PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG KEMITRAAN PADA BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kemitraan Pada Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Sektor Kelautan dan Perikanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404); 4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 1
5. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111); 6. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2016 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019; 7. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 97); 8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1227); 9. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 01 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kemitraan Pada Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Sektor Kelautan dan Perikanan. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 2
2. Usaha Perikanan adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. 3. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. 4. Usaha Pembesaran Ikan adalah usaha bidang pembudidayaan ikan yang meliputi kegiatan pembesaran mulai dari ukuran benih sampai dengan ukuran panen 5. Usaha Pembenihan Ikan adalah usaha bidang pembudidayaan ikan yang meliputi kegiatan pemeliharaan calon induk/induk, pemijahan, penetasan telur dan/atau pemeliharaan larva/benih/bibit. 6. Pembudi Daya Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan 7. Pengolahan Ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan baku Ikan sampai menjadi produk akhir untuk konsumsi manusia. 8. Usaha Pengolahan Hasil Perikanan adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan Pengolahan Ikan. 9. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan memelihara, membesarkan, dan atau membiakkan ikan dalam lingkungan yang terkontrol serta memanen hasilnya, termasuk kegiatan terkait yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkan hasil pembudidayaan ikan. 10. Pembudidaya Ikan adalah orang atau seseorang yang mata pencahariannya secara langsung melakukan kegiatan pembudidayaan ikan. 3
11. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, antara usaha mikro, usaha kecil atau usaha menengah dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha besar. 12. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 13. Bidang Usaha adalah bidang usaha perikanan yang tercantum dalam Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Kemitraan di Bidang Penanaman Modal. 14. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 15. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 16. Kementerian adalah kementerian yang membidangi urusan perikanan. 17. Direktorat Jenderal adalah direktur jenderal yang melaksanakan tugas teknis di bidang penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan. Bagian Kedua Tujuan dan Ruang Lingkup Pasal 2 (1) Kemitraan pada Bidang Usaha bertujuan untuk memberikan acuan pelaksanaan kemitraan sebagai persyaratan di bidang penanaman modal. (2) Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi: a. bidang usaha; 4
b. prinsip kemitraan; c. pola kemitraan; d. pengawasan, monitoring dan evaluasi;dan e. pembinaan. BAB II BIDANG USAHA Pasal 3 Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan kemitraan di sektor kelautan dan perikanan meliputi: a. Pembesaran ikan laut; b. Pembesaran ikan air payau; c. Pembesaran ikan air tawar; d. Pembenihan ikan laut; e. Pembenihan ikan air payau; f. Pembenihan ikan air tawar; g. Usaha Pengolahan Hasil Perikanan yang terdiri dari: 1. Industri Penggaraman/ Pengeringan Ikan dan Biota Perairan Lainnya; 2. Industri Pengasapan Ikan dan Biota Perairan Lainnya; dan 3. Usaha pengolahan hasil perikanan, peragian, fermentasi, pereduksian/pengekstraksian, pengolahan surimi dan jelly ikan; h. Usaha pemasaran, distribusi, perdagangan besar, dan ekspor hasil perikanan. BAB III KEMITRAAN Paragraf 1 Umum Pasal 4 (1) Kemitraan antara Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi dengan Usaha Besar atau Usaha Menengah dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip Kemitraan dan menjunjung etika bisnis yang sehat. (2) Prinsip Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi prinsip: a. saling memerlukan; b. saling mempercayai; 5
c. saling memperkuat; dan d. saling menguntungkan. (3) Dalam melaksanakan Kemitraan, para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia. Pasal 5 (1) Kemitraan mencakup proses alih keterampilan bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi sesuai dengan pola Kemitraan. (2) Pola Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Inti-plasma; b. Subkontrak; c. Waralaba; d. Perdagangan Umum; e. Keagenan; f. Bagi hasil; g. Kerja Sama operasional; h. Usaha patungan (Joint Venture); dan/atau i. Penyumberluaran (Outsourcing). (3) Pemilihan dan pelaksanaan pola Kemitraan pada Bidang Usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan para pihak yang melakukan Kemitraan. (4) Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi dengan Usaha Besar atau Usaha Menengah dalam melakukan pola Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memutuskan hubungan hukum secara sepihak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 6 Dalam pelaksanaan pola Kemitraan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2): a. Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Usaha Kecil, Koperasi dan/atau Usaha Menengah mitra usahanya; dan 6
b. Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Usaha Kecil dan/atau Koperasi mitra usahanya. Pasal 7 (1) Pemerintah Pusat mendorong Kemitraan antara Penanaman Modal asing dengan Penanaman Modal dalam negeri dengan tetap mengutamakan Kemitraan diantara penanaman modal dalam negeri; (2) Kemitraan antara Penanaman Modal asing dengan penanaman modal dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk patungan kepemilikan modal dalam pendirian suatu perusahaan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Paragraf 2 Inti-Plasma Pasal 8 (1) Pola Kemitraan inti-plasma sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dilaksanakan pada Bidang Usaha yang meliputi: a. pembesaran ikan laut; b. pembesaran ikan air payau, c. pembesaran ikan air tawar; d. pembenihan ikan laut; e. pembenihan ikan air payau; dan/atau f. pembenihan ikan air tawar. (2) Pelaksanaan pola Kemitraan inti-plasma sebagimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Inti yang meliputi usaha budidaya skala besar atau usaha budidaya skala menengah b. Plasma yang meliputi kelompok pembudidaya ikan dan koperasi. (3) Inti sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki dua kategori yaitu: a. Kategori Pengelola; atau b. Kategori Penghela. 7
(4) Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki kewajiban yang meliputi: 1) Kategori Pengelola antara lain memberikan bantuan pembinaan, sarana produksi yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan sebagai pelaksana plasma, dan menampung hasil panen untuk dipasarkan, sekaligus juga memiliki dan mengelola usahanya sendiri dalam lingkungan areal budidaya tersebut 2) Kategori Penghela antara lain memberikan bantuan pembinaan dan sarana produksi yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan sebagai pelaksana plasma, serta menampung hasil panen untuk dipasarkan, namun tidak melakukan kegiatan usaha budidayanya sendiri. (5) Dalam hal pelaksanaan kegiatan pengelolaan Usaha budidaya pada kategori pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dapat dilakukan secara sendiri. (6) Plasma sebagimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, wajib memasok hasil usaha budidayanya kepada inti sesuai dengan kesepakatan. (7) Bidang usaha lain yang akan melaksanakan Kemitraan dengan pola inti plasma mengacu pada ketentuan ayat (2) sampai dengan (6). Paragraf 2 Subkontrak Pasal 9 (1) Pola Kemitraan subkontrak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dilaksanakan pada Bidang Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI) peragian, fermentasi, pereduksian/pengekstraksian, atau pengolahan surimi dan jelly ikan. (2) Pelaksanaan pola Kemitraan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. pihak kontraktor meliputi Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Skala Besar atau Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Skala Menengah; 8
b. pihak subkontraktor meliputi Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Skala Kecil, Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Mikro, dan Koperasi; (3) Pihak Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki kewajiban meliputi: a. menampung dan membeli komponen produk yang dihasilkan oleh sub-kontraktor; b. menyediakan bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan oleh sub-kontraktor; c. memberikan bimbingan dan mengontrol kualitas produksi sub-kontraktor; dan d. melaksanakan alih teknologi. (4) Pihak sub-kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki kewajiban: a. memproduksi satu atau lebih komponen produk yang dibutuhkan oleh usaha besar atau menengah sebagai bagian dari produksinya;dan b. memasok produk secara berkesinambungan dan menjaga kualitas produksi dalam pelaksanaan produksi. (5) Bidang usaha lain yang akan melaksanakan kemitraan dengan pola subkontrak dengan mengacu pada ketentuan ayat (1) sampai dengan (5). Paragraf 3 Waralaba Pasal 10 (1) Pola Kemitraan waralaba sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c dilaksanakan pada Bidang Usaha pemasaran, distribusi, perdagangan besar, dan ekspor hasil perikanan. (2) Pelaksanaan pola Kemitraan waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. pihak pemberi waralaba meliputi distributor, pedagang besar, pedagang menengah atau eksportir hasil perikanan; b. pihak penerima waralaba meliputi usaha mikro, usaha kecil, atau koperasi. 9
(3) Pihak pemberi waralaba sebagaimana dimaksud pada (2) huruf a memiliki kewajiban yaitu memberikan penggunaan hak lisensi, merek dagang dan saluran distribusinya kepada penerima waralaba. (4) Pihak penerima waralaba sebagaimana dimaksud pada (2) huruf b memiliki kewajiban yaitu menyediakan tempat usaha, biaya sarana produksi dan mengikuti pola usaha yang ditetapkan pemberi waralaba. (5) Pemberi waralaba dan penerima waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan penggunaan produk dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba; (6) Bidang usaha lain yang akan melaksanakan Kemitraan dengan pola waralaba dengan mengacu pada ketentuan ayat (2) sampai dengan (5). Paragraf 4 Perdagangan Umum Pasal 11 (1) Pola Kemitraan perdagangan umum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d dilaksanakan pada Bidang Usaha sebagaimana dimaksud pada pasal 3. (2) Pelaksanaan pola Kemitraan perdagangan umum sebagaimana pada ayat (1) terdiri: a. pihak pembeli meliputi usaha skala besar atau usaha skala menengah; b. pihak penjual meliputi usaha skala mikro, usaha skala kecil, atau koperasi. (3) Pihak pembeli sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki kewajiban yang meliputi: a. membeli seluruh hasil produksi dari penjual dengan ketentuan yang telah disepakati;dan 10
b. memberikan informasi pemasaran hasil perikanan dengan harga yang menguntungkan kedua belah pihak. (4) Pihak penjual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki kewajiban yaitu menghasilkan komoditi produk yang sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Paragraf 5 Keagenan Pasal 12 (1) Pola Kemitraan Keagenan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e dilaksanakan pada Bidang Usaha sebagaimana dimaksud pada pasal 3. (2) Pelaksanaan pola Kemitraan keagenan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri: a. usaha besar atau usaha menengah; b. usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi; (3) Usaha besar atau menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki kewajiban yaitu memberikan hak khusus kepada usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi. (4) Usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki kewajiban terdiri: a. menerima hak khusus untuk memasarkan hasil produk usaha besar atau menengah;dan b. mendapatkan komisi dari keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan yang merupakan hasil kesepakatan dari kedua belah pihak yang bermitra. (5) Dalam hal Usaha besar atau usaha menengah berasal dari Penanaman Modal asing wajib memasarkan produk yang memenuhi standar mutu dan keamanan pangan nasional. 11
Paragraf 6 Bagi Hasil Pasal 13 (1) Pola Kemitraan bagi hasil sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f dilaksanakan pada Bidang Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Pelaksanaan pola Kemitraan bagi hasil sebagaimana dimaksud pada atar (1) meliputi: a. usaha besar atau usaha menengah; b. usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi. (3) Usaha besar, atau usaha menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki kewajiban yang meliputi: a. menyediakan modal sesuai dengan kesepakatan;dan b. pembinaan usaha kepada usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi. (4) Usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki kewajiban mengelola usaha dan menyediakan input produksi lainnya yang tidak disediakan oleh usaha besar atau usaha menengah. (5) Dalam hal terjadi keuntungan dan/atau resiko kegagalan serta kerugian yang diperoleh dibagi antara kedua belah pihak dengan perbandingan sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan bersama. Paragraf 7 Kerjasama Operasional Pasal 14 (1) Pola Kemitraan kerjasama operasional sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f dilaksanakan pada Bidang Usaha yang meliputi: a. pembesaran ikan laut; b. pembesaran ikan air payau; c. pembesaran ikan air tawar; d. Pembenihan ikan laut; e. Pembenihan ikan air payau;dan/atau f. Pembenihan ikan air tawar. 12
(2) Pola kemitraan kerjasama operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. usaha besar atau usaha menengah b. usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi yang melakukan usaha budidaya ikan; (3) Usaha besar atau usaha menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki kewajiban yang meliputi: a. menyediakan modal, manajemen, teknologi dan sarana produksi lainnya yang dibutuhkan dalam operasional kegiatan usaha; dan b. menjamin pasar. (4) Usaha mikro, usaha kecil, atau koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki kewajiban yaitu menyediakan lahan, sarana produksi lainnya yang tidak disediakan oleh usaha besar atau usaha menengah, dan tenaga kerja; (5) Dalam hal pelaksanaan Pembagian hasil keuntungan maupun resiko kegagalan dilakukan sesuai dengan kesepakatan; (6) Bidang usaha lain yang akan melaksanakan kemitraan dengan pola kerjasama operasional dengan mengacu pada ketentuan ayat (2) sampai dengan (5). Paragraf 8 Usaha Patungan (Joint Venture) Pasal 15 (1) Pola Kemitraan usaha patungan (joint venture) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf g dilaksanakan pada Bidang Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Pelaksanaan pola Kemitraan usaha patungan (joint venture) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. pihak usaha besar asing atau usaha menengah asing; b. pihak usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi dalam negeri; 13
yang menjalankan kegiatan ekonomi bersama dengan mendirikan perusahaan baru yang berbadan hukum Perseroan Terbatas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Usaha besar asing atau usaha menengah asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki kewajiban yaitu berbagi secara proporsional dalam pemilikan saham, keuntungan, risiko dan manajemen perusahaan sesuai dengan kesepakatan dengan usaha mikro, usaha kecil dan koperasi dalam negeri; (4) Usaha mikro, usaha kecil dan koperasi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memilki kewajiban berbagi secara proporsional dalam pemilikan saham, keuntungan, risiko dan manajemen perusahaan sesuai dengan kesepakatan dengan usaha besar asing atau usaha menengah asing. Paragraf 9 Penyumberluaran (Outsourcing) Pasal 16 (1) Pola Kemitraan penyumberluaran (outsorcing) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf g dilaksanakan pada Bidang Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Pola Kemitraan penyumberluaran (outsorcing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan untuk kegiatan ekonomi yang bukan merupakan pekerjaan pokok dan/atau bukan komponen pokok; (3) Pelaksanaan pola Kemitraan penyumberluaran (outsorcing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pemilik pekerjaan yang meliputi usaha besar atau usaha menengah; b. penyedia dan pelaksana pekerjaan yang meliputi usaha mikro, kecil atau koperasi; (4) Pemilik pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a memiliki kewajiban yaitu memberikan pekerjaan atau bagian pekerjaan di luar pekerjaan 14
utama dan/atau pekerjaan penyediaan bukan komponen pokok kepada penyedia dan pelaksana pekerjaan. (5) Penyedia dan pelaksana pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b memiliki kewajiban yaitu melaksanakan pekerjaan atau bagian pekerjaan dan/atau menyediakan bukan komponen pokok yang diberikan oleh pemilik pekerjaan dengan mutu pekerjaan sesuai dengan kesepakatan. BAB IV PERSYARATAN DAN TATA CARA BERMITRA Pasal 17 (1) Kemitraan dilakukan oleh pelaku usaha besar baik penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, pelaku usaha menengah, pelaku usaha kecil dan mikro (2) Persyaratan pelaku Kemitraan bagi pelaku usaha besar baik Penanam Modal dalam negeri dan Penanam Modal asing meliputi: a. memiliki itikad baik dalam membantu usaha menengah, usaha kecil, dan usaha mikro; b. memiliki teknologi dan manajemen berstandar nasional dan/atau internasional; c. menyusun rencana usaha kemitraan; d. berbadan hukum; e. tidak dalam pengawasan pengadilan dan/atau tersangkut hukum;dan f. wajib memiliki sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) untuk usaha pembesaran ikan bagi pelaku usaha budidaya dan sertifkat Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) untuk usaha pembenihan ikan, bagi pelaku usaha pengolahan wajib memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP). (3) Persyaratan pelaku kemitraan bagi pelaku usaha menengah meliputi: a. memiliki itikad baik dalam membantu usaha kecil, dan usaha mikro; 15
b. memiliki teknologi dan manajemen berstandar nasional dan/atau internasional; c. menyusun rencana usaha kemitraan; d. berbadan hukum; e. tidak dalam pengawasan pengadilan dan/atau tersangkut hukum;dan f. bagi pelaku usaha budidaya wajib memiliki sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) untuk usaha pembesaran ikan dan sertifkat Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) untuk usaha pembenihan ikan, bagi pelaku usaha pengolahan wajib memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP). (4) Persyaratan pelaku Kemitraan bagi pelaku usaha kecil atau usaha mikro meliputi: a. memiliki itikad baik menjadi mitra; b. memiliki ijin usaha skala kecil atau mikro; c. tidak dalam pengawasan pengadilan dan/atau tersangkut hukum; d. memiliki laporan keuangan yang baik, memiliki peralatan dasar untuk berusaha di sektor kelautan dan perikanan;dan e. memiliki tempat usaha yang legal. (5) Persyaratan pelaku kemitraan bagi koperasi meliputi: a. memiliki itikad baik menjadi mitra, b. memiliki Akte Notaris Pembentukan Koperasi; c. memiliki AD-ART; d. memiliki laporan keuangan yang baik, memiliki peralatan dasar untuk berusaha di sektor kelautan dan perikanan;dan e. memiliki tempat usaha yang legal. (6) Tata cara bermitra: a. Pelaku usaha besar atau usaha menengah dapat mengajukan kemitraan secara langsung kepada usaha kecil atau usaha mikro atau koperasi atau pelaku usaha kecil atau usaha mikro atau koperasi dapat mengajukan menjadi mitra usaha kepada pelaku usaha besar atau menengah; 16
b. Pelaku usaha besar atau usaha menengah dapat mengajukan kemitraan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan c.q Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan atau dinas yang mengurusi Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi/kabupaten/kota; c. Pelaku usaha besar atau menengah bersama dengan usaha kecil atau mikro atau koperasi yang telah bersepakat untuk bermitra, menyusun perjanjian kemitraan dan kontrak jual beli atau kontrak usaha berdasarkan hasil kesepakatan bersama; d. Kementerian Kelautan dan Perikanan atau dinas yang mengurusi Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi/kabupaten/kota dapat memberikan fasilitasi pelaksanaan kemitraan usaha antara pelaku usaha besar atau menengah dengan usaha kecil atau mikro atau koperasi; e. Pelaku usaha besar atau menengah melaporkan kemitraan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan c.q Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan serta dinas yang mengurusi Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi/kabupaten/kota. BAB V PERJANJIAN KEMITRAAN Pasal 18 (1) Setiap bentuk kemitraan atau kesepakatan yang dilakukan oleh Usaha Besar, Menengah, Kecil, Mikro dan koperasi dituangkan dalam perjanjian Kemitraan. (2) Perjanjian Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia. (3) Dalam hal salah satu pihak merupakan orang atau badan hukum asing, perjanjian Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing. 17
(4) Perjanjian Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling sedikit: a. kegiatan usaha; b. hak dan kewajiban masing-masing pihak; c. bentuk pengembangan; d. jangka waktu; dan e. penyelesaian perselisihan. BAB VI PENGAWASAN, MONITORING DAN EVALUASI Pasal 19 (1) Pengawasan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kemitraan dapat bersumber dari: a. inisiatif dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha b. inisiatif dari Kementerian Kelautan dan Perikanan c. inisiatif dari dinas yang mengurusi Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi/kabupaten/kota d. pemberitaan media massa e. masyarakat; dan/ atau f. sumber lain (2) Pelaksanaan pengawasan, monitoring dan evaluasi kemitraan dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau Kementerian Kelautan dan Perikanan atau dinas yang mengurusi Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (3) Pengawasan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kemitraan dilakukan terhadap: a. pemilikan dan/ atau penguasaan seluruh atau sebagian besar saham, modal atau asset; b. hak suara; c. perjanjian dan / atau Perjanjian Kemitraan; dan d. syarat-syarat perdagangan. (4) Pengawasan, monitoring dan evaluasi terhadap Perjanjian Kemitraan atau kontrak jual beli, serta syarat-syarat kemitraan sebagai bentuk pengendalian mitra usaha dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut : a. prinsip Kemitraan; b. etika bisnis yang sehat; 18
c. tidak bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi; d. tidak merugikan salah satu pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan; e. kedudukan hukum yang setara diantara para pihak berdasarkan peraturan perundangundangan; dan / atau f. penguasaan atau kepemilikan modal, saham, aset mitra usahanya. (5) Apabila berdasarkan hasil pengawasan, monitoring dan evaluasi ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana disebutkan ayat 4 dan pasal 4 maka dapat dilakukan mediasi usaha oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan atau dinas yang mengurusi Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi/kabupaten/kota untuk diselesaikan secara musyawarah mufakat dan kekeluargaan. (6) Apabila penyelesaian secara musyawarah mufakat dan kekeluargaan tidak tercapai maka akan ditindaklanjuti menjadi perkara inisiatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PEMBINAAN Pasal 20 (1) Pembinaan dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah; (2) Pemerintah pusat menugaskan Kementerian Kelautan dan Perikanan; (3) Pemerintah daerah menugaskan dinas yang mengurusi usaha dan sektor kelautan dan perikanan di tingkat provinsi/kabupaten/kota; (4) Pembinaan meliputi sinkronisasi dan koordinasi, pemberian pedoman, fasilitasi, pelatihan, bimbingan teknis, pengawasan, monitoring dan evaluasi; (5) Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sinkronisasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, 19
b. memberikan pedoman; c. memfasilitasi pembentukan dan penyelesaian persoalan kemitraan usaha; d. melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi terhadap kemitraan usaha. (6) Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. sinkronisasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota; b. memberikan pedoman; c. memfasilitasi pembentukan dan penyelesaian persoalan kemitraan usaha; d. melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi terhadap kemitraan usaha. (7) Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sinkronisasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di tingkat provinsi, b. memfasilitasi pembentukan dan penyelesaian persoalan kemitraan usaha; c. memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada pelaku usaha kecil atau mikro; d. melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi terhadap kemitraan usaha. BAB VIII KETENTUAN LAINNYA Pasal 21 Pola kemitraan lainnya yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini akan diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri. Pasal 22 Peraturan Menteri ini berlaku mulai pada tanggal diundangkan. 20
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, SUSI PUDJIASTUTI 21