Pendekatan eksternal dan endonasal dengan atau tanpa endoskopi pada mukosil sinus frontal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

Maksilektomi medial endoskopik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

Hubungan tipe deviasi septum nasi klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

BAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah

HUBUNGAN TIPE DEVIASI SEPTUM NASI MENURUT KLASIFIKASI MLADINA DENGAN KEJADIAN RINOSINUSITIS DAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Penatalaksanan deviasi septum dengan septoplasti endoskopik metode open book

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SURVEI KESEHATAN HIDUNG MASYARAKAT DI DESA TINOOR 2

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

KARAKTERISTIK PENDERITA YANG MENJALANI BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL (BSEF) DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : VERA ANGRAINI

FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN

RINOSINUSITIS KRONIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

Polip Nasi Pada Anak. Bestari Jaka Budiman/Aci Mayang Sari. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RS Dr.M.Djamil Padang

45-Year-Old Male with Inverted Papilloma on the Left Nasal Cavity

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB I PENDAHULUAN. dari rasa nyeri jika diberikan pengobatan (Dalimartha, 2002).

PROBLEM BASED LEARNING SISTEM INDRA KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. 7 Sinus

HUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BEDAH SINUS ENDOSKOPI FUNGSIONAL DENGAN DAN TANPA PENDEKATAN EKSTERNAL PADA POTT S PUFFY TUMOR (Laporan Kasus)

Efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita rinosinusitis kronis

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronik Pasca-bedah

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

SURVEI KESEHATAN HIDUNG PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI BAHU

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

Repair of Cerebrospinal Fluid Leak After Functional Endoscopy Sinus Surgery

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit

Transkripsi:

Serial Kasus Pendekatan eksternal dan endonasal dengan atau tanpa endoskopi pada mukosil sinus frontal Abdul Qadar Punagi, Ervina Mariani Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok- Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar ABSTRAK Latar belakang: Mukosil sinus paranasal merupakan lesi yang sifatnya tumbuh lambat dan bertahap. Mukosil ini biasanya disebabkan oleh obstruksi dari drainase sinus paranasal yang menghambat aliran sekret dari sinus. Mukosil sinus paranasal biasanya tidak menunjukkan gejala pada hidung dan sinus, serta sering ditemukan di regio frontoetmoid. Tujuan: Membagi pengalaman dalam penatalaksanaan yang kami lakukan pada beberapa kasus mukosil sinus frontal. Kasus: Tiga kasus mukosil sinus frontal di RSU Wahidin Sudirohusodo Makassar yang ditatalaksana secara bedah dengan pendekatan endoskopik dan eksternal. Penatalaksanaan: Marsupialisasi endoskopik dengan kombinasi pendekatan internal dan eksternal serta identifikasi jalur drenase sinus frontal. Kesimpulan: Penatalaksanaan bedah mukosil sinus frotal dapat dilakukan melalui pendekatan transnasal / endonasal, secara endoskopik dan/atau eksternal. Kata kunci:, transnasal, endonasal, endoskopi. ABSTRACT Background: Paranasal sinus mucoceles are gradually expanding lesion. They usually cause obstruction to the normal drainage channels of paranasal sinuses that leads to accumulation of secretions within the sinus cavity. These patients classically do not presenting nose and sinuses symptoms and 60% of paranasal sinus mucoceles are found in the frontoethmoidal region. Purpose: Sharing experience of the management of frontal sinus mucoceles. Cases: Three cases of frontal sinus mucoceles at Wahidin Sudirohusodo General Hospital, Makassar which treated by endoscopic and external approach were presented. Management: Endoscopic marsupialitation with combination of internal and external approaches. Conclusion: Endonasal endoscopically management of frontal sinus mucocele with or without external approach is a grave surgical challenge. Keywords: Frontal sinus mucocele, transnasal, endonasal, endocopy. Alamat korespondensi: Abdul Qadar Punagi, email: qa_dar@yahoo.co.id. Ervina Mariani, email: vina. joliena@gmail.com Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNHAS, Jl. P. Kemerdekaan Km.11 Tamalanrea Makassar, 90245 PENDAHULUAN Mukosil merupakan lesi ekspansif jinak dengan pertumbuhan lambat pada sinus paranasal. Gambaran histopatologi mukosil merupakan kista yang dindingnya mempunyai struktur sama dengan epitel respiratori yang berisi lendir. Mukosil juga merupakan lesi destruktif yang dapat merusak tulang di sekitarnya termasuk orbita. 1,2 Mukosil terjadi akibat adanya obstruksi ostium sinus. Mukosil ini tumbuh lambat dan mengisi rongga sinus yang terkena, meluas dan mengerosi tulang yang berdekatan. Infeksi sekunder dapat menyebabkan ekspansi yang cepat dan meningkatkan komplikasi terutama di daerah periorbital. 3,4 156 1

Mukosil dapat terjadi pada semua usia, tetapi mayoritas pasien yang terdiagnosis pada usia 40 sampai 60 tahun. Insidens terjadinya destruksi tulang dan ekstensi ke intrakranial dilaporkan sebesar 10-55%. 1,2 Salah satu mekanisme pembentukan mukosil adalah degenerasi kistik kelenjar seromusinosa sehingga menyebabkan kista retensi. Faktor etiologi umum yang berhubungan dengan mukosil fronto-etmoid yaitu riwayat menderita sinusitis, riwayat menjalani operasi sinus, riwayat trauma maksilofasial, alergi, tumor, dan idiopatik. 1,2 Penyebab pasti mukosil belum jelas. Ada teori yang mengatakan bahwa obstruksi ostium sinus merupakan penyebab utama. Mukosil dapat timbul akibat adhesi (pasca inflamasi, pasca trauma atau pasca operasi) yang menyebabkan obstruksi drainase sinus. Massa yang besar seperti tumor atau polip juga dapat menyebabkan obstruksi dan obliterasi saluran drainase sehingga menimbulkan pembentukan mukosil. Produksi mukus yang terus-menerus di dalam mukosil menyebabkan mukosil bertambah besar sehingga memberikan tekanan pada dinding sinus. Pada proses lebih lanjut, mukosil dapat menyebabkan penipisan tulang dinding sinus sehingga dapat melibatkan struktur sekitar sinus seperti orbita. 2,5 Beberapa teori yang menyelaraskan terjadinya erosi tulang pada mukosil karena adanya keterlibatan sitokin (IL-1) dari penekanan. Resorpsi tulang terjadi karena antigen merangsang pelepasan IL-1, sementara itu sel mononuklear yang terdapat pada periosteum mengeluarkan sitokin yang menghasilkan prostaglandin E2 (PGE2), sedangkan fibroblast menghasilkan kolagenase. PGE2 dan fibroblast menyebabkan terjadinya penyerapan tulang. Didapatkan kadar PGE2 dan kolagenase yang dihasilkan oleh fibroblast dalam mukosil dua kali lipat lebih banyak daripada mukosa normal. 1,6 Penelitian secara histopatologi menunjukkan bahwa obstruksi dari resesus frontal yang disertai infeksi rongga sinus frontal, menstimulasi limfosit dan monosit mengarah ke produksi sitokin oleh lapisan fibroblast. Sitokin ini memicu resorpsi tulang yang menyebabkan ekspansi mukosil. Kultur fibroblast yang berasal dari mukosil terbukti menunjukkan peningkatan prostaglandin E2 dan kolagenase dibandingkan dengan fibroblast dari sinus frontal yang normal. Penelitian juga telah menemukan bahwa prostaglandin E2 memiliki peran utama dalam proses ostolitik di mukosil. dapat memiliki ukuran dan konfigurasi yang bervariasi. 5 Klasifikasi ini merupakan standar untuk mengevaluasi mukosil sinus frontal dan penatalaksanaannya, tipe I: mukosil hanya terbatas pada sinus frontal (dengan atau tanpa ekspansi ke orbita), tipe II: mukosil fronto-etmoid (dengan atau tanpa ekspansi ke orbita), tipe III: erosi dinding posterior sinus dengan ekspansi minimal atau tanpa ekspansi ke intrakranial ataupun ekspansi intrakranial yang luas, tipe IV: erosi dinding anterior, tipe V: erosi dinding posterior dan anterior dengan ekspansi minimal atau tanpa ekspansi intrakranial ataupun ekspansi intrakranial yang luas. 5 Gejala klinis terdiri dari gejala orbita berupa proptosis, diplopia, penglihatan berkurang, epifora, gejala hidung berupa obstruksi, rinore mukupurulen, nyeri kepala, serta benjolan pada daerah frontal atau wajah. Diagnosis mukosil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan gambaran radiologik. Selain itu sering didapatkan massa yang teraba di daerah frontal atau di daerah kantus medius yang disertai proptosis. Nasoendoskopi juga dapat digunakan untuk melihat adanya kelainan intranasal lainnya seperti poliposis, septum deviasi, dan lainlain. 2 157

