MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.40/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH TAMAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 104/Kpts-II/2000 TENTANG TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

3.1 Sistem. 3.2 Data

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

SMP NEGERI 3 MENGGALA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PADANG

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 447/Kpts-II/2003 TENTANG TATA USAHA PENGAMBILAN ATAU PENANGKAPAN DAN PEREDARAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI ALAM,

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2012

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 04/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK IKAN

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 04/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK IKAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN HASIL BUKAN KAYU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BUPATI ACEH TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN DAERAH KABUP[ATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

Transkripsi:

Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar merupakan kekayaan alam yang perlu dijaga kelestariannya, melalaui upaya pengawetan yang dilaksanakan di dalam atau di luar habitat aslinya; b. bahwa peran serta lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar, dalam Upaya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar di luar habitat aslinya, perlu diatur penyelenggaraannya; c. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967; 2. Undang-Uindang Nomor 5 Tahun 1974; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990; 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994; 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997; 6. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998; 7. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998. Menetapkan : MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR. Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : BAB l KETENTUAN UMUM Pasal l 1. Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa liar secara ex-situ (diluar habitat aslinya), baik yang berbentuk lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah.

2. Lembaga konservasi tumbuhan adalah lembaga yang mengelola sumber daya alam hayati terutama untuk tumbuhan yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan peredaran dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman serta nilainya; 3. Lembaga konservasi satwa adalah lembaga yang mengelola sumber daya alam hayati terutama untuk satwa yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan peredaran dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman serta nilainya; 4. Kebun binatang adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan dan penangkaran berbagai jenis satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru; sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam; dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat; 5. Kebun botani adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi ex-situ yang melakukan usaha koleksi, pemeliharaan, dan penangkaran berbagai jenis tumbuhan dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru; sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam; dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat; 6. Museum zoologi adalah suatu lembaga penelitian yang mengoleksi berbagai jenis satwa dalam bentuk spesimen untuk keperluan penelitian dan pengembangan dalam bidang zoologi; sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi zoologi yang meliputi kegiatan inventarisasi, indentifikasi, distribusi, manfaat potensial dari jenis-jenis satwa yang ada; 7. Museum botani adalah Suatu lembaga penelitian yang mengoleksi jenis flora, dalam bentuk spesimen untuk keperluan penelitian dan pengembangan dalam bidang botani; sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang botani yang meliputi kegiatan inventarisasi, identifikasi, determinasi, distribusi, dan manfaat dari jenis-jenis tumbuhan yang ada; 8. Taman satwa khusus adalah suatu lembaga yang mengoleksi jenis-jenis satwa yang bersifat khusus, misalnya hanya satu atau beberapa suku atau marga atau kerabat saja; contohnya seperti Taman Burung, Taman Buaya, Taman Kupu-Kupu, dan sebagainya; 9. Taman tumbuhan khusus adalah suatu lembaga yang mengoleksi jenis-jenis tumbuhan yang bersifat khusus, misalnya hanya satu atau beberapa suku atau kerabat dan atau marga saja; contohnya seperti Taman Anggrek, Taman Kaktus, dan sebagainya; Pasal 2 Lembaga konservasi bertujuan untuk memelihara dan atau mengkoleksi dan atau mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan atau satwa liar di luar habitat aslinya untuk menghindari bahaya kepunahan; (1) Lembaga konservasi terdiri dari : a. Lembaga konservasi satwa b. Lembaga konservasi tumbuhan BAB II BENTUK DAN KRITERIA Pasal 3

(2) Lembaga konservasi satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat berbentuk Kebun Binatang, Museum Zoologi, dan Taman Satwa Khusus. (3) Lembaga konservasi tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat berbentuk Kebun Botani, Museum Botani, dan Taman Tumbuhan Khusus. (4) Lembaga konservasi yang dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak termasuk Museum Zoologi Bogor, Herbarium Bogoriensis, Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Purwadadi-Malang, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Eka Karya-Bedugul/Bali. Pasal 4 (1) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Kebun Binatang adalah sebagai berikut : a. sebagai lembaga konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan/pemeliharaan dan koleksi berbagai jenis satwa baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan CITES (Convention International on Trade Endangered Flora and Fauna Species) dalam rangka upaya pelestarian; b. melakukan kegiatan penangkaran jenis satwa liar dalam upaya pelestarian, khususnya untuk jenis yang terancam Punah; c. sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian, serta sarana rekreasi yang sehat; (2) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Museum Zoologi adalah sebagai berikut : a. mengkoleksi berbagai jenis satwa liar dan atau bagian-bagiannya dalam bentuk mati, seperti tulang/rangka, kulit, gading, cula, gigi, dan lain-lainnya baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi Undang-undang; b. sebagai sarana penelitian dan pengembangan dalam bidang zoologi; c. sebagai pusat penelitian/riset dan informasi dalam bidang zoologi; (3) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Taman Satwa Khusus adalah sebagai berikut : a. tempat mengkoleksi satwa atau berbagai jenis, Suku atau kerabat, marga satwa yang bersifat khusus; b. sebagai sarana informasi, pendidikan, dan rekreasi khusus; (4) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Kebun Botani adalah sebagai berikut : a. mengkoleksi berbagai jenis tumbuhan alam hidup, dilindungi maupun tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan CITES, baik dalam bentuk taman yang tertutup atau terbuka; b. memelihara berbagai jenis tumbuhan alam dalam tempat yang cukup luas dan memadai untuk berkembangbiakannya; c. melakukan kegiatan penangkaran jenis tumbuhan alam dalam upaya pelestarian, khususnya untuk jenis yang terancam punah; d. sebagai sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan dalam bidang botani; e. sebagai sarana rekreasi yang sehat; (5) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Museum Botani adalah sebagai berikut : a. mengkoleksi berbagai jenis tumbuhan alam dan atau bagian-bagiannya dalam bentuk mati atau spesimen, seperti batang, daun, kulit kayu, buah, bunga, biji, akar, dan lain-lainnya baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi undang-undang;

b. sebagai sarana penelitian dan pengembangan dalam bidang botani; c. sebagai pusat penelitian/riset dan informasi dalam bidang botani; (6) Kriteria untuk dapat ditetapi sebagai Taman Tumbuhan Khusus adalah sebagai berikut : a. tempat mengoleksi satu atau berbagai jenis, suku atau kerabat, marga tumbuhan alam yang bersifat khusus; b. sebagai sarana informasi, pendidikan, dan rekreasi khusus; BAB III TATA CARA PERMOHONAN IJIN Pasal 6 (1) Ijin lembaga konservasi tumbuhan dan satwa dapat diberikan kepada Lembaga Pemerintah, non Pemerintah atau Koperasi; (2) Lembaga konservasi non Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berbentuk yayasan atau badan Usaha; (3) Izin lembaga konservasi tumbuhan dan satwa diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan setelah dievaluasi dapat diperpanjang; Pasal 7 (1) Permohonan izin lembaga konservasi tumbuhan dan satwa diajukan oleh pemohon kepada Menteri; (2) Tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada a. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam; b. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan; c. Gubernur KDH Tingkat I setempat; d. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat; (3) Permohonan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri dengan : a. Rekomendasi Gubernur KDH Tingkat I setempat; b. Rekomendasi Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat; c. Usulan proyek (proyek proposal); d. Data Yayasan/Badan Usaha, seperti Akta Badan Usaha, Nomor Pokok Wajib Pajak; (4) Tembusan surat permohonan kepada Gubernur KDH Tingkat I setempat, dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat disampaikan dengan Surat tersendiri; Pasal 8 (1) Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan mengkoordinasi saran dan pertimbangan dari Direktur Jenderal tentang permohonan izin tersebut dan menyampaikannya kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan;

(2) Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pemberian Izin Lembaga Konservasi Tmbuhan dan Satwa berdasarkan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 9 (1) Lembaga konservasi Tumbuhan dan satwa berhak untuk : a. Menerima jenis tumbuhan dan satwa baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi sesuai dengan izin; b. Memperagakan kepada umum tumbuhan dan satwa yang dipelihara di dalam areal pengelolaannya; c. Mengadakan kerjasama antar lembaga konservasi baik di dalam negeri maupun di luar negeri antara lain dalam bentuk mengembangkan ilmu; tukar menukar jenis tumbuhan dan satwa; bantuan-bantuan teknis; d. Melakukan penelitian jenis tumbuhan dan satwa liar; e. Menerima imbalan atas jasa yang dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku; f. Memanfaatkan hasil penangkaran tumbuhan dan satwa sesuai ketentuan yang berlaku; (2) Lembaga konservasi tumbuhan dan satwa dibebani kewajiban-kewajiban a. Membuat rencana karya pengelolaan; b. Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan; c. Memelihara dan menangkarkan jenis tumbuhan dan satwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku; d. Mempekerjakan tenaga ahli sesuai bidangnya; e. Dilarang memperjualbelikan satwa yang dilindungi; f. Membuat laporan pengelolaan secara berkala termasuk mutasi jenis tumbuhan dan satwa; Pasal 10 Lembaga konservasi tumuhan dan satwa wajib mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V PEMBINAAN Pasal 12 (1) Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam melakukan pembinaan kepada lembaga konservasi; (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap aspek teknis dan aspek administrasi pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta aspek pemanfaatannya; (3) Ketentuan pembinaan aspek teknis, administrasi, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian alam;

Pasal 13 (1) Evaluasi terhadap lembaga konservasi tumbuhan dan satwa dilakukan minimal l (satu) kali dalam l (satu) tahun; (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah setempat bersama-sama dengan Balai Unit Konservasi Sumber Daya Alam setempat; (3) Ketentuan mengenal evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. BAB VI S A N K S l Pasal 14 Pelanggaraan terhadap ketentuan yang telah ditetapkan akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 Lembaga konservasi yang telah dibentuk sebelum ditetapkan keputusan ini wajib mendaftarkan ke Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam; Pasal 16 Dengan berlakunya Keputusan ini, segala ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. BAB VIII PENUTUP Pasal 17 Pelaksanaan lebih lanjut Keputusan ini ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Pasal 18 Keputusan ini mulai berlaklu sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : di J A K A R T A. Pada tanggal : 8 Juni 1998. MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Dr. MUSLIMIN NASUTION.