Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 104/Kpts-II/2000 TENTANG TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.40/Menhut-II/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH TAMAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG

2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: 543/Kpts-11/1997. TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI ALAM,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 447/Kpts-II/2003 TENTANG TATA USAHA PENGAMBILAN ATAU PENANGKAPAN DAN PEREDARAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

3.1 Sistem. 3.2 Data

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

PEMERINTAH KOTA PADANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 04/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK IKAN

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 618/KPTS-II/1996 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 146/KPTS-II/2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN. NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SMP NEGERI 3 MENGGALA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 04/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK IKAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 326/KPTS-II/1997 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

Transkripsi:

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar merupakan kekayaan alam yang perlu di jaga kelestariannya, melalui upaya pengawetan yang dilaksanakan di dalam atau pun diluar habitat aslinya; b. bahwa peran serta lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar, dalam upaya pegawetan jenis tumbuhan dan satwa liar di luar habitat aslinya, perlu diatur penyelenggaraannya; c. bahwa sehubungan dengan hal-haal tersebut diatas, dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990; 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994; 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997; 6. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998; 7. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak dibidang konservasi tumbuhan dan atau satwa liar secara ex-situ (diluar habitat aslinya), baik yang berbentuk lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah. 2. Lembaga konservasi tumbuhan adalah lembaga yang mengelola sumber daya alam hayati terutama untuk tumbuhan yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan peredaran dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman serta nilainya; 3. Lembaga konservasi satwa adalah lembaga yang mengelola sumber daya alam hayati terutama untuk satwa yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan peredaran dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman serta nilainya; 4. Kebun binatang adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan dan penangkaran berbagai jenis satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru; sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam; dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahunan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat; 5. Kebun botani adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan dan penangkaran berbagai jenis tumbuhan dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru; sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam; dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahunan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat; 6. Museum zoologi adalah suatu lembaga penelitian yang mengoleksi berbagai jenis satwa dalam bentuk spesimen untuk keperluan penelitian dan pengembangan dalam bidang zoologi; sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi zoologi yang meliputi kegiatan inventarisasi, identifikasi, determinasi, distribusi, dan manfaat potensial dari jenis-jenis satwa yang ada; 7. Museum botani adalah suatu lembaga penelitian yang mengoleksi berbagai jenis satwa dalam bentuk spesimen untuk keperluan penelitian dan pengembangan dalam bidang botani; sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi botani

yang meliputi kegiatan inventarisasi, identifikasi, determinasi, distribusi, dan manfaat potensial dari jenis-jenis tumbuhan yang ada; 8. Taman satwa khusus adalah suatu lembaga yang mengoleksi jenisjenis satwa yang bersifat khusus, misalnya hanya satu atau beberapa suku atau marga atau kerabat saja; contohnya seperti Taman Burung, Taman Buaya, Taman Kupu-Kupu, dan sebagainya; 9. Taman tumbuhan adalah suatu lembaga yang mengoleksi jenis-jenis tumbuhan yang bersifat khusus, misalnya hanya satu atau beberapa suku atau kerabat dan atau marga saja; contohnya seperti Taman Anggrek, Taman Kaktus dan sebagainya; Pasal 2 Lembaga konservasi bertujuan untuk memelihara dan atau mengkoleksi dan atau mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan atau satwa liar di luar habitat aslinya untuk menghindari bahaya kepunahan. BAB II BENTUK DAN KRITERIA Pasal 3 (1) Lembaga konservasi terdiri dari : a. Lembaga konservasi satwa b. Lembaga konservasi tumbuhan (2) Lembaga konservasi satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat berbentuk Kebun binatang, Museum Zoologi, dan Taman Satwa Khusus. (3) Lembaga Konservasi tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat berbentuk Kebun Botani, Museum Botani, dan Taman Tumbuhan Khusus. (4) Lembaga konservasi yang dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak termasuk Museum Zoologi Bogor, Herbarium Bogoriensis, Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Purwadadi-Malang, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Eka-Bedugul/Bali. Pasal 4 (1) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Kebun Binatang adalah sebagai berikut: a. sebagai lembaga konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan/pemeliharaan dan koleksi berbagai jenis satwa baik

yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan CITES (Convention International on Trade Endangered Flora dan Fauna Species) dalam rangka upaya pelestarian; b. melakukan kegiatan penangkaran jenis satwa liar dalam upaya pelestarian, khususnya untuk jenis yang terancam punah; c. Sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian, serta sarana rekreasi yang sehat; (2) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Museum Zoologi adalah sebagai berikut : a. mengkoleksi berbagai jenis satwa liar dan atau bagianbagiannya dalam bentuk mati, seperti tulang/rangka, kulit daging, cula, gigi, dan lain-lainnya baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang; b. sebagai sarana penelitian dan pengembangan dalam bidang zoologi; c. sebagai pusat penelitian/riset dan informasi dalam bidang zoologi; (3) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Taman Satwa Khusus adalah sebagai berikut : a. tempat mengkoleksi satu atau berbagai jenis, suku atau kerabat, marga satwa; b. sebagai sarana informasi, pendidikan, rekreasi khusus; (4) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Kebun Botani adalah sebagai berikut : a. mengkoleksi berbagai jenis tumbuhan lama hidup, dilindungi maupun tidak dilindungi undang-undang dan atau CITES, baik dalam bentuk taman yang terbuka maupun yang tertutup; b. memelihara berbagai jenis tumbuhan alam dalam tempat yang cukup luas dan memadai untuk berkembangbiakannya; c. melakukan kegiatan penangkaran jenis tumbuhan alam dalam upaya pelestarian, khususnya untuk jenis yang terancam punah; d. sebagai sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan dalam bidang botani; e. sebagai sarana rekreasi yang sehat; (5) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Museum Botani adalah sebagai berikut :

a. mengoleksi berbagai jenis tumbuhan alam dan atau bagianbagiannya dalam benntuk mati atau spesimen, seperti batang, daun kulit kayu, buah, bunga, biji, akar, dan lain-lainnya baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi undang-undang; b. sebagai sarana penelitian dan pengembangan dalam bidang botani; c. sebagai pusat penelitian/riset dan iinnformasi dalam bidang botani; (6) Kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Taman Tumbuhan Khusus adalah sebagai berikut : a. tempat mengkoleksi satu atau berbagai jenis, suku atau kerabat, marga tumbuhan alam yang bersifat khusus; b. sebagai sarana informasi, pendidikan, rekreasi khusus; BAB III TATA CARA PERMOHONAN IJIN Pasal 6 (1) Ijin lembaga konservasi tumbuhan dan satwa dapat diberikan kepada Lembaga Pemerintah, non Pemerintah atau Koperasi; (2) Lembaga konservasi non Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berbentuk yayasan atau badan usaha (3) Izin lembaga konservasi tumbuhan dan satwa diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan setelah dievaluasi dapat diperpanjang; Pasal 7 (1) Permohonan izin lembaga konservasi turnbuhan dan satwa diajukan oleh pemohon kepada Menteri; (2) Tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada: a. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam; b. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan; c. Gubernur KDH Tingkat I setempat; d. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat; (3) Permohonan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (11) dilampiri dengan :

a. Rekomendasi Gubernur KDH Tingkat I setempat; b. Rekomendasi Kepala Kantor Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat; c. Usulan proyek (proyek proposal); d. Data Yayasan /Badan Usaha, seperti Akta Badan Usaha, Nomor Pokok Wajib Pajak; (4) Tembusan surat permohonan kepada Gubemur KDH Tingkat I setempat, dan Kepala Kantor wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat disampaikan dengan surat tersendiri; Pasal 8 (1) Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan mengkoordinasi saran dan pertimbangan dari Direktur Jenderal tentang permohonan izin tersebut dan menyampaikannya kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan; (2) Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pemberian Ijin Lembaga konservasi Tumbuhan dan Satwa berdasarkan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 9 (1) Lembaga konservasi tumbuhan dan satwa berhak untuk : a. Menerima jenis tumbuhan dan satwa baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi sesuai dengan izin; b. Memperagakan kepada umun tumbuhan dan satwa yang dipelihara di dalam areal pengelolaanya; c. Mengadakan kenjasama antar lembaga konservasi baik di dalam negeri maupun di luar negeri antara lain dalam bentuk : - mengembangkan ilmu pengetahuan; - tukar menukar jenis tumbuhan dan satwa; - bantuan-banttian teknis; d. Melakukan penelitian jenis tumbuhan dan satwa liar; e. Menerima imbalan atas jasa yang dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku;

f. Memanfaatkan hasil penangkaran tumbuhan dan satwa sesuai ketentuan yang berlaku; (2) Lembaga konservasi tumbuhan dan satwa dibebani kewajibankewajiban : a. Membuat rencana karya pengelolaan: b. Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan; c. Memelihara dan menangkarkan jenis tumbuhan dan satwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku: d. Mempekerjakan tenaga ahli sesuai bidangnya; e. Dilarang mernperjualbelikan satwa yang dilindungi. f. Membuat laporan pengelolaan secara berkala termasuk mutasi jenis tumbuhan dan satwa; Pasal 10 Lembaga konservasi tumbuhan dan satwa wajib mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V PEMBINAAN Pasal 12 (1) Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam melakukan pembinaan kepada Lembaga konservasi; (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap aspek teknis dan aspek administrasi pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta aspek pemanfaatannya (3) Ketentuan pembinaan aspek teknis, administrasi, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian alam; Pasal 13 (1) Evaluasi terhadap lembaga konservasi tumbuhan dan satwa dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan

oleh Kepala Kantor Wilayah setempat bersama-sama dengan Balai Unit Konservasi Sumber Daya Alam setempat; (3) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. BAB VI SANKSI Pasal 14 Pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 Lembaga konservasi yang telah dibentuk sebelum ditetapkan keputusan ini wajib mendaftarkan ke Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Pasal 16 Dengan berlakunya keputusan ini, segala ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. BAB VIII P EN UTU P Pasal 17 Pelaksanaan lebih lanjut Keputusan ini diatur oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Pasal 18

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di: JAKARTA Pada tanggal 8 Juni 1998 MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, ttd. Dr lr MUSLIMIN NASUTION Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. 1. Sdr. Para Menteri Kabinet Reformasi Pembangunan: 2. Sdr. Pejabat Eselon I lingkup Departernen Kehutanan dan Perkebunan; 3. Sdr. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Seluruh Indonesia 4. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan; 5. Sdr. Kepala Balai Taman Nasional Seluruh Indonesia; 6. Sdr. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Seluruh Indonesia: 7. Sdr. Kepala Unit Konservasi Sumber Daya Alam Seluruh Indonesia 8. Sdr. Pengurus Pusat Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia.