VII. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN BAKU MUTU LINGKUNGAN

dokumen-dokumen yang mirip
Makalah Baku Mutu Lingkungan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 26 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 6 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENLH/1/1998 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 1998 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL

BAKU MUTU LINGKUNGAN. Untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar dipakai mutu baku lingkungan.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 58 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 157A/KPTS/1998

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-15/MENLH/4/1996 TENTANG PROGRAM LANGIT BIRU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

G U B E R N U R JAMB I

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 52 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 65 TAHUN 1999

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

LAMPIRAN 1. FOTO PERESMIAN IPAL PRODUKSI

PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

3. METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

LAMPIRAN 1 TABEL PENGAMATAN SWA PANTAU IPAL (diisi oleh operator IPAL) Hari dan tanggal. COD (mg/l)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

termasuk manusia dan prilakunya

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : Mengingat :

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON

Database of Indonesian Laws Web Site

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang : Pengendalian Pencemaran Air

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

EVALUASI MUATAN SUBSTANSI IZIN PEMBUANGAN DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

PEDOMAN PENERAPAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN PADA SUMBER AIR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI

BAB III LANDASAN TEORI

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 5.

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE LAUT

PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. operasi, sisa suntikan, obat kadaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain.

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. Menimbang :

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

Transkripsi:

VII. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN BAKU MUTU LINGKUNGAN A. Peraturan Perundang-Undangan Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup, pencemaran lingkungan dan pengendalian pencemaran air antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-51/MENLH/10/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri; 5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-52/MENLH/10/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Hotel; 6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-58/MENLH/12/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit; 7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-39/MENLH/8/ 1996 tentang Daftar Jenis Usaha atau Kegiatan Wajib AMDAL; 8. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3; 9. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3; 10. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.

B. Baku Mutu Lingkungan Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Baku mutu adalah besaran, kadar dan deskripsi parameter-parameter, kategori kimia anorganik, kimia organik, biologik, fisik dan radioaktif yang digunakan sebagai persyaratan bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan menurut peruntukannya, dan telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan. Dalam mendiskusikan masalah baku mutu air tidak dapat lepas dari masalah kualitas air dan peruntukan air. Mutu air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu sumber air. Kriteria mutu air digunakan sebagai dasar utama dalam penentuan baku mutu air. Baku mutu air yang berlaku harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin untuk melindungi lingkungan hidup. Dalam pengelolaan mutu air dikenal dua macam baku mutu air yaitu baku mutu aliran (stream standard) dan baku mutu limbah (efluent standard): 1. Baku mutu aliran: adalah baku mutu yang diterapkan pada air dalam badan air dengan mengingat peruntukan air dan kemampuan swa penahiran (self purification) air. 2. Baku mutu limbah: adalah baku mutu yang diterapkan pada limbah sebelum limbah dibuang ke badan air dengan mengingat peruntukan air dan kemampuan swa penahiran air pada badan air tempat limbah tersebut dibuang. Ditinjau dari fungsinya, baku mutu air mempunyai fungsi ganda, yaitu: di satu pihak merupakan tingkat mutu air yang diinginkan bagi suatu peruntukan, dan di lain pihak merupakan arahan serta pedoman bagi langkah-langkah pengendalian pencemaran air. Walaupun sekarang ini teknologi alat pengukur dan pemantau kualitas air sudah sangat maju dan kualitas sumberdaya manusia yang melakukan pengukuran dan pemantauan kualitas air juga sudah cukup

baik, tetapi dalam penentuan baku mutu aliran masih terdapat beberapa kelemahan antara lain dalam penentuan tersebut: 1. tidak memperhitungkan swa penahiran; 2. tidak memperhitungkan sifat sinergistik dan antagonistik zat pencemar; 3. kurang mempertimbangkan sifat akumulatif dan karsinogeniknya. B.1. Peruntukan air Berdasarkan peruntukannya yang berhubungan dengan kriteria mutu air di Indonesia terdapat empat golongan air: a) Golongan A : air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. b) Golongan B : air yang dapat digunakan sebagai bahan baku air minum. c) Golongan C: air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan. d) Golongan D: air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian serta dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan dan industri pembangkit tenaga listrik. B.2. Penentuan baku mutu air Baku mutu air ditetapkan oleh suatu negara atau daerah. Baku mutu air di Indonesia disusun dengan berpedoman pada Kep. Men. KLH Nomor: 02/ MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor: 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, maka penyusunan baku mutu Iingkungan kemudian mengacu pada Peraturan Pemerintah tersebut. Baku mutu lingkungan pada umumnya disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. identifikasi penggunaan sumberdaya atau media ambien yang harus dilindungi; 2. merumuskan formulasi kriteria dengan menggunakan kumpulan dan pengolahan informasi ilmiah; 3. merumuskan baku mutu ambien dari hasil penyusunan kriteria;

4. merumuskan baku mutu limbah yang boleh dilepas ke dalam lingkungan; 5. membentuk program pemantauan dan pengumpulan berbagai informasi guna penyempurnaan atau perbaikan data dan juga sebagai umpan batik. B.3. Baku mutu Iimbah Oleh karena baku mutu air pada sumber air guna suatu peruntukan terkait juga dengan baku mutu limbah, maka dapat disesuaikan antara peruntukan air sumber air dengan baku mutu limbah. Peruntukan air Baku mutu limbah Golongan A Golongan B Golongan C Golongan D Golongan I Golongan II Golongan III Jika suatu sumber air atau badan air diperuntukkan sebagai Golongan A, maka sama sekali dilarang membuang Iimbah ke dalam badan air tersebut. Jika suatu sumber air diperuntukkan sebagai Golongan B, maka limbah yang boleh dibuang ke dalamnya harus memenuhi baku mutu limbah I. Jika suatu sumber air diperuntukkan sebagai Golongan C, maka Iimbah yang boleh dibuang ke dalamnya harus memenuhi baku mutu limbah II. C. Beban Pencemaran Selain baku mutu limbah yang berdasarkan atas besaran konsentrasi parameter, juga diberlakukan ketetapan tentang beban pencemaran maksimum yang diperbolehkan. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-51/ MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. C.1. Debit Iimbah cair maksimum Penetapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui penetapan debit limbah cair maksimum, sebagaimana tercantum pada Lampiran

Ad s.d. A.XXI dan Lampiran B.1 s.d. B.XXI untuk masing-masing industri, didasarkan pada tingkat produksi bulanan yang sebenarnya. Rumus yang digunakan yaitu: DM = Dm x Pb DM Dm Pb = debit Iimbah cair maksimum yang dibolehkan bagi industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam m 3 /bulan = debit Iimbah cair maksimum sebagaimana tercantum dalam ketentuan pada Lampiran A.I s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI yang sesuai dengan industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam m 3 Iimbah cair per satuan produk = produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran A.I s.d. A.XXI dan Lam-piran B.I s.d. B.XXI untuk jenis industri yang bersangkutan. Debit Iimbah cair yang sebenarnya dihitung dengan cara sebagai berikut: DA = Dp x H DA = debit Iimbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam m 3 /bulan Dp = hasil pengukuran debit limbah cair, dinyatakan dalam m 3 /hari H = jumlah hari kerja pada bulan yang bersangkutan. Penilaian debit: nilai DA tidak boleh Iebih besar daripada nilai DM. C.2. Beban pencemaran Penerapan baku mutu Iimbah cair pada pembuangan limbah cair melalui penetapan beban pencemaran maksimum sebagaimana tercantum dalam Lampiran A.I s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI untuk masing-masing jenis industri, didasarkan pada jumlah unsur pencemar yang terkandung dalam aliran Iimbah cair. Perhitungan yang digunakan yaitu:

a. BPM = (CM)j x Dm x f BPM = beban pencemaran maksimum per satuan produk, dinyatakan dalam kg parameter per satuan produk (CM)j = kadar maksimum unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/i Dm = debit limbah cair maksimum sebagaimana tercantum dalam ketentuan Lampiran A.I s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI yang sesuai dengan industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam m 3 Iimbah cair per satuan produk f = faktor konversi = 1/1000. Perhitungan beban pencemaran maksimum sebenarnya: BPA = (CA)j x DA/Pb x f BPA = beban pencemaran sebenarnya, dinyatakan dalam kg parameter per satuan produk (CA)j = kadar sebenarnya unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/i DA = debit Iimbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam m 3 /bulan Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran A.I s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI untuk jenis industri yang bersangkutan f = faktor konversi = 1/1000. b. BPMi = BPM x Pb/H BPMi = beban pencemaran maksimum per hari yang dibolehkan bagi industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam kg parameter per hari Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran A.I s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI untuk jenis industri yang bersangkutan H = jumlah hari kerja pada bulan yang bersangkutan.

Beban pencemaran sebenarnya per hari dihitung dengan cara sebagai berikut: BPAi = (CA)j x Dp x f BPAi = beban pencemaran sebenarnya per hari, dinyatakan dalam kg parameter per hari (CA)j = kadar sebenarnya unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/i Dp = hasil pengukuran debit Iimbah cair, dinyatakan dalam m 3 /hari f = faktor konversi = 1/1000. Penilaian beban pencemaran: BPA tidak boleh Iebih besar daripada BPM dan BPAi tidak boleh Iebih besar daripada BPMi. Contoh perhitungan: Industri minyak sawit (CPO) memproduksi 10.000 ton minyak sawit per bulan. Hari kerja 30 hari. Debit Iimbah terukur 500 m 3 /hari. BOD terukur 90 mg/i. Dalam baku mutu Iimbah cair untuk industri minyak sawit (Lamp. B.IV Kep. Men. LH No. Kep- 51/MENLH/I0/1995) ditetapkan debit limbah maksimum sebesar 2,5 m 3 /ton produk minyak sawit. Debit limbah cair maksimum yang diperbolehkan: DM = Dm x Pb = 2,5 x 10.000 x 1 m 3 /bulan = 25.000 m 3 /bulan Debit Iimbah cair sebenarnya: DA = Dp x H = 500 x 30 x 1 m 3 /bulan = 15.000 m 3 /bulan Perhitungan di atas menunjukkan bahwa debit Iimbah cair sebenarnya masih Iebih kecil daripada debit Iimbah cair maksimum yang diperbolehkan.

Beban pencemaran maksimum: BPM = (CM)j x Dm x f = 100 x 2,5 x 1/1000 = 0,25 Beban pencemaran sebenarnya: BPA = (CA)j x DA/Pb x f = 90 x (15.000 : 10.00Q) x 1/1000 = 90 x 1,5 x 1/1000 = 0,135 Beban pencemaran maksimum per hari: BPMi = BPM x Pb/H = 0,25 x 10.000/30 = 83,3 kg/hari Beban pencemaran sebenarnya per hari: BPAi = (CA)j x Dp x f = 90 x 500 x 1/1000 = 45 kg/hari Terlihat bahwa beban pencemaran sebenarnya per hari (BPAi) Iebih rendah daripada beban pencemaran maksimum per hari (BPMi).