LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 23 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 9TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI NABIRE PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

NOMOR 11 TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pengelolaan Airtanah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 13 TAHUN 2004 T E N T A N G IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

Transkripsi:

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH Air tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita bersama untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut secara bijaksana bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dinyatakan bahwa : Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan. Di lain pihak, pengambilan air tanah dalam memenuhi kebutuhan air minum, rumah tangga maupun pembangunan akan semakin meningkat, sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan. Hal ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah yang dapat merugikan, apabila tidak dilakukan pengelolaan secara bijaksana. Pengambilan air tanah yang melampaui kemampuan pengimbuhannya, dapat mengakibatkan terjadinya krisis air tanah terutama air tanah dalam. Bahkan pada beberapa daerah telah dijumpai gejala kemerosotan lingkungan berupa penurunan muka air tanah dan penurunan permukaan tanah serta intrusi air laut pada daerah pantai. Apabila kondisi tersebut tidak segera diatasi, sangat mungkin menimbulkan kerugian yang lebih besar, misalnya kelangkaan air, terhentinya 52

kegiatan industri secara tiba-tiba, kerusakan bangunan dan meluasnya daerah banjir. Ketersediaan air tanah pada lapisan tanah, berupa cekungan air tanah yang meliputi daerah-daerah tempat berlangsungnya kejadian hidrologis. Batas cekungan air tanah tidak selalu sama dengan batas administratif, karena satu wilayah cekungan air tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, pengelolaan air tanah harus dilakukan secara terpadu pada satu cekungan, yaitu mencakup kawasan pengimbuhan, pengaliran dan pengambilan, agar terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu. Pengelolaan Air Tanah di Kabupaten Garut mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, yang menegaskan kewenangan Kabupaten/kotai yaitu : Mengatur, menetapkan dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah dalam Kabupaten/Kota. Sedangkan yang menjadi objek pengelolaan, yaitu 1 (satu) cekungan dalam kabupaten serta 4 (empat) cekungan lintas Kabupaten/Kota yang terdapat di Jawa Barat. 53 Pada prinsipnya kegiatan pengelolaan air tanah terbagi dalam kegiatan inventarisasi, perencanaan dan pendayagunaan, konservasi dan rehabilitasi, serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Inventarisasi, dimaksudkan untuk mengetahui kondisi potensi air tanah pada setiap cekungan di Jawa Barat, serta mengetahui kondisi para pengelola air tanah di seluruh cekungan. Perencanaan dan pendayagunaan, bertujuan untuk melaksanakan perencanaan terhadap pengambilan air tanah, pemanfaatan lahan di daerah resapan, daerah pengaliran dan daerah pengambilan. Konservasi dan rehabilitasi, bertujuan untuk melakukan perlindungan terhadap seluruh tatanan hidrologis air tanah dan melakukan kegiatan pemantauan muka air tanah serta rehabilitasi terhadap wilayah cekungan yang sudah dinyatakan rawan atau kritis. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian, bertujuan untuk mengawasi dan mengendalikan kegiatan pengambilan air tanah, baik dari aspek teknis maupun kualitas dan kuantitas.

Perizinan pengambilan air tanah yang diterbitkan oleh Bupati, merupakan salah satu alat pengendali dalam pengelolaan air tanah. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan air tanah dilaksanakan secara terkoordinasi antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten. Sepanjang menyangkut hal-hal bersifat teknis, Pemerintah Daerah memberikan dukungan dan fasilitasi sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan administratif oleh Pemerintah Kabupaten. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, serta mengingat bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini, maka Peraturan Daerah dimaksud harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan kondisi saat ini serta ketentuan peraturan perundang-undangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 54

Kegiatan inventarisasi air tanah meliputi antara lain : Pemetaan air tanah, dimaksudkan untuk memperoleh data keterdapatan, sebaran, dan produktivitas akuifer, serta kondisi keberadaan air tanah yang disajikan dalam bentuk peta. Penyelidikan dan penelitian air tanah, dimaksudkan untuk memperoleh data kondisi dan lingkungan air tanah meliputi konfigurasi dan parameter akuifer, sebaran daerah imbuhan dan lepasan air tanah, kuantitas dan kualitas air tanah, serta dampak pengambilan air tanah. Eksplorasi air tanah, dimaksudkan untuk memperoleh data air tanah melalui kegiatan survei geofisika pengeboran, penampangan sumur, uji pemompaan dan pemeriksaan laboratorium. Evaluasi data air tanah, dimaksudkan untuk mengetahui sebaran, kuantitas dan kualitas air tanah. Huruf d Huruf e 55

Huruf f Data dan informasi air tanah meliputi antara lain sebaran dan sifat fisik akuifer, potensi air tanah, dan penggunaan air tanah. Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Pasal 7 56

Ayat (4) Pemetaan air tanah bertujuan untuk memperoleh data keterdapatan,sebaran, dan produktivitas akuifer, serta kondisi keberadaan air tanah yang disajikan dalam bentuk peta. Penyelidikan air tanah bertujuan untuk memperoleh data kondidi dan lingkungan air tanah, antara lain, konfigurasi dan parameter akuifer, sebaran daerah imbuhan dan lepasan air tanah, kuantitas dan kualitas air tanah, dan/atau dampak pengambilan air tanah. Penelitian air tanah bertujuan untuk memperoleh dat yang lebih rinci dari penyelidikan air tanah. Huruf d Eksplorasi air tanah bertujuan untuk memperoleh data air tanah mencakup, antara lain, sebaran dan sifat fisik batuan yang mengandung air tanah, kedalaman akuifer, kontruksi sumur, debit optimum, kualitas air tanah, dan lain-lain, melalui kegiatan geofisika, pengeboran, penampangan sumur, uji pemompaan, dan pemeriksaan laboratorium. Huruf e Evaluasi data air tanah bertujuan untuk mengetahui sebaran, kuantitas, dan kualitas air tanah. Pasal 8 57

Yang dimaksud dengan pihak lain adalah instnsi atau lembaga, baik pemerintah maupun swasta seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perguruan tinggi atau badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang air tanah. Penugasan kepada pihak lain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peratuaran perundang-undangan. Pasal 9 Pasal 10 Ayat (4) Yang dimaksud dengan zona perlindungan air tanah adalah daerah yang karena fungsinya terhadap air tanah sangat penting sehingga di lindungi seperti kawasan lindung. Yang dimaksud zona pemanfaatan air tanah adalah daerah yang air tanahnya dapat dimanfaatkan seperti kawasan budi daya. Ayat (5) 58

Ayat (6) Pasal 11 Rencana pengelolaan air tanah, berisi rencana kegiatan: a. Konservasi dan rehabilitasi; b. Pendayagunaan; c. Pengendalian daya rusak air tanah. Pembinaan adalah kegiatan yang mencakup pemberian pengarahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pelaksanaan pengelolaan air tanah. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pengelolaan air tanah. Pengendalian adalah kegiatan yang mencakup pengaturan, penelitian dan pemantauan pengambilan air tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya. Ayat (4) Pasal 12 59

Pasal 13 Yang dimaksud dengan pihak lain adalah instansi atau lembaga, baik pemerintah maupun swasta seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perguruan tinggi atau badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang air tanah. Penugasan kepada pihak lain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) Yang dimaksud pemegang izin adalah perseorangan, badan usaha, instansi pemerintah dan badan sosial yang memiliki izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah. Ayat (5) Pasal 14 Penyediaan sarana dan prasarana dilakukan antara lain, dengan pengeboran, penggalian, pengadaan alat pantau air. Pasal 15 60

Pasal 16 Yang dimaksud dengan pihak lain adalah instnsi atau lembaga, baik pemerintah maupun swasta seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perguruan tinggi atau badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang air tanah. Penugasan kepada pihak lain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peratuaran perundang-undangan. Ayat (4) Ayat (5) Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 61

Perlindungan dan pelestarian air tanah, ditujukan untuk menjaga kelestarian kondisi dan lingkungan serta fungsi air tanah. Pengawetan air tanah, ditujukan untuk menjaga kesinambungan ketersediaan air tanah. Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah, ditujukan untuk menjaga kualitas air tanah sesuai dengan kondisi alaminya. Pasal 20 Yang dimaksud dengan sumur pantau adalah sumur yang dilengkapi dengan alat pantau yang berfungsi untuk merekam perubahan kondisi dan lingkungan air tanah. Yang dimaksud dengan kedudukan muka air tanah adalah kedalaman atau ketinggian muka air tanah diukur dari permukaan tanah. 62

Huruf d Yang dimaksud amblesan tanah merupakan gejala perubahan lingkungan air tanahyang terjadi karena kosongannya kandungan air tanah pada lapisan penutup akuifer yang umumnya berupa lapisan lempung. Ayat (4) Yang dimaksud dengan sumur produksi adalah sumur yang berfungsi untuk mengambil air tanah. Untuk keperluan pemantauan air tanah dapat difungsikan sekaligus sebagai sumur pantau. Ayat (5) Ayat (6) Pasal 21 Pasal 22 Jaringan sumur pantau merupakanrangkaian lokasi dan kedalaman sumur pantau yang sistematis pada cekungan air tanah. 63

Pasal 23 Termasuk daerah imbuhan air tanah adalah daerah imbuhan mata air. Daya dukung akuifer terhadap suatu kegiatan antara lain untuk pertambangan dan energi serta kontruksi sipil bahwa permukaan tanah ditunjukan dari hasil analisis mengenai dampak lingkungan, baik upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) maupun analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Pasal 24 Pelarangan pengeboran, penggalian atau kegiatan lain pada areal radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi pemunculan mata air 64

dimaksudkan untuk mengamankan aliran air tanah pada sistem akuifer yang mengisi atau dapat mempengaruhi pemunculan mata air. Yang termasuk kegiatan lain antara lain, penambangan batuan. Yang dimaksud dengan kegiatan yang dapat mengganggu sistem akuifer adalah, pembuatan terowongan atau penambangan batuan. Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 65

Degradasi atau penurunan kondisi air tanah ditunjukan oleh penurunan muka air tanah yang sangat cepat, pencemaran air tanah, intrusi air asin, dan amblesan tanah. Pasal 30 Pemulihan kualitas air yang telah tercemar dapat dilakukan dengan: 1. mengisolasi sumber pencemaran; 2. menguras air tanah yang telah tercemar; atau 3. membilas (flushing) air tanah yang telah tercemar. 66

Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup adalah Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Yang dimaksud dengan karakteristik akuifer, antara lain, meliputi kesarangan, kelulusan, dan keterusan. Yang dimaksud dengan kondisi hidrogeologis. Antara lain, meliputi sistem akuifer, pola aliran air tanah. Yang dimaksud dengan kondisi dn lingkungan air tanah. Antara lain adalah kuantitas, kualitas, lapisan batuan yang mengandung air tanah. 67

Huruf d Yang dimaksud dengan kawasan lindung air tanah, antara lain, daerah imbuhan air tanah (recharge area), zona kritis dan zona rusak. Huruf e Huruf f Huruf g Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 68

Pasal 37 Ayat (4) Yang dimaksud dengan akuifer dalam adalah akuifer yang pada umumnya bersifat tertekan. Ayat (5) Yang dimaksud dengan alokasi penggunaan air tanah merupakan jumlah dan jangka waktu pengambilan dan pengusahaan air tanah. Huruf d Ayat (6) 69 Pasal 38

Jenis dan sifat fisik batuan, antara lain, batu gamping berongga memiliki sifat berpotensi kehilangan air (water loss), pasir lepas memiliki sifat mudah runtuh, lempung memiliki sifat mudah mengembang. Kondisi hidrogeologis disajikan dalam peta zona konservasi air tanah dan zona pemanfaatan air tanah, antara lain, meliputi sebaran dan karakteristik akuifer, pola aliran air tanah, potensi air tanah, dan kedudukan muka air tanah. Ayat (4) Pasal 39 Ayat (4) Yang termasuk dalam izin pemakaian air tanah, antara lain meliputi penyediaan dan peruntukan melalui kegiatan pengeboran dan penggalian, pengambilan dan pemakaian air tanah. Izin pemakaian air tanah perlu dimiliki mengingat: 70

a. cara pengeboran atau penggalian air tanah atau penggunaannya mengubah kondisi dan lingkungan air tanah antara lain berupa penyusutan ketersediaan air tanah, penurunan muka air tanah perubahan pola aliran air tanah, penurunan kualitas air tanah, mengganggu sistem akuifer; b. penggunaan untuk memenuhi kebutuhan yang memerlukan air tanah dalam jumlah besar melebihi ketentuan. Ayat (5) Yang dimaksud dengan badan sosial antara lain, yayasan, rumah ibadah dan sekolah. Pasal 40 Pasal 41 Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) 71

Huruf d Dalam pembangunan kelengkapan sarana pemanfaatan air tanah apabila kualitas air tanah kurang memenuhi syarat, maka harus dilengkapi dengan instalasi pengolahan air. Ayat (7) Pasal 42 Yang dimaksud dengan bahan baku produksi, antara lain, air minum dalam kemasan, air bersih, makanan, dan obat-obatan. Huruf d Yang dimaksud dengan bahan pembantu proses produksi antara lain, air untuk pendingin mesin, proses pencelupan pada industri tekstil, sanitasi pada kegiatan industri, pertambangan, pariwisata. 72

Yang dimaksud dengan lokasi tertentu merupakan lokasi sesuai izin. Ayat (4) Huruf d Huruf e Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain, peraturan yang terkait dengan ketentuan mengenai gangguan (HO). Pasal 43 73

Yang termasuk dalam izin pengusahaan air tanah, antara lain, meliputi penyediaan dan peruntukan melalui kegiatan pengeboran atau penggalian, pengambilan, dan pengusahaan air tanah. Pasal 44 Yang dimaksud dengan air ikutan adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di bidang pertambangan dan energi. Yang dimaksud dengan pengeringan (dewatering) adalah proses penurunan muka air tanah untuk kegiatan tertentu, seperti pengusahaan gas metana batu bara (Coalbed Methane). Pengusahaan gas metana batu bara pada tahap awal perlu dilakukan kegiatan pengeringan (dewatering) terhadap lapisan batu bara di bawah permukaan tanah yang tujuannya adalah agar lapisan batu bara tersebut dapat merekah (permeable) sehingga gas metana dapat mengalir. Lapisan batubara dimaksud tidak dapat dilepaskan dari kegiatan pengeringan (dewatering) yang akan sangat menentukan terhadap volume gas metana batubara yang dapat diproduksi. Penggunaan dan pemanfaatan air ikutan dan/atau pengeringan (dewatering) untuk kegiatan yang terkait langsung dengan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan, minyak dan gas bumi, serta panas bumi tidak memerlukan izin. Pasal 45 74

Pasal 46 Yang dimaksud dengan daya rusak air antara lain berupa: a. banjir; b. erosi dan sedimantasi; c. tanah longsor; d. banjir lahar dingin; e. tanah ambles; f. perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi dan fisika air; g. terancam punahnya jenis tumbuhan dan/atau satwa; h. wabah penyakit; i. intrusi dan/atau; j. perembesan. Pasal 47 Pasal 48 Yang dimaksud dengan imbuhan buatan (artificial recharge) adalah resapan yang dibuat untuk meningkatkan kapasitas pengisian air tanah pada akuifer dalam suatu cekungan air tanah melalui, antara lain, sumur resapan, parit resapan dan/atau kolam resapan. 75

Pasal 49 Pasal 50 Yang dimaksud dengan keadaan yang membahayakan lingkungan adalah keadaan yang menimbulkan kerusakan lingkungan lingkungan seperti semburan lumpur, gas, dan zat yang berbahaya dari dalam tanah, atau merusak fasilitas umum. Yang dimaksud dengan tindakan darurat antara lain, menghentikan pengeboran atau penggalian yang dapat menimbulkan keadaan yang membahayakan lingkungan tersebut. Pasal 51 Pasal 52 Setiap satu izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah diberikan hanya untuk satu titik sumur produksi. Rekomendasi teknis untuk penerbitan izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah, antara lain, berisi: lokasi dan kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah, jenis dan kedalaman akuifer atau penggalian air tanah, jenis dan kedalaman akuifer yang disadap, debit pengambilan air tanah, kualitas air tanah, dan peruntukan penggunaan air tanah. 76

Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55 Pasal 56 Pasal 57 Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan ketersediaan air tanah pada cekungan air tanah. Pasal 58 77

Penampang sumur (well logging) akan menunjukan jenis, sifat fisik, dan kedalaman batuan yang mengandung air tanah sehingga dapat ditentukan jenis dan posisi saringan. Hasil analisis fisika dan kimia akan menunjukan kualitas atau mutu air tanah. Hasil analisis uji pemompaan akan menunjukan debit air tanah yang dapat diambil secara optimal dari sumur tersebut. Huruf d Gambar kontruksi sumur akan menunjukan posisi saringan dan kerikil pembalut (gravel pack). Pasal 59 Pasal 60 Huruf d 78

Huruf e Huruf f Yang dimaksud dengan berperan serta antara lain, kewajiban pemegang izin guna memberikan tempat untuk pembuatan sumur pantau di lokasi lahannya. Huruf g Yang dimaksud dengan biaya jasa pengelolaan air tanah adalah biaya jasa pengelolaan sumber daya air pada cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (7) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Huruf h Pasal 61 Yang dimaksud dengan paling sedikit 10% (sepuluh persen) adalah batas minimal yang diberikan kepada masyarakat setempat yang ditentukan oleh pihak pemegang izin. Yang dimaksud dengan masyarakat setempat adalah masyarakat setempat di lokasi pengusahaan air tanah. Pasal 62 79 Pasal 63

Izin dikembalikan karena tidak lagi menggunakan air tanah. Izin dicabut apabila tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan di dalam izin dan tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan serta tidak mampu memperbaiki kinerjanya sesuai dengan batas waktu yang diberikan setelah diberi peringatan tertulis, dan penghentian sementara semua kegiatan dari pemberi izin. Pasal 64 Informasi air tanah mencakup informasi hidrogeologis sebagai bagian dari informasi sumber daya air. Pasal 65 Pasal 66 80

Pasal 67 Yang dimaksud para pemilik kepentingan antara lain aparat pengelola air tanah, pemegang hak guna pakai danhak guan usaha air ari pemanfaatan air tanah, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan pengeboran air tanah, dan kelompok masyarakat. Ayat (4) Pasal 68 Laporan penyelenggaraan pengendalian penggunaan air tanah, antara lain, berisi jumlah dan lokasi sumur bor, jumlah pengguna air tanah, jumlah pengambilan air tanah, peruntukan penggunaan air tanah, dan jumlah pajak pemanfaatan air tanah. Pasal 69 81 Keikutsetaan masyarakat dalam pengawasan pengelolaan air tanah dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan.

Pasal 70 Pengawasan terhadap pelaksanaan pengeboran, penggalian air tanah, pemakaian dan/atau pengusahaan air tanah, antara lain meliputi: Pasal 71 1. lokasi dan kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah; 2. pemasangan kontruksi sumur; 3. pelaksanaan uji pemompaan air tanah 4. analisa kualitas air tanah; 5. jumlah pengambilan air tanah; 6. peruntukan pemanfaatan air tanah; 7. kewajiban membangun sumur resapan; dan 8. pajak pemanfaatan air tanah. Pasal 72 Pasal 73 82

Pasal 74 Pasal 75 Pasal 76 Pasal 77 Pasal 78 Pasal 79 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2013 NOMOR 1 83