LAPORAN KASUS Kasus I Seorang pasien perempuan, 53 tahun datang ke Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan THT RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar dengan keluhan utama sefalgia yang dialami sejak 1 tahun terakhir dan kemudian memberat saat muncul benjolan di atas mata kiri yang semakin membesar, disertai keluhan adanya ingus belakang hidung. Tidak ada keluhan telinga dan tenggorok. Pada pemeriksaan fisik terdapat massa tumor di area frontal sinistra ukuran 2x3x3 cm pada palpasi teraba massa dengan konsistensi padat dan terfiksir, tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior kesan normal, pemeriksaan otoskopi dan pemeriksaan faringoskopi kesan normal. Pada pemeriksaan laboratorium dan foto toraks tidak tampak kelainan. Pada pemeriksaan CT Scan kepala/sinus paranasalis potongan koronal tampak massa di regio frontal. Gambar 1. CT Scan kepala potongan koronal dan aksial Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan dapat di diagnosis suatu mukosil sinus frontal. Penatalaksanaannya dilakukan pendekatan eksternal dan internal (endonasal) pada tanggal 28 Agustus 2013. Dilakukan insisi supra-orbital yang merupakan modifikasi Lynch-Howarth, kemudian mukosil dibebaskan, mukosil pecah yang berisi cairan mukopurulen, setelah seluruh mukosa mukosil dikeluarkan kemudian dilakukan prosedur bedah sinus endoskopik. 158 3

Gambar 2. Operasi Lynch-Howarth frontoetmoidektomi Pemeriksaan laboratorium dan foto toraks dalam batas normal. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan: Gambar 3. 6 bulan post operasi: tidak tampak adanya mukosil pada sinus frontal Kasus II Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke Unit Rawat Jalan I.K THT RSU Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan utama hidung tersumbat pada sisi kanan sejak 1 tahun yang lalu dan dirasakan memberat 2 bulan terakhir. Rinore ada, ingus belakang hidung ada, sefalgi ada terutama di daerah frontal kiri, tidak ada ingus bercampur darah atau epistaksis, fungsi penghidu terkesan menurun. Tidak ada keluhan telinga dan tenggorok. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior pada kavum nasi dekstra didapatkan massa tumor berwarna pucat, permukaan licin, disertai sekret, tidak mudah berdarah, deviasi septum nasi tidak ada, kavum nasi sinistra dalam batas normal. Pemeriksaan otoskopi dan faringoskop dalam batas normal. Gambar 4. CT Scan kepala potongan koronal: Tampak massa batas tegas, regular pada region meatus nasi medius dan sinus frontalis sinistra Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis mukosil frontal kiri dan polip sinonasal. Penatalaksanaannya dilakukan dengan tindakan bedah sinus endoskopik. Mulamula dilakukan prosedur polipektomi dan unsinektomi kemudian dilakukan prosedur diseksi resessus frontal sinistra yaitu membuka sel-sel yang berada pada daerah resessus frontal, agger nasi dan sel frontal untuk memudahkan akses ke sinus frontal; lalu tampak mukosil. Kemudian kapsul mukosil 4 159

dikeluarkan menggunakan forsep. Penatalaksanaannya dilakukan pendekatan eksternal dan internal dengan Kasus III bantuan endoskopi pada tanggal 30 April 2014. Selama operasi dilakukan prosedur Seorang pasien laki laki berusia 26 bedah sinus endoskopik berupa unsinektomi tahun datang ke Poliklinik THT RSU sinistra, frontoetmoidektomi sinistra, setelah Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan itu dilakukan pendekatan eksternal dengan utama nyeri kepala di atas mata kiri insisi di atas alis mata kiri dimulai dengan disertai ingus belakang hidung. Tidak ada insisi 1,5 cm pada landmark yang dilakukan rinore, hidung tersumbat, ingus bercampur pada supraorbital kiri yang kemudian darah, maupun gangguan penghidu, Tidak diperdalam secara tajam dan tumpul hingga os frontal dan selanjutnya dibuat lubang ada keluhan pada telinga dan tenggorok. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior didapati sekret pada meatus medius dan dasar rongga hidung, tidak ada deviasi septum nasi, mukosa dalam batas normal, permukaan licin, konka dalam batas normal. Pemeriksaan otoskopi dan faringoskopi dengan bor sampai mencapai sinus frontal, kemudian diperlebar hingga endoskop dapat melewati tanpa tahanan. Selanjutnya dengan bantuan endoskop dilakukan eksplorasi dan tampak mukosil, kemudian diangkat dengan forsep hingga seluruh mukosil dikeluarkan. dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal, pada pemeriksaan foto toraks kesan normal tidak tampak tanda-tanda metastasis. Pemeriksaan CT Scan kesan tampak lesi bulat, berbatas tegas, tepi regular pada sisi superior sinus frontal. Pemeriksaaan histopatologik anatomi menunjukkan bahwa spesimen operasi memiliki gambaran histopatologik sesuai dengan mukosil. Gambar 5: CT Scan potongan koronal kesan mukosil frontal sinistra Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapatkan, ditegakkan diagnosis kerja suatu mukosil frontal. Gambar 6. Operasi Lynch-Howarth kombinasi dengan endoscopic sinus surgery 160 5

DISKUSI Secara klinis, mukosil paling sering ditemukan pada sinus frontal. 2 Ada beberapa teori mengenai etiologi dari mukosil. Ada yang berpendapat bahwa mukosil terjadi akibat obstruksi dari ostium sinus dan ada juga yang menjelaskan bahwa mukosil terjadi akibat obstruksi kelenjar ludah minor yang terletak dalam lapisan sinus paranasal. 3,5 Diagnosis mukosil dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologi berupa CT Scan dan MRI. 2 Gejala klinis mukosil bisa bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga gejala yang berat. Pada pasien pertama hanya terdapat gejala sefalgia yang diikuti munculnya benjolan diatas mata, tidak terdapat gejala hidung lainnya. Pada pasien kedua cenderung merasakan gejala hidung yang berat karena adanya polip di kavum nasi Sedangkan, pasien ketiga memiliki gejala yang dominan berupa nyeri daerah frontal. Ekstensi intrakranial melalui erosi dinding posterior sinus frontal dapat menyebabkan meningitis atau CSF fistula. 1,5,7 Dinding posterior sinus sangat rentan terhadap erosi karena tipis. 1,5 Ada tiga kriteria dari CT Scan untuk mendiagnosis mukosil yaitu massa isodens yang homogen, margin yang jelas, dan osteolisis di sekitar massa. 2 Pengobatan mukosil adalah pembedahan. 1,5,8-10 Tujuannya adalah untuk drainase dan ventilasi sinus serta eradikasi mukosil dengan morbiditas yang minimal dan mencegah terjadinya kekambuhan. Pendekatan bedah didasarkan pada ukuran, lokasi, dan luas mukosil tersebut. Jika tedapat tanda infeksi, maka dianjurkan pemberian antibiotik. Di era sebelumada endoskopi, terapi bedah untuk mukosil fronto-etmoidal menggunakan pendekatan eksternal (modifikasi Lynch-Howart) atau dengan osteoplastic frontal sinus surgery. Saat ini bedah sinus endoskopik lebih dianjurkan sebagai pilihan untuk penatalaksanaan mukosil frontal guna menjaga mukosa sinus dan mendapatkan hasil yang lebih baik. 10 Dengan munculnya dan pengembangan bedah sinus endoskopik, memungkinkan intervensi fungsional yang minimal invasif serta mempertahankan struktur sinus dan terutama tidak meninggalkan jaringan parut pada wajah. Penggunaan salir bertujuan untuk mempertahankan patensi drainase dari sinus frontal tersebut. Pada kasus pertama, dengan melihat adanya kontradiksi relatif untuk pendekatan transnasal yaitu mukosil berada di wilayah yang paling eksternal dan posterosuperior sinus dimana pendekatan transnasal akan mengalami kesulitan, maka kami melakukan kombinasi yaitu pendekatan eksternal dan kemudian dilanjutkan dengan dibawah kontrol endoskopi. Pada kasus kedua, kami melakukan pendekatan transnasal berupa bedah sinus endoskopik. Sedangkan pada kasus ketiga, kami melakukan kombinasi prosedur internal dan eksternal seperti pada kasus pertama. Fakta bahwa mukosil sinus frontal dapat memiliki presentasi yang bervariasi tergantung pada tingkat dan kompleksitas lesi, membuat pendekatan bedah yang digunakan juga dapat bervariasi. Tujuan utama dalam operasi mukosil yaitu untuk memastikan drainase harus tetap paten pasca operasi dan mencegah kekambuhan. Kekambuhan dari mukosil dapat meningkat pada kasus yang melibatkan mukosil invasif, yang letaknya jauh di lateral dan posterior resesus frontal, pada pasien yang telah menjalani operasi sinus frontal transfasial (menggunakan prosedur Killian atau Lynch-Howarth) dan pada pasien yang membutuhkan pembedahan berulang misalnya pada pasien dengan intoleransi anestesi. Kekambuhan atau komplikasi dari mukosil sinus frontal masih dapat berkembang bertahun-tahun setelah operasi, terutama pada mukosil sinus frontal yang invasif. Kekambuhan harus ditangani sedini mungkin karena bahaya komplikasi, maka disarankan untuk melakukan kontrol 6 161

CT Scan pada 1, 2, dan 5 tahun pasca operasi atau segera ketika gejala kambuh. Pada ketiga kasus diatas belum dilakukan CT Scan kontrol karena belum adanya keluhan ataupun gejala klinis yang menunjukkan tandatanda kekambuhan maupun komplikasi setelah 8 bulan pasca operasi. 3 Kesimpulan dari serial kasus tersebut adalah bedah sinus endoskopi merupakan pilihan tindakan yang tepat untuk mukosil frontal sederhana tanpa gejala. Tetapi, kombinasi pendekatan eksternal dan transnasal/ endonasal masih diperlukan pada beberapa kasus mukosil tertentu. DAFTAR PUSTAKA 1. Bleir B, Govindaraj S, Palmer JN. Paranasal sinus mucoceles: introduction, epidemiology, pathophysiology, surgical technique, post operative care. In: Kontakis SE, Onerci M, editors. Rhinology and sleep apnea surgical technique. New York: Springer Berlin Heidelberg; 2007. p.159-68 2. Aggarwal SK, Bhavana K, Keshri A, Kumar R, Srivastava A. Frontal sinus mucocele with orbital complications: management by varied surgical approaches. Asian J Neurosurg. 2012 [cite 2014 March];7(3). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih. gov /pmc/articles/pmc3532760/. 3. Constantinidis J. Controversies in the management of frontal sinus mucoceles. Otorhinolaryngol Head Neck Surg Issue 2010; 42:8-14. 4. Stultz TW, Modic MT. Imaging of the paranasal sinuses: mucocele. In: Levine HL, Clemente MP, editors. Sinus surgery endoscopic and microscopic approaches. New York: Thieme; 2005. p.77-8 5. Thiagarajan B. Mucoceles of paranasal sinuses. Available from: http://www.academia.edu/3763886/mucocele_of_paranasal_ sinuses. Accessed March, 2014. 6. Yin HC, Tseng CC, Kao SC. Ophtalmic manifestations of paranasal sinus mucoceles. [cite 2014 Jan]. Available from: http:// homepage.vghtpe.govtw/~jcma/68/6/260. pdf. 7. Cagigal BP, Lezcano JB, Blanco RF, Cantera JM, Cuellar LA, Hernandez AV. Frontal sinus mucocele with intracranial and intraorbital extension. Med Oral Patol Cir Bucal [serial on the internet]. 2006 [cited 2006 Augt 1];11: [about 4 p.]. Available from: http://scielo.isciii.es/pdf/medicorpav 11n6/14pdf?origin=publication_detail. 8. Simmen D, Jones N. Manual of endoscopic sinus surgery and its extended applications. New York: Thieme, 2005. p.255-7 9. Song JJ, Shim WS, Kim DW, Lee SS, Rhee C S, Lee CH, et al. Development of paranasal sinus mucocele following endoscopic sinus surgery. J Rhinol [serial on the internet]. 2003 [cited 2003 July 30]; 10(1.2): [about 4 p.]. Available from: http:// www.ksrhino.or.kr/upload/journal /0192003007.PDF. 10. Carvalho VB, Lopez CC, Correa BJ, Diniz C F. Typical and atypical presentations of paranasal sinus mucocele at computed tomography. Radiol Bras vol.46 no.6 Sao Paulo Nov./Dec.2013. Available from: http://www.scielo.br/scielo.php?pid=s010 039842013000600372&script=sci_arttext. 162 7