BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori keagenan mengungkapkan hubungan antara pemilik (principal) dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh agent

BAB I PENDAHULUAN. agensi yaitu manajer melalui tindakan oportunis manajemen untuk kepuasannya,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi bagi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan (financial statement) merupakan sumber informasi

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan, sering menjadi target

BAB I PENDAHULUAN. Dua komponen akrual yang utama yaitu discretionary accrual dan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

PENDAHULUAN Laba merupakan komponen yang penting dalam sebuah laporan keuangan. Laba dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pihak internal dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau kinerja manager. Informasi tentang laba dapat digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara. kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik.

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan kegiatan operasinya untuk mencapai beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memahami hubungan tata kelola dalam suatu organisasi atau perusahaan. Pada

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diambil dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan. mempengaruhi penilaian kinerja perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan usahanya perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana, baik untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal) ( Jensen dan Meckling,

I. PENDAHULUAN. menilai kinerja perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) tersebut akan. menimbulkan permasalahan keagenan (agency problem).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang memberi wewenang (principle) yaitu pemilik atau pemegang saham dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB II RERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. beberapa hal yang berkaitan dengan Komite Audit dalam perusahaan:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengambil keputusan. Kewenangan ini akan membawa konsekuensi logis yang

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2013) tujuan laporan keuangan. pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan. Menurut IAI (2009) tujuan laporan keuangan adalah menyediakan

II. LANDASAN TEORI. Tujuan ini merupakan salah satu yang paling dikejar oleh perusahaan. Manajer dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ISNI WIYATMI B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi tersebut berisikan mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdirinya sebuah perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas. Ada

BAB I PENDAHULUAN. dasar dan kimia, sektor aneka industri, dan sektor industri barang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan kinerja perusahaan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju membuat para pelaku ekonomi semakin mudah dalam mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. komprehensif untuk mengungkapkan (disclosure) semua fakta, baik transaksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham) sebagai prinsipal. Manajer sebagai agent memiliki asimetri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu pencatatan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dalam laporan tahunan harus disertai pengungkapan yang penuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya dikelola langsung oleh pemiliknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan karena lemahnya praktik corporate

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (Pearce and Robinson,2013 : 38). Teori keagenan mengansumsikan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sebagai principal dan pihak manajemen sebagai agent. Pihak principal selaku

BAB I PENDAHULUAN. eksternal untuk menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan harus

BAB I PENDAHULUAN. modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. saham (Brigham dan Gapenski 1996). Semakin tinggi nilai perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau

BAB I PENDAHULUAN. pada perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (return) atas UKDW

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. informasi laporan keuangan yang tidak mencerminkan keadaan atau kondisi laporan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal pendirian suatu perusahaan, biasanya pemilik perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan jangka panjang perusahaan adalah untuk mengoptimalkan nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. harus terus meningkatkan eksistensinya agar dapat bertahan. Perusahaan dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Dunia usaha pada mulanya merupakan perusahaan perseorangan atau

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi-informasi

MELATI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI 2016 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. seharusnya dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya

BAB I PENDAHULUAN. kinerja suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi. Menurut IAI (2011) tujuan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan pengolahan atau manufaktur adalah perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan yang dapat memberikan informasi bagi pemakainya. Laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian-penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan adalah suatu industri yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebuah perusahaan yang dikeluarkan secara periodik oleh perusahaan, akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Muh.

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan tempat perdagangan saham dari

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Theory Agency) Teori keagenan mengungkapkan hubungan antara pemilik (principal) dan manajemen (agen). Menurut Hendrikson dan Michael (1992) agen bekerja untuk prinsipal dan akan melakukan tugas-tugas tertentu yang diberikan oleh prinsipal. Prinsipal akan memberikan imbalan tertentu kepada agen atas tugas yang telah dilaksanakannya. Namun prinsipal dan agen mempunyai kepentingan yang berbeda sehingga dapat menimbulkan konflik. Keduanya sama-sama menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan juga sama-sama menghindari risiko. Perbedaan kepentingan inilah yang menyebabkan konflik keagenan. Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori keagenan menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu : (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingannya.

8 Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan memiliki informasi internal perusahaan dan prospek perusahaan di masa yang akan datang yang lebih dibandingkan dengan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu manajer sudah seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui pengungkapan informasi akuntasi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi pengguna eksternal karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi dapat menjadi pemicu munculnya suatu kondisi yang disebut asimetri informasi (information asymmetry). Informasi yang dimiliki oleh manajer lebih banyak dibanding informasi yang diketahui oleh pemilik perusahaan. Banyaknya informasi yang dimiliki oleh manajer bisa memicu manajer untuk melakukan manajemen laba. Hal ini karena informasi yang dimiliki oleh pemilik tidak sebanyak informasi manajemen sehingga manajemen bisa memanfaatkan kelebihan informasi tersebut. Baik pemilik maupun agen diasumsikan mempunyai rasionalisasi ekonomi dan semata-mata mementingkan kepentingannya sendiri. Agen mungkin akan takut mengungkapkan informasi yang tidak diharapkan oleh pemilik sehingga terdapat kecenderungan untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut. Kesimpulan dari teori agensi ini adalah teori yang mencoba menjabarkan hubungan antara pihak prinsipal dan agen, dimana terdapat penyerahan otorisasi dari pemilik kepada agen untuk menjalankan aktivitas perusahaan.

9 2.1.2 Asimetri Informasi Laporan keuangan digunakan oleh berbagai pihak. Pihak-pihak yang sebenarnya paling berkepentingan dengan laporan keuangan adalah para pengguna eksternal (pemegang saham, kreditor, pemerintah, masyarakat). Para pengguna internal (para manajemen) mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada perusahaan, sedangkan pihak eksternal yang tidak berada di perusahaan secara langsung, tidak mengetahui informasi tersebut sehingga tingkat ketergantungan manajemen terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal. Salah satu kendala yang akan muncul antara agent dan principal adalah adanya asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana agent mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dan prospek di masa yang akan datang dibandingkan dengan principal. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada agent menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya. Menurut Scott (2009), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: 1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek 12 perusahaan dibandingkan pihak luar. Dan mungkin terdapat fakta-fakta yang tidak disampaikan kepada principal.

10 2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh investor (pemegang saham, kreditor), sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Dalam tindakan ini seorang agent memiliki wewenang untuk mempengaruhi angka dalam laporan keuangan demi mencapai tujuan pribadinya. IAI (2011) menyatakan tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dengan adanya kondisi yang asimetri, maka agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba. 2.1.3 Kecakapan Manajerial Salah satu kunci kesuksesan sebuah perusahaan adalah adanya manajer yang berhasil mendesain proses bisnis yang efisien dan mampu membuat keputusankeputusan yang memberi nilai tambah bagi perusahaan. Di samping itu, manajer juga mempunyai kewajiban untuk mengkomunikasikan kinerja perusahaan kepada pihak luar perusahaan (stakeholders) yang berkepentingan dengan perusahaan. Wadah yang paling tepat bagi manajer untuk mengkomunikasikan kinerja perusahaan adalah laporan keuangan yang disusun pada setiap perioda pelaporan. Menurut Isnugrahadi dan Kusuma (2009) kunci kesuksesan sebuah perusahaan adalah keberhasilan manajer mendesain proses bisnis yang efisien. Selain itu

11 manajer juga harus mampu membuat keputusan yang memberi nilai tambah bagi perusahaan. Sehingga dibutuhkan manajer yang cakap, yaitu manajer yang memiliki kemampuan yang memadahi dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Badan standar akuntansi memperbolehkan manajer menggunakan judgment dalam membuat laporan keuangan dengan tujuan agar laporan tersebut sesuai dengan kondisi bisnis masing-masing perusahaan sehingga akan meningkatkan nilai dari akuntansi sebagai suatu bentuk komunikasi. Healy dan Wahlen (1999) mencontohkan beberapa bentuk dari judgment manajer dalam laporan keuangan tersebut, misalnya adalah pengestimasian kejadian-kejadian yang mengandung nilai ekonomis di masa datang seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai sisa dari aktiva jangka panjang. Manajer juga harus memilih dari seperangkat metoda akuntansi yang diperbolehkan untuk melaporkan transaksi-transaksi ekonomis yang sama seperti penggunaan metoda garis lurus atau metoda percepatan dalam pencatatan depresiasi, ataupun memilih LIFO atau FIFO dalam penilaian sediaan. Penelitian yang membahas mengenai kecakapan manajerial dalam bidang akuntansi keuangan belum banyak dilakukan. Hal ini mungkin disebabkan kesulitan untuk mengukur variabel kecakapan manajerial tersebut. Demerjian dkk (2006) mengenalkan DEA sebagai alat pengukur kecakapan manajerial. Dalam penelitiannya tersebut, Demerjian dkk. (2006) mencoba menguji pengaruh kecakapan manajerial terhadap kualitas laba. Kecakapan manajerial dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat keefisienan relatif sebuah perusahaan dalam mengelola input-input (faktor-faktor sumber daya dan operasional) untuk

12 meningkatkan output (penjualan). Tingkat keefisienan relatif ini kemudian disimpulkan sebagai hasil dari kecakapan manajer. Semakin efisien perusahaan dibanding dengan perusahaan lainnya dalam subsektor industri pemanufakturan yang sama, maka semakin cakap manajer yang berada diperusahaan tersebut (Isnugrahadi dan Kusuma, 2009). 2.1.4 Kepemilikan Manajerial Menurut Melinda (2008), kepemilikan manajerial didefenisikan sebagai persentase suara yang berkaitan dengan saham dan option yang dimiliki oleh manajer dan komisaris suatu perusahaan. Kepemilikan manajerial merupakan salah satu cara untuk mengurangi masalah keagenan, hal ini dikarenakan kepemilikan manajerial merupakan alat pengawasan terhadap kinerja manajer yang bersifat internal. Jensen dan Meckling (1976) dalam Melinda (2008) menyatakan bahwa masalah keagenan disebabkan oleh adanya pemisahan antara kepemilikan dan kontrol. Kepemilikan manajerial harus dapat disesuaikan dengan kepentingan pemegang saham agar dapat meminimumkan biaya keagenan yang muncul dari adanya pemisahan antara kepemilikan dan kontrol tersebut. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham termasuk mereka sendiri. Kepemilikan manajer yang tinggi menyebabkan manajer tidak hanya memiliki kontrol manajemen namun juga kontrol voting di dalam perusahaan. Ada beberapa pengertian kepemilikan manajerial yang diuraikan oleh beberapa peneliti, yaitu antara lain:

13 1. Wahidahwati (2002) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (direktur dan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan. 2. Lemons dan Lins (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat diartikan semakin tinggi proporsi kepemilikan manajerial akan menurunkan market value, penurunan ini diakibatkan karena tindakan opportunistik yang dilakukan oleh pemegang saham manajerial. 3. Marcus, Kane dan Bodie (2006:8) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham (outsiders ownership), sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang notebene adalah dirinya sendiri. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham (outsider ownership), serta akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta konsekuensi bila terjadi kesalahan pengambilan keputusan. Jensen Meckling (1976) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006). Pemegang saham yang sekaligus sebagai pengelola perusahaan cenderung memilih kompensasi dan

14 bonus, sejalan dengan teori bonus plan hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan akan memberikan bonus kepada karyawan atau manajer yang memiliki kinerja baik. 2.1.5 Manajemen Laba Terdapat beberapa pandangan mengenai manajemen laba. Wolk et al. (dalam Astuti, 2005) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi. Selanjutnya, Healy dan Wahlen (dalam Sulistyanto, 2008:50) mengemukakan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan sehingga menyesatkan penilaian stakeholder mengenai kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Isnugrahadi dan Kusuma (2009) menyimpulkan bahwa praktek manajemen laba akan mengurangi kredibilitas laporan keuangan sebagai suatu bentuk komunikasi antara manajer dengan pihak eksternal perusahaan. Scott (2009: 403) mendefinisikan manajemen laba sebagai pilihan bagi manajer atas kebijakan akuntansi dari berbagai kebijakan yang diperbolehkan dalam standar, untuk mencapai tujuan khusus. Scott (2009: 402) memandang manajemen laba dari dua perspektif, yaitu perspektif pelaporan keuangan (financial reporting perspective) dan perspektif kontraktual (contracting perspective). Dari perspektif pelaporan keuangan, manajer menggunakan

15 manajemen laba untuk kepentingan analisis peramalan laba, sehingga akan terhindar dari rusaknya reputasi dan reaksi harga saham yang negatif akibat kegagalan dalam memenuhi harapan para investor. Dari perpektif kontraktual, manajemen laba dapat digunakan untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Sugiri (dalam Widyaningdyah, 2001) membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu: 1. Definisi sempit Manajemen laba didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accrual dalam menentukan besarnya laba. 2. Definisi Luas Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit di mana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut. Dari beberapa definisi manajemen laba yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan tindakan untuk mempengaruhi dan mengintervensi laporan keuangan sesuai dengan kepentingan. 2.1.6 Data Envelopment Analysis (DEA) Data Envelopment Analysis (DEA) dikembangkan sebagai model dalam pengukuran tingkat kinerja atau produktifitas dari sekelompok unit organisasi. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan penggunaan

16 sumber daya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan output yang optimal. Produktifitas yang dievaluasi dimaksudkan adalah sejumlah penghematan yang dapat dilakukan pada faktor sumber daya (input) tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan, atau dari sisi lain peningkatan output yang mungkin dihasilkan tanpa perlu dilakukan penambahan sumber daya (Septianto, 2009). DEA (Data Envelopment Analysis) biasanya dinyatakan dalam Decision Making Unit atau Unit Kegiatan Ekonomi (UKE). DEA merupakan alat yang digunakan untuk mengukur efisiensi relatif suatu organisasi. Efisiensi UKE dapat diketahui dengan membandingkan efisiensi UKE suatu perusahaan dengan UKE dari perusahaan lainnya dalah suatu satuan populasi atau sempel. Namun terdapat syarat bahwa jenis input dan outputnya sama (Utami, 2013). UKE dinilai efisien apabila rasio perbandingan input/output sama dengan 1 atau 100%. Maksudnya adalah UKE tersebut mampu memanfaatkan inputnya secara maksimal untuk menghasilkan output tertentu dan tidak lagi melakukan pemborosan sehingga mampu mencapai titik yang efisien. Sedangkan UKE yang tidak efisien apabila rasio perbandingan antara input/output adalah antara 0 input/output 1 atau nilainya kurang dari 100%. Menurut Karsinah (dalam Isnugrahadi, 2009) hal tersebut berarti perusahaan belum mampu mengelola input-input yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang optimal atau masih melakukan pemborosan dalam menggunakan inputnya. 2.2 Penelitian Terdahulu Francis dkk, 2006 (dalam Isnugrahadi dan Kusuma, 2009) menemukan hubungan negatif antara reputasi CEO dengan kualitas laba. Mereka berkesimpulan bahwa

17 ketidakpastian lingkungan operasional perusahaan yang menyebabkan rendahnya kualitas laba, bukannya tindakan manajemen. Demerjian dkk (2006) menguji pengaruh kecakapan manajerial terhadap kualitas laba. Hasil dari penelitan Demerjian dkk (2006) menemukan hubungan positif antara kecakapan managerial dengan kualitas laba. Dengan kata lain semakin cakap seorang manager maka laba yang dihasilkan semakin berkualitas. Isnugrahadi dan Kusuma (2009) menguji pengaruh kecakapan manajerial terhadap manajemen laba dengan kualitas auditor sebagai variabel pemoderasi. Hasil penelitian ini, kecakapan manajerial berpengaruh positif secara signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan variabel pemoderasi sendiri yang berupa interaksi antara kecakapan manajerial dan kualitas auditor tidak berpengaruh negatif secara signifikan terhadap manajemen laba. Saputra (2013) menguji pengaruh kecakapan manajerial terhadap manajemen laba dengan komposisi dewan komisaris sebagai variabel pemoderasi. Hasil penelitian ini, kecakapan manajerial berpengaruh positif secara signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap hubungan kecakapan manajerial dengan manajemen laba. Shleifer dan Vishny (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Siallagan dan Machfoedz (2006) mengungkapkan bahwa secara teoritis ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan semakin tinggi.

18 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran menjelaskan tentang alur berfikir dan hubungan yang menunjukkan kaitan antara veriabel-variabel yang ada dalam penelitian. Variabelvariabel dalam penelitian antara lain manajemen laba, kecakapan manajerial, dan kepemilikan saham oleh manajerial (kepemilikan manajerial) Demerjian et al. (2006) adalah yang pertama kali menguji hubungan antara kualitas laba dengan kecakapan manajerial. Penelitian Demerjian et al. (2012) menemukan hubungan positif antara kecakapan manajerial dan kualitas laba, yang artinya semakin cakap manajer maka semakin tinggi kualitas laba. Penemuan ini sesuai dengan premis bahwa semakin cakap manajer, maka semakin baik kemampuannya dalam mengestimasi akrual. Hasil penemuan ini dapat diartikan pula bahwa semakin cakap manajer, maka laba yang dihasilkan semakin berkualitas karena tidak mengandung manajemen laba.. Namun terdapat faktor yang dapat mempengaruhi intensitas hubungan antara variabel kecakapan manajerial dan variabel manajemen laba yaitu kepemilikan manajerial. Adanya kepemilikan saham oleh manajer di sebuah perusahaan, maka diharapkan manajer akan lebih bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja. Kaitan antara variabel-variabel dalam penelitian ini, dapat dilihat melalui gambar berikut:

19 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran VARIABEL PEMODERASI Kepemilikan Manajerial VARIABEL INDEPENDEN Kecakapan Manajerial (-) (+) VARIABEL DEPENDEN Manajemen Laba 2.4 Pengembangan Hipotesis 2.4.1 Pengaruh Kecakapan Manajerial terhadap Manajemen Laba. Demerjian et al. (2006) adalah yang pertama kali menguji hubungan antara kualitas laba dengan kecakapan manajerial. Penelitian Demerjian et al. (2012) menemukan hubungan positif antara kecakapan manajerial dan kualitas laba, yang artinya semakin cakap manajer maka semakin tinggi kualitas laba. Penemuan ini sesuai dengan premis bahwa semakin cakap manajer, maka semakin baik kemampuannya dalam mengestimasi akrual. Hasil penemuan ini dapat diartikan pula bahwa semakin cakap manajer, maka laba yang dihasilkan semakin berkualitas karena tidak mengandung manajemen laba. Manajer yang cakap tidak membutuhkan manajemen laba untuk memperbagus laba. Manajer yang cakap mampu mengambil keputusan-keputusan ekonomi yang tepat dan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam mengelola sumber daya perusahaan karena mereka memiliki pengalaman, tingkat intelegensia dan tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Dengan mencapai tingkat efisiensi yang

20 tinggi, perusahaan akan meraih laba yang optimal. Manajer yang cakap akan lebih mempertimbangkan untuk terus meningkatkan kualitas kinerjanya dengan menggunakan sumber daya secara tepat sehingga akan memberi nilai tambah bagi perusahaan, daripada harus melakukan manajemen laba yang berisiko gagal mempertahankan kepercayaan publik dan stakeholder. Manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda pula, seperti antara manajer yang sekaligus merupakan pemegang saham dengan manajer yang tidak menjadi pemegang saham. Dari paparan di atas dapat dikemukakan bahwa manajer yang cakap tidak membutuhkan manajemen laba untuk melakukan tindakan oportunistis yang bertujuan memperbagus laba. Manajer yang cakap mampu mengambil keputusankeputusan ekonomi yang tepat dan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam mengelola sumber daya perusahaan karena mereka memiliki pengalaman, tingkat intelegensia dan tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Dengan mencapai tingkat efisiensi yang tinggi, perusahaan akan meraih laba yang optimal. Manajer yang cakap akan lebih mempertimbangkan untuk terus meningkatkan kualitas kinerjanya dengan menggunakan sumber daya secara tepat sehingga akan memberi nilai tambah bagi perusahaan, daripada harus melakukan manajemen laba yang berisiko gagal mempertahankan kepercayaan publik dan stakeholder. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah: : Kecakapan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba

21 2.4.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Hubungan Kecakapan Manajerial Dengan Manajemen Laba Dalam penelitian mengenai pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba, hasil penelitian Setiyarini dan Purwanti (2011) menemukan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial maka manajemen laba akan semakin rendah. Ujiyantho dan Pramuka (2007) meneliti bahwa kepemilikan manajerial adalah salah satu mekanisme good corporate governance yang dapat menghindarkan pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) bahwa semakin besar kepemilikan manajerial maka discretionary accrual semakin rendah. Hasil penelitian-penelitian tersebut selaras dengan penelitian Jensen dan Meckling dalam Setiyarini dan Purwanti (2011) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya.siallagan dan Machfoedz, 2006 (dalam Septiana, 2012). Manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda pula, seperti antara manajer yang sekaligus merupakan pemegang saham dengan manajer yang tidak menjadi pemegang saham. Manajer yang merangkap sebagai pemegang saham atau pemilik cenderung untuk tidak melakukan manajemen laba.

22 Manajer yang berperan sebagai pemegang saham akan menghindari penyusunan laporan keuangan yang tidak benar karena mereka berperan pula sebagai investor dan pengawas perusahaan, yang menginginkan laporan keuangan yang disajikan relevan dan dapat dipertanggungjawabkan melalui return atas investasi yang ditanamkan. Dengan kata lain, kepemilikan manajerial akan menghindarkan terjadinya penginformasian laporan yang tidak sesuai sehingga mensejajarkan penerimaan informasi yang diterima pihak manajemen sebagai pihak internal dan dengan pihak stakeholder sebagai pihak eksternal. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Boediono, 2005). Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti mencoba untuk mengajukan hipotesis kedua sebagai berikut: : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap hubungan kecakapan manajerial dengan manajemen laba.