KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-15/BC/1999 TENTANG PETUNJUK UMUM PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

dokumen-dokumen yang mirip
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-10/BC/1997 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Menimbang : Mengingat :

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP - 07/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

TATAKERJA PENGAWASAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006

TATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK

TATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-152/BC/2003 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, MEMUTUSKAN :

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: PER-16/BC/2016 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP - 152/BC/2003 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-205/ BC / 2003

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.04/2009 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-78 /BC/1997 TENTANG

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-43/BC/1999 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Nomor : KEP- 75 /BC/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 35/BC/2000 TENTANG

TATA CARA PENIMBUNAN BARANG YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN PABEANNYA DI TEMPAT LAIN YANG DIPERLAKUKAN SAMA DENGAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

TATAKERJA PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN EKSPOR BARANG DENGAN MENGGUNAKAN PEB BERKALA

Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP- Tanggal : (kop surat dari yang bersangkutan) Tanggal :...

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

TATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 9/BC/2011 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 129/KMK.04/2003 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

TATAKERJA PENERBITAN NIPER

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NO.P- 42/BC/2008 TGL.31 DES 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-5 /BC/2011

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KMK.05/2000 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-38/BC/2007

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Dengan Pelayanan Segera (Rush Handling) Abstrak

BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR A. PENGAWASAN DALAM REGISTRASI IMPORTIR

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 44 /BC/1999

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG

Pejabat Bea dan Cukai melakukan kegiatan sebagai berikut:

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-15/BC/1999 TENTANG PETUNJUK UMUM PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut dari evaluasi komprehensif terhadap pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dipandang perlu untuk menyempurnakan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-10/BC/1997 tanggal 31 Januari 1997 tentang Petunjuk Umum Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567); 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran

Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568); 4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3612); 5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3613); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3626); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 37 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3627); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 50 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3638);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 51 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3639); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3651); 11. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 232/KMK.05/1996 tentang Tatacara Pembayaran dan Penyetoran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak Dalam Rangka Impor; 12. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 233/KMK.05/1996 tentang Tatacara Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan Bunga; 13. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tatacara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak Dalam Rangka Impor jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 22/KMK.05/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tatacara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak Dalam Rangka Impor; 14. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/KMK.05/1996 tentang Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai

Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara; 15. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 236/KMK.05/1996 tentang Buku Catatan Pabean; 16. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 399/KMK.05/1996 tentang Gudang Berikat; 17. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 440/KMK.05/1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk atas Barang Impor; 18. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 489/KMK.05/1996 tentang Pelaksanaan Audit di Bidang Kepabeanan; 19. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 490/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Impor Barang Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Kiriman Pos dan Kiriman Melalui Perusahaan Jasa Titipan; 20. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 491/KMK.05/1996 tentang Dasar Perhitungan Bea Masuk atas Barang Impor; 21. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 573/KMK.05/1996 tentang Tempat Penimbunan Sementara; 22. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 574/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Impor Sementara; 23. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 575/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Pengangkutan Terus atau Pengangkutan Lanjut Barang Impor atau Ekspor; 24. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 584/KMK.05/1996 tentang Tatacara Pembulatan Jumlah Bea Masuk, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak Dalam Rangka Impor; 25. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 585/KMK.05/1996 tentang Penggunaan Jaminan Bank untuk Menjamin Pembayaran Pungutan Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, dan Pajak Dalam Rangka Impor; 26. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 25/KMK.05/1997 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK UMUM PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Barang impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean. 2. Bukti Pembayaran adalah Surat yang menunjukan bahwa suatu pembayaran

atas suatu pungutan negara telah dilakukan, yaitu Surat Setoran Bea Cukai (SSBC), Surat Setoran Pajak (SSP), Bukti Pembayaran Bea Cukai (BPBC) dan Bukti Penerimaan Pajak Atas Impor (BPPAI) 3. Customs Respons (cusres) adalah Dokumen UN/EDIFACT yang dikirim Bea dan Cukai sebagai respon terhadap dokumen yang telah diterima sebelumnya. 4. Dokumen pelengkap pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya bill of lading/airway bill, invoice, packing list, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. 5. EDI Network adalah jaringan EDI yang dikelola oleh EDI Provider. 6. Electronic Data Interchange (EDI) adalah alir informasi bisnis antar organisasi secara otomatis, tanpa campur tangan manusia. Informasi ini terintegrasi dan mengalir ke dalam dan keluar suatu organisasi sistem bisnis manajemen. 7. Hi-Co Scan X-Ray Container Inspection System yang selanjutnya disebut Hi-Co Scan adalah sistem pra pemeriksaan fisik barang impor dengan menggunakan alat Hi-Co Scan X-Ray. 8. Identitas Importir/PPJK adalah data tentang Importir/PPJK yaitu nama, alamat, NPWP dan status Importir/PPJK dan data lain yang diperlukan 9. Identitas Kemasan atau Peti Kemas adalah merek, jenis, ukuran dan nomor kemasan atau peti kemas. 10. Komputerisasi adalah kegiatan pelayanan kepabeanan yang menggunakan sarana komputer.

11. Kongesti adalah suatu kondisi di tempat penimbunan sementara yang tidak memungkinkan lagi dilakukan penimbunan barang karena daya tampung TPS telah maksimal. 12. Media Elektronik adalah disket atau hubungan langsung antar komputer. 13. Nomor Penerimaan (Nopen) adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sebagai bukti penerimaan PIB. 14. Nota Hasil Intelijen (NHI) adalah produk intelijen yang dihasilkan oleh Kantor Pusat dan/atau Kantor Wilayah DJBC. 15. Nota Informasi (NI) adalah produk informasi yang dihasilkan oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. 16. Nota Pemberitahuan adalah nota yang dibuat oleh Pejabat tentang adanya pelanggaran ketentuan larangan/pembatasan impor. 17. Nota Pembetulan adalah nota yang dibuat oleh Pejabat tentang kekurangan atau kelebihan pembayaran Bea Masuk, Cukai, Pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda. 18. Pejabat adalah Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995. 19. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara (BC 2.0). 20. Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT) adalah PIB untuk barang impor tertentu yaitu barang pindahan, barang impor sementara yang dibawa

penumpang, barang impor melalui jasa titipan, sarana angkutan laut dan udara, dan barang impor tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai (BC 2.1). 21. PIB Disket adalah PIB yang dilampiri disket yang di dalamnya berisi data PIB. 22. Profil adalah himpunan data tertentu yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagai sarana untuk membuat keputusan atas penyelesaian impor barang. 23. Secara Manual adalah proses pelayanan kepabeanan yang dilaksanakan tanpa menggunakan sarana komputer. 24. Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) adalah surat tanda terima jaminan yang diterbitkan oleh Bapeksta Keuangan. 25. Uraian Barang meliputi jenis, merk, tipe, ukuran dan spesifikasi teknis lainnya yang mempengaruhi nilai pabean dan/atau klasifikasi. BAB II KEDATANGAN SARANA PENGANGKUT, PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR Bagian Pertama Kedatangan Sarana Pengangkut Pasal 2

(1) Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (BC 1.0) dalam 2 (dua) rangkap kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. (2) Untuk sarana pengangkut yang mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam suatu periode tertentu, Pengangkut tidak perlu menyerahkan Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut tetapi cukup menyerahkan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut. (3) Setiap perubahan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut, wajib diberitahukan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Penyerahan Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak diwajibkan bagi sarana pengangkut yang datang dari luar daerah pabean melalui darat. (5) Penyerahan Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara manual atau melalui media elektronik. Pasal 3 Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menerima, membukukan serta memberikan tanda bukti penerimaan Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut. Pasal 4 Sarana pengangkut diperiksa oleh Pejabat apabila berdasarkan analisis profil dan/atau informasi yang diterima mengenai sarana pengangkut, perlu dilakukan pemeriksaan.

Pasal 5 (1) Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Kedatangan Barang Impor berupa : a. Manifest (BC 1.1), b. Daftar Penumpang dan/atau Awak Sarana Pengangkut, c. Daftar Bekal Kapal, d. Daftar Senjata Api, dan e. Daftar Obat-Obatan termasuk Narkotika yang digunakan untuk kepentingan pengobatan; dalam 3 (tiga) rangkap selambat-lambatnya 24 jam sejak kedatangan Sarana Pengangkut dalam bentuk tertulis atau melalui media elektronik dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris kepada Pejabat. (2) Pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean melalui darat wajib menyerahkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Daftar Barang Impor yang diangkutnya. (3) Kedatangan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Untuk sarana pengangkut melalui laut pada saat sarana pengangkut tersebut membuang jangkar di perairan pelabuhan. b. Untuk sarana pengangkut melalui udara pada saat sarana pengangkut tersebut mendarat di landasan bandar udara. c. Untuk sarana pengangkut melalui darat pada saat sarana pengangkut tersebut tiba di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan. Pasal 6

Untuk barang impor yang akan diangkut terus, Pengangkut wajib membuat manifest secara terpisah dan menyerahkannya bersama-sama dengan manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. Pasal 7 (1) Dalam hal Sarana Pengangkut dalam keadaan darurat, Pengangkut dapat membongkar barang impor terlebih dahulu, dan dalam waktu selambatlambatnya 72 jam setelah pembongkaran wajib menyerahkan Pemberitahuan ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai terdekat. (2) Dalam hal Sarana Pengangkut tidak mengangkut barang impor, pengangkut menyerahkan pemberitahuan nihil ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Pasal 8 Kewajiban penyerahan Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikecualikan terhadap Sarana Pengangkut yang berlabuh tidak lebih dari 24 jam dan tidak melakukan kegiatan bongkar muat barang impor atau ekspor. Pasal 9 Tatacara penyerahan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut dan Pemberitahuan Kedatangan Barang Impor diatur lebih lanjut dalam Lampiran I Keputusan ini. Bagian Kedua

Pembongkaran dan Penimbunan Pasal 10 Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang telah diterima oleh Pejabat merupakan persetujuan pembongkaran barang impor. Pasal 11 (1) Dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang dibongkar atau ditimbun dan Pengangkut atau Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kekurangan bongkar/timbun tersebut, wajib melunasi Bea Masuk, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor berikut sanksi administrasi yang harus dibayar. (2) Dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas lebih dibongkar atau ditimbun dan pengangkut atau Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kelebihan bongkar/timbun tersebut, dikenakan sanksi administrasi. Pasal 12 (1) Pembongkaran barang impor dilaksanakan di : a. Kawasan Pabean; atau b. Tempat lain setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasinya. (2) Segera setelah selesai pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut atau kuasanya wajib menyampaikan daftar

kemasan atau peti kemas yang telah dibongkar ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. Pasal 13 (1) Penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilakukan di : a. Tempat Penimbunan Sementara; atau b. Gudang atau lapangan penimbunan milik Importir setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasinya. (2) Segera setelah selesai penimbunan, Pengusaha tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah ditimbun ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. Pasal 14 (1) Tatacara pengawasan pembongkaran barang impor di kawasan pabean dan penimbunan barang impor di TPS diatur lebih lanjut dalam Lampiran II Keputusan ini. (2) Tatacara pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b dan penimbunan barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf C Keputusan ini.

BAB III PENGELUARAN BARANG IMPOR Bagian Pertama Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean Pasal 15 Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dapat dilakukan untuk : a. diimpor untuk dipakai; b. diimpor sementara; c. ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat; d. diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya; e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atau f. diekspor kembali. Bagian Kedua Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai Pasal 16 (1) Pengeluaran barang impor untuk dipakai dilaksanakan dengan menggunakan pemberitahuan pabean : a. PIB; atau b. PIBT untuk barang impor tertentu yaitu barang pindahan, barang impor melalui jasa titipan, sarana angkutan laut dan udara dan barang

impor lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; atau c. Customs Declaration (BC 2.2) untuk barang penumpang dan awak sarana pengangkut; atau d. Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP) untuk barang impor melalui PT (Persero) Pos Indonesia; atau e. Pemberitahuan Lintas Batas untuk barang impor pelintas batas. (2) Pengeluaran barang impor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan menyerahkan PIB yang dapat dilakukan secara manual atau melalui media elektronik sesudah atau sebelum barang impor yang bersangkutan tiba di pelabuhan pemasukan. (3) Pengeluaran barang impor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menyerahkan PIBT yang tatacaranya diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf A Keputusan ini. (4) Pengeluaran barang impor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, d dan e ditetapkan secara tersendiri. Pasal 17 Untuk pengeluaran barang impor untuk dipakai, Importir/PPJK mengisi PIB dan menghitung sendiri bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor untuk kemudian melakukan pembayaran ke Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang dengan mendapatkan Bukti Pembayaran. Pasal 18 Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pelayanan Bea dan Cukai menerima pembayaran Bea Masuk, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor berdasarkan PIB dan membubuhkan nomor dan tanggal pembayaran pada PIB dan bukti

pembayaran. Pasal 19 Importir/PPJK menyerahkan PIB beserta dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang. Pasal 20 PIB atas nama Importir/PPJK yang tidak melunasi tagihan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Nota Pembetulan, tidak dapat dilayani. Pasal 21 Pejabat menetapkan jalur pengeluaran barang impor berupa : a. Jalur hijau, tidak diperlukan pemeriksaan fisik, apabila : - tidak ada Nota Hasil Intelijen (NHI)/Nota Informasi (NI), dan - tidak terkena pemeriksaan acak. b. Jalur merah, diperlukan pemeriksaan fisik, apabila: - ada Nota Hasil Intelijen (NHI)/Nota Informasi (NI), dan/atau - terkena pemeriksaan acak. Pasal 22 (1) Tatacara pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan

PIB secara manual diatur lebih lanjut dalam Lampiran III Keputusan ini. (2) Tatacara pengeluaran barang impor untuk dipakai secara elektronik melalui media disket diatur lebih lanjut dalam Lampiran IV Keputusan ini. (3) Tatacara pengeluaran barang impor untuk dipakai secara elektronik melalui jaringan Electronic Data Interchange (EDI) diatur lebih lanjut sesuai Lampiran V Keputusan ini. (4) Tatacara penyelesaian pengeluaran barang impor dengan PIB jalur hijau yang mendapat Nota Informasi diatur lebih lanjut dalam Lampiran XII Keputusan ini. (5) Tatacara penyelesaian barang impor yang kedapatan eksep diatur lebih lanjut dalam Lampiran XIII Keputusan ini. Pasal 23 (1) Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan impor yang berlaku, terhadap berkas PIB dan PIBT yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang dilakukan penelitian untuk penetapan klasifikasi barang dan nilai pabean; (2) Penelitian sebagaimana dimaksud ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak PIB mendapatkan nomor pendaftaran; (3) Terhadap berkas PIB dan PIBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan verifikasi yang hasilnya dapat dijadikan sebagai kriteria pelaksanaan audit di bidang kepabeanan. Bagian Ketiga

Jangka Waktu Pelayanan Pasal 24 (1) Kepastian jangka waktu pelayanan penyelesaian barang impor untuk dipakai : a. Pelayanan PIB sampai dengan penetapan jalur pengeluaran barang impor dalam waktu paling lama 4 (empat) jam kerja sejak penerimaan PIB. b. Dalam hal ditetapkan jalur merah, pelaksanaan pemeriksaan harus sudah dimulai dalam waktu paling lama 12 (dua belas) jam kerja sejak penerimaan PIB, dan SPPB harus diterbitkan selambatlambatnya dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam kerja sejak penerimaan PIB, kecuali untuk hal-hal tertentu. c. Penetapan klasifikasi barang, pembebanan dan nilai pabean harus dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak PIB mendapatkan nomor pendaftaran. (2) Pengendalian terhadap pelaksanaan jangka waktu pelayanan dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk untuk keperluan pengawasan kinerja Pejabat dan/atau unit kerja yang menangani pelayanan kepabeanan. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang jangka waktu pelayanan diatur dalam Lampiran XI Keputusan ini. Bagian Keempat

Pengeluaran Barang Untuk Di Impor Sementara Pasal 25 (1) Untuk pengeluaran barang untuk diimpor sementara, Importir mengisi PIB dalam 3 (tiga) rangkap dan menghitung sendiri bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor yang harus dibayar dan/atau jaminan yang harus diserahkan. (2) Importir menyerahkan PIB dan dokumen pelengkap pabean serta jaminan dan bukti pembayaran dalam hal mendapatkan keringanan, kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang. (3) Terhadap barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang, Importir/PPJK menyerahkan PIBT. (4) Tatacara pengeluaran barang untuk diimpor sementara diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf B Keputusan ini. Pasal 26 (1) Ekspor kembali barang yang diimpor sementara dilaksanakan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) dengan dilakukan pemeriksaan fisik. (2) Khusus barang impor sementara yang diimpor dengan ATA-Carnet atau CPD-Carnet berlaku ketentuan pengeluaran barang impor sebagaimana diatur di dalam ketentuan ATA-Carnet atau CPD-Carnet. Bagian Kelima

Pengeluaran Barang Untuk Ditimbun Di Tempat Penimbunan Berikat Pasal 27 (1) Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan tujuan untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean BC 2.3 yang diajukan kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat. (2) Persetujuan pengeluaran barang diberikan oleh Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tempat Pembongkaran/Penimbunan barang setelah terdapat kesesuaian identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 2.3 dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan. (3) Tatacara pengeluaran barang impor untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf C Keputusan ini Bagian Keenam Pengeluaran Barang Untuk Diangkut Ke Tempat Penimbunan Sementara Di Kawasan Pabean Lainnya Pasal 28 (1) Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan tujuan untuk diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean BC 1.2 yang diajukan kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Pabean tempat pembongkaran barang. (2) Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah terdapat kesesuaian identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 1.2 dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan dan setelah dipenuhi persyaratan yang diperlukan. (3) Tatacara pengeluaran barang impor untuk diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf D Keputusan ini. Bagian Ketujuh Pengeluaran Barang Untuk Diangkut Lanjut Pasal 29 (1) Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan tujuan untuk diangkut lanjut dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean BC 1.2 yang diajukan oleh Pengangkut atau Pemilik Barang kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi kawasan pabean tersebut. (2) Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah terdapat kesesuaian identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 1.2 dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan. (3) Tatacara pengeluaran barang impor untuk diangkut lanjut diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf E Keputusan ini.

Bagian Kedelapan Pengeluaran Barang Untuk Diekspor Kembali (1) Terhadap barang impor yang : Pasal 30 a. tidak sesuai pesanan; b. tidak boleh diimpor karena adanya perubahan peraturan; c. salah kirim; d. oleh sebab lainnya; dan masih berada di dalam kawasan pabean, dapat diekspor kembali, kecuali terhadap barang tersebut telah diajukan PIB dan telah dilakukan pemeriksaan fisik kedapatan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai. (2) Untuk pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir atau Pengangkut mengisi dan menyerahkan Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemuatan; (3) Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah terdapat kesesuaian identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan. (4) Tatacara pengeluaran barang impor untuk diekspor kembali diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf F Keputusan ini.

BAB IV PENEGAHAN DAN NOTA INFORMASI Bagian Kesatu Penegahan Barang Impor Pasal 31 (1) Pejabat wajib melakukan penegahan terhadap : a. barang impor yang berada di kawasan pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean b. barang impor yang dikeluarkan dari kawasan pabean yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya (2) Penegahan tidak dapat dilakukan terhadap : a. paket atau barang yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos; b. barang yang berdasarkan hasil pemeriksaan ulang atas pemberitahuan atau dokumen pelengkap pabean menunjukkan adanya kekurangan pembayaran bea masuk; c. barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial berupa : i. barang bawaan penumpang;

ii. iii. iv. barang awak sarana pengangkut; barang pelintas batas; barang kiriman melalui pos atau jasa titipan. (3) Tatacara penegahan barang impor diatur lebih lanjut dalam Lampiran VII Keputusan ini. Bagian Kedua Penerbitan Nota Informasi Pasal 32 (1) Apabila berdasarkan hasil intelijen atau infromasi lainnya terdapat kecurigaan atas barang impor, dapat diterbitkan Nota Informasi untuk dilakukan pengawasan. (2) Tatacara penerbitan, pendistribusian dan penyelesaian Nota Informasi diatur lebih lanjut dalam Lampiran VIII keputusan ini. BAB V PENATAUSAHAAN Pasal 33 (1) Kegiatan penatausahaan dalam Keputusan ini meliputi : a. Penatausahaan dokumen impor;

b. Penatausahaan barang impor; c. Penatausahaan penerimaan negara dalam rangka impor. (2) Penatausahaan dokumen impor dilakukan terhadap : a. Rencana kedatangan/keberangkatan sarana pengangkut dan manifest; b. Pemberitahuan barang impor yang diangkut lanjut tujuan dalam daerah pabean atau luar daerah pabean c. Pemberitahuan pengangkutan barang asal daerah pabean dari satu tempat ke tempat lain melalui luar daerah pabean; d. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT); e. Pemberitahuan pengangkutan barang impor dari satu tempat ke tempat lainnya dalam pengawasan pabean; f. Pemberitahuan barang impor yang diekspor kembali; (3) Penatausahaan barang impor dilakukan terhadap : a. Barang impor yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai, b. Barang impor yang dikuasai negara c. Barang impor yang menjadi milik negara; (4) Penatausahaan penerimaan negara dilakukan terhadap : a. Pembayaran dan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor; b. Penagihan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi dan bunga serta pajak dalam rangka impor; c. Pengembalian kelebihan pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi dan bunga.

(5) Tatacara penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3) dan (4) diatur lebih lanjut dalam Lampiran IX Keputusan ini. BAB VI KEMUDAHAN-KEMUDAHAN Bagian Pertama Pemberitahuan Pendahuluan Pasal 34 (1) Importir dapat mengajukan PIB sebelum kedatangan sarana pengangkut, dengan melampirkan copy atau fax AWB dan/atau House AWB (HAWB), B/L dan/atau House B/L (HB/L) dari barang impor yang bersangkutan yang telah ditandasahkan oleh pengangkut. (2) Pelayanan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menurut ketentuan pengeluaran barang impor untuk dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Keputusan ini. (3) Tatacara pemberitahuan pendahuluan dan penyelesaian PIB diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf A Keputusan ini. Bagian Kedua Pelayanan Segera Pasal 35

(1) Importir/PPJK dapat melaksanakan pengeluaran barang impor tertentu dengan menggunakan dokumen pelengkap pabean disertai jaminan dalam rangka pemberian kemudahan pelayanan segera. (2) Pengeluaran barang impor dengan pelayanan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan terhadap : a. organ tubuh manusia antara lain ginjal, kornea mata, darah; b. jenazah dan abu jenazah; c. barang yang dapat merusak lingkungan antara lain bahan yang mengandung radiasi; d. binatang hidup; e. tumbuhan hidup; f. surat kabar, majalah yang peka waktu; g. dokumen yang diurus oleh perusahaan jasa titipan; h. barang lainnya yang mendapat ijin dari Direktur Jenderal yang karena sifatnya memerlukan pelayanan segera. (3) Importir/PPJK wajib menyerahkan PIB definitif sesuai tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dengan mendapatkan penetapan jalur hijau tanpa diterbitkan SPPB dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengeluaran barang impor guna menarik kembali jaminan yang telah diserahkan. (4) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, jaminan dicairkan, dan kemudahan pelayanan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Importir/PPJK yang bersangkutan tidak diberikan lagi.

(5) Tatacara pengeluaran barang impor dengan pelayanan segera diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf B Keputusan ini Bagian Ketiga Pengeluaran Barang Impor Dengan Penangguhan Pembayaran Pasal 36 (1) Pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dapat dilakukan terhadap barang yang diimpor : a. oleh importir yang mendapat kemudahan pembayaran berkala; b. untuk pembangunan proyek yang mendesak; c. untuk keperluan penanggulangan keadaan darurat misalnya bencana alam; d. yang akan memperoleh fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan/atau Pajak dalam rangka impor sebelum keputusannya diterbitkan (2) Untuk pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir/PPJK menggunakan PIB dengan jaminan atau dokumen pelengkap pabean dengan jaminan. (3) Importir/PPJK wajib menyerahkan PIB definitif sesuai tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dengan mendapatkan penetapan jalur hijau tanpa diterbitkan SPPB dalam waktu selambat-lambatnya pada tanggal jatuh tempo pemberian penangguhan.

(4) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, jaminan dicairkan dan kemudahan penangguhan untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan tidak diberikan lagi. (5) Tatacara pengeluaran barang impor dengan penangguhan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor daitur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf F Keputusan ini. Bagian Keempat Pembongkaran Dan Penimbunan Barang Impor Di Tempat Lain Selain Di Kawasan Pabean Dan TPS Pasal 37 (1) Pembongkaran dan penimbunan barang impor dapat dilakukan ditempat lain selain di kawasan pabean dan TPS setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. (2) Tatacara pembongkaran dan penimbunan barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf C Keputusan ini. Bagian Kelima Pemeriksaan Barang Impor Di Gudang Atau Lapangan Penimbunan Milik Importir Pasal 38 (1) Pemeriksaan barang impor di gudang atau lapangan penimbunan Importir

dapat diberikan dengan syarat, Importir yang bersangkutan telah mendapatkan persetujuan untuk menimbun barang impor di gudang atau pekarangan Importir yang bersangkutan. (2) Penyelesaian pemeriksaan barang impor dilakukan sesuai tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Keputusan ini. Bagian Keenam Pemeriksaan Pendahuluan Dan Pengambilan Contoh Untuk Pembuatan PIB Pasal 39 (1) Pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB dapat dilakukan dalam hal Importir sulit menetapkan sendiri klasifikasi dan/atau penghitungan nilai pabean sebagai dasar untuk penghitungan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor yang disebabkan uraian dan/atau rincian nilai pabean dan/atau mutu barang yang tercantum dalam dokumen pelengkap pabean tidak jelas. (2) Untuk mendapatkan persetujuan pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh, Importir mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dengan menyebutkan alasannya. (3) Tatacara pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf E Keputusan ini. Bagian Ketujuh

Pembayaran Berkala Pasal 40 (1) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dapat memberikan kemudahan pembayaran berkala kepada Importir Produsen dengan menangguhkan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor atas barang yang diimpor dalam satu periode tertentu. (2) Importir Produsen harus menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. (3) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak jatuh tempo Importir Produsen tidak memenuhi kewajiban pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor. (4) Tatacara pembayaran berkala diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf G Keputusan ini. Bagian Kedelapan PIB Berkala Pasal 41 (1) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dapat memberikan kemudahan untuk menyelesaikan barang impor dengan menggunakan PIB Berkala atas barang impor yang telah dikeluarkan terlebih dahulu dengan menggunakan dokumen pelengkap pabean dan jaminan dalam periode yang telah

ditetapkan. (2) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Importir Produsen yang telah memperoleh kemudahan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40. (3) Barang impor yang dapat diselesaikan dengan menggunakan PIB Berkala adalah : a. yang diimpor dalam frekuensi impor yang tinggi serta perlu segera digunakan; b. yang diimpor melalui saluran pipa atau jaringan transmisi; atau c. yang berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat diberikan kemudahan PIB Berkala. (4) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut apabila dalam 7 (tujuh) hari kerja sejak jatuh tempo Importir Produsen tidak memenuhi kewajiban pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dan menyerahkan PIB Berkala. (5) Tatacara PIB berkala diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf H Keputusan ini. BAB VI LAIN-LAIN Bagian Kesatu Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM)

Pasal 42 (1) Untuk penghitungan bea masuk dipergunakan NDPBM yang berlaku : a. dalam hal PIB bayar atau jaminan, pada saat dilakukannya pembayaran atau diserahkan jaminan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor; b. dalam hal PIB bebas, pada saat diajukannya PIB ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai; (2) NDPBM sebagaimana tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan secara berkala. (3) Dalam hal terdapat jenis valuta asing yang tidak diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), NDPBM yang dipergunakan adalah nilai tukar yang berlaku pada Bank Indonesia pada saat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Kedua Klasifikasi dan Pembebanan Pasal 43 (1) Penetapan klasifikasi dan pembebanan impor serta pemberlakuan ketentuan-ketentuan impor lainnya untuk penghitungan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor berpedoman pada Buku Tarif Bea Masuk Indonesia. (2) Penetapan klasifikasi dan pembebanan impor dapat dilakukan sebelum

penyerahan Pemberitahuan Pabean (Pre Entry Classification) atas permohonan yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku. (3) Penetapan klasifikasi dan pembebanan impor serta pemberlakuan ketentuan-ketentuan impor lainnya didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada saat PIB mendapatkan nomor pendaftaran. Bagian Ketiga Nilai Pabean Pasal 44 (1) Nilai pabean yang dijadikan dasar penghitungan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dinyatakan dalam Rupiah sebagai hasil perkalian NDPBM dengan nilai CIF dalam valuta asing. (2) Penetapan nilai pabean didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada saat PIB mendapatkan nomor pendaftaran. (3) Nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibulatkan menjadi rupiah penuh dengan cara menghilangkan bagian dari satuan rupiah (4) Tatacara penelitian dan penetapan nilai pabean diatur lebih lanjut dalam Lampiran XIV Keputusan ini. Bagian Keempat Bea Masuk, Cukai Dan Pajak dalam Rangka Impor, Denda dan Bunga

Pasal 45 (1) Bea masuk yang harus dibayar adalah hasil perkalian nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dengan persentase (%) tarif pembebanan bea masuk. (2) Cukai yang harus dibayar adalah : a. hasil perkalian harga dasar (jumlah nilai pabean dan bea masuk) dengan tarif cukai; atau b. hasil perkalian harga jual eceran BKC dengan tarif cukai; atau c. hasil perkalian jumlah BKC dengan tarif cukai (3) PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor yang harus dibayar adalah hasil perkalian persentase (%) tarif PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor dengan hasil penjumlahan antara nilai pabean dan bea masuk serta cukai yang benar-benar dibayar. (4) Bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor, denda dan bunga dihitung untuk setiap jenis barang impor yang tercantum dalam PIB dan dibulatkan dalam rupiah penuh dengan cara menghilangkan bagian dari satuan rupiah. (5) Dalam hal terjadi perbedaan penghitungan antara Importir/PPJK dengan Pejabat yang disebabkan oleh pembulatan, perbedaan tersebut diabaikan untuk keuntungan Importir/PPJK. Bagian Kelima Sanksi Administrasi Berupa Denda

Pasal 46 (1) Penetapan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggararan ketentuan kepabeanan yang terjadi di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai. (2) Penetapan sanksi administrasi dilaksanakan dengan menerbitkan Nota Pembetulan atau Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA). (3) Penghitungan denda dalam hal terdapat Nota Pembetulan yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk didasarkan pada perkalian persentase (%) denda dengan kekurangan pembayaran bea masuk untuk setiap jenis barang. Bagian Keenam Ketentuan Jam Kerja Kantor Pelayanan Bea Dan Cukai Pasal 47 (1) Jam kerja Kantor Pelayanan Bea dan Cukai diberlakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 71/KMK.01/1996 jo. Nomor 338/KMK.01/1996. (2) Kantor Pelayanan Bea dan Cukai memberikan pelayanan selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari terhadap kegiatan : a. penanganan manifest; b. pemeriksaan sarana pengangkut; c. pemantauan kegiatan pembongkaran, pemuatan dan penimbunan

barang; d. pengeluaran barang yang telah mendapatkan persetujuan pengeluaran; e. penanganan barang penumpang, awak sarana pengangkut dan barang impor yang mendapat fasilitas pelayanan segera; (3) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai mengatur penempatan petugas yang melayani kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bagian Ketujuh Ketentuan Pengeluaran Barang Re-Impor Pasal 48 (1) Barang re-impor adalah barang berasal dari dalam daerah pabean yang karena sesuatu hal diimpor kembali, yaitu: a. barang ekspor pada umumnya yang terpaksa harus diimpor kembali karena tidak laku, tidak memenuhi kontrak pembelian, tidak memenuhi ketentuan impor di negara tujuan ekspor; b. barang yang telah selesai dilakukan perbaikan, pengerjaan atau pengujian di luar daerah pabean; c. barang yang telah selesai digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan di luar daerah pabean; d. barang yang telah selesai digunakan untuk keperluan pameran, pertunjukan atau perlombaan di luar daerah pabean. (2) Penyelesaian barang re-impor dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Bab III Keputusan ini dan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai tersendiri. BAB VIII PENUTUP Pasal 49 Keputusan ini mulai berlaku terhadap pemberitahuan pabean yang telah mendapatkan nomor pendaftaran di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sejak tanggal 1 Mei 1999. Pasal 50 Dengan berlakunya Keputusan ini maka : a. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-10/BC/1997 tanggal 31 Januari 1997; b. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-09/BC/1997 tanggal 31 Januari 1997; c. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-10/BC/1997 tanggal 17 Februari 1997; d. Radiogram Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor RDG-19/BC/1997 tanggal 2 Mei 1997; dinyatakan tidak berlaku lagi. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal

24 Maret 1999 Direktur Jenderal Bea dan Cukai Dr. R. B. Permana Agung, MSc. NIP. 060044475

Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP- 15/BC/1999 Tanggal : 24 Maret 1999 TATACARA PENERIMAAN RENCANA KEDATANGAN SARANA PENGANGKUT DAN PEMBERITAHUAN KEDATANGAN BARANG IMPOR 1. Terhadap RKSP dan JKSP, Pejabat yang mengelola manifest melakukan kegiatan : 1.1. menerima dan membukukan RKSP ke dalam Buku Catatan Pabean (BCP BC 1.0), dan dalam hal penyampaiannya melalui media elektronik, pembukuan dilakukan oleh komputer; 1.2. menyerahkan kepada pengangkut tanda bukti penerimaan RKSP atau JKSP; 1.3. menyerahkan 1 (satu) rangkap RKSP atau JKSP kepada Pejabat yang memeriksa sarana pengangkut dan selanjutnya diserahkan kepada Pejabat yang memantau pembongkaran/penimbunan barang impor segera setelah pemeriksaan/monitoring kapal selesai dilakukan; 2. Pejabat yang memeriksa sarana pengangkut melakukan kegiatan :

2.1. melakukan analisa profil dan/atau informasi yang diterima mengenai sarana pengangkut; 2.2. melakukan pemeriksaan sarana pengangkut apabila diperlukan; 2.3. melakukan tindakan yang dianggap perlu apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap ketentuan kepabeanan; 2.4. membuat laporan hasil pemeriksaan sarana pengangkut (BCL 1.1) segera setelah melakukan pemeriksaan dan menyampaikan kepada Pejabat yang mengelola informasi. 3. Pejabat yang mengelola informasi menganalisis laporan hasil pemeriksaan sarana pengangkut sebagai bahan penerbitan Nota Informasi (BCF 1.2). 4. Terhadap Pemberitahuan Kedatangan Barang Impor, Pejabat yang mengelola manifest melakukan kegiatan : 4.1. menerima pemberitahuan kedatangan barang impor dari Pengangkut dalam 3 (tiga) rangkap; 4.2. membukukan ke dalam Buku Catatan Pabean (BCP BC 1.1); 4.3. memberikan bukti penerimaan pemberitahuan (BCF 1.1); 4.4. mengirimkan BC 1.1 rangkap kedua kepada Pejabat yang memantau pembongkaran dan penimbunan barang; 4.5. mengirim BC 1.1 rangkap ketiga kepada Pejabat yang mengelola informasi; 4.6. terhadap manifest barang impor yang diangkut terus : a. mengembalikan BC 1.1 rangkap kedua yang telah diberi nomor pendaftaran kepada pengangkut; b. mengirimkan BC 1.1 rangkap ketiga kepada Pejabat yang mengelola informasi; Direktur

Jenderal Bea dan Cukai Dr. R. B. Permana Agung, MSc. NIP. 060044475

Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP- 15/BC/1999 Tanggal : 24 Maret 1999 TATACARA PENGAWASAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR 1. Pejabat yang memantau pembongkaran/penimbunan barang impor melakukan kegiatan : 1.1. menerima Pemberitahuan RKSP atau JKSP dari Pejabat yang memeriksa sarana pengangkut dan BC 1.1 rangkap kedua dari Pejabat yang mengelola manifest; 1.2. memantau pembongkaran dan penimbunan barang impor; 1.3. melaporkan hal-hal yang dianggap perlu sehubungan dengan pembongkaran dan penimbunan barang impor sesuai BCL 1.2 kepada Pejabat yang mengelola manifest dan Pejabat yang mengelola informasi. 2. Pejabat yang mengelola manifest melakukan kegiatan :

2.1. meneliti lebih lanjut BC 1.1 yang bersangkutan berdasarkan laporan pemantauan pembongkaran dan penimbunan sesuai BCL 1.2 sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan daftar bongkar yang diserahkan oleh Pengangkut serta daftar timbun yang diserahkan oleh Pengusaha TPS : 2.1.1. dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang dibongkar atau ditimbun, dan Pengangkut atau Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kekurangan bongkar/timbun tersebut, menghitung bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor berikut sanksi administrasi yang harus dibayar oleh Pengangkut atau Pengusaha TPS dan memberitahukannya dengan BCF 1.6 kepada Pejabat yang mengelola penagihan untuk melakukan penagihan; 2.1.2. dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas lebih dibongkar atau ditimbun, menghitung sanksi administrasi yang harus dibayar oleh Pengangkut, Pengusaha TPS dan memberitahukannya dengan BCF 1.6 kepada Pejabat yang mengelola penagihan untuk melakukan penagihan; 2.2. menyempurnakan BC 1.1 berdasarkan BCF 1.6. Direktur Jenderal Bea dan Cukai

Dr. R. B. Permana Agung, MSc. NIP. 060044475

Lampiran III Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP- 15/BC/1999 Tanggal : 24 Maret 1999 TATACARA PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI DENGAN MENGGUNAKAN PIB SECARA MANUAL 1. Importir/PPJK mengisi PIB dalam 3 (tiga) rangkap dan menghitung sendiri bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor untuk kemudian melakukan pembayaran ke Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang dengan mendapatkan bukti pembayaran. 2. Khusus untuk PIB yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada butir 7.6.2, Importir/PPJK segera memperbaiki atau memenuhi hal-hal yang diminta oleh Pejabat yang memeriksa dokumen I dan menyerahkan kembali kepada Pejabat yang menerima dokumen dengan mencantumkan Nopen. 3. Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pelayanan Bea dan Cukai menerima pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor berdasarkan PIB sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan membubuhkan nomor dan tanggal pembayaran pada PIB dan bukti pembayaran.

4. Importir/PPJK menyerahkan PIB sebagaimana dimaksud dalam butir 1 beserta dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menerima dokumen pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang. 5. Dalam hal identitas Importir/PPJK mengalami perubahan, perubahan tersebut wajib diberitahukan kepada Pejabat yang bersangkutan. 6. Pejabat yang menerima dokumen melakukan kegiatan : 6.1. menerima berkas PIB baru atau perbaikan; 6.2. menerima pemberitahuan dari Pejabat yang mengelola penagihan tentang Importir/PPJK yang mempunyai tunggakan Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk (SPKPBM) lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerbitan; 6.3. memeriksa identitas Importir/PPJK dan apabila terdapat perbedaan antara yang tercantum dalam PIB dan yang tercantum dalam profil Importir/PPJK, menginformasikan kepada Pejabat yang mengelola informasi guna penelitian lebih lanjut; 6.4. meneliti ada/tidaknya SPKPBM yang belum diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan : 6.4.1. apabila ada, PIB atas nama Importir/PPJK yang bersangkutan tidak dilayani; 6.4.2. apabila tidak ada, PIB dilayani dengan memberikan bukti penerimaan (BCF 2.1 A), yang mencantumkan Nopen untuk PIB baru, sedangkan untuk PIB perbaikan, diberikan bukti penerimaan (BCF 2.1 A) yang mencantumkan Nopen lama; 6.5. mengirimkan berkas PIB kepada Pejabat yang memeriksa dokumen

I; 6.6. mengembalikan berkas PIB sebagaimana dimaksud dalam butir 7.6.2 dan menerima kembali bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada butir 6.4.2. dari Importir/PPJK. 7. Pejabat yang memeriksa dokumen I melakukan kegiatan : 7.1. menerima berkas PIB dari Pejabat yang menerima dokumen; 7.2. meneliti kebenaran pengisian PIB, kelengkapan Dokumen Pelengkap Pabean dan kejelasan uraian barang sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk menetapkan klasifikasi dan nilai pabean barang impor; 7.3. meneliti pemenuhan persyaratan ketentuan larangan/pembatasan impor serta fasilitas impor; 7.4. mencocokkan nomor tanda pembayaran dan jumlah pembayaran yang tercantum di dalam PIB dengan bukti pembayaran; 7.5. menuangkan hasil penelitian butir 7.2 sampai dengan butir 7.4 ke dalam lembar penelitian BCF 2.1 B; 7.6. membuat keputusan hasil penelitian butir 7.5 : 7.6.1. apabila diterima, membukukan dan mendaftarkan PIB ke dalam BCP-BC 2.0 guna penetapan jalur pengeluaran barang; 7.6.2. apabila tidak diterima, mengembalikan berkas PIB kepada Importir/PPJK dengan menggunakan Nota Pengembalian (BCF 2.1 B) disertai dengan penjelasan tentang hal-hal yang harus diperbaiki atau dilengkapi; 7.7. menetapkan jalur pengeluaran barang dengan memperhatikan NHI/NI :

7.7.1. hijau, apabila tidak ada NHI/NI; 7.7.2. merah, apabila ada NHI/NI; 7.8. dalam hal ditetapkan jalur hijau, melakukan kegiatan : 7.8.1. menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dalam 2 (dua) rangkap dengan peruntukan : a. rangkap kesatu, kepada Pejabat yang melaksanakan pengeluaran barang; b. rangkap kedua, kepada Importir/PPJK untuk pengeluaran barang; 7.8.2. mengirimkan berkas PIB kepada Pejabat yang memeriksa dokumen II (hijau) untuk penelitian kebenaran klasifikasi, pembebanan, cukai, nilai pabean, penghitungan dan pelunasan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor; 7.8.3. apabila terdapat barang impor berupa barang kena cukai yang dikemas untuk penjualan eceran, hanya dapat dikeluarkan dari kawasan pabean atau tempat lain yang berada di bawah pengawasan pabean setelah dilekati tanda pelunasan atau pengawasan cukai sesuai ketentuan yang berlaku; 7.9. dalam hal ditetapkan jalur merah : 7.9.1. menerbitkan Surat Pemberitahuan Jalur Merah/SPJM (BCF 2.3. A) untuk diserahkan kepada Importir/PPJK;

7.9.2. menerbitkan Instruksi Pemeriksaan (BCF 2.3 B); 7.9.3. mengirimkan Instruksi Pemeriksaan berikut invoice dan/atau packing list yang telah mendapat tanda pengesahan kepada Pejabat yang melaksanakan pemeriksaan barang; dan 7.9.4. mengirimkan berkas PIB kepada Pejabat yang melaksanakan pemeriksaan dokumen II (merah) untuk penyelesaian lebih lanjut. 8. Pejabat yang melaksanakan pemeriksaan barang melakukan kegiatan: 8.1. menerima Instruksi Pemeriksaan berikut invoice dan/atau packing list dari Pejabat yang memeriksa dokumen I; 8.2. menerima pengembalian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Pejabat yang memeriksa Dokumen II untuk dilakukan perbaikan; 8.3. melakukan pemeriksaan fisik dan/atau mengambil contoh barang impor bila diperlukan serta menuangkan hasil pemeriksaan berikut kesimpulan ke dalam LHP; Pengambilan contoh barang impor dilakukan dengan memperhatikan segi keamanan; 8.4. menyerahkan LHP, invoice dan/atau packing list dan contoh barang impor bila ada, kepada Pejabat yang memeriksa dokumen II (merah) untuk penelitian lebih lanjut, selambat-lambatnya 40 jam kerja sejak PIB mendapatkan Nopen; dalam hal melebihi batas waktu yang ditetapkan, harus dipertanggungjawabkan kepada Kepala Kantor. 9. Pejabat yang memeriksa dokumen II (hijau) melakukan kegiatan : 9.1. menerima berkas PIB jalur hijau dari Pejabat yang memeriksa dokumen I dan melakukan penelitian kebenaran klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean, penghitungan dan pelunasan bea