida ( 0 C) Pers.(2.6) Beberapa parameter yang telah diuji dan mengenal bentuk korelasi yang banyak digunakan untuk menentukan koefisien konveksi (h c ) yaitu : a. Bilangan Reynold (R e ) Bilangan Reynold digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan aliran fluida itu laminer dan turbulen. Untuk bilangan Re<2300 dikatakan aliran laminar; Re>2300 dikatakan aliran turbulen. [2]: Dimana : = rapat massa (kg/m 3 ) Pers. (2.6) v = kecepatan aliran fluida D = diameter aliran fluida (m/s) (m) µ = viskositas fluida (Pa.det) b. Bilangan Prandtl (Pr) Bilangan Prandtl adalah bilangan tanpa dimensi yang merupakan fungsi dari sifat-sifat fluida. Bilangan Prandtl didefinisikan sebagai

perbandingan viskositas kinematik terhadap difusitas thermal fluida yaitu [2]: Dimana : Cp = panas spesifik fluida (J/kg.K) µ = viskositas fluida (Pa.det) k = konduktivitas thermal (W/m 2 K) c. Bilangan Nusselt (Nu) Pers. (2.7) Pers.(2.8) Dimana : h c = koefisien konveksi (W/m 2 K) D = diameter efektif aliran fluida (m) k = konduktifitas thermal fluida (W/mK) Banyak rumusan yang telah dikembangkan untuk susunan aliran tertentu sehingga hubungan antara bilangan Nusselt, Reynolds dan Prandtl dapat dirumuskan [2] : Nu = C (Re n ) (Pr m ) Pers.(2.9) 3. Radiasi Perpindahan energi secara radiasi berlangsung akibat foton-foton dipancarkan dengan arah, fase dan frekuensi yang serampangan dari suatu permukaan ke permukaan lain. Pada saat mencapai permukaan lain, foton yang diradiasikan juga diserap, dipantulkan atau diteruskan (ditransmisikan) melalui permukaan tersebut. [2